Tindakan Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015

(1)

(2)

(3)

Lampiran 3. Kuisioner

TINDAKAN PETANI PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA

KABUPATEN LANGKAT

Oleh :

HENDY INAL PULUNGAN NIM. 051000024

IDENTITAS PETANI

Nama :………

Umur :………tahun

Jenis Kelamin : Laki - Laki Wanita

Pendidikan Terakhir : SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi

PERTANYAAN

1. Sudah berapa lamakah bapak/ Ibu bertani ?

≤ 5 tahun 5-10 tahun ≥ 10 tahun

2. Berapakah luas lahan pertanian yang Bapak/ Ibu kelola ?

≤ 5 Ha 5-10 Ha ≥ 10 Ha

3. Pernahkah bapak/ Ibu mengikuti pelatihan /magang mengenai penggunaan pestisida?

Ya Tidak

4. Dalam penyemprotan pestisida apakah Bapak/ Ibu menggunakan alat keselamatan dalam bekerja?

Ya Tidak

jika Ya, apa saja alat kelamatan dalam bekerja yang Bapak/ Ibu gunakan?


(4)

Baju lengan panjang

5. Pernahkah anda mengalami gangguan kesehatan setelah melakukan penyemprotan?

Ya Tidak

Jika Ya, apa indikasi yang anda rasakan? Jelaskan!

__________________________________________________________ __________________________________________________________ ______

Apa tindakan pertolongan pertama yang anda lakukan?

__________________________________________________________ __________________________________________________________ ______

6. Saat istirahat ketika sedang penyemprotan apa yang anda lakukan?

Makan minum merokok

Tindakan apa yang anda lakukan sebelumnya? Jelaskan!

__________________________________________________________ __________________________________________________________ ______

7. Jenis pestisida apa sajakah yang bapak/ ibu gunakan?

__________________________________________________________ __________________________________________________________ ______

8. Merek apa sajakah pestisida yang bapak/ ibugunakan?

__________________________________________________________ __________________________________________________________ ______

9. Dalam penyemprotan pestisida apakah Bapak/Ibu mencampur pestisida yang satu dengan pestisida lainnya?


(5)

jikaya, apakah pencampuran pestisida tersebut sesuai dengan anjuran yang sudah ditetapkan oleh produsen terkait?

ya tidak

10.Dalam penyemprotan pestisida, apakah dosis yang digunakan bapak/ ibu sesuai dengan anjuran dari produsen terkait?

ya tidak

11.Berapa frekunsi penyemprotan pestisida yang bapak/ ibu lakukan dalam satu bulan?

≤ 1/ 1bulan 2-3/ 1 bulan ≥3/ 1bulan

12.Pada saat pukul berapa bapak/ ibu melakukan penyemprotan pestisida? ≤ jam 10.00 WIB 10.00-16.00WIB ≥17.00 WIB

13.Dalam penyemprotan pestisida apakah bapak/ibu memperhatikan arah hembusan angin?

ya tidak

14.Berapa jam waktu kerja yang bapak/ ibu gunakan dalam satu hari penyemprotan pestisida?

__________________________________________________________ ___

Diketahuioleh; Petani

(...)


(6)

Lampiran 4. Master Data Petani Penyemperot Pestisida Di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Nama Jenis Kelamin (L/P)

Umur (Tahun)

Lama Kerja (Tahun)

Pendidikan Terakhir

1 Anonim L 33 10 SLTA

2 Anonim L 34 8 SLTA

3 Anonim L 30 7 SLTA

4 Anonim P 42 15 SLTA

5 Anonim L 39 12 SLTA

6 Anonim L 45 15 SD

7 Anonim P 35 9 SD

8 Anonim P 43 13 SD

9 Anonim L 43 9 SD

10 Anonim L 39 9 SLTP

11 Anonim P 28 5 SLTP

12 Anonim P 53 17 SD

13 Anonim L 42 12 SD

14 Anonim L 28 5 SLTP

15 Anonim L 54 18 SD

16 Anonim L 32 8 SLTP

17 Anonim L 29 4 SD

18 Anonim L 38 9 SD

19 Anonim L 37 8 SD


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pda petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Thesis Magister Kesehatan Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Ahmadi. 2003. Tentang Sikap yang Tercermin dari Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta.

Agus, Sugiartoto , dkk. 1999. Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan, Penerbit Yayasan Duta Awam, Solo.

Arikunto, Suharsimi 2007. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta

Azwar, S. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Bagian Farmakologi, 1995. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

CDK, 2002. Cermin Dunia Kedokteran http://Cermin Dunia Kedokteran.htm/Cermin Dunia Kedokteran No. 135, 2002 35. Diaksespada tanggal 3 Maret 2013.

WHO, 1991. Occupational Expousures Insecticide Application And Some Pesticide, IARC

Davidson, Israel and John Bernard Henry, 1976. Clinical Diagnosis by laboratory Methods, WB. Saunders Co., London.

Departemen Kesehatan RI. 1992. Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer Kit, Direktorat Jenderal PPM & PLP Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1992. Pengenalan dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida, Subdit Pengamanan Pestisida, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1999. Pengenalan dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI., 2000, Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan, Departemen Pertanian RI, Komisi Pestisida. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2000. Modul Pelatihan Pemeriksaan Residu Pestisida”Pengenalan Pestisida” Depkes RI, Dirjen P2M dan PL. Jakarta.


(8)

Fatmawati, 2006. Pengaruh penggunaan 2,4D terhadap status kesehatan petani penyemprot di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan, BTKL-PPM, Makasar.

Gallo M.A, Lwryk N.J. 1991. Organic Phosporus Pesticides dalam Handbook of Pesticide Toxicology.

Leavel dan Clark, 1965. Preventive Medicine for the Doctor in His Community. Edisi 3 McGraw-Hill Inc. New York

Lubis, Halinda S, 2005. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Pestisida Golongan Organofosfat pada tenaga kerja, FKM USU, Medan Sumatera Utara.. Lukito, 2003, Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Oleh masyarakat Pedesaan,

Tesis UGM, Yokyakarta

Mariani R, Iwan D, Nani S, 2005. Pengaruh Istirahat terhadap Aktivitas Kholinesterase petani penyemprot pestisida organofosfat di kecamatan Pacet Jawa Barat, Badan Litbangkes Jawa Barat

Mualim, K. 2002. Analisis faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida organofosfat pada petani penyemprot hama tnaaman di kecamatan bulu kabupaten temanggung.

Nasution, 2005. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara. Bandung Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu

Perilaku Kesehatan. Edisi I, Andi Offset, Yogjakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. P.T. Rineka Cipta, Jakarta.

Panut DJ, 2004. Teknik Aplikasi Pestisida. Kanasius. Jakarta

Patton, Michael Quinn. 2002. Qualitative Research and Evaluation Methods. Sage Publication Inc. USA

Poerwandari, E. Kristi. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI. Jakarta

Rini, 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida, Penerbit Swadaya, Jakarta.

Sanjaya, Wina, 2009. Strategi Pembelajaran Beriorentasi Standar Proses Pendidikan. Kencana, Jakarta

Sa’id, E.G., 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita Semua. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor,


(9)

Spears R, 1991, Recognized and Possible Exposure to Pesticides dalam Handbook of Pesticide Toxicology, vol. I, 245-271

Soemirat Juli, 2003. Toksikologi Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Bandung.

Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung

Ton, S.W. 1991. Environmental Considerations With Use of Pesticides in Agriculture. Paper pada Lustrum ke-VIII Fakultas Pertanian USU, Medan.

WHO, 1986, Organophosphorus Insectisides : A General Introduction

Environmental Health Criteria , 63,WHO Geneva

Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Desain dan Metode. M. Djauzi Mudjakir (Penerjemah). PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tindakan petani penyemprot pestisida di desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat tahun 2015.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dengan alasan karena desa ini merupakan desa dengan lahan pertanian yang luasnya 893 Ha serta mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 – April 2014. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah masyarakat petani penyemprot pestisida yang ada di desa Pantai cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

3.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental rate, sampel dipilih sebanyak 20 orang, yang terdiri dari 15 laki-laki dan 5 perempuan.


(11)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

a) Data sikap petani dalam menggunakan pestisida melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.

b) Data sikap petani dalam menggunakan pestisida diperoleh dengan cara mewawancarai mengenai lama bertani, riwayat pendidikan petani, pengunaan alat pelindung diri dalam penyemprotan pestida, gangguan yang pernah dialami selama penggunaan pestisida dalam bertani, jenis pestisida yang digunakan, dosis pestisida, pencampuran pestisida, waktu penyemprotan pestisida, dan frekuensi penyemprotan pestisida

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kantor kepala desa Pantai cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara.


(12)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Petani di Lokasi Penelitian

Observasi yang dilakukan terhadap tindakan petani penyemprot pestisida bertujuan untuk memperoleh gambaran tindakan yang dapat menimbulkan risiko kesehatan pada petani penyemprot pestisida tersebut.

Keberadaaan dan penggunaan pestisida oleh petani di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat telah berlangsung sejak lama. Pestisida dijadikan bahan yang utama bagi petani dalam rangka pengendalian hama maupun gulma, karena upaya yang lain belum dikuasai atau bahkan tidak mereka kenal.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat luas wilayah 1142 (Km2).Luas lahan pertanian 893 Ha.

4.2. Hasil Observasi

4.2.1. Umur Penyemprot Pestisida

Keadaan umur petani petani penyemprot pestisida di desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat

Tabel 1. : Umur Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Umur (tahun) Jumlah (Orang) Persentase

1 < 37 10 50%

2 >37 10 50%


(13)

Pembagian kelompok didasarkan atas nilai median umur responden yaitu 37 tahun. Hal ini untuk mencegah timbulnya frekuensi nol pada kelompok tertentu yang menyebabkan ketidakseimbangan proporsi umur.

4.2.2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin petani yang diambil sebagai responden adalah laki-laki dan perempuan. Laki-laki sebanyak 15 orang dan perempuan 5 orang.

4.2.3. Tingkat Pendidikan Penyemprot Pestisida

Keadaan pendidikan petani penyemprot pestisida di desa Pantai cermin kecamatan Tanjung pura kabupaten Langkat.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 SD 9 45%

2 SLTP 6 30%

3 SLTA 5 25%

4 Perguruan Tinggi 0 0

Total 20 100%

Berdasarkan Tabel 2. Dapat diketahui bahwa pendidikan petani penyemprot pestisida terbanyak adalah tingkat sekolah dasar yaitu 45%.

4.2.4. Masa Kerja Penyemprot Pestisida

Masa kerja petani penyemprot pestisida di desa Pantai cermin, kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat adalah sebagai berikut

Tabel 3. Masa Kerja Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Masa Kerja

(tahun)

Jumlah Persentase

1 < 5 tahun 3 orang 15%

2 5-10 tahun 9 orang 45%

3 >10 tahun 8 orang 40 %


(14)

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat petani di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat di ketahui bahwa masa kerja tertinggi petani terletak pada 5-10 tahun yaitu sebesar 45% dan terendah pada < 5 tahun yaitu 15% .

4.2.5. Lama Kerja Penyemprot Pestisida

Lama kerja per hari petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat berkisar antara 2 hingga 4 jam.

Tabel 4. Lama Kerja Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Lama Kerja Jumlah Persentasi

1 2 Jam 9 45%

2 3 jam 6 30%

3 4 jam 5 25%

Total 20 100%

Dari tebel 4. Dapat diketahui bahwa masa kerja seorang petani dalam sehari penyemprotan pestisida paling banyak 2 jam yaitu sebesar 45% dan terendah 4 jam yaitu sebesar 25% dari total keseluruhan sampel yang diambil.

4.2.6. Gangguan Kesehatan Yang dialami Petani Penyemprot Pestisida Ketika Bekerja

Selama petani melakukan penyemprotan pestisida sering terjadi gejala-gejala keracunan hal ini disebabkan karena terhirupnya pestisida saat penyemprotan. Berikut ini tabel persentase masyarakat yang terkena gangguan kesehatan setelah selama penyemprotan.

Tabel 5. Gangguan Kesehatan Yang Dialami Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015. No Mengalami Gangguan Kesehatan Jumlah Persentase

1 Ya 19 95%

2 Tidak 1 5%


(15)

Dari tabel dapat dilihat bahwa 95% masyarakat petani penyemprot pestisida mengalami gangguan kesehatan dan hanya 5% yang tidak mengalami gangguan kesahatan.

4.2.7. Jenis Pestisida yang Digunakan

Jenis pestisida yang digunakan petani penyemprot pestida di desa Pantai Cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat umumnya hanya 2 jenis, yaitu herbisida dan insectisida.

4.2.8. Tindakan Penyemprot Pestisida dalam Mencampur Pestisida

Dalam penyemprotan pestisida banyak petani penyemprot pestisida yang melakukan pencampuran pestisida antara yang satu dengan pestisida lainnya, ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang maksimal, tetapi berdasarkan hasil wawancara banyak masyarakat yang mencampur pestisida tidak sesuai dengan dosis anjuran. Berikut persentase petani penyemprot pestisida yang mencampur pestisida

Tabel 6. Tindakan Petani Penyemprot Pestisida dalam Mencampur Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Mencampur Pestisida Sesuai dengan Dosis Anjuran

Jumlah Persentase

1 Ya 4 20%

2 Tidak 16 80%

Total 20 100%

Dari tabel 6. dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat petani penyemprot mencampur pesisida tidak sesuai dengan dosis anjuran yang telah di buat produsen pestisida tersebut.


(16)

4.2.9. Dosis Pestisida yang Dipakai Penyemprot Pestisida

Penggunaan pestisida yang tidak memperhatikan takaran yang dianjurkan memungkinkan terjadi pemaparan yang lebih kuat, ini banyak dilakukan oleh petani agar hasilnya lebih maksimal namun menggunakan dosis yang tidak sesuai. Penggunaan pestisida yang tidak memperhatikan takaran yang dianjurkan dan hanya menakar menggunakan tutup pestisida sehingga memungkinkan terjadi pemaparan yang lebih kuat. Berikut ini tabel persentase masyarakat petani penyemprot yang menggunakan dalam dosis pestisida

Tabel 7. Penggunaan Dosis Pestisida oleh Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015. No Dosis Dipakai Sesuai Dengan

Anjuran Produsen

Jumlah Persentase

1 Ya 4 20%

2 Tidak 16 80%

Total 20 100%

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebesar 80% masyarakat petani penyemprot pestisida di desa pantai cermin menyemprot pestisida tidak sesuai dengan anjuran dari produsen terkait.

4.2.10. Frekuensi Penyemprotan Pestisida

Frekuensi penyemprotan pestisida yang dilakukan petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat berkisar antara 1 hingga 3 kali per bulan.

Tabel 8. Frekuensi Penyemprotan Pestisida oleh Petani Penyemprot Pestsida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Frekuensi Penyemprotan Jumlah Persentase

1 1 x /Bulan 3 15%

2 2-3 x/Bulan 17 85%


(17)

Berdasarkan tabel 8. Dapat diketahui bahwa 85 % petani penyemprot pestisida melakukan penyemprotan 2-3/bulan.

4.2.11. Waktu Penyemprotan Pestisida

Waktu penyemprotan yang dilakukan petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat sebagian besar dilakukan pada pagi hari hingga menjelang sore hari.

Tabel 9. Waktu Penyemprotan Pestisida oleh Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Waktu Jumlah Persentase

1 < 10.00 WIB 8 40%

2 10.00-16.00 WIB 12 60%

Total 20 100%

4.2.12. Posisi Petani Penyemprot Pestisida Terhadap Arah Angin

Berdasarkan hasil obeservasi dilapangan diketahui bahwa sebagian besar petani memperhatikan arah angin pada waktu melakukan kegiatan penyemprotan. Berikut persentase posisi petani dalam penyemprotan pestisida terhadap arah hembusan angin.

Tabel 10. Posisi Petani Penyemprot Pestisida Terhadap Arah Angin di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Searah Hembusan Angin Jumlah Persentase

1 Ya 14 70%

2 Tidak 6 30%

Total 20 100%

Berdasarkan tabel 10. diketahui bahwa sebesar 70% petani di desa pantai cermin melakukan penyemprotan sesuai dengan hembusan angin.


(18)

4.2.13. Penggunaan Alat Pelindung Diri Penyemprot Pestisida

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat tidak menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap. Berikut tabel Penggunaan alat pelindung diri oleh petani penyemprot pestisida di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat.

Tabel 11. Penggunaan Alat Pelindung Diri Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015.

No Alat Pelindung Diri yang digunakan

Keterangan

Ya % Tidak %

1 Masker 11 55% 9 45%

2 Sarung tangan 3 15% 17 85%

3 Topi 7 35% 13 45%

4 Baju Lengan Panjang 16 80% 4 20%


(19)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Tindakan Petani Penyemprot Pestisida

Sesuai dengan tujuan penelitian, yang dibahas dalam bab ini adalah tindakan penyemprot pesetisida berdasarkan umur, tingkat pendidikan petani penyemprot pestisida, masa kerja, lama kerja per hari, gangguan kesehatan yang dialami saat bekerja, jenis pestisida, dosis pestisida, tindakan penyemprot pestisida dalam mencampur pestisida, frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan pestisida, posisi petani terhadap arah angin dan penggunaan alat pelindung diri.

5.1.1. Umur Penyemprot Pestisida

Usia petani penyemprot pestisida di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat < 37 tahun 50% dan >37 tahun 50% . Usia sangat berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh, semakin tua usia seseorang maka fungsi metabolisme tubuhnyapun akan semakin menurun. Menurut Arisman, 2004 usia juga berkaian dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan didalam tubuh akan semakin berkurang.

5.1.2. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat, responden laki-laki 15 orang dan responden perempuan 5 orang. Menurut Arisman 2004 menyatakan Kadar kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas khlinesterase darah lebih tinggi


(20)

dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase cenderung turun.

5.1.3.Tingkat Pendidikan Penyemprot Pestisida

Berdasarkan hasil penelitian di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat tingkat pendidikan formal petani penyemprot pestisida sangat beragam yaitu tingkat SD 45%, SLTP 30% dan SLTA 25% sedangkan yang pernah mengikuti pelatihan mengenai penggunaan pestisida (pendidikan nonformal) hanya 20% dan 80% sama sekali tidak pernah mengikuti pelatihan .

Tingkat pendidikan seorang petani baik formal maupun nonformal sangatlah berpengaruh dalam penggunaan pestisida. Petani yang memiliki pendidikan formal yeng lebih tinggi akan cenderung memperhatikan dan memepelajari penggunaan pestisida, sehingga dapat dihindari bahaya yang dapat ditimbulkan pestisida tersebut. Sedangkan petani yang memiliki pendidikan non formal banyak pengetahuan tentang pestisida didapat melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang khusus untuk hal tersebut, sehingga masayarakat petani akan mengatahui pengguanaan pestisida yang baik dan tidak membahayakan kesehatan.

5.1.4. Masa Kerja Penyemprot Pestisida

Masa kerja petani penyempot pestisida di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat < 5 tahun 15%, 5-10 tahun 45% dan >10 tahun 40%. Semakin lama seseorang menggunakan pestisida maka akan semakin banyak pemaparan zat-zat pestisida tersebut terkena terhadap tubuhnya. Hal ini akan berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Pemeparan zat-zat pestisida


(21)

tersebut biasanya untuk jangka pendek tidak terlalu bengaruh pada kesehatan, tetapi untuk jangka panjang dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit seperti penyakit pernafasan dan timbulnya penyakit kanker.

5.1.5. Lama Kerja Penyemprot Pestisida

Lama kerja dalam sehari penyemprotan pestisida di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat adalah sebagai berikut 2 jam 45%, 3 jam 30 % dan 4 jam 25 %. Petani penyemprot yang bekerja lebih dari 3 jam memiliki resiko keracunan sangat besar. Hal ini disebabkan tubuh mengalami kelelahan dan ditambah dengan pestisida yang terkena dengan kulit maupun baju jika terlalu lama akan diserap oleh tubuh. Arisman, 2004 menyatakan penyemprotan sebaiknya tidak lebih dari 3 jam, bila melebihi maka resiko keracunan akan semakin besar. Seandainya masih harus menyelesaikan hendaknya istirahat dulu untuk beberapa saat.

5.1.6. Gangguan Kesehatan yang Dialami Petani Penyemprot Pestisida

Petani penyemprot pestisida di desa Pantai cermin kecamatan Tanjungpura kabupaten Langkat 95% pernah mengalami gangguan kesehatan dan hanya 5% yang tidak mengalami gangguan kesehatan selama penyemprotan pestisida. Hal ini berkaitan dengan alat pelindung diri yang dipakai oleh petani seperti dari hasil wawancara dengan petani memang 95% petani menggunakan alat pelindung diri, tetapi semuanya tidak ada yang lengkap sesuai dengan standar yang seharusnya. Selain itu petani ada yang merokok pada saat melakukan penyemprotan. Hal ini dapat mengakibatkan risiko keracunan terhadap pestisida akan lebih besar karena kholinesterase di dalam darah akan normal kembali membutuhkan waktu 310 jam. Pemaparan pestisida pada tubuh manusia dengan frekuensi yang sering dan


(22)

dengan interval waktu yang pendek menyebabkan residu pestisida dalam tubuh manusia menjadi lebih tinggi. (Mariani R, dkk, 2005).

5.1.7. Jenis Pestisida yang Digunakan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa Pantai Cermin di Kabupaten Langkat pestisida yang sering digunakan oleh petani terdiri dari berbagai merek antara lain : Jenis herbisida yang sering digunakan antara lain:

Roundup ®, Goal® dan Gulma® yang berbahan aktif Oksifloran. Gromoxone® dan Noxone® yang berbahan aktif parakuat diklorida 276 g/ l. Jenis insektisida antara lain : yang berbahan aktif Supermetin (Trowen®, Kokan/Resofin®), yang berbahan aktif Profenofos (Culatron®, Dropil®), yang berbahan aktif

Chlorpyrifos yaitu Pospan® dan Dursban®), berbahan aktif Lamda Sihalothrin yaitu Matador®, dan berbahan aktif Limida Klopit yaitu Konfidar®

5.1.8. Tindakan Penyemprot Pestisida dalam Mencampur Pestisida

Berdasarkan hasil penelitian dalam penyemprotan pestisida masyarakat petani di desa Pantai cermin melakukan pencampuran pestisida antara yang satu dengan pestisida lainnya, ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Pencampuran pestisida yang satu dengan pestisida yang lainnya dapat dilakukan jika sesuai dengan anjuran dari produsen terkait atau anjuran dari dinas terkait. Pencampuran pestisida tanpa memperhatikan zat-zat yang terkandung didalam pestisida tersebut dapat meningkatkan resiko bahaya keracunan. Hal ini terjadi karena tercampurnya beberapa bahan kimia sehingga menimbulkan reaksi kimia yang berbahaya bagi tubuh. Selain itu juga jika pestisida ini diaplikasikan pada insecta dapat menimbulkan resistensi pada beberapa jenis insecta.


(23)

5.1.9. Dosis Pestisida yang Dipakai Penyemprot Pestisida

Petani pada umumnya dalam menentukan dosis menggunakan sendok untuk pestisida bentuk bubuk dan tutup kemasan pestisida untuk pestisida bentuk cair. Di desa Pantai cermin kecamatan tanjungpura Kabupaten Langkat 80% penyemprot pestisida menyemprot pestisida tidak sesuai dengan dosis anjuran. Dikarenakan apabila pestisida tersebut tidak dapat membunuh hama atau membunuh gulma , maka petani akan meningkatkan dosis, selanjutnya apabila hama tersebut masih belum dapat ditangani petani tersebut akan mencampur pestisida yang satu dengan pestisida yang lain yang harganya murah, sedangkan pestisida yang dilarang peredarannya merupakan pestisida yang harganya murah. Semua jenis pestisida adalah racun, dosis yang semakin besar maka akan semakin besar terjadinya keracunan pestisida. Karena bila dosis penggunaan pestisida bertambah, maka efek dari pestisida juga akan bertambah. (Mualim K, 2002). Dosis pestisida yang tidak sesuai dosis berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat petani penyemprot. Dosis yang tidak sesuai aturan juga dapat mengakibatkan resistensi dan resurjensi hama tanaman. (Notoatmodjo, 2003).

Dosis yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian adalah : 1) Untuk ukuran tanki 17 liter : 25 - 40 ml untuk pestisida cair dan 25 - 40 gram untuk pestisida bubuk, 2) Untuk ukuran tanki 14 liter : 21 - 30 ml untuk pestisida cair dan 21 - 30 gram untuk pestisida bubuk.

Hasil observasi menunjukkan bahwa petani yang melakukan penyemprotan tidak sesuai dosis yaitu mereka mencampur pestisida > 40 ml (> 4 tutup kemasan ukuran 10 ml) dan > 40 gram (> 4 sendok makan) untuk tanki


(24)

ukuran 17 liter serta > 30 ml (> 3 tutup kemasan ukuran 10 ml) dan > 30 gram (> 3 sendok makan) untuk tanki ukuran 14 liter. Dosis pestisida yang tidak sesuai anjuran dapat menjadi penyebab keracunan pada petani dan lebih berbahaya lagi apabila pestisida dengan dosis yang tidak sesuai tersebut dicampur bersama akan menimbulkan efek dari bahan aktif masing-masing pestisida tersebut apabila masuk dalam tubuh petani (Soemirat J, 2003). Efek tersebut antara lain efek adisi (efek dari masing-masing bahan aktif), efek sinergis (efek yang lebih besar dari masing-masing bahan aktif) dan efek antagonis (efek berkurangnya bahan aktif yang satu diikuti dengan peningkatan efek bahan aktif yang lain (Satyawirawan S, 2008).

Gambar 1 : Petani menakar dosis pestisida 5.1.10. Frekuensi Penyemprotan Pestisida

Hasil penelitian dari 20 orang responden di desa Pantai cermin sebanyak 15 % petani penyemprot pestisida dalam waktu satu bulan melakukan


(25)

penyemprotan pestisida satu kali dan 85% melakukan penyemprotan pestisida sebanyak 2-3 kali dalam satu bulan. Semakin banyak waktu istirahat seseorang untuk tidak melakukan kontak langsung dengan pestisida maka resiko keracunannya juga akan semakin rendah hal ini sesuai dengan pernyataan Mariani 2005, yang menyatakan Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam seminggu.

Secara tidak langsung kegiatan petani yang mengurangi frekuensi menyemprot dapat mengurangi terpaparnya petani tersebut oleh pestisida. Ini sesuai dengan pendapat Mariani R, Iwan D, Nani S 2005 42 yang mengatakan istirahat minimal satu minggu dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah pada petani penyemprot. Istirahat minimal satu minggu pada petani keracunan ringan dapat menaikkan aktivitas kholinesterase dalam darah menjadi normal (87,50%).

5.1.11. Waktu Penyemprotan Pestisida

Waktu penyemprotan pestisida yang dilakukan oleh petani di Desa pantai Cermin kecamatan Tanjungpura dari 20 responden 40% menyemprot di jam 08.00-10.00 WIB dan 60% jam 10.00-16.00 WIB.

Waktu paling baik penyemprotan dilakukan pada pukul 08.00 -10.00 atau sore hari pukul 15.00 -18.00 WIB. Hal ini di sebabkan pada saat jam tersebut terik matahari tidak terlalu panas karena jika terik panas matahari yang terlalu tingggi penyemprot akan mengeluarkan banyak keringat sehingga dapat meningkatkan resiko keracunan akan pestisida selain itu juga hembusan angin pada jam tersebut lebih tenang.


(26)

Penyemprotan pestisida pada umumnya menggunakan tanki 17 liter yang dilakukan untuk sekali semprot. Untuk penyemprotan selanjutnya tanki semprot diisi kembali proses ini membutuhkan waktu 30 menit. Petani umumnya membutuhkan ukuran tanah seluas 1500 m persegi.

5.1.12. Tindakan Penyemprot Terhadap Arah Angin

Dari hari penelitian di desa pantaqi Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat petani yang melakukan penyemprotan pestisida sebanyak 70% melakukan penyemprotan searah hembusan angin dan 30% tidak sesuai dengan araah hembusan angin

Tindakan penyemprot terhadap arah angin adalah tindakan petani saat menyemprot tanaman dengan menggunakan pestisida terhadap arah angin yang bertiup. Penyemprotan yang baik bila petani menghadap searah dengan tiupan angin pada saat melakukan penyemprotan. Petani yang melakukan penyemprotan melawan arah angin akan mendapatkan paparan pestisida yang lebih banyak sehingga lebih mudah terjadi keracunan apalagi kalau tanaman yang disemprot memiliki bentuk yang tinggi.

Kita tahu bahwa lebih dari 75 % aplikasi pestisida dilakukan dengan cara disemprotkan, sehingga memungkinkan butir-butir cairan tersebut melayang, menyimpang dari aplikasi. Jarak yang ditempuh oleh butrian-butiran cairan tersebut tergantung pada ukuran butiran. Butiran dengan radius lebih kecil dari satu mikron, dapat dianggap sebagai gas yang kecepatan mengendapnya tak terhingga, sedang butiran dengan radius yang lebih besar akan lebih cepat mengendap. (Ton SW, 1991)


(27)

Penyemprotan yang tidak mempertimbangkan arah angin akan mengakibatkan keracunan tidak hanya pada petani saja, zat kimia tersebut akan akumulasi dari bahan aktif pestisida yang mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya. Dilaporkan bahwa 60–99 persen pestisida yang diaplikasikan akan tertinggal pada target atau sasaran, sedang apabila digunakan dalam bentuk serbuk, hanya 10-40 persen yang mencapai target, sedang sisanya melayang bersama aliran angin atau segera mencapai tanah. (Oginawati K, 2005)

Petani penyemprot pestisida pada lokasi penelitian pada umumnya tidak langsung mencuci pakaian yang digunakan tetapi mereka menjemur kembali pakaian mereka untuk digunakan pada saat penyemprotan selanjutnya. Kebiasaan ini dapat berakibat keracunan pada petani tersebut yaitu masuknya bahan kimia dari pestisida melalui kulit, bahan racun tersebut memasuki pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar).

Kebiasaan mereka yang tidak mencuci langsung pakaian yang mereka gunakan pada saat menyemprot bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan. (WHO, 1986)


(28)

5.1.13. Kelengkapan Alat Pelindung Diri Penyemprot Pestisida No Alat Pelindung Diri yang

digunakan

Keterangan

Ya % Tidak %

1 Masker 11 55% 9 45%

2 Sarung tangan 3 15% 17 85%

3 Topi 7 35% 13 45%

4 Baju Lengan Panjang 16 80% 4 20%

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat dari 20 responden menggunakan alat pelindung diri masker 55%, menggunakan sarung tangan 15% , menggunakan topi 35% dan baju lengan panjang 80%.

Pada umumnya perilaku petani di daerah ini menggunakan alat pelindung diri yang tidak lengkap, mereka pada hanya menggunakan rata-rata 3 alat pelindung diri yang berupa baju lengan panjang, celana panjang dan topi. Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh karenanya penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Pemakaian alat pelindung diri lengkap ada 7 macam yaitu : baju lengan panjang, celana panjang, masker, topi, kaca mata, kaos tangan dan sepatu boot. Pemakaian APD dapat mencegah dan mengurangi terjadinya keracunan pestisida, dengan memakai APD kemungkinan kontak langsung dengan pestisida dapat dikurangi sehingga resiko racun pestisida masuk dalam tubuh melalui bagian pernafasan, pencernaan dan kulit dapat dihindari (Mualim K, 2002)


(29)

Gambar 2 : Petani desa Pantai cermin sedang melakukan penyemprotan

Gambar 3 : Kelengkapan alat pelindung petani desa Pantai cermin saat penyemprotan


(30)

Menurut Sudarmo, (1991) dalam Depkes (1999), gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan celana panjang, sarung tangan, sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan rambut serta atribut lain yang diperlukan. Artinya pemakaian APD yang lengkap dapat terhindar dari keracunan pestisida, karena APD dapat mencegah masuknya pestisida ke dalam tubuh.

Ketika pestisida masuk ke dalam tubuh, pestisida akan menempel pada enzim kholinesterase, akibatnya terjadi hambatan pada aktifitas enzim kholinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut akan menyebabkan gangguan pada syaraf yang berupa aktifitas kholinergik secara terus menerus akibat asetikholin yang tidak dihidrolisis. Asetilkholin berperan sebagai jembatan penyebrangan bagi mengalirnya getaragetaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-organ didalam tubuh menerima informasi untuk mempergiat atau mengurangi aktifitas sel pada organ. Pada sistem syaraf, stimulasi yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf (akson) dalam bentuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetilkholin diseberangkan/diteruskan melalui serabut, enzim kholinesterase memecahkan asetilkholin dengan cara menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah ion asetat, impuls syaraf kemudian berhenti. (Kaloyanova,Fina P, Mostafa A El Batawi, 1991)


(31)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

1. Usia petani penyemprot pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat < 37 tahun 50% dan > 37 tahun 50% dengan masa kerja < 5 tahun 15%, 5-10 tahun 45% dan > 10 tahun 40%. Umur sangat berpengaruh untuk kekebalan tubuh, smakin tua usia seseorang maka kemampuan tubuh untuk menantisiapasi berbagai jenis penyakit juga akan semakin lemah.

2. Tingkat pendidikan petani penyemprot pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat tahun 2014 tertinggi adalah tingkat SD yaitu 45%, kemudian SLTP 30%, dan SLTA 25%. Pendidikan akan mempenaruhi cara kerja petani dalam penggunaan pestisida.

3. Lama kerja dalam satu hari penyemprotan pestisida oleh petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat tertinggi yaitu 2 jam 45%, kemudian 3 jam 30% dan 4 jam 25%.

4. 95% petani penyemprot pestisida di desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat pernah mengalami gangguan kesehatan ketika sedang bekerja menyemprot pestisida.

5. Jenis pestisida yang digunakan oleh petani penyemprot pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat adalah herbisida dan insectisida. Petani sering mencampur pestisida yang satu dengan pestisida yang lainnya tetapi tidak sesuai dengan anjuran yang di tetapkan oleh produsen terkait.


(32)

6. Petani penyemprot pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat hanya 20 % yang menyemprotkan pestisida sesuai dengan dosis yang dianjurkan, dan 80% menyemprotkan pestisida tidak sesuai dengan dosisi anjuran.

7. Frekuensi pnyemprotan pestisida oleh petani penyemprot pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat yaitu 1x/bulan 15% dan 2-3x/bulan 85% dengan waktu penyemprotan

8. Petani penyemprot pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat bekerja dengan tidak menggunakan alat keselamatan kerja yang lengkap. Petani hanya memeakai beberapa alat keselamatan kerja dalam menyemprot. Ini menyebabkan petani pernah mengalami ganguan kesehatan saat bekerja menyemprot.

9. Petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat dalam menyemprot mereka 95 % memperhatikan arah angin. Hal ini untuk mencegah makin banyak pemaparan bahaya pestisida saat bekerja.

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat melakukan penyuluhan yang intensif guna memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya petani penyemprot pestisida tentang bahaya dari pemakaian pestisida yang tidak proporsional

2. Diharapkan kepada petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat memperbaiki praktek sehari-hari yang berkaitan dengan


(33)

penggunaan pestisida dengan mengikuti anjuran dari pemerintah/dinas kesehatan bila ada penyuluhan tentang pestisida

3. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tindakan petani penyemprot pestisida.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.


(35)

1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung

(enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Seperti halnya pengetahuan dan sikap, praktik juga memiliki tingkatan-tingkatan, yaitu :


(36)

a) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan.

b) Respons terpimpin, yaitu individu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai contoh.

c) Mekanisme, individu dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah menjadi kebiasaan.

d) Adaptasi, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dan dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran.

2.2. Tinjauan Tentang Pestisida

Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2) Memberantas rerumputan. 3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 4). Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk. 5). Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak. 6). Memberantas dan mencegah hama-hama air; 7). Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan; 8). Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air. (Depkes RI, 2000)

Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun gulma, Sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : Insektisida


(37)

(pembunuh insekta), Fungisida (pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh tanaman pengganggu/gulma). Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida jarang dilaporkan, hanya beberapa saja yang dipublikasikan terutama karena disalah gunakan (untuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. (Depkes RI, 1992)

Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak digunakan di negara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan di negara yang sudah maju. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Pestisida mempunyai tiga macam nama, yaitu : (Depkes RI, 2000)

a. Nama umum (Common name)

Yaitu nama yang telah didaftarkan pada International Standard Organization (ISO). Nama umum biasanya dipakai sebagai nama bahan aktif suatu pestisida.

b. Nama kimia (Chemical name)

Yaitu nama dari unsur atau senyawa kimia dari suatu pestisida yang terdaftar pada International Union for Pure dan Applied Chemistry


(38)

c. Nama dagang (Trade name)

Yaitu nama dagang dari suatu produk pestisida yang biasanya telah terdaftar dan mendapat semacam paten dari masing-masing Negara.

2.2.1. Klasifikasi Pestisida

Kemampuan pestisida untuk dapat menimbulkan terjadinya keracunan dan bahaya injuri tergantung dari jenis dan bentuk zat kimia yang dikandungnya. Pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh fisiologisnya yang disebut farmakologis, atau klinis, sebagai berikut : (Depkes RI, 2000)

1. Organofosfat

Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat). Pestisida golongan organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar, menggantikan kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat :

a. Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon. b. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu

yang lama

c. Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme

d. Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan dengan organoklorine.

e. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzym cholinesterase.

Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan


(39)

komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.

Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophospat melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil. Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Seseorang yang keracunan pestisida organophospat akan mengalami gangguan fungsi dari saraf-saraf tertentu. Sebagai bagian vital dalam tubuh, susunan saraf dilindungi dari toksikan dalam darah oleh suatu mekanisme protektif yang unik, yaitu sawar darah otak dan sawar darah saraf. Meskipun demikian, susunan saraf masih sangat rentan terhadap berbagai toksikan. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa neuron mempunyai suatu laju metabolisme yang tinggi dengan sedikit kapasitas untuk metabolisme anaerobik. Selain itu, karena dapat dirangsang oleh listrik, neuron cenderung lebih mudah kehilangan integritas membran sel. Panjangnya akson juga memungkinkan


(40)

susunan saraf menjadi lebih rentan terhadap efek toksik, karena badan sel harus memasok aksonnya secara struktur maupun secara metabolisme.

2. Karbamat

Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.

Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR. Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim ACHE dihambat dan mengalam karbamilasi. Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi.

3. Organokhlorin

Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari

beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah “Dichloro-diphenyltrichloroethan

atau disebut DDT.

Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg.


(41)

DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut:

 Nausea, vomitus

 Paresthesis pada lidah, bibir dan muka  Iritabilitas

 Tremor  Convulsi  Koma

 Kegagalan pernafasan  Kematian

2.2.2. Langkah Operasional Penggunaan Pestisida

Sesuai dengan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang telah dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman maupun Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/97 Tentang Pedoman Pengendalian OPT, penggunaan pestisida dalam pengendalian OPT merupakan alternative terakhir.

Pengertian alternatif terakhir adalah apabila semua teknik/cara pengendalian yang lain (misalnya cara bercocok tanam, secara biologis, fisik, mekanis, genetik, dan karantina) dinilai tidak memadai. Penggunaan pestisida sedapat mungkin dihindari, namun demikian, apabila cara pengendalian lain tidak


(42)

memadai sehingga pestisida terpaksa digunakan, maka penggunaannya harus secara baik dan benar. Dampak negatif yang mungkin timbul diusahakan sekecil mungkin, sedangkan manfaatnya diupayakan sebesar mungkin. Penggunaan pestisida harus menggunakan 5 prinsip: (Rini, 2001)

1. Penggunaannya dapat dilakukan bila populasi hama telah mencapai tingkat kerusakan atau ambang ekonomi.

2. Penggunaan pestisida yang berspektrum sempit mempunyai selektivitas tinggi dengan konsentrasi dosis yang tepat.

3. Penggunaan pestisida yang residunya pendek dan mudah terdekomposisi oleh faktor lingkungan.

4. Penggunaan pestisida pada saat hama berada pada titik terlemah.

5. Penggunaan pestisida bila cara pengendalian lain sudah tidak efektif dan efisien lagi.

Untuk memperkecil dampak negatif penggunaan pestisida, dalam hal ini memperkecil residu pestisida pada hasil pertanian, dapat ditempuh langkahlangkah sebagai berikut:

1. Pemilihan Pestisida

Memilih Pestisida yang tepat agar penggunaannya efektif yaitu disesuaikan dengan OPT (hama, penyakit, dan gulma) sasaran yang menyerang tanaman serta memilih pestisida yang mudah terurai (Tidak Persisten).

Untuk mengukur mudah tidaknya suatu pestisida rusak/terurai di alam, digunakan parameter waktu paruh (Decomposition Time-50 disingkat DT-50) atau senyawa tersebut terurai di alam (dalam hal ini, unsur alam yang sering


(43)

digunakan adalah tanah, air, udara). DT-50 pestisida sangat beragam, dari jangka waktu jam sampai dengan jangka waktu tahun.

Untuk mengurangi residu pestisida, selain yang tepat jenis agar efektif, pestisida yang dipilih hendaknya yang mempunyai DT-50 kecil (mudah rusak di alam). Namun, informasi tentang DT-50 tidak mudah diperoleh karena tidak tercantum dalam label pestisida, sehingga perlu dicari ke sumber lainnya, misalnya petugas perlindungan tanaman pangan dan hortikultura atau pemilik produk.

2. Pengaturan Cara Aplikasi Pestisida Pengaturan ini meliputi :

a. Waktu Aplikasi, aplikasi pestisida seharusnya hanya dilakukan pada waktu populasi atau intensitas serangan OPT telah melampaui ambang ekonomi atau ambang pengendalian.

b. Dosis Aplikasi, Dosis (liter atau kilogram pestisida per hektar tanaman) dan konsentrasi (mililiter atau gram pestisida per liter cairan semprot) yang digunakan adalah dosis dan konsentrasi minimum yang efektif terhadap OPT sasaran.

c. Sasaran aplikasi, perlu diupayakan semaksimal mungkin agar aplikasi pestisida diarahkan pada sasarannya yang tepat.

d. Jangka waktu sebelum panen, aplikasi pestisida yang terakhir diusahakan sejauh mungkin sebelum panen. Makin jauh dari waktu panen makin baik. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu hasil tanaman dipanen, sebagian besar pestisida sudah terurai, sehingga residunya hanya sedikit atau tidak ada.


(44)

e. Tidak menggunakan bahan perekat (Sticker). Bahan perekat (sticker) adalah bahan tambahan (ajuvan) yang dijual secara terpisah dari pestisida. Beberapa formulasi pestisida sudah mengandung bahan perekat, sedangkan yang lainnya tanpa bahan perekat.

f. Alat dan teknik aplikasi yang tepat alat aplikasi antara lain penyemprot/sprayer (hand sprayer, power sprayer, mist blower) penghembus/ duster, dan pengabut-panas/fogger mempunyai kinerja dan spesifikasi tertentu sesuai dengan tujuan penggunaan yang dirancang oleh pembuatnya.

Penggunaan Fumigan, Fumigan adalah pestisida yang mudah menguap; jenis fumigan tertentu dalam kondisi normal sudah berbentuk gas. Penggunaan fumigan dapat dikatakan hampir tidak meninggalkan residu, kecuali pestisida tertentu yang dapat terserap oleh bahan tertentu yang diaplikasi. Fumigan efektif untuk pengendalian OPT yang tersembunyi. Fumigan akan mudah menguap dan hilang di tempat terbuka. Oleh karena itu fumigan tidak digunakan di lahan pertanian; tetapi diaplikasikan hanya di ruang tertutup dan umumnya untuk produk pasca panen. Kekurangan dari fumigan adalah cara aplikasinya yang memerlukan peralatan dan keahlian khusus; sehingga tidak setiap orang mampu melakukannya, tetapi hanya aplikator profesional atau bersertifikat yang diizinkan untuk menggunakannya.

Untuk menghindari bahaya pestisida pada pekerja menyemprot yang tidak diinginkan, maka hendaklah diperhatikan hal-hal yang perlu diketahui sebagai berikut : (Sudarmo, 1988)

1) Pestisida digunakan apabila diperlukan


(45)

3) Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam table

4) Anak-anak tidak diperkenankan memegang pestisida, demikian pula wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya

5) Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut karena pestisida dapat terserap melalui luka

6) Gunakan perlengkapan, baju lengan panjang dan celana panjang, sarung tangan, sepatu boot, kaca mata, masker dan tutup kepala (topi)

7) Hati-hati bekerja dengan pestisida lebih-lebih yang konsentrasinya pekat tidak boleh sambil makan dan minum

8) Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan ditempat terbuka, gunakan selalu alat yang bersih dan khusus

9) Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali dianjurkan

10)Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin, bila tidak enak badan berhentilah bekerja

11)Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian pula pakaian-pakaian dan mandilah dengan sabun sebersih mungkin.

2.2.3. Cara Masuk Pestisida kedalam Tubuh

Pestisida dapat masuk melalui kulit, mulut dan pernafasan. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar


(46)

melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan. Rute/jalan masuk pestisida : (WHO, 1986)

1. Dermal , absorpsi melalui kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama pestisida masih ada di kulit.

2. Oral, absorpsi melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Di USA yg paling sering terjadi karena pestisida dipindahkan ke wadah lain tanpa label.

3. Inhalasi, melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida yang masuk secara inhalasi dapat berupa bubuk, droplet atau uap.

2.2.4. Keracunan Pestisida

Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai macam zat kimia, karena setiap zat kimia mungkin menjadi penyebab dari keracunan tersebut, yang membedakannya adalah waktu terjadinya keracunan dan organ target yang terkena.

1. Cara terjadinya keracunan a. Self poisoning

Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang berlebihan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat ditimbulkan dari pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan dirinya.


(47)

b. Attempted poisoning

Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.

c. Accidental poisoning

Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar pestisida.

d. Homicidal piosoning

Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.

Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik. Formulasi dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana senyawa pestisida terkena dibagian tubuh. (Anief, 1996)

2. Mekanisme fisiologis keracunan

Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun pertisida tersebut dapat melalui melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki


(48)

pori-pori atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak (polar).

Tanda dan gejala awal keracunan organofosfat adalah stimulasi berlebihan kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Keracunan organofosfat pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Pada umumnya gejala ini timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan daapt menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala.

a. Racun kronis

Racun kronis menimbulkan gejala keracunan setelah waktu yang relatif lama karena kemampuannya menumpuk (akumulasi) dalam lemak yang terkandung dalam tubuh. Racun ini juga apabila mencemari lingkungan (air, tanah) akan meninggalkan residu yang sangat sulit untuk dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun, karena kuatnya ikatan kimianya.

Ada di antara racun ini yang dapat dirombak oleh kondisi tanah tapi hasil rombakan masih juga merupakan racun. Demikian pula halnya, ada yang dapat terurai di dalam tubuh manusia atau hewan tapi menghasilkan metabolit yang juga masih beracun. Misalnya sejenis insektisida organoklorin, Dieldrin yang disemprotkan dipermukaan tanah untuk menghindari serangan rayap tidak akan berubah selama 50 tahun sehingga praktis tanah tersebut menjadi tercemar untuk berpuluh-puluh tahun. Dieldrin ini bisa diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di tempat ini dan bila rumput ini dimakan oleh ternak misalnya sapi perah maka


(49)

dieldrin dapat menumpuk dalam sapi tersebut yang kemudian dikeluarkan dalam susu perah. Manusia yang minum susu ini selanjutnya akan menumpuk dieldrin dalam lemak tubuhnya dan kemudian akan keracunan. Jadi dieldrin yang mencemari lingkungan ini tidak akan hilang dari lingkungan, mungkin untuk waktu yang sangat lama.

b. Racun akut

Racun akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan racun yang larut air dan dapat menimbulkan gejala keracunan tidak lama setelah racun terserap ke dalam tubuh jasad hidup. Contoh yang paling nyata dari racun akut adalah “Baygon” yang terdiri dari senyawa organofosfat (insektisida atau racun serangga) yang seringkali disalahgunakan untuk meracuni manusia, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa menit setelah racun masuk ke dalam tubuh.

Walaupun semua racun akut ini dapat menyebabkan gejala sakit atau kematian hanya dalam waktu beberapa saat setelah masuk ke dalam tubuh, namun sifatnya yang sangat mudah dirombak oleh suhu yang tinggi, pencucian oleh air hujan dan sungai serta faktor-faktor fisik dan biologis lainnya menyebabkan racun ini tidak memegang peranan penting dalam pencemaran lingkungan.

2.2.5. Efek Pestisida Pada Sistem Tubuh

Bahan kimia dari kandungan pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran. Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem tubuh: (CDK, 2002)


(50)

a. Paru-paru dan sistem pernafasan

Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan bronkhitis atau pneumonitis). Pada kejadian luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik nafas, dan nafas pendek. Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi fibrosis atau pneumokoniosis.

b. Hati

Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme dalam hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang berpotensi merusak sel-sel hati. Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang berupa sirosis hati dari kanker hati.

c. Ginjal dan saluran kencing

Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin. Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan kanker ginjal atau kanker kandung kemih.

d. Sistem syaraf

Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin. Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang


(51)

akhirnya diikuti oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan sistem syaraf pusat. Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang menuju ke syaraf adalah pestisida. Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan kimia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan kelelahan.

e. Darah dan sumsum tulang

Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat merusak sel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik. Bahan kimia lain dapat merusak sumsum tulang dan organ lain tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan kanker darah.

f. Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)

Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan serangan jantung.

g. Kulit

Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan alergi. Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar matahari atau kanker kulit.

h. Sistem reproduksi

Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa bahan kimia yang secara


(52)

langsung dapat mempengaruhi ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi dan fungsi seksual.

i. Sistem yang lain

Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan, tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid. Petani yang terpapar pestisida akan mengakibatkan peningkatan fungsi hati sebagai salah satu tanda toksisitas, terjadinya kelainan hematologik, meningkatkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah juga dapat meningkatkan kadar ureum dalam darah.

2.2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida

Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk kedalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain :

1. Dosis.

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri.

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelsus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikoligis dengan mengatakan “dosis sola facit venenum”, (dosis menentukan suatu zat kimia adalah racun). Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali,


(53)

atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan atau kematian. (Badan Farmakologi, 1995)

2. Toksisitas senyawa pestisida.

Merupakan kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan-hewan-hewan tersebut mati 3. Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.

Pada keracunan pestisida organofosfat, kadang-kadang blokade cholinesterase masih terjadi sampai 2-6 minggu. Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.

2.2.7. Toksikologi Pestisida

Senyawa-senyawa organokhlorin (organoklorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa organokhlorin telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh. Semua insektisida organokhlorin sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan


(54)

partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan organokhlorin pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu. (Soemirat, 2003)

Semua senyawa organofosfat (organofosfat, organophospates) dan karbamat (karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (enzim choline esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa organofosfat dan karbamat menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan organofosfat dan karbamat.

Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg)


(55)

berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.

2.2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida Keracunan pestisida tejadi bila ada bahan pestisida yang mengenai tubuh atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida antara lain : (Arisman, 2004)

1. Faktor dari dalam tubuh: a. Usia

Umur adalah fenomena alam, semakin lama seseorang hidup makan umurpun akan bertambah. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak yang diaalminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas system kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.


(56)

Kadar kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita rata-rata mempunyai aktifitas khlinesterase darah lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase cenderung turun.

c. Status kesehatan

Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan menekan aktifitas kholinesterase dalam plasma yang dapat berguna dalam menetapkan over exposure terhadap zat ini. Pada orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan naiknya tekanan darah dan kholesterol. (Davidson, 1976)

d. Status gizi

Pengaruh status gizi pada orang dewasa akan mengakibatkan: 1) kelemahan fisik dan daya tahan tubuh; 2) mengurangi inisiatif dan meningkatkan kelambanan dan; 3) meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan lain-lain jenis penyakit. Semakin buruk status gizi seseorang akan semakin mudah terjadi keracunan, dengan kata lain petani yang mempunyai status gizi yang baik cenderung memiliki aktifitas kholinesterase yang lebih baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan status gizi dengan aktifitas kholinesterase dalam darah petani penyemprot yang melakukan penelitian secara cross sectional. (Fatmawati, 2006)

e. Anemia

Kadar hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang memiliki gugus hem dimana pembentukannya melalui proses reduksi dengan bantuan NADH,


(57)

sedangkan kadara kholinesterase dalam kerjanya menghidrolisa membutuhkan energi, dimana pada saat pembentukan energi membutuhkan NADH.

Hasil penelitian Fatmawati (2006) menunjukkan bahwa dari pemeriksaan darah petani penyemprot menunjukkan bahwa 95 % petani penyemprot menderita anemia (< 13gr/dl).

f. Genetik

Beberapa kejadian pada hemoglobin yang abnormal seperti hemoglobin S. Kelainan homozigot dapat mengakibatkan kematian pada usia muda sedangkan yang heterozigot dapat mengalami anemia ringan. Pada ras tertentu ada yang mempunyai kelainan genetik, sehingga aktifitas kholinesterase darahnya rendah dibandingkan dengan kebanyakan orang.

g. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang cukup tentang pestisida sangat penting dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot, karena dengan pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula, sehingga risiko terjadinya keracunan dapat dihindari.

Hasil penelitian Halinda SL (2005) menunjukkan bahwa untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida pada petani beberapa hal yang harus menjadi perhatian selain dari tatalaksana penyemprotan adalah cara penyimpanan pestisida , cara mencampur pestisida dan cara membuang kemasan pestisida. (Lubis, HS, 2005)

2. Faktor dari luar tubuh: a. Suhu lingkungan


(1)

3. Ibu Eka Lestari Wahyuni, SKM., M. Kes dan Ibu Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi selaku anggota penguji yang telah banyak member masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Deperteman Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

5. Masyarakat petani di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat yang telah membantu penulis dalam penumpulan data di lapangan.

6. Juga kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tua tercinta yang senantiasa memberikan, doa, nasehat, dukungan, semangat, dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini semoga skripsi ini bermanfaan bagi pembaca.

Medan Januari 2016


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tinjauan Tentang Tindakan ... 7

2.2 Tinjauan Tentang Pestisida ... 9

2.2.1. Klasifikasi Pestisida ... 11

2.2.2. Langkah Operasional Penggunaan Pestisida ... 14

2.2.3. Cara Masuk Perstisida kedalam Tubuh ... 18

2.2.4. Keracunan Pestisida ... 19

2.2.5. Efek Pestisida Pada Sistem Tubuh ... 22

2.2.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida ... 25

2.2.7. Toksikologi Pestisida ... 26

2.2.8. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi terjadinya Keracunan Pestisida ... 28

2.2.9. Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida ... 34

2.2.10. Jenis Pakaian Pelindung Diri ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2. Waktu penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1. Populasi ... 36

3.3.2. Sampel ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37


(3)

3.4.2. Data Sekunder ... 38

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 38

4.1 Gambaran Petani di Lokasi Penelitian ... 38

4.2 Hasil Observasi ... 38

4.2.1 Umur Penyemprot Pestisida ... 38

4.2.2 Jenis Kelamin ... 39

4.2.3 Tingkat Pendidikan Penyemprot Pestisida ... 39

4.2.4 Masa Kerja Penyemprot Pestisida ... 39

4.2.5 Lama Kerja Penyemprot Pestisida ... 40

4.2.6. Gangguan Kesehatan yang dialami Petani Penyemprot pestisida ... 40

4.2.7. Jenis Pestisida yang digunakan ... 41

4.2.8 Tindakan Penyemprot Pestisida dalam Mencampur Pestisida ... 41

4.2.9 Dosis Pestisida yang Dipakai Penyemprot Pestisida ... 42

4.2.10 Frekuensi Penyemprotan Pestisida ... 42

4.2.11 Waktu Penyemprotan Pestisida ... 43

4.2.12 Posisi Petani Penyemprot Pestisida Terhadap Arah Angin ... 43

4.2.13 Kelengkapan Alat Pelindung Diri Penyemprot Pestisida ... 44

BAB 5. PEMBAHASAN ... 45

5.1 Tindakan Penyemprot Pestisida ... 45

5.2.1 Umur Penyemprot Pestisida ... 45

5.2.2 Jenis Kelamin ... 45

5.2.3 Tingkat Pendidikan Penyemprot Pestisida ... 46

5.2.4 Masa Kerja Penyemprot Pestisida ... 46

5.2.5 Lama Kerja Penyemprot Pestisida ... 47

5.2.6. Gangguan Kesehatan yang dialami Petani Penyemprot pestisida ... 47

5.2.7. Jenis Pestisida yang digunakan ... 48

5.2.8 Tindakan Penyemprot Pestisida dalam Mencampur Pestisida ... 48

5.2.9 Dosis Pestisida yang Dipakai Penyemprot Pestisida ... 49

5.2.10 Frekuensi Penyemprotan Pestisida ... 50

5.2.11 Waktu Penyemprotan Pestisida ... 51

5.2.12 Posisi Petani Penyemprot Pestisida Terhadap Arah Angin ... 52

5.2.13 Kelengkapan Alat Pelindung Diri Penyemprot Pestisida ... 53

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 57


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Umur Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin Kecamatan

Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015. ... 38 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Petani Penyemprot Pestisida di

Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun

2015. ... 39 Tabel 3. Masa Kerja Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin

Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015. ... 39 Tabel 4. Lama Kerja Petani Penyemprot Pestisida di Desa Pantai Cermin

Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015. ... 40 Tabel 5. Gangguan Kesehatan Yang Dialami Petani Penyemprot Pestisida di Desa

Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015. ... 40 Tabel 6. Tindakan Petani Penyemprot Pestisida dalam Mencampur Pestisida di

Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun

2015. ... 41 Tabel 7. Penggunaan Dosis Pestisida oleh Petani Penyemprot Pestisida di Desa

Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 42 Tabel 8. Frekuensi Penyemprotan Pestisida oleh Petani Penyemprot Pestsida di

Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun

2015. ... 42 Tabel 9. Waktu Penyemprotan Pestisida oleh Petani Penyemprot Pestisida di Desa

Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun 2015. ... 43 Tabel 10. Posisi Petani Penyemprot Pestisida Terhadap Arah Angin di Desa

Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun

2015. ... 43 Tabel 11. Penggunaan Alat Pelindung Diri Petani Penyemprot Pestisida di Desa

Pantai Cermin Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat Tahun


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Petani Menakar Pestisida ... 50 Gambar 2 : Petani Sedang Melakukan Penyemprotan ... 55 Gambar 3 : Kelengkapan Alat Pelindung Saat penyemprotan ... 55


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : HENDY INAL PULUNGAN

2. NIM : 051000024

3. Tempat Tgl. Lahir : Medan, 14 Desember 1985

4. Suku Bangsa : Batak Mandailing

5. Agama : Islam

6. Status Perkawinan : Belum Menikah 7. Identitas Ayah

- Nama : Drs. H. Amanuddin Pulungan

- Umur : 59 Tahun

- Suku Bangsa : Batak Mandailing - Pekerjaan : Pensiun PNS 8. Identitas Ibu

- Nama : Hj. Gustina Pakpahan

- Umur : 57 Tahun

- Suku Bangsa : Batak Toba - Pekerjaan : Pensiun PNS 9. Riwayat Pendidikan

- SD : 1992-1998 SD Negeri 066057

- SLTP : 1998-2001 SMP Negeri 17 Medan

- SLTA : 2001-2004 SMA Negeri 11 Medan

- Akademi : 2005-2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara