81
2. Perbandingan hasil analisis data pada kelompok RPP kegiatan
lapangan dengan RPP kegiatan laboraturium Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat perbandingan data keberadaan
keterampilan proses sains pada RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan laboraturium. Kelompok RPP kegiatan laboraturium memiliki persentase
keberadaan yang lebih besar dibandingkan RPP kegiatan lapangan. Hasil tersebut dimungkinkan karena dalam kegiatan laboraturium, siswa
melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih banyak dan membutuhkan keterampilan kerja yang cukup banyak pula dibandingkan dengan kegiatan
lapangan. Oom Romlah 2009: 3 menyatakan bahwa beberapa jenis keterampilan laboratorium yang dapat dilatihkan kepada siswa adalah,
diantaranya: mencuci, membilas, dan mengeringkan alat gelas; mengambil dan menuangkan bahan dan bahan cair; membaui suatu bahan; melarutkan,
mengocok, menyaring; melakukan pengukuran massa dan volume; melakukan titrasi; menyediakan atau membuat preparat dan menggunakan
mikroskop; menggunakan berbagai peralatan seperti, higrometer, evaporimeter, salinometer, dan banyak lagi.
Banyaknya keterampilan-keterampilan yang semestinya dilakukan oleh siswa tersebut dalam kegiatan laboraturium, membuat siswa berlatih
untuk lebih fokus dan menggunakan kemampuan berpikir ilmiahnya dengan baik. Berbeda dengan kegiatan lapangan, siswa mengamati
langsung objek, fakta atau fenomena yang sudah tersedia di lingkungan sekitarnya tanpa melakukan suatu perlakuan yang rumit terlebih dahulu.
Kegiatan lapangan juga membutuhkan peralatan yang lebih sedikit
82 dibandingkan dengan kegiatan laboraturium. Djohar1991:17 menyatakan
bahwa dalam pendekatan belajar sebenarnya sangat memungkinkan kita menggunakan objek persoalan yang ada di lingkungan terdekat anak didik,
contohnya adalah lingkungan halaman sekolah, kebun sekolah, dan area- area lainnya yang dapat dijangkau oleh siswa.
Alasan selanjutnya yang mendasari munculnya keterampilan proses sains yang lebih bnyak pada RPP kegiatan laboraturium dibandingkan
dengan RPP kegiatan lapangan dijelaskan melalui teori White 1996: 768 yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar Biologi tentu akan
semakin berhasil dengan ditunjang kegiatan laboratorium, siswa dapat melatih keterampilan berpikir ilmiah dan dapat mengembangkan sikap
ilmiah serta menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah. Oleh karena itu, kegiatan laboratorium sangat melekat
dengan adanya penemuan konsep melalui suatu kegiatan percobaan. Berdasarkan teori tersebut bukan berarti bahwa kegiatan lapangan tidak
mampu melatih kemampuan berpikir ilmiah siswa, akan tetapi kegiatan lapangan lebih menekankan pada kemampuan siswa menemukan konsep
dari fakta-fakta yang terlihat dalam kegiatan observasi. White 1996: 9
juga menekankan akan adanya cukup bukti bahwa laboratorium mempromosikan pemahaman yang lebih baik, beberapa
kelebihan dari kegiatan laboraturium yaitu mewujudkan metode ilmu pengetahuan, abstraksi, dan proses dengan baik, membuat informasi
mudah diingat, dan mengungkapkan hubungan antar topic-topik masalah.
83 Pendidik perlu mempertimbangkan situasi di laboratorium agar dapat
mencapai tujuan dari kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Biologi akan lebih bermakna
jika ditunjang dengan kegiatan laboraturium. Siswa akan lebih aktif dan tanggap dalam melakukan kegiatan pembelajaran sebab di dalam kegiatan
laboraturium menuntut siswa agar mampu menguasai berbagai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk jalannya praktikum dalam
laboraturium. Pada pelaksanaannya, kegiatan praktikum dalam
laboraturium membutuhkan ketelitian dan kecermatan siswa yang lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan eksplorasi di lapangan, sebab dalam
kegiatan lapangan siswa hanya perlu mencermati dan melatih focus pada saat pengamatan langsung terhadap objek, fakta atau fenomena yang sudah
tersedia tanpa membutuhkan perlakuan khusus seperti yang dilakukan saat kegiatan praktikum di laboraturium.
Kemampuan siswa dalam menjalankan kegiatan laboraturium dan kegiatan lapangan tersebut
merupakan wujud dari keterampilan proses sains yang menjadi tujuan dari pencapaian kompetensi ilmiah siswa. Berdasarkan alasan yang telah
dipaparkan diatas maka sangat mungkin apabila guru mengembangkan keterampilan proses sains dalam RPP kegiatan laboraturium dengan lebih
detail daripada keterampilan proses sains dalam RPP kegiatan lapangan sebagaimana yang diperoleh dalam hasil penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian, persentase keberadaan keterampilan proses sains pada RPP laboraturium memiliki hasil yang lebih besar
84 dibandingkan RPP lapangan, namun perbedaannya dikatakan tidak
signifikan karena selisih yang hanya sedikit. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru telah mengembangkan keterampilan proses sains baik dalam
RPP laboraturium maupun dalam RPP lapangan. Selisih yang tidak nyata tersebut membuat hasil penelitian belum dapat memperlihatkan adanya
perbedaan keberadaan keterampilan proses sains pada jenis RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan laboraturium. Selain itu baik rancangan
kegiatan lapangan ataupun kegiatan laboraturium sama-sama memiliki sifat yang potensial dalam upaya mengembangkan keterampilan proses
sains. Keduanya bisa digunakan untuk melatih siswa berpikir ilmiah. Selanjutnya pada kedua kelompok RPP kegiatan lapangan dan
kegiatan laboraturium, jenis item KPS yang dikembangkan masih sama. Item KPS yang diteliti telah dikembangkan semua dalam kedua kelompok
RPP tersebut meskipun mempunyai persentase keberadaan yang berbeda. Item keterampilan proses sains yang mempunyai persentase keberadaan
tertinggi pada RPP kegiatan lapangan yaitu keterampilan mengomunikasikan, sedangkan yang terendah yaitu keterampilan
mengorganisasi dan menganalisis data. Lalu, untuk RPP kegiatan laboraturium keterampilan proses sains yang mempunyai persentase
keberadaan tertinggi yaitu keterampilan mengomunikasi, dan yang terendah yaitu keterampilan merancang dan melakukan percobaan serta
menganalisis data. Hasil ini tidak sesuai dengan perkiraan awal pada penelitian, bahwa seharusnya RPP kegiatan laboraturium memunculkan
85 keterampilan merancang dan melakukan percobaan yang tinggi.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori menurut Gabel 1994: 99-107 bahwa kegiatan laboraturium terutama praktikum mengandung beberapa
tujuan pokok. Tujuan tersebut antara lain adalah membangun konsep dan mengkomunikasikan berbagai fenomena yang terjadi dalam IPA kepada
siswa serta mengatasi miskonsepsi pada siswa karena siswa memperoleh konsep berdasarkan pengalaman yang nyata. Kegiatan laboraturium juga
dapat mengembangkan kemampuan dasar siswa dalam melakukan eksperimen layaknya seorang scientist. Berdasarkan teori tersebut maka
seharusnya dalam merancang kegiatan pembelajaran di laboraturium, guru lebih menekankan pada pengembangan keterampilan merancang dan
melakukan percobaan agar siswa lebih mahir dan terlatih untuk senantiasa melakukan percobaaneksperimen sesuai dengan prinsip dalam pendekatan
ilmiah. Menurut peneliti ada dua alasan yang menyebabkan hasil yang
tidak sesuai pada RPP kegiatan laboraturium tersebut, diantaranya yaitu guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk merancang dan
melakukan percobaannya secara mandiri melainkan hanya memberikan petunjuk berupa LKS dimana siswa tinggal mengikuti prosedur yang telah
disediakan guru dalam LKS sehingga salah satu indicator keterampilan merancang dan melakukan percobaan tidak terpenuhi. Alasan berikutnya,
pada RPP kegiatan laboraturium ini beberapa guru tidak melakukan kegiatan praktikum didalam laboraturium, melainkan hanya melaksanakan
86 kegiatan pembelajaran di dalam kelas dengan kegiatan berupa diskusi
bersama membahas materi yang disampaikan melalui media video atau gambar, kemudian siswa diminta menganalisis hal-hal terkait materi dalam
video atau gambar yang disajikan oleh guru. Kegiatan tersebut kurang efektif dalam mengembangkan keterampilan proses sains siswa karena
pada dasarnya dalam mempelajari sains siswa perlu diajak melakukan pengamatan langsung untuk meningkatkan pengalaman sains yang
didapatkan. Hal itu sejalan dengan teori White 1996: 766-770 yang menyebutkan bahwa siswa lebih mudah memahami konsep melalui
kegiatan praktikum di laboraturium daripada hanya mempelajarinya di kelas. Melalui kegiatan praktikum konsep-konsep yang dipelajari menjadi
lebih bermakna sehingga dapat lebih mudah dingat dan dipahami. Selain itu kegiatan praktikum cenderung meningkatkan motivasi dan minat
belajar siswa dalam mempelajari ilmu sains. Oleh karena alasan itulah hasil keberadaan keterampilan merancang dan melakukan percobaan pada
rpp laboraturium ini menjadi rendah. Setiap metode pembelajaran yang dijalankan oleh guru mempunyai
kelebihan dan kekurangan tersendiri. Baik metode pembelajaran yang menggunakan kegiatan laboraturium ataupun kegiatan lapangan, keduanya
memiliki sifat dan karakteristik tersendiri yang perlu disesuaikan dengan materi, kondisi siswa, kondisi lingkungan dan factor lainnya agar kegiatan
tersebut dapat berlangsung dengan baik. Selain itu guru diharapkan lebih terampil dalam mengemas kegiatan pembelajaran agar menjadi lebih
87 menarik, lebih efisien dan lebih efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang ditentukan, salah satu upaya yang harus dilakukan oleh guru adalah lebih memperhatikan mengenai pengembangan keterampilan
proses sains dalam kegiatan pembelajaran agar pembelajaran biologi menjadi lebih bermakna.
88
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1.
Keterampilan proses sains telah dikembangkan pada berbagai materi pembelajaran dalam RPP dengan persentase keberadaan yang relatif
sama yaitu RPP Fungi 75,00; RPP Ruang lingkup biologi dan RPP Protista70,83 serta RPP Plantae66,67. Jenis item keterampilan
proses sains yang memiliki persentase keberadaan paling tinggi adalah item keterampilan mengomunikasikan, sedangkan yang terendah
adalah item keterampilan mengorganisasi dan menganalisis data. 2.
Tidak terdapat perbedaan pada jenis item keterampilan proses sains yang ada dalam RPP kegiatan lapangan dan RPP kegiatan
laboraturium. Perbedaan hanya nampak dalam hal persentase keberadaan keterampilan proses sains yang lebih tinggi pada RPP
kegiatan laboraturium dibandingkan RPP kegiatan lapangan , namun perbedaan persentase tersebut dikatakan tidak signifikan karena nilai
persentase yang relatif sama yaitu RPP kegiatan laboraturium sebesar 72,92 dan RPP kegiatan lapangan sebesar 68,75.
B. Keterbatasan Penelitian
Kesimpulan penelitian ini terbatas pada sampel penelitian dan belum dapat digeneralisasikan untuk keseluruhan RPP Biologi SMA
Kelas X yang digunakan di Kota Yogyakarta.