anak karena dianggap dapat merusak independensi anak dan membuat anak bergantung pada otoritas di luar dirinya Crain,
2007. Penggunaan media atau alat pembelajaran di sekolah Montessori menggunakan alat-alat manipulatif yang telah dirancang
khusus oleh Montessori sendiri Lopata, 2005. Alat tersebut dirancang agar memiliki kontrol atas kesalahan sehingga anak dapat
menemukan dan memperbaiki sendiri kesalahannya Yus, 2011. Sebagai contoh, pada permainan memasangkan silinder pada
tempatnya dirancang apabila anak salah menempatkan silinder maka akan ada silinder yang tersisa. Program Montessori tidak
menggunakan buku cetak, lembar kerja siswa, atau ujian-ujian dalam pembelajarannya Haines, 1995 dalam Lopata, 2005.
c. Teori Perkembangan Montessori
Montessori mengembangkan sebuah pandangannya sebagai sebuah teori mengenai perkembangan anak. Menurutnya, anak
memiliki cara mereka sendiri untuk belajar yang muncul dari dorongan kedewasaan mereka Montessori, 1964. Teori yang
dikembangkan oleh Montessori memiliki komponen utama berupa konsep mengenai periode kepekaan atau periode sensitif Crain,
2007. Yus 2011 mencantumkan sebuah tabel yang diberikan oleh Montessori sebagai panduan mengenali periode peka yang terbagi
dalam sembilan tahap perkembangan, yaitu:
Tabel 1 Tahapan Perkembangan Anak
Usia Tahun
Perkembangan
1,5 Masa penyerapan total
absorbed mind
, perkenalan, dan pengalaman sensorispanca indera
1,5 – 3 Perkembangan bahasa
1,5 – 4 Perkembangan dan koordinasi antara mata dan otot-
ototnya Perhatian pada benda-benda kecil
2 – 4
Perkembangan dan penyempurnaan gerakan-gerakan Perhatian yang besar pada hal-hal yang nyata
Mulai menyadari urutam waktu dan ruang 2,5
– 6 Penyempurnaan penggunaan pancaindra 3
– 6 Peka terhadap pengaruh orang dewasa
3,5 – 4 Mulai mencorat-coret
4 – 4,5 Indra peraba mulai berkembang
4,5 – 5 Mulai tumbuh minat membaca
d. Dasar Pendidikan Montessori
Ada 3 aspek yang menjadi dasar pendidikan Montessori, yaitu Yus, 2011 :
1 Pendidikan Sendiri Pedosentris
Montessori beranggapan bahwa anak memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Anak memiliki keinginan
untuk belajar, bekerja, sekaligus bersenang-senang yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Keinginan tersebut muncul sebagai
dorongan batin dan bukan sekedar dari rancangan pembelajaran di sekolah. Mereka akan selalu mencari hal baru yang lebih
menantang untuk dikerjakan. Menurut Montessori, seorang anak tidak akan mendapatkan pengalaman dan keterampilan dalam
pemecahan masalah apabila anak hanya pasif melihat orang lain melakukan sesuatu.
2 Masa Peka
Keyakinan Montessori adalah bahwa seorang anak memiliki masa peka atau sensitif di awal tahun-tahun awal
kehiduapan. Masa peka ialah masa dimana seorang anak siap mengembangkan potensi yang dimilikinya. Jika masa peka ini
muncul, maka anak harus segera difasilitasi dengan alat permainan yang sesuai dengan potensi yang akan dikembangkan
oleh anak. Misalnya, saat masa peka anak untuk belajar membaca muncul, maka guru dapat memberikan bantuan
dengan memilih alat pembelajaran yang sesuai.
3 Kebebasan
Pada pembelajaran
Montessori, anak
diberikan kebebasan untuk berpikir, berkarya, dan berlatih sesuka hatinya.
Hal ini berkaitan dengan kemunculan masa peka yang tidak terduga dan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya.
Selain itu, kebebasan ini juga bermaksud agar pendidikan tidak menjadi suatu hal yang membebani anak. Untuk itu, lingkungan
pembelajaran di sekolah-sekolah Montessori memungkinkan anak untuk mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi diri
anak didiknya secara bebas sehingga mampu mendukung perkembangan fisik, mental, dan spiritual anak.
e. Peran Montessori dalam Membangun Kesiapan Sekolah