Analisis Biaya Dan Manfaat Pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit

(1)

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI

RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT

TESIS

Oleh:

MUHAMMAD RIDHO NASUTION 097039031/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI

RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MUHAMMAD RIDHO NASUTION 097039031/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT

Nama : MUHAMMAD RIDHO NASUTION

NIM : 097039031

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Ketua

(Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D)

Anggota

(H. M. Mozart B. Darus, M.Sc)

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Dekan,


(4)

Telah diuj i dan diny atakan LULUS di de pan Ti m Penguji pa da Sabt u , 26 Agu stu s 201 3.

Tim Penguji

Ketua : Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D

Anggota :

1. H.M. Mozart B. Darus, M.Sc

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul:

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 31 September 2013 Yang membuat pernyataan,

NIM. 097039031/MAG Muhammad Ridho Nasution


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Muhammad Ridho Nasution, lahir di Pematang Siantar pada tanggal 26 Desember 1980 anak dari Bapak H.M. Thamrin Nasution dan ibu Hj. Idayati Lubis. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1987, masuk Sekolah Dasar Negeri 4 Pematang Siantar tamat tahun

1993.

2. Tahun 1993, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Pematang

Siantar, tamat tahun 1996.

3. Tahun 1996, masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 4 Pematang

Siantar, tamat tahun 1999.

4. Tahun 1999, masuk Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian Jurusan Hama

dan Penyakit Tumbuhan, tamat tahun 2004.

5. Tahun 2009, melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Magister


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PADA SERTIFIKASI RSPO BAGI PERUSAHAAN KELAPA SAWIT” dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu dalam penyelesaian tesis ini, sebagai berikut:

1. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.

2. Bapak H.M. Mozart B. Darus, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan motivasi, arahan dan bimbingan.

3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Agribisnis

yang telah bersedia menguji, memberikan, arahan dan bimbingan.

4. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Dosen/Staf Pengajar Program Studi

Magister Agribisnis yang telah bersedia menguji, memberikan masukan, arahan dan bimbingan.

5. Seluruh staf pengajar, staf akademik dan pegawai di Departemen Agribisnis

yang telah membantu kelancaran penyelesaian tesis ini.

6. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan

istri tercinta Yunita Lestari Utami Harahap, SE serta anak-anak tersayang Muhammad Agha Alhafiz Nasution, Hana Khairunnisa Nasution dan Hani


(8)

Khairunnisa Nasution juga seluruh keluarga yang telah mendorong dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

7. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap

karyawan pimpinan dan pelaksana PTPN IV Bagian Perencanaan, Bagian Pemasaran, Unit Kebun Dolok Ilir, Unit Kebun Pulu Raja dan Unit Kebun Berangir yang telah memberikan segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober 2012


(9)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIDHO NASUTION (097039031/MAG). Judul Tesis yaitu Analisis

Biaya dan Manfaat pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit (Di bawah bimbingan Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D sebagai ketua dan H. M. Mozart B. Darus, MSc sebagai anggota).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang mendapat perhatian luas di pasar internasional. Perkembangannya yang pesat menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan dampaknya terhadap lingkungan. Untuk itu Forum RSPO mengeluarkan sertifikasi pengelolaan yang berkesinambungan. Namun biaya pembuatannya cukup besar, sementara peningkatan harga jualnya bersifat voluntary. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat, menganalisis perbandingan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan produksi dan pemasaran, menganalisis manfaat langsung dan tidak langsung dengan harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar serta menganalisis manfaat jangka pendek dan jangka panjang sertifikasi RSPO. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data biaya dan manfaat pelaksanaan sertifikasi RSPO dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di PTPN IV dan instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya RSPO di Perusahaan Kelapa Sawit terdiri dari dokumen dan non dokumen. Persentase jumlah komponen biaya tidak langsung lebih besar yaitu 83,33 % dari biaya langsung yaitu 16,67 %. Biaya produksi sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO tidak berbeda nyata sebab sebagian besar prinsip dan kriteria sudah diterapkan sebelum sertifikasi RSPO. Manfaat langsung yang diterima sesudah sertifikasi RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan harga jual, volume penjualan dan jangkauan pasar CPO. Manfaat tidak langsung yang diterima sesudah penerapan RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan produksi, penurunan angka kecelakaan kerja, penurunan kasus konflik lahan dan penurunan kasus kebakaran. Manfaat RSPO jangka pendek yaitu perusahaan PTPN IV dapat meningkatnya harga jual, volume penjualan dan jangkaun pasar ekspor CPO yang lebih luas terutama ke negara-negara Eropa. Manfaat jangka panjang PTPN IV mampu bersaing bukan hanya dalam negeri namun ke kancah Eropa, CPO yang diproduksi merupakan produk yang memiliki mutu yang unggul sesuai standard internasional serta berwawasan lingkungan.


(10)

ABSTRACT

Palm oil is one commodity that gained widespread attention in the international market. The rapid development raises many concerns will impact on the environment. For the Forum RSPO certified sustainable management issued. However, considerable manufacturing cost , while increasing its selling price to be voluntary. The purpose of this study is to analyze the components of costs and benefits, analyzing the ratio between direct and indirect costs to the increase in production and marketing, analyzing the direct and indirect benefits to the selling price, the amount of sales and market reach and analyze the short-term benefits and long-term RSPO certification. Data used in the study was obtained from the data costs and benefits of implementing the RSPO certification from 2009 to 2012 in PTPN IV and other agencies associated with this research. The analytical method used is descriptive method.

The results showed that the component costs in the RSPO Palm Oil Company consists of documents and non-documents. Percentage of indirect cost component is 83.33 % greater than the direct cost of 16.67 %. Production costs before and after the RSPO certification was not significantly different because most of the principles and criteria of the RSPO certification has been applied before. Direct benefits received RSPO certification after not affect the increase in selling prices, sales volume and market reach CPO. Indirect benefits received after the implementation of RSPO not affect the increased production, decreased number of accidents, reduction of land conflicts and reduction of fire cases. RSPO short-term benefits that the company PTPN IV can increase the selling price, sales volume and market reach wider CPO export mainly to European countries. Long-term benefits of PTPN IV able to compete not only in the country but to the European scene, CPO produced a product that has superior quality according to international standards as well as environmentally sound.


(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK………. i

DAFTAR ISI ……… ii

DAFTAR TABEL ……… iv

DAFTAR GAMBAR ……… v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Kelapa Sawit ... 7

2.3. RSPO ... 8

2.3. Landasan Teori ... 14

2.4. Penelitian terdahulu ……… 16

2.5. Kerangka pemikiran ………... 18

2.6. Hipotesis Penelitian ……….. 21

III. METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 23

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 23

3.3. Metode Analisis Data ... 24

3.4. Defenisi Operasional ... 26

3.5. Batasan Operasional ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 28

4.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan……… 28

4.1.2. Struktur Organisasi………. 29

4.1.3. Sertifikasi ……….. 31

4.1.4. Unit Usaha kebun Dolok Ilir-PTPN IV ……….. 32

4.1.5. Unit Usaha Kebun Pabatu-PTPN IV ………... 32

4.1.6. Unit Usaha Kebun Pulu Raja-PTPN IV ………. 33

4.2. Hasil dan Pembahasan………. 34

4.2.1.Kegiatan Sertifikasi RSPO... 34

4.2.2.Biaya Sertifikasi RSPO... 36

4.2.2.1. Komitmen terhadap transparansi………. 36

4.2.2.2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku…….. 38

4.2.2.3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang………... 40


(12)

4.2.2.4. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh

perkebunan dan pabrik……… 41

4.2.2.5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati………... 45

4.2.2.6. Tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik………. 48

4.2.2.7. Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab……….. 50

4.2.2.8. Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah-wilayah utama aktifitas………. 50

4.3. Pengelompokan Biaya RSPO ... 51

4.4. Biaya produksi………... 62

4.5. Manfaat RSPO……….. 63

4.5.1. Manfaat Langsung ……… 63

4.5.2. Manfaat Tidak Langsung ………. 66

4.5.3. Manfaat Jangka Pendek dan Jangka Panjang ……… 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1. Kesimpulan ... 70

5.2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Unit Kebun/PKS di PTPN IV yang Sudah Tersertifikasi RSPO…. 23

2. Biaya prinsip 1 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja……….... 36

3. Biaya prinsip 2 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 38

4. Biaya prinsip 3 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 40

5. Biaya prinsip 8 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 50

6. Pengelompokan Biaya RSPO……… 51

7. Uji Beda Rata-rata Biaya Produksi sebelum dan sesudah RSPO di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………... 62

8. Jangkauan Pasar CPO Khusus ke Uni Eropa……… 66

9. Uji Beda Rata-rata Produksi CPO Sebelum dan Sesudah RSPO di Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………. 67

10. Angka Kecelakaan Kerja Tahun 2009 s.d 2012 di Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja………... 68


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Skema Kerangka Pemikiran ………..…. 20

2. Struktur Organisasi PTPN IV ………... 30

3. Bagan Alir Proses Pelaksanaan RSPO di PTPN IV ……… 34

4. Grafik Perkembangan Harga Hasil Ekspor CPO PTPN IV ………. 64


(15)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIDHO NASUTION (097039031/MAG). Judul Tesis yaitu Analisis

Biaya dan Manfaat pada Sertifikasi RSPO Bagi Perusahaan Kelapa Sawit (Di bawah bimbingan Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D sebagai ketua dan H. M. Mozart B. Darus, MSc sebagai anggota).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang mendapat perhatian luas di pasar internasional. Perkembangannya yang pesat menimbulkan kekhawatiran banyak pihak akan dampaknya terhadap lingkungan. Untuk itu Forum RSPO mengeluarkan sertifikasi pengelolaan yang berkesinambungan. Namun biaya pembuatannya cukup besar, sementara peningkatan harga jualnya bersifat voluntary. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat, menganalisis perbandingan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan produksi dan pemasaran, menganalisis manfaat langsung dan tidak langsung dengan harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar serta menganalisis manfaat jangka pendek dan jangka panjang sertifikasi RSPO. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari data biaya dan manfaat pelaksanaan sertifikasi RSPO dari tahun 2009 sampai dengan 2012 di PTPN IV dan instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya RSPO di Perusahaan Kelapa Sawit terdiri dari dokumen dan non dokumen. Persentase jumlah komponen biaya tidak langsung lebih besar yaitu 83,33 % dari biaya langsung yaitu 16,67 %. Biaya produksi sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO tidak berbeda nyata sebab sebagian besar prinsip dan kriteria sudah diterapkan sebelum sertifikasi RSPO. Manfaat langsung yang diterima sesudah sertifikasi RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan harga jual, volume penjualan dan jangkauan pasar CPO. Manfaat tidak langsung yang diterima sesudah penerapan RSPO belum berpengaruh terhadap peningkatan produksi, penurunan angka kecelakaan kerja, penurunan kasus konflik lahan dan penurunan kasus kebakaran. Manfaat RSPO jangka pendek yaitu perusahaan PTPN IV dapat meningkatnya harga jual, volume penjualan dan jangkaun pasar ekspor CPO yang lebih luas terutama ke negara-negara Eropa. Manfaat jangka panjang PTPN IV mampu bersaing bukan hanya dalam negeri namun ke kancah Eropa, CPO yang diproduksi merupakan produk yang memiliki mutu yang unggul sesuai standard internasional serta berwawasan lingkungan.


(16)

ABSTRACT

Palm oil is one commodity that gained widespread attention in the international market. The rapid development raises many concerns will impact on the environment. For the Forum RSPO certified sustainable management issued. However, considerable manufacturing cost , while increasing its selling price to be voluntary. The purpose of this study is to analyze the components of costs and benefits, analyzing the ratio between direct and indirect costs to the increase in production and marketing, analyzing the direct and indirect benefits to the selling price, the amount of sales and market reach and analyze the short-term benefits and long-term RSPO certification. Data used in the study was obtained from the data costs and benefits of implementing the RSPO certification from 2009 to 2012 in PTPN IV and other agencies associated with this research. The analytical method used is descriptive method.

The results showed that the component costs in the RSPO Palm Oil Company consists of documents and non-documents. Percentage of indirect cost component is 83.33 % greater than the direct cost of 16.67 %. Production costs before and after the RSPO certification was not significantly different because most of the principles and criteria of the RSPO certification has been applied before. Direct benefits received RSPO certification after not affect the increase in selling prices, sales volume and market reach CPO. Indirect benefits received after the implementation of RSPO not affect the increased production, decreased number of accidents, reduction of land conflicts and reduction of fire cases. RSPO short-term benefits that the company PTPN IV can increase the selling price, sales volume and market reach wider CPO export mainly to European countries. Long-term benefits of PTPN IV able to compete not only in the country but to the European scene, CPO produced a product that has superior quality according to international standards as well as environmentally sound.


(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak sawit adalah minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, digunakan baik untuk konsumsi makanan maupun nonmakanan. Total produksi minyak sawit dunia diperkirakan lebih dari 45 juta ton, dengan Indonesia dan Malaysia sebagai produsen dan eksportir utama dunia, kemudian India, Cina, dan Uni Eropa sebagai importir utama (World Growth, 2011).

Industri minyak sawit mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir, dan menjadi kontributor penting dalam pasar minyak nabati dunia. Harga kontrak berjangka sawit (Palm-oil futures) di Bursa Malaysia (Malaysia Derivatives Exchange) bahkan mencapai rekor 4,298 Malaysian ringgit per ton (pada 3 Maret 2008) seiring meroketnya permintaan dari China dan langkanya pasokan minyak nabati yang lain (sebagai substitusi). Apalagi penggunaan minyak sawit (palm oil) sebagai bahan baku biodiesel, membuat harganya terus meningkat seiring naiknya harga minyak bumi (crude oil) yang selalu diatas $100 per barrel sejak 2008 dimulai (Purwantoro, R.N., 2008).

Namun demikian popularitas minyak sawit (palm oil) dipandang buruk oleh

banyak konsumen di negara maju. Di Eropa, mulai terlihat tanda boikot terhadap produk sawit yang berasal dari pembukaan hutan alam. Uni Eropa sudah melarang impor biodiesel yang berasal dari perkebunan hasil pembukaan hutan. Kelompok pecinta lingkungan takut pengrusakan hutan akan berjalan semakin cepat seiring


(18)

meningkatnya harga CPO (crude palm oil) – yang dijuluki "green gold" (Purwantoro, 2008).

Pemasaran produksi sawit di pasar internasional saat ini harus berhadapan dengan persaingan yang semakin gencar dari negara lain. Persaingan yang terjadi tidak hanya berasal dari sisi kuantitas, kualitas dan harga produk, namun juga telah melibatkan orientasi pengelolaan yang harus sudah mengarah pada pengelolaan sawit yang berkelanjutan. Indikator internasional untuk pengelolaan tersebut yang digunakan saat ini adalah kepemilikan sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). RSPO mensyaratkan pengelolaan kebun dan pabrik kelapa sawit yang tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan biologi, fisik dan sosial.

Mulai Juli 2008, ASDA Group Ltd., anak perusahaan Wal-Mart Stores Inc. yang merupakan perusahaan ritel terbesar di Inggris, tidak akan menjual produk yang

dihasilkan dari minyak sawit asal Indonesia kecuali memiliki sertifikasi (green

certification plan). Beberapa SPBU di Eropa, seperti OKQ8 di Swedia, yang merupakan unit usaha Kuwait Petroleum Corp., membatalkan niat menjual biodiesel

berbasis sawit dan memilih bahan baku yang lain. Dibawah tekanan retailers dan

kelompok pecinta lingkungan, perusahaan makanan dan consumer goods USA dan

Eropa menjadi pelopor standar industri sawit yang lebih tinggi. RSPO, yang didirikan tahun 2003, berharap produsen minyak sawit bersertifikasi dapat mulai menjual produk yang berasal dari "sustainable plantations” di 2008. Anggota RSPO yang lebih dari 200 perusahaan memiliki pangsa 40 % perdagangan sawit dunia (Purwantoro, 2008).


(19)

Pada perkembangannya sejak tahun 2008, RSPO mendata hanya 17 pabrik pengolahan kelapa sawit yang sudah tersertifikasi yang terdapat hanya di dua negara, yaitu Malaysia dan Papua Nugini. Kemudian terjadi penambahan hingga tahun 2012 terhitung 29 perusahaan kelapa sawit yang memiliki 135 pabrik pengolahan yang sudah bersertifikat tersebar di 6 negara, yaitu: Brazil, Kolombia, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Diperkirakan jumlah pabrik pengolahan terserfikasi tersebut bertambah sebesar 8 kali lipat dalam kurun waktu 3 tahun (RSPO, 2012).

Pada pertemuan ke-8 (Roundtable Meeting/RT-8) RSPO di Jakarta mencuat fakta pengingkaran komitmen konsumen, terutama dari sejumlah negara Eropa, untuk membeli crude palm oil (CPO) bersertifikat RSPO dengan harga premium. Dana dari hasil pelaksanaan sertifikasi dengan harga premium tersebut digunakan RSPO untuk membiayai program sertifikasi sampai kepada petani-petani kecil. Namun, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menolak dan menyatakan kepada Pemerintah bahwa sertifikasi RSPO jelas bukan hal yang prioritas untuk petani skala kecil (Lestari, D., 2010).

Gapki terus berjuang dan mendorong pemerintah untuk melepaskan diri dari belenggu RSPO karena terindikasi adanya kritik dari sejumlah lembaga sosial masyarakat (LSM) asing terhadap perkebunan sawit Indonesia seperti Green Peace, yang terkesan sebagai politik dagang sejumlah negara importir CPO. Hasilnya terbentuklah Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) (Lestari, D., 2010).

Biaya yang dibutuhkan suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk memperoleh sertifikat RSPO cukup mahal. Komponen biaya tersebut terdiri dari:


(20)

• Penilaian areal/lahan-High Concervation Value (HCV), biaya yang dibutuhkan mulai dari persiapan sampai selesainya proses penilaian HCV ini lebih kurang US $ 30/Ha,

• Proses sertifikasi, biaya kebutuhan tenaga staf khusus US$ 2,13 - $ 3,54/Ha,

biaya pelatihan US$ 0,09 - $ 23,10/Ha, biaya corrective actions US$ 3,74 - $ 10,99/Ha dan biaya perpanjangan sertifikat serta perawatannya berkisar US$ 2,43 - $ 13,03/Ha. (RSPO, 2012)

Manfaat dari RSPO diantaranya adanya pengaruh pertambahan nilai harga CPO di pasar CPO dunia khususnya Uni Eropa dan produk CPO yang ada di negara kita diterima oleh banyak pembeli di pasar internasional. Menurut hasil studi World Wildlife Find, lembaga konservasi dunia, manfaat ekonomi penjualan CSPO berkisar 0,5 - 50 US$/ton lebih tinggi dari non-CSPO (Listianingsih W. et al, 2012). Namun realisasi harga premium tersebut sangat ditentukan oleh negosiasi antara produsen dan pembeli CSPO karena sertifikasi RSPO tersebut masih bersifat sukarela (volunteer).

Menurut RSPO (2012) perkebunan kelapa sawit yang dikelola negara/BUMN yang telah memperoleh sertifikat RSPO yaitu PTPN III dan PTPN IV. Perusahaan perkebunan BUMN tersebut mempertimbangkan perlunya mendapatkan sertifikasi RSPO karena selain pentingnya kepedulian terhadap lingkungan dalam industri

kelapa sawit juga adanya permintaan pasar akan CSPO (Certified Sustainable Palm


(21)

Dari uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis biaya dan manfaat sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit.

1.2.

1. Apakah komponen-komponen biaya dan manfaat pada sertifikasi RSPO di

perkebunan kelapa sawit?

Identifikasi Masalah

2. Bagaimana perbedaan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap

produksi dan pemasaran sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan kelapa sawit?

3. Bagaimana perbedaan antara manfaat langsung dan tidak langsung terhadap harga

jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan kelapa sawit?

4. Bagaimana manfaat yang diterima dalam jangka pendek dan jangka panjang

sebelum dan sesudah penerapan RSPO di perkebuna kelapa sawit?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis komponen-komponen biaya dan manfaat pada sertifikasi

RSPO di perkebunan kelapa sawit,

2. Untuk menganalisis perbedaan antara biaya langsung dan tidak langsung terhadap produksi dan pemasaran sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan kelapa sawit,


(22)

5. Untuk menganalisis perbedaan perbedaan antara manfaat langsung dan tidak langsung terhadap harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO di perkebunan kelapa sawit,

6. Untuk menganalisis manfaat sertifikasi RSPO yang diterima dalam jangka pendek

dan jangka panjang di perkebunan kelapa sawit.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pemasaran CPO

baik dari perkebunan kelapa sawit bersertifikat RSPO dan ISPO maupun dari perkebunan belum bersertifikat RSPO dan ISPO.

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan sertifikasi ISPO oleh


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit, yang dihasilkan dari buah pohon kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis), sudah menjadi komoditi pertanian global utama, yang digunakan dalam sejumlah besar produk pangan dan non-pangan dan akhir-akhir ini dipandang sebagai bahan bakar nabati yang menjanjikan. Kelapa sawit secara menyeluruh diolah di negara berkembang wilayah tropis yang lembab dan menjadi landasan penting bagi perekonomian setempat, baik untuk ekspor maupun sebagai bahan mentah industri lokal (Teoh, C.H., 2010).

Harga minyak dan inti sawit relatif terus meningkat dalam 20 tahun terakhir kecuali tahun 2008, akibat dampak krisis global saat itu. Permintaan minyak dan inti sawit terus meningkat, khususnya dari negara maju seperti Eropa dan Amerika. Sedangkan negara China dan India telah menyerap hampir dua pertiga produksi minyak sawit Indonesia yang angka produksinya diperkirakan akan mencapai 25 juta ton tahun ini. China menampung 6,65 juta ton, dan India mengimpor 7,1 juta ton

minyak sawit Indonesia tahun 2012.Luas perkebunan sawit di Indonesia dalam 20

tahun terakhir juga menagalami peningkatan dari hanya sekitar 500.000 hektar tahun 1990-an, menjadi 11,5 juta hektar tahun ini. Pemerintah Indonesia dan pengusaha sawit memetakan masih tersedianya stok lahan sekitar 29 juta hektar lagi untuk komoditi ini (Siagian, S. 2012).


(24)

Standar-standar produk dan proses untuk kesehatan, kesejahteraan, kualitas, ukuran dan berbagai pengukuran dapat menciptakan hambatan perdagangan dengan menyingkirkan produk yang tidak memenuhi standar. Prosedur pengujian dan sertifikasi biasanya mahal, menyita waktu dan sulit diterapkan. Standar seperti ini dapat dipergunakan untuk merintangi perdagangan (Simamora, 2000).

Dalam lingkup ekonomi pengertian dari manfaat adalah nilai barang dan jasa bagi konsumen, sedangkan pengertian biaya adalah manfaat yang tidak diambil atau yang lepas dan hilang (opportunity). Pemanfaatan analisis manfaat dan biaya pada masalah lingkungan adalah suatu usaha untuk menanggulangi masalah pencemaran lingkungan. Analisis ini digunakan sebagai sistematika penilaian terhadap keuntungan dan kerugian dari terjadinya segala perubahan dalam produksi dan konsumsi masyarakat. Manfaat dari penerapan analisis manfaat dan biaya adalah pengurangan biaya polusi baik itu biaya untuk menghidari kerusakan karena polusi maupun biaya yang merusak kesejahteraan individu maupun masyarakat. Selain itu juga mencakup biaya program, yang merupakan segala pengeluaran pemerintah, yang diukur dengan nilai pemanfaatan dari sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan program tersebut (Anonimous, 2011).

2.2. RSPO

RSPO adalah suatu forum persatuan para pemangku kepentingan minyak sawit dari beberapa negara. Forum ini dimotori oleh pemangku kepentingan dari Eropa Barat untuk membangun kelapa sawit yang berkelanjutan dengan menerapkan delapan prinsip. Kedelapan prinsip tersebut adalah: (1) komitmen terhadap


(25)

transparansi; (2) memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku; (3) komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang; (4) penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik; (5) tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati; (6) tanggung jawab kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik; (7) pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab; dan (8) komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah utama aktivitas (Drajat, B. 2009).

Organisasi ini dimulai pada 2003 sebagai kerja sama informal antara Aarhus United UK Ltd, WWF (World Wildlife Fund), Golden Hope Plantations Berhad,

Migros, the Malaysian Palm Oil Association, Sainsbury, dan Unilever. RSPO telah memiliki 892 anggota yang berasal dari produsen, manufaktur, perbankan, retail, NGO dan CPO trader. Dengan rincian, anggota ordinary (biasa) berjumlah 659, anggota afiliasi sebanyak 100 dan Supply Chain Associates berjumlah 133 anggota (RSPO, 2012).

Anggota biasa RSPO yang berjumlah 659 orang terdiri dari tujuh kategori

pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu 17% perusahaan kelapa sawit, 35,4%

pedagang dan pemroses minyak sawit, 35,1% konsumen/industri minyak sawit, 6,9 % pengecer, 1,5% Bank dan Investor, 2,5% Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) bidang lingkungan / Konservasi Alam dan 1,3% LSM bidang social / pembangunan (RSPO, 2012).

Indonesia merupakan Negara ke empat terbesar dari seluruh stakeholdernya yang menjadi anggota RSPO yaitu 14,5%. Adapun sepuluh besar Negara-negara


(26)

anggota RSPO yaitu Inggris, Malaysia, Jerman, Indonesia, Belanda, Perancis, Amerika, Singapura, Swiss dan Australia (RSPO, 2012).

Anggota Biasa adalah setiap organisasi yang memiliki keterlibatan langsung dalam rantai pasokan minyak sawit, atau LSM yang terkait. Anggota-anggota mempunyai hak suara di Majelis Umum dan dapat terbuka menyatakan bahwa mereka adalah anggota RSPO. Anggota Afiliasi adalah individu atau organisasi dengan keterlibatan langsung atau kepentingan dalam rantai pasokan minyak sawit, tidak memiliki hak suara dan tidak memiliki hak untuk mengklaim mereka adalah anggota RSPO. Supply Chain Associates adalah organisasi-organisasi yang aktif dalam rantai pasokan minyak sawit bersertifikat RSPO yang tidak membeli produk kelapa sawit lebih dari 500 juta ton / tahun. Mereka tidak memiliki hak suara di Majelis Umum RSPO. Mereka diperbolehkan untuk publik negara mereka adalah anggota Asosiasi RSPO (RSPO, 2012).

Pada tahun 2011 RSPO membuat merek dagang RSPO yang memungkinkan konsumen mengambil keputusan bijaksana dalam memilih produk yang ingin mereka konsumsi. Selain itu, dengan mencantumkan merek dagang RSPO pada kemasan produknya, produsen keperluan rumah tangga seperti margarin, kue, cokelat, sabun dan kosmetik dapat mendemonstrasikan komitmen mereka terhadap minyak sawit berkelanjutan kepada konsumen dan publik. Anggota RSPO kini dapat menggunakan merek dagang RSPO pada kemasan produk mereka dan juga dalam segala bentuk komunikasi yang mereka lakukan berkaitan dengan produk yang mengandung minyak sawit yang diproduksi berdasarkan standarisasi RSPO (RSPO, 2012).


(27)

Produksi minyak sawit lestari akan tergantung pada kelayakan ekonomi, lingkungan hidup dan sosial, yang dicapai melalui:

1. Prinsip 1: Komitmen terhadap keterbukaan

2. Prinsip 2: Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku

3. Prinsip 3: Perencanaan manajemen untuk mencapai kelayakan ekonomi dan

keuangan jangka panjang

4. Prinsip 4: Digunakannya praktik usaha yang baik oleh para produsen dan pabrik

pengolah

5. Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam

serta keanekaragaman hayati.

6. Prinsip 6: Pertimbangan yang bertanggung jawab para karyawan dan perorangan

serta masyarakat yang terkena dampak dari produsen dan pabrik pengolah.

7. Prinsip 7: Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab

8. Prinsip 8: Komitmen terhadap peningkatan sinambung di bidang kegiatan utama.

Organisasi RSPO mencatat baru dua BUMN perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang sudah memegang sertifikat RSPO bagi beberapa lahannya. Hal ini dikarenakan porsi lahan penggarapan BUMN yang sedikit jika dibandingkan dengan lahan yang digarap perusahaan swasta. BUMN hanya mengerjakan sekira 600 ribu ha dari 7,6 juta ha lahan sawit yang ada di Indonesia. Selain itu, BUMN juga terkendala masalah dokumentasi karena sebagian besar prinsip dan kriteria RSPO sudah dilaksanakan namun dokumentasinya kurang lengkap. Sampai saat ini, RSPO Indonesia telah memberikan sertifikat kepada 24 lahan kelapa sawit di Indonesia yang dikelola berbagai perusahaan baik BUMN maupun swasta. Selain itu, masih ada pula


(28)

22 lahan yang sudah disertifikasi tetapi masih menunggu proses sertifikat. Dari jumlah itu, hanya dua BUMN yaitu PTPN III dan PTPN IV yang telah mendapatkan sertifikat RSPO untuk beberapa lahannya. PTPN III dan IV merencanakan seluruh unit perkebunan kelapa sawitnya memperoleh sertifikasi RSPO (RSPO, 2012).

Salah satu pertimbangan utama bagi perusahaan perkebunan untuk mendapatkan atau tidak mendapatkan sertifikat RSPO adalah tingginya biaya baik untuk proses pemenuhan persyaratan maupun untuk pengurusan sertifikatnya. Biaya untuk pembuatan sertifikat yang besar tentunya mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan perkebunan dalam memproduksi kelapa sawit berbeda dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh perkebunan tidak bersertifikat RSPO.

Pertimbangan lain adalah ketidakpastian terhadap kompensasi CPO yang dihasilkan setelah perusahaan perkebunan bersertifikat RSPO. Dari segi harga CPO ada perbedaan antara yang telah bersertifikat dan yang belum yakni yang dikenal dengan harga premium. Perbedaan selisih harga US$ 10 sampai US$50 per ton CPO di atas harga CPO yang belum sertifikat. Walaupun harga premium itu sendiri tercipta dari perundingan antara penjual dengan pembeli. Karena sebetulnya sertifikasi RSPO tidak bersifat mandatory (wajib), tapi voluntary (sukarela). Karena bukan mandatory, akhirnya soal harga ditentukan antara si penjual dan si pembeli (Utomo, 2010).

Menurut RSPO (2012) bahwa manfaat dari sertifikasi RSPO bagi perkebunan kelapa sawit antara lain yaitu:


(29)

Pendapatan dan Pemasaran

Dengan sertifikasi RSPO, perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat mempertahankan posisi tawarnya di pasar internasional khususnya di Uni Eropa dan Amarika Utara dan mengklaim memperoleh harga premium US$ 0 – $10 /ton CPO.

Operasional

Melalui sertifikasi RSPO perusahaan memperoleh manfaat yaitu:

• Memperbaiki dan melengkapi dokumen-dokumen yang ada pada perusahaan

perkebunan serta menyesuaikan dan menyeragamkan kegiatan operasional dan dokumen di seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit,

• Penurunan biaya pemakaian rutin herbisida dan pestisida sebesar

masing-masing US$ 250.000 dan $ 73.859/Ha,

• Angka kecelakaan menurun sampai 42 %.

Hubungan Masyarakat Sosial

Berdasarkan hubungan masyarakat sosial, RSPO bermanfaat:

• Permasalahan konflik dengan masyarakat seperti pembebasan lahan garapan,

polusi, dan sebagainya dapat dikendalikan atau menurun,

• Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan lokal, termasuk

pemerintah, tenaga kerja, masyarakat sipil dan pembeli.

Menjadi anggota RSPO, penerima manfaat pertama adalah perusahaan itu sendiri. Dengan sertifikasi yang diperoleh dari RSPO, maka PKS tersebut akan bebas dari penolakan, kritik dan boikot pasar internasional yang mengakui RSPO.


(30)

Perlu diketahui tidak semua negara di dunia mengakui RSPO. Pasar utama yang mengakui adalah negara Eropa, sementara negara seperti India, China, Amerika Latin tidak mengakui RSPO. Dengan demikian bagi perusahaan yang tidak atau menolak menjadi anggota RSPO memiliki alternatif pasar yang mau menerima CPO.

Namun demikian, Eropa adalah pasar yang strategis bagi CPO. Sehingga sangat baik bagi PKS untuk menjadi anggota RSPO. Tanpa RSPO perusahaan-perusahaan tersebut tidak akan bisa bebas memasuki pasar Eropa.

Pada intinya RSPO ini berkepentingan terhadap peningkatan hasil produksi sawit yang berkelanjutan dan mengkontrol seluruh proses produksi minyak sawit sesuai dengan standar kesehatan dan hukum internasional.

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Analisis Manfaat dan Biaya

Manfaat merupakan nilai barang dan jasa bagi konsumen, sedangkan biaya merupakan manfaat yang tidak diambil, atau lepas dan hilang (opportunity cost). Berkaitan dengan lingkungan, orang telah mencoba menentukan biaya pembuangan sampah atau limbah yang disebut biaya pencegahan polusi dan biaya polusi. Biaya pencegahan polusi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mencegah sebagian atau keseluruhan polusi sebagai akibat kegiatan produksi atau konsumsi, sedangkan biaya polusi merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghindari kerusakan akibat polusi dan kerusakan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat polusi (Reksohadipurodjo S, 2000).


(31)

Analisis manfaat biaya secara umum diartikan sebagai penilaian yang sistematis terhadap seluruh manfaat dan seluruh biaya yang akan timbul dari suatu tindakan atau beberapa tindakan alternatif. Dalam analisis ini pengambilan keputusan, apakah perlu dilakukan tindakan atau tidak, didasarkan atas besarnya angka perbandingan antara seluruh manfaat dengan seluruh biaya yang akan timbul dari tindakan tersebut. Analisis diterapkan pada program penanggulangan atau pencegahan polusi. Manfaat program tersebut adalah pengurangan biaya polusi. Biaya program adalah segala pengeluaran perusahaan, dan ini dapat diukur dengan nilai pemanfaatan lain sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan program (Reksohadipurodjo S, 2000).

William N. Dunn (2000) menyatakan bahwa analisis biaya manfaat adalah suatu pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang. Analisis biaya manfaat selain dapat digunakan untuk merekomendasikan tindakan kebijakan, dapat juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja kebijakan.

Menurut Kadariah (1999) bahwa manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat terkait.

1) Manfaat Langsung

Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan sebagainya.


(32)

2) Manfaat Tidak Langsung

Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek.

3) Manfaat Terkait

Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan menilainya secara ekonomi.

2.4. Penelitian Terdahulu

Ginting (2011) dalam penelitian berjudul Analisis Komparasi Pendapatan Antara Perkebunan Bersertifikasi Dengan Perkebunan Tidak Bersertifikasi Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara Di Sumatera Utara), menunjukkan bahwa 1) Pada perkebunan bersertifikat dengan perkebunan tidak bersertifikat tidak ada perbedaan harga baik harga nominal maupun harga riil, ada perbedaan volume penjualan, biaya produksi dan pendapatan pada tahun 2005-2009. Tidak ada perbedaan harga baik harga nominal maupun harga riil, volume penjualan, biaya produksi maupun pendapatan pada tahun 2010-Agustus 2011; 2) Pada perkebunan sebelum dan setelah bersertifikat RSPO tidak ada perbedaan harga baik harga nominal maupun harga riil, volume penjualan, biaya produksi maupun pendapatan pada tahun 2010-Agustus 2011.


(33)

Wulandary (2007) dalam penelitian berjudul “Analisis biaya manfaat pengelolaan lingkungan sentra industri kecil tahu Jomblang Kota semarang” melihat bagaimana manfaat pengelolaan lingkungan di sentra industri kecil dengan melakukan analisis biaya manfaat. Langkah yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh industri tahu Jomblang dan mengetahui persepsi pemilik industri terhadap pengelolaan lingkungan. Analisis biaya manfaat dilakukan dengan menggunakan perhitungan NPV, IRR dan BCR dan menyimpulkan bahwa dengan membandingkan antara penerapan pengelolaan lingkungan dengan penerapan produksi bersih, diketahui biaya produksi sebelum diterapkannya produksi bersih jauh lebih besar yaitu Rp 9.104.986.500,- dibandingkan dengan biaya produksi setelah penerapan produksi bersih yaitu sebesar Rp 6.373.490.550,- Dengan volume produksi yang sama, maka setelah adanya penerapan produksi bersih ini keuntungan yang diperoleh oleh industri menjadi lebih besar yaitu Rp 5.210.879.450,- per satu tahun.

Afari-Sefa et al (2010) dalam penelitian berjudul “Economic Cost-Benefit

Analysis Of Certified Sustainable Cocoa Production in Ghana”. mengeksplorasi potensi petani kakao di Ghana untuk mengembangkan ceruk pasar kakao

bersertifikasi Rainforest Alliance dengan menggunakan NPV, BCR dan IRR.

Sertifikasi Rainforest Alliance bertujuan mengarahkan petani untuk beralih dari sistem produksi Amazon rendah atau tidak ada (yaitu menanam pohon pelindung <20 pohon per ha) menjadi sistem produksi Amazon menengah (yaitu 70 pohon pelindung didistribusikan selama minimal 12 spesies per ha) serta standar lainnya. Hasil


(34)

penelitian menunjukkan bahwa manfaat sertifikasi terhadap harga produsen kakao yang bersertifikasi Rainforest Alliance mengalami peningkatan 70-85%.

Romaniuk (2008) dalam penelitian berjudul “Costs and benefits of forest

management certification for Polish State Forests under Forest Stewardship Council scheme”. penelitian ini menyajikan hasil analisis yang dilakukan di empat direktorat regional Hutan Negara Polandia dan dua belas distrik hutan pada musim gugur 2007. Pada penelitian ini, biaya sertifikasi hutan serta manfaat sertifikasi dibagi menjadi langsung dan tidak langsung. Biaya langsung berhubungan dengan audit yang dilakukan di daerah hutan setiap tahun atau setiap 5 tahun, sedangkan biaya sertifikasi tidak langsung terdiri dari: biaya sosial (misalnya berhubungan dengan keselamatan pekerja hutan), proses birokrasi tambahan, perubahan dalam pengelolaan hutan dan biaya alam (seperti kayu mati yang tersisa di hutan, menyisihkan daerah atau pohon dipertahankan dalam hutan setelah stek). Manfaat langsung terdiri dari: harga premium dan penjualan tambahan. Manfaat tidak langsung dibagi menjadi moneter dan non-moneter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya langsung tahunan per hektar di Direktorat Regional Białystok berkisar 0.019 EUR dan di Direktorat Daerah

Łódź sebesar 0.043 EUR. Biaya per hektar mengalami penurunan pada masing -masing direktorat tersebut. Untuk biaya tidak langsung misalnya tidak ditemukan adanya perbaikan pengelolaan hutan dan kegiatan lainnya. Biaya tidak langsung tertinggi yang diperoleh hampir 400.000 EUR per tahun. Biaya sosial dan birokrasi sekitar 90.000 EUR per tahun. Hasil survei tidak menemukan adanya pertambahan penjualan kayu atau harga premium setelah diterapkannya sertifikasi pengelolaan hutan yang baik, namun sertifikasi hutan bermanfaat dalam hal mengidentifikasi


(35)

beberapa titik lemah dalam struktur organisasi dan lingkungan, yang berpengaruh terhadap perbaikan keselamatan pekerja hutan dan terhindar dari kerugian.

2.5. Kerangka Pemikiran

Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit sudah banyak mendapatkan sorotan. Hal ini terjadi karena kelapa sawit dianggap sebagai sebuah produk yang tidak berkelanjutan dan tidak ramah lingkungan. Perkebunan kelapa sawit dianggap menyebabkan berkurangnya daerah resapan air, pencemaran lingkungan dan pengairan akibat penggunaan pupuk. Agar dapat diterima di pasar internasional, minyak sawit yang diproduksi haruslah berkelanjutan (sustainable) dan ramah lingkungan. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah asosiasi yang dibentuk oleh tujuh sektor dalam industri minyak sawit mulai dari pekebun, produsen minyak sawit sampai kepada pendana dan LSM. Tujuannya adalah untuk mempromosikan pengembangan dan penggunaan minyak kelapa sawit yang berkelanjutan dengan kerjasama di antara mata-mata rantai penyedia produksi dan dialog terbuka dengan para pemangku kepentingan lainnya. Sebagai bukti penerapan RSPO, dilakukan audit dan sertifikasi oleh pihak ketiga yang independen yang berperan sebagai lembaga sertifikasi. Sertifikasi RSPO dapat disebut sebagai standar internasional bagi legalitas CPO ramah lingkungan, di mana yang menjadi tanggung jawab besar dalam menerapkan sistem ini adalah dengan memperhatikan aspek-aspek finansial, lingkungan/ekologi, dan sosial. Dengan berbekal sertifikat RSPO yang diperoleh pada tahun 2011, maka perkebunan kelapa sawit akan bebas dari penolakan, kritik dan boikot pasar internasional yang mengakui RSPO.


(36)

Dalam melakukan sertifikasi RSPO perusahaan perkebunan diharuskan untuk melakukan prinsip dan kriteria yang telah ditetapkan oleh badan RSPO. terdapat 8 prinsip dan 39 kriteria RSPO yang harus dilakukan. Dalam melakukan prinsip dan kriteria tersebut tentunya akan mengakibatkan biaya (C) yang harus dikeluarkan perusahaan perkebunan baik biaya yang langsung berkaitan dengan proses produksi dan pemasaran CPO ataupun biaya yang tidak langsung dengan proses produksi dan pemasaran CPO.

Pemenuhan sertifikasi RSPO selain menimbulkan biaya juga dapat memberikan manfaat (B) terhadap perusahaan perkebunan. Manfaat yang diberikan dapat dilihat dari sisi harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar yang diterima oleh perusahaan perkebunan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.


(37)

Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1:

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang sudah dibangun, maka disusun hipotesis bahwa:

1. Terdapat perbedaan biaya langsung dan tidak langsung sebelum dan sesudah

sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit. Sertifikasi

RSPO

Kegiatan terkait Pemenuhan Prinsip

& Kriteria RSPO

Biaya (C)

Manfaat (B)

Langsung

Tidak

Langsung Langsung

Tidak Langsung

Jangka Pendek

Jangka Panjang


(38)

2. Terdapat perbedaan manfaat langsung dan tidak langsung serta perbedaan manfaat jangka pendek dan jangka panjang sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit.


(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Objek penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) pada perkebunan

PTPN IV yang mempunyai 3 unit kebun yang sudah mendapatkan sertifikat RSPO. Unit-unit kebun/PKS di PTPN IV yang sudah memperoleh sertifikasi RSPO yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Unit Kebun/PKS di PTPN IV yang Sudah Tersertifikasi RSPO.

No. Unit Keterangan

1. Dolok Ilir Tersertifikasi RSPO Tahun 2011

2. Pabatu Tersertifikasi RSPO Tahun 2011

3. Pulu Raja Tersertifikasi RSPO Tahun 2011

Sumber: PTPN IV

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa data yang diperoleh dari petugas/staf khusus yang menangani dan mengendalikan dokumen RSPO di PTPN IV unit kebun Dolok Ilir, Pabatu dan PuluRaja melalui wawancara dengan menggunakan daftar isian/pertanyaan yang terdiri atas biaya-biaya yang terkait dengan pemenuhan prinsip dan kriteria RSPO serta manfaat yang diperoleh.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari PTPN IV dan instansi-instansi terkait seperti Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan


(40)

Sumatera Utara, kepustakaan dan sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis hipotesis 1 tentang perbedaan biaya langsung dan tidak langsung sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif.

Untuk menganalisis hipotesis 2 tentang perbedaan manfaat langsung dan tidak langsung serta perbedaan manfaat jangka pendek dan jangka panjang sebelum dan sesudah sertifikasi RSPO pada perkebunan kelapa sawit dijelaskan dengan menggunakan metode deskriptif.

Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan biaya produksi dan produksi masing-masing unit kebun/PKS yaitu Dolik Ilir, Pabatu dan Pulu Raja sebelum dan sesudah penerapan RSPO dilakukan uji beda rata-rata antara dua sampel

yang berpasangan (berhubungan) maka digunakan Uji Dua Berpasangan (Paired

Sampel T Test) (Sugiono, 2007) dengan rumus :

T hitung

=

X�1−X�2

�S12

n1+S22n2− 2r��n1S1 ���n2S2 �

dimana:

X1

��� = Biaya rata produksi sebelum RSPO (Rp); Produksi


(41)

X

2 = Biaya rata-rata produksi setelah RSPO (Rp); Produksi rata-rata

setelah RSPO (Kg)

S12 = Standard deviasi Biaya Produksi; produksi sebelum RSPO

S22 = Standard deviasi Biaya Produksi; produksi setelah RSPO

n1 = Jumlah sampel sebelum RSPO

n2 = Jumlah sampel setelah RSPO

Uji Hipotesis :

• T-hitung > T-Tabel maka tolak H0 terima Ha

• T-hitung < T-Tabel maka terima H0 tolak Ha

3.4. Defenisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Komponen biaya sertifikasi RSPO yaitu biaya-biaya yang harus dipenuhi Unit

kebun/PKS yang terdiri dari dokumen dan non dokumen.

2. Komponen biaya dokumen terdiri dari rekaman-rekaman, bukti-bukti, program

dan lain-lain yang berkaitan dengan pemenuhan prinsip/kriteria RSPO.

3. Komponen biaya non dokumen berupa kegiatan-kegiatan seperti

pelatihan-pelatihan, pemeliharaan tanaman dan lain-lain yang berkaitan dengan pemenuhan prinsip dan kriteria RSPO.

4. Biaya langsung dan tidak langsung yaitu biaya-biaya yang berpengaruh atau


(42)

5. Manfaat langsung dan tidak langsung yaitu manfaat-manfaat yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap harga jual, jumlah penjualan dan jangkauan pasar CPO.

6. Unit kebun/PKS bersertifikat RSPO adalah perkebunan yang telah melewati

dan lulus proses sertifikasi yakni Unit Kebun/PKS Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja.

7. Biaya produksi CPO merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses

produksi CPO dalam satuan Rp.

8. Harga penjualan CPO adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen

atas CPO yang diproduksi perkebunan dalam satuan Rp/Ton (Harga Nominal) atau US $/Ton (Harga Riil).

9. Volume penjualan CPO adalah jumlah CPO yang dibeli oleh para konsumen

dalam satuan ton.

3.5. Batasan Operasional

Pembatasan di dalam penelitian ini telah ditetapkan melalui suatu batasan operasional berikut:

1. Daerah penelitian adalah PT Perkebunan Nusantara IV Unit Kebun/PKS Dolok Ilir,

Pabatu dan Pulu Raja,


(43)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian 4.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan

PTPN-IV dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 09 tahun 1996 tentang penggabungan kebun-kebun yang berada di wilayah Sumatera Utara terdiri dari PTP-6, PTP-7 dan PTP-8. Komoditas yang dikelola masing-masing PTP beraneka ragam yaitu mulai dari kakao oleh PTP-6, kelapa sawit PTP-6 dan 7 serta teh di PTP-8. Setelah penggabungan, karena perkembangan harga dan keuntungan yang diperoleh, unit-unit kebun komoditas kakao dan teh secara berangsur-angsur dikonversi menjadi kelapa sawit.

PTPN-IV adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bidang usaha agroindustri. PTPN-IV mengusahakan perkebunan dan pengolahan komoditas kelapa sawit dan teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman, kebun bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan komoditas menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan kegiatan pendukung lainnya. PTPN-IV memiliki 27 Unit kebun yang mengelola budidaya Kelapa Sawit dan 3 Unit kebun Teh, 3 unit Proyek Pengembangan Kebun Inti Kelapa Sawit, 1 unit Proyek Pengembangan Kebun Plasma Kelapa Sawit, yang menyebar di 10 Kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai,

Simalungun, Asahan, Labuhan Batu,Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Batubara


(44)

Dalam proses pengolahan, PTPN-IV dilengkapi 15 Unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas total 560 ton Tandan Buah Segar (TBS) perjam yang produknya di jual baik lokal maupun ekspor, 3 unit Pabrik Teh dengan kapasitas total 226 ton Daun Teh Basah (DTB) perhari, dan 1 unit Pabrik Pengolahan Inti Sawit dengan kapasitas 400 ton perhari. PTPN-IV juga didukung oleh 1 Unit Usaha Perakitan/ Erection Pabrik (Perbengkelan) yaitu Pabrik Mesin Tenera (PMT) dan 3 Unit Usaha Rumah Sakit yaitu RS. Laras, RS. Balimbingan dan RS. Pabatu. Seluruh Unit Usaha dan Proyek Pengembangan yang diusahai PTPN-IV mulai 1 September 2009 dikelompokkan ke dalam 5 (lima) Grup Unit Usaha (GUU).

4.1.2. Struktur Organisasi

Dalam struktur organisasi PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir merupakan salah satu unit yang berada di wilayah GUU (Grup Unit Usaha) I, Unit Kebun Pabatu berada di wilayah GUU III dan Unit Kebun Pulu Raja berada di wilayah GUU IV seperti yang disajikan pada gambar 2 berikut:


(45)

(46)

4.1.3. Sertifikasi

Selain Sertifikat RSPO, PTPN IV sebelumnya telah memperoleh sertifikat dan menerapkan sistem yaitu SMK3 berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerka (K3), ISO 9001:2008 yang berkaitan dengan Manajemen Mutu dan ISO 14001:2004 tentang Manajemen Lingkungan.

SMK3

Penerapan SMK3 sesuai dengan Permenaker No. 05 / MEN / 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). PTP. Nusantara IV (Persero) telah menerapkan SMK3 sejak Tahun 2004 dengan tujuan dan sasaran mencegah dan mengurangi / menekan tingkat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sehingga terciptanya tempat kerja yang aman, efisian dan produktif.

ISO

PTPN IV telah memperoleh Sertifikat Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dan Manajemen Lingkungan 14001:2004 pada tahun 2010 dari PT TUV-NORD Indonesia. Kebun yang menerima sertifikat Manajemen Mutu ISO 9001:2008 yaitu Kantor Pusat, GUU I s/d V, 15 PKS (ADO, PAB, DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB, ABA, TIN,AJA, PAM, SAL, PKS OSA, BER, DOS) dan 20 Kebun (ADO, PAB, DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB, ABA, TIN, AJA, PAM, SAL, OSA, BER, DOS, LAR, TON, SKO, BUL, MAT), dan Rumah Sakit Laras serta PMT. Sedangkan Sertifikat Sisem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2004 diberikan kepada 15 PKS (ADO,


(47)

PAB, DOI, BAJ, MAY, PUR, GUB, ABA, TIN,AJA, PAM, SAL, PKS OSA, BER, DOS).

Manfaat yang diperoleh dari penerapan sistem ini antara lain terciptanya efisiensi, mutu produk, pelayanan prima dan transparansi, yang semuanya merupakan pilar dari pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.

4.1.4. Unit Usaha kebun Dolok Ilir-PTPN IV

Unit Usaha Kebun Dolok Ilir berada di Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Batubara yang merupakan kabupaten pemekaran di provinsi Sumatera Utara. Kebun Dolok Ilir berjarak 26 KM di sebelah utara kota Pematang Siantar dan 115 KM dari Medan. Kebun yang terletak pada ketinggian 124,50 Meter dari atas laut. Saat ini kebun Dolok Ilir memiliki konsesi seluas 7.348 Hektar. Dolok Ilir memiliki PKS dengan kapasitas olah 60 ton per jam. Produksi rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit) yaitu 32,35 Ton dan PK (Minyak Inti Sawit) yaitu 6,44 Ton.

4.1.5. Unit Usaha Kebun Pabatu-PTPN IV

Unit Usaha Pabatu terletak di Kabupaten Serdang Bedagai dengan Luas Areal 5.754,04 Ha terdiri dari : Tanaman Menghasilkan (TM) 4.119 Ha, TBM 443 Ha, Tanaman Tahun Ini 262 Ha dan Areal Lainnya 930,04 Ha. Unit Pabatu termasuk dalam Group Unit Usaha (GUU) III yang mempunyai 8 (Delapan) Afdeling dengan Komoditi Kelapa Sawit. Pabatu memiliki PKS dengan kapasitas olah 30 ton per jam.


(48)

Produksi rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit) yaitu 24,65 Ton dan PK (Minyak Inti Sawit) yaitu 4,75 Ton.

4.1.6. Unit Usaha Kebun Pulu Raja-PTPN IV

Unit Usaha Pulu Raja terletak di Kabupaten Asahan dengan Luas Areal 4.631 Ha terdiri dari : Tanaman Menghasilkan (TM) 3.264 Ha, TBM I TSG 47 Ha, TBM I 302 Ha, TBM II 200 Ha, TU 184 Ha, Areal hiaten 340 Ha dan Areal Parit dan Jalan 263 Ha, Areal Pesemaian dan Pembibitan 5 Ha dan Areal Lainnya 126 Ha. Unit Pulu Raja termasuk dalam Group Unit Usaha (GUU) IV yang mempunyai 5 Afdeling dengan Komoditi Kelapa Sawit. Pulu Raja memiliki PKS dengan kapasitas olah 30 ton per jam. Produksi rata-rata per tahun (Tahun 2009-2012), CPO (Minyak Sawit) yaitu 18,22 Ton dan PK (Minyak Inti Sawit) yaitu 3,94 Ton.

4.2. Hasil dan Pembahasan

4.2.1. Kegiatan Sertifikasi RSPO

PTPN IV mulai melaksanakan proses sertifikasi RSPO sejak tahun 2010. Prosesnya dimulai dengan pendaftaran anggota RSPO ke Sekretariat RSPO di Malaysia tahun 2010. Kemudian dilanjutkan dengan penerapan dan audit sertifikasi RSPO untuk kebun dan PKS yaitu Dolok Ilir, pabatu dan Pulu Raja. Ketiga unit telah memperoleh sertifikatnya pada tahun 2011.

Secara umum proses yang dilaksanakan PTPN IV untuk memperoleh sertifikat RSPO diterangkan dalam bagan sebagai berikut:


(49)

Gambar 3. Bagan Alir Proses Pelaksanaan RSPO di PTPN IV

Tinjauan awal formulasi system RSPO dimulai dari Bagian Perencanaan yang diunjuk Perusahaan sebagai pelaksana merumuskan data-data relevan yang berkaitan dengan RSPO baik internal maupun eksternal. Selanjutnya data-data tersebut dievaluasi dilakukan perumusan formulasi yang tepat untuk penerapan RSPO. Setelah itu Perusahaan memperoses kontrak pelaksanaan RSPO.

Setelah kontrak pelaksanaan RSPO terbit, dilakukan sosialisasi untuk mengenalkan sistem RSPO di Unit Usaha yang terpilih untuk penerapan RSPO yaitu Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja sekaligus membuat komitmen tentang kesepakatan Perusahaan dengan unit-unit tersebut menjalankan RSPO. Proses pembuatan dokumen analisa dampak sosial (SIA) dan nilai konservasi tinggi (NKT/HCV) dilakukan bersama dengan konsultan yang mempunyai kompetensi di bidangnya,


(50)

melaksanakan analisa terhadap situasi lingkungan Unit, melakukan konsultasi publik dengan stake holder.

Seluruh proses pelaksanaan RSPO yang sudah dilaksanakan akan diaudit oleh konsultan yang independen yang bertujuan melakukan pemeriksaan atas kesesuaian prinsip dan kriteria RSPO. Sebelum dilaksanakannnya audit eksternal/konsultan tersebut, perusahaan dianjurkan untuk melaksanakan audit internal berupa audit silang antar unit-unit tersebut yang terpilih, yang sebelumnya bekerja sama dengan konsultan dalam hal pelatihan sekaligus pemilihan auditor internal yang merupakan karyawan masing-masing unit tersebut. Tim auditor internal dan audit yang dilakukan hanya berkaitan dengan RSPO. Hal ini bertujuan agar ketidaksesuaian terhadap klausul RSPO yang berpotensi terjadi dapat segera diidentifikasi dan ditindaklanjuti untuk diperbaiki sehingga ketidaksesuaian tersebut dapat diminimalisir pada saat pelaksanaan audit eksternal yang dilakukan konsultan.

Selanjutnya setelah laporan hasil audit diterbitkan oleh auditor konsultan, dilakukan evaluasi oleh Badan Sertifikasi yaitu PT TUV-NORD Indonesia dan sekaligus mengeluarkan Rekomendasi untuk diterbitkannya Sertifikasi RSPO.


(51)

4.2.2. Biaya Sertifikasi RSPO

4.2.2.1. Komitmen terhadap transparansi

Tabel 2. Biaya prinsip 1 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja

Pada pasal 1.1 bertujuan kepada pihak perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit memberikan respon konstruktif dan segera atas permintaan informasi dari stakeholder. Masyarakat sebagai bagian dari stakeholder adalah masyarakat sekitar lokasi kebun yang terkena dampak operasional kebun secara langsung seperti dampak-dampak operasional di PKS (suara, asap pabrik, bau dan lain-lain). Komponen biaya yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan hanya berupa agenda catatan dan dokumen-dokumen yang terdiri dari kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berkaitan dengan RSPO.

Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja

Rekaman permintaan informasi 1.1 154.500 154.500 45.000 Rekaman Tanggapan terhadap permintaan informasi 1.1 154.500 200.000 40.000 Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan

masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan 1.1 50.000 50.000 65.000 Jenis informasi dan tanggapan yang diberikan mencakup doku men

yang sesuai peraturan nasional yang berlaku 1.1 200.000 200.000 40.000 Legal : Dokumen perijinan (Ijin loka si), Izin usaha Perkebunan,

sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) atau Dokumen-doku men yang mengarah ke pengurusan sertifikat HGU sesuai dengan tahapannya

1.2 500.000 500.000 500.000

Lingkungan : Dokumen AMDAL / UKL-UPL, Laporan

pengelolaan dan pemantauan Lingkungan (Laporan RKL-L) 1.2 200.000 200.000 200.000 Sosial : Dokumen aktifitas sosial dan hubungan dengan

masyarakat,dokumentasi program kesehatan dan keselamatan kerja

1.2 300.000 300.000 500.000 Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan

masa simpan yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan kepentingannya

1.2 60.000 50.000 65.000

Jumlah 1.619.000 1.654.500 1.455.000

Kriteria Pasal Biaya (Rp)


(52)

Kemudian untuk pasal 1.2 sudah tercakup dalam HGU (Hak Guna Usaha) kebun, Analisis Dampak Lingkungan dan Sosial (AMDAL/UKL-UPL), Laporan pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang sudah dimiliki dan dilaksanakan ketiga unit kebun tersebut jauh sebelum diberlakukannya RSPO. Pembuatan dokumen-dokumen tersebut memerlukan biaya yang cukup besar sekitar 3-4 M rupiah karena komponen biaya yang terdiri dari proses dan tahapan pengurusan, sosialisasi, pelatihan dan kelengkapan dokumen-dokumen masing-masing peraturan tersebut harus dipenuhi perusahaan. Dokumen-dokumen tersebut memiliki jangka waktu yang perlu dilakukan perpanjangan/pembaharuan dokumen misalnya jangka waktu HGU selama 25 tahun, AMDAL, RKL-UPL dan SMK3 masing-masing satu tahun.

Secara umum pada kriteria ini berkaitan dengan pemberian informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya berkaitan dengan isu lingkungan, sosial dan hukum terkait dengan RSPO, namun tidak semua dokumen perusahaan tersedia secara umum untuk masyarakat seperti dokumen-dokumen yang sifatnya dilindungi kerahasiaannya oleh perusahaan atau yang berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. Informasi rahasia yang bersifat komersial meliputi data keuangan seperti biaya dan pendapatan, dan rincian-rincian yang berhubungan dengan pelanggan atau pemasok, kemudian contoh informasi yang pengungkapannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan atau sosial meliputi informasi tentang spesies langka yang pengungkapannya dapat meningkatkan risiko terhadap perburuan atau penangkapan untuk perdagangan, atau situs-situs keramat yang hendak dipelihara masyarakat.


(53)

4.2.2.2. Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku

Tabel 3. Biaya prinsip 2 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja

Pada pasal 2.1 komponen biaya yang dibebankan Perusahaan terdiri dari daftar peraturan-peraturan, SOP dan daftar evaluasi. Perusahaan harus memenuhi seluruh persyaratan hukum yang merupakan persyaratan dasar yang esensial untuk seluruh perkebunan. Perundang-undangan yang relevan, namun tidak terbatas pada, peraturan tentang penguasaan tanah dan hak atas tanah, tenaga kerja, praktek-praktek pertanian (misalnya penggunaan pestisida atau bahan-bahan kimia), lingkungan (misalnya UU tentang satwa liar, polusi, pengelolaan lingkungan, dan kehutanan), tempat penyimpanan, transportasi dan proses pengolahan. Perundang-undangan dimaksud juga meliputi UU yang dikeluarkan di bawah UU atau konvensi internasional (misalnya Konvensi Keanekaragaman Hayati, CBD).

Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja

Bukti pemenuhan persyaratan hukum yang berlaku dan

terkait 2.1 1.000.000 100.000 1.000.000 Bukti adanya usaha untuk melakukan penyesuaian terhadap

perubahan peraturan 2.1 1.000.000 100.000 1.000.000 Bukti adanya sistem yang terdoku mentasi yang berisi

informasi tentang persyaratan hukum dan peraturan yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan

2.1 4.000.000 4.000.000 4.000.000

Mekanisme evaluasi pelaksanaan pemenuhan persyaratan

hukum dan peraturan yang berlaku dan terkait 2.1 700.000 700.000 700.000 Dokumen yang menunjukka n penguasaan/pengusahaan

tanah yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

2.2 500.000 500.000 500.000 Bukti legal/tanda-tanda batas areal yang legal

didemarkasikan secara jelas dan teelihara 2.2 1.800.000 1.800.000 1.500.000 Apabila terdapat, atau sudah terdapat perselisihan, maka

tersedia bukti penyelesaian atau progress penyelesaian dengan proses penyelesaian konflik yang diterima oleh para pihak

2.2 500.000 500.000 40.000

Bukti penyelesaian pembebasan lahan dengan Free Prior

and Informed Consent 2.2 500.000 500.000 40.000 Tersedianya mekanisme penyelesaian konflik yang diterima

oleh Para pihak 2.2 500.000 500.000 40.000

Jumlah 10.500.000 8.700.000 8.820.000

Kriteria Pasal Biaya (Rp)


(54)

Pada pasal 2.2. dokumen yang berkaitan dengan penguasaan dan pengusahaan tanah merupakan bagian dari sertifikat HGU yang sudah diungkapkan pada prinsip 1. Kemudian untuk Bukti legal/tanda-tanda batas areal yang legal masing-masing unit melakukan perbaikan dan pembangunan ulang serta melengkapi patok-patok batas. Biaya tergantung kebutuhan dan luas masing-masing Unit Kebun. Untuk mekanisme penyelesaian konflik lahan, apabila tidak tercapai kesepakatan lewat proses mediasi dan negosiasi, akan ditempuh jalur hukum dan tuntutan hak kepemilikan atas lahan oleh pihak lain tidak berlaku sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pada pasal 2.3. tentang penggunaan lahan untuk Kelapa Sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum dan ulayat pengguna lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka, dokumen-dokumen ini sejak dibangunnya kebun tidak ada tersedia.

Seluruh pasal/kriteria pada prinsip ini ditangani oleh bagian khusus di kantor pusat PTPN IV yaitu Bagian Hukum dan Pertanahan. Untuk masing-masing unit juga dilengkapi petugas yang menangani hal-hal di atas yaitu Petugas Umum yang terdiri dari seorang Asisten dan beberapa karyawan/bawahan yang merupakan perpanjangan tangan dari Bagian Hukum dan Pertanahan. Bagian dan petugas khusus menangani hal-hal tersebut pada prinsip ini sudah ada sebelum penerapan RSPO di unit Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja.


(55)

4.2.2.3. Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang.

Tabel 4. Biaya prinsip 3 di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja

Prinsip ini hanya memiliki satu pasal saja yaitu terdapat rencana manajemen/perusahaan yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. Dokumen rencana usaha atau pengelolaan, masing-masing Unit harus membuat, menyusun dan melaksanakan RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahan) yang dilaksanakan setiap tahun. RKAP yang disusun berisikan target-target produksi TBS, rendemen CPO/inti, biaya produksi dan harga pokok. Kemudian adanya rencana program replanting tahunan yang dituangkan juga pada RKAP Tanaman Ulangan (TU). Penyusunan RKAP ini setiap tahun dilaksanakan PTPN IV dan masing-masing unitnya jauh sebelum diterapkannya RSPO khususnya di unit Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja.

Selain RKAP yang dilaksanakan setiap tahun PTPN IV juga membuat Rencana Jangka Panjang (RJP) selama lima tahun. RJP ini berisikan target-target produksi dan capaian laba perusahaan selama 5 tahun secara bertahap. Pembuatan RJP juga dilaksanakan PTPN IV sebelum penerapan RSPO.

Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja

Dokumen rencana kerja perusahaan untuk jangka

waktu minimum 3 tahun 3.1 100.000 100.000 100.000 Rencana program replanting tahunan, dimana

berlaku, untuk minimum 5 tahun ke depan yang setiap tahun dilakukan kaji ulang

3.1 50.000 50.000 40.000

Jumlah 150.000 150.000 140.000 Sumber: PTPN IV Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja, 2013


(56)

4.2.2.4. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik

Pengeluaran biaya pada prinsip 4 (lampiran.1) yaitu penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik terbagi menjadi dua komponen biaya yaitu dokumen dan kegiatan.

Komponen-komponen biaya yang terdiri dari dokumen-dokumen dan kegiatan tersebut dominan merupakan komponen biaya yang sudah dilaksanakan secara rutin sebelum penerapan RSPO dilaksanakan. Komponen biaya yang baru terlaksana setelah diterapkannya RSPO yaitu bukti bahwa bahan-bahan kimia yang dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam, serta paraquat dikurangi atau dihilangkan.

Pada pasal 4.1. tentang prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten. Pada masing-masing Unit prosedur-prosedur tersebut berupa SOP yang telah disusun di Bagian tertentu di Kantor Pusat PTPN IV sehingga biaya pembuatan SOP tidak dibebankan Unit-unit ini. Unit hanya mengeluarkan biaya untuk memperbanyak dokumen SOP disesuaikan kepentingan Unit tersebut. Kemudian pelaksanaan pemeriksaan dan pengawasan kegiatan operasional Unit secara rutin dilakukan oleh Bagian Satuan Pengawasan Internal (SPI) setiap minimal 1 kali setahun yang biaya merupakan beban kantor pusat PTPN IV.

Untuk menjaga kesuburan tanah dan mengembalikan kandungan nutrisi dalam tanah akibat kegiatan operasional tanaman berupa panen,pemeliharaan dan sebagainya pada pasal 4.2. diatur kepada unit-unit untuk mendukung pembuatan rekomendasi pupuk yang prosesnya dimulai dari pengambilan analisa tanah.


(57)

Rekomendasi pupuk masing-masing unit dilaksanakan rutin setiap tahun. Rekomendator pupuk yang digunakan yaitu ARAB-Malaysia. Biaya rekomendasi pupuk yang dibuat masing-masing unit berbeda disesuaikan dengan luas areal, biaya per hektar yaitu Us $ 6.

Selain melaksanakan pemupukan sesuai rekomendasi yang dibuat setiap tahunnya dengan menggunakan pupuk pabrikan/kimiawi, masing-masing unit juga melakukan rekondisi fisik tanah/kesuburan tanah dengan menggunakan materi

organik seperti pemanfaatan tandan kosong dan solid yang merupakan side product

dari pengolahan CPO di masing-masing unit. Prosedur dan dosis pemanfaatan materi organik tersebut diatur dalam SOP perusahaan.

Pasal 4.3 menjelaskan tentang pentingnya penanganan erosi pada penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit di areal-areal jurangan atau areal kemiringan tertentu. Hal ini sudah tersedia system operasionalnya dan diatur dalam SOP (biaya sesuai keterangan pada pasal 4.1). Sedangkan pemeliharaan jalan dicadangkan biayanya pada RKAP/RKO setiap tahunnya.

Pada pasal 4.4. Unit kebun dengan pabrik kelapa sawit mengatasi efek penggunaan air dan efek kegiatan terhadap sumber air setempat. Praktek-praktek yang dilakukan meliputi:

1. Mempertimbangkan efisiensi pemanfaatan dan pemeliharaan (renewability) sumber

air.

2. Memastikan bahwa penggunaan air tidak menimbulkan dampak negatif terhadap


(58)

3. Perlindungan aliran air dan lahan basah, termasuk memelihara dan memperbaiki daerah pendukung di sepanjang tepi sungai.

4. Menghindari kontaminasi terhadap air permukaan dan air tanah akibat pengikisan

tanah, pemakaian suplemen nutrisi atau bahan-bahan kimia, atau akibat pembuangan limbah yang tidak memadai.

5. Pemeliharaan yang memadai terhadap limbah pabrik dan monitoring berkala atas

kualitas limbah, yang sesuai dengan perundang-undangan nasional.

Seluruh kegiatan terdokumentasi di PKS masing-masing unit sesuai form-form yang telah dibuat dan telah disempurnakan oleh program ISO 14000.

Program pengendalian hama terpadu (PHT) sesuai pasal 4.5. telah dianggarkan biayanya oleh masing-masing unit. Programnya meliputi mulai

penanaman beneficial weed seperti bunga pukul delapan Turnera sp sampai

pemberantasan hama secara kimiawi. Setiap tahunnya unit menganggarkan biaya pada RKAP tahunan dimana biaya yang terbesar pada pemberantasan hama secara kimiawi. Sampai saat ini setelah diterapkannya RSPO penggunaan bahan kimia untuk pengendalian hama masih dilaksanakan, namun khusus untuk jenis tertentu seperti pestisida yang berbahan aktif Paraquat penggunaannya diminimalisir sesuai kebutuhannya.

Pelaksanaan training PHT terhadap petugas juga rutin dilaksanakan pada masing-masing unit, kegiatan ini terdokumentasi namun biaya kegiatan tidak dijelaskan dan diuraikan pada laporan manajemen masing-masing unit. Untuk kegiatan training PHT secara resmi dilaksanakan di bagian terkait di Kantor Pusat PTPN IV yang biayanya tidak dibebankan oleh Unit masing-masing.


(59)

Pada pasal 4.6. ini berkaitan dengan penggunaan bahan pestisida apakah sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain: hanya menggunakan agrochemical yang terdaftar dan diijinkan oleh instansi yang berwenang, penggunaan bahan kimia pertanian (agrochemicals) sesuai dengan target spesies, dosis dan petunjuk penggunaannya, tersedianya rekaman penggunaan agrochemical, melaksanakan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam aplikasi agrochemical, penyimpanan dan penanganan bahan kimia sesuai dengan peraturan yang berlaku, analisis residu agrochemical pada CPO dilakukan, jika ada permintaan dari pelanggan, pengendalian limbah agrochemical sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan rekaman hasil pemeriksaan kesehatan bagi operator.

Untuk program SMK 3 sesuai pasal 4.6 dan 4.7 sudah dilaksanakan di seluruh unit-unit kebun di PTPN IV sebelum pelaksanaan proses sertifikasi RSPO ini. Biaya program SMK 3 ini merupakan beban Perusahaan/Kantor Pusat. Namun operasionalnya sebagian kecil merupakan beban Unit berupa form-form rekaman, pemeriksaan kesehatan dan sebagainya.

Pada pasal 4.8. Unit kebun/pabrik kelapa sawit memberikan pelatihan kepada seluruh staf, pekerja supaya dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawab mereka sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi, dan sesuai dengan persyaratan prinsip-prinsip dan kriteria-kriteria yang diinginkan. Dokumentasi atas program pelatihan terhadap staf dan karyawan pelaksana antara lain: Program Pelatihan yang


(60)

Training, Perencanaan Program Pelatihan tahunan, Program pelatihan yang terdokumentasi dan catatan kegiatan pelatihan.

4.2.2.5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati.

Pengeluaran biaya pada prinsip 5 (lampiran 2) terdiri dari dokumen-dokumen dan kegiatan.

Sesuai Permen LH No.11 Tahun 2006, tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, PTPN IV sebagai induk unit-unit kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja telah memenuhi permen tersebut di masing-masing unit, sehingga biaya pembuatan AMDAL ini dibebankan pada PTPN IV. Kegiatan-kegiatan AMDAL ini meliputi:

• Membangun jalan-jalan, pabrik pengolahan atau infrastruktur baru.

• Menerapkan sistem drainase atau irigasi.

• Melakukan penanaman kembali atau perluasan daerah tanam.

• Pembuangan limbah pabrik (lihat kriteria 4.4);

• Pembersihan vegetasi alam yang tersisa.

AMDAL dapat diidentifikasi pada sumber-sumber air tanah, kualitas udara (lihat kriteria 5.6), keanekaragaman hayati dan ekosistem, dan fasilitas publik (lihat kriteria 6.1 untuk dampak sosial), baik yang berada di dalam maupun di luar lokasi kerja.

Pada pasal 5.2 menjelaskan tentang penyusunan informasi yang meliputi baik daerah tanam sendiri maupun pertimbangan bentang alam yang lebih luas dan relevan (misalnya koridor satwa liar). Informasi dimaksud mencakup:


(61)

• Keberadaan daerah yang dilindungi yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.

• Status konservasi (misalnya status IUCN), perlindungan hukum, status populasi dan

persyaratan habitat spesies langka, terancam atau hampir punah, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik.

• Identifikasi habitat dengan nilai konservasi tinggi, seperti ekosistem yang langka dan

terancam, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan

Jika terdapat spesies langka atau terancam, atau habitat dengan nilai konservasi tinggi, maka langkah-langkah perencanaan manajemen dan operasi yang benar harus mencakup:

• Memastikan bahwa seluruh persyaratan hukum yang terkait dengan perlindungan

spesies atau habitat tersebut di atas dipenuhi.

• Menghindari kehancuran dan kerusakan atas habitat-habitat terkait.

• Mengawasi setiap kegiatan perburuan, penangkapan ikan atau pemanenan ilegal atau

tidak benar; dan mengembangkan upaya-upaya yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik antara manusia dan satwa liar (misalnya serbuan gajah ke wilayah pemukiman).

Untuk memenuhi kriteria pada pasal ini Unit kebun/PKS membuat:

1. Poster-poster, papan peringatan mengenai spesies yang dilindungi, pubikasi, edaran

dan sosialisasi kepada seluruh karyawan dan masyarakat.

2. Rekaman hasil identifikasi spesies hewan, tanaman dan habitat yang perlu dilindungi

(jika ada).

3. Jika terdapat spesies yang dilindungi, maka ada program perlindungannya bekerjasama


(62)

4. Adanya petugas khusus dalam struktur perusahaan untuk mengawasi rencana dan kegiatan di atas.

Seluruh dokumen dan kegiatan pada pasal ini baru dilengkapi dan dilaksanakan perusahaan khususnya unit Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja setelah diterapkannya RSPO.

Pada pasal 5.3 ini unit kebun/PKS memiliki pengelolaan limbah. Biaya-biaya yang dikeluarkan unit/PKS berupa pembuatan SOP pengelolaan limbah, rekaman monitoring limbah, rekaman hasil analisis limbah, petunjuk pembuangan limbah agrochemicals dan wadahnya sesuai dengan acuan yang ada di kemasan dan peraturan yang berlaku, program pengurangan,daur ulang dan penggunaan kembali limbah dan rekaman pengaduan masyarakat berkenaan dengan pembuangan limbah dan cara penyelesaiannya. Hal ini sudah dipenuhi masing-masing unit tersebut sebelum penerapan RSPO.

Pada pasal 5.4, Unit Pabatu telah melakukan inovasi penggantian bahan bakar fosil dengan penggunaan bahan bakar dari side produk berupa tandan kosong digunakan sebagai sumber energy untuk pengolahan CPO. Sedangkan unit/PKS lain masih menggunakan cangkang untuk membantu salah satu stasiun pembakaran. Dan hal ini dilaksanakan berdasarkan uji kelayakan yang telah dilaksanakan salah satu bagian di kantor pusat menangani uji kelayakan yaitu bagian perencanaan sehingga pembebanan biaya atas uji kelayakan tersebut dibebankan pada PTPN IV. Sedangkan unit mengeluarkan biaya untuk dokumentasi tersebut.


(63)

Pada pasal 5.5 mengenai persiapan lahan seluruhnya tercantum pada SOP dan pasal 5.6. berkaitan dengan parameter-parameter yang terdapat pada pasal-pasal sebelumnya yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan.

4.2.2.6. Tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik.

Pengeluaran biaya pada prinsip 6 (lampiran 3) terdiri dari komponen biaya dokumentasi dan kegiatan-kegiatan.

Dokumentasi yang berkaitan dengan analisis dampak lingkungan dan sosial pada pasal 6.1 terkait pada dokumen AMDAL yang sudah diterangkan pada pasal sebelumnya (pasal 5.1). Sedangkan mengenai perhatian khusus atas dampak lingkungan terhadap skema petani plasma, ketiga unit ini tidak memiliki dokumen tersebut karena tidak memiliki unit plasma.

Pada pasal 6.2 unit memiliki memiliki daftar stakeholders, rekaman komunikasi dan konsultasi dengan masyarakat, rekaman aspirasi masyarakat dan

tanggapan/tindak-lanjut oleh perusahaan, rekaman pelaksanaan program community

development, rekaman partisipasi perusahaan dalam program pemerintah dan memiliki petugas yang bertanggungjawab untuk melakukan konsultasi dan komunikasi dengan masyarakat.

Pasal 6.3 Unit menyediakan sarana dan mekanisme untuk menerima keluhan (kotak saran, LKS bipartit) dan rekaman keluhan/keberatan, penanganan keluhan/keberatan, dan pelaporan.


(64)

Pada pasal 6.4. ketiga unit sampai saat ini tidak melaksanakan pengembangan/penambahan lahan dengan system gantu rugi lahan masyarakat sehingga biaya pada pasal ini tidak ada.

Parameter pada pasal 6.5 yang harus dipenuhi unit/PKS yaitu meliputi:

• Dokumentasi upah dan persyaratan berupa daftar gaji serta dokumen pendukungnya

dan persyaratan terdapat pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan Perusahaan,

• UU Ketenagakerjaan, kesepakatan Serikat Kerja atau kontrak kerja yang

berisikan masalah upah dan persyaratan kerja (misalnya jumlah jam kerja, potongan, lembur, sakit, hak cuti, cuti melahirkan, dasar-dasar pemutusan hubungan kerja, masa pemberitahuan, dll.) tertera dalam bahasa yang dimengerti oleh pekerja atau dijelaskan secara lengkap dan cermat kepada mereka oleh pejabat senior perusahaan. Hal ini tercantum di dalam PKB dan Peraturan Perusahaan.

• Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan fasilitas perumahan, air,

kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang memadai sesuai atau melebihi standar nasional, bila fasilitas umum serupa tidak tersedia atau jaraknya tidak terjangkau oleh pekerja.

Biaya pembuatan PKB dan Peraturan Perusahaan tidak dibebankan kepada unit-unit tersebut. Unit hanya mengeluarkan biaya untuk dokumentasi dan sosialisasi. Pada pasal-pasal selanjutnya yaitu 6.6, 6.7 dan 6.8 dipenuhi Perusahaan dengan adanya PKB dan Peraturan Perusahaan.


(1)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 PUR sebelum RSPO 4.7196E9 24 1.20645E9 2.46266E8

PUR sesudah RSPO 4.2336E9 24 1.11390E9 2.27374E8

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 PUR sebelum RSPO & PUR

sesudah RSPO

24 .486 .016

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 PUR sebelum RSPO - PUR sesudah RSPO


(2)

Lampiran 7. Data produksi CPO Unit Kebun Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja Sebelum (Tahun 2009-2010) dan Sesudah RSPO

(Tahun 2011-2012).

Sebelum (Kg) Sesudah (Kg) Sebelum (Kg) Sesudah (Kg) Sebelum (Kg) Sesudah (Kg)

1 2.623.822 1.539.529 1.503.277 1.104.628 1.572.603 597.933 2 2.478.698 1.875.249 1.651.397 1.288.415 1.376.737 963.435 3 2.747.568 2.473.687 1.793.472 1.911.790 1.616.549 1.597.765 4 2.188.394 2.421.651 1.583.224 2.130.954 1.599.285 1.439.632 5 2.556.089 2.736.281 1.840.554 2.263.175 1.673.208 1.475.368 6 2.756.392 2.910.611 1.770.285 2.212.357 1.716.548 1.382.058 7 3.879.675 3.150.648 2.225.390 2.086.930 1.974.032 1.397.947 8 3.463.184 3.034.204 2.207.148 2.270.778 1.911.713 1.773.183 9 3.066.996 3.125.213 2.161.559 2.547.869 1.854.854 1.631.297 10 3.935.822 3.122.503 2.427.227 2.538.279 1.804.158 1.671.613 11 2.917.984 2.745.531 2.131.303 2.005.656 1.841.960 1.506.700 12 3.401.142 2.745.005 2.510.640 1.921.406 2.035.055 1.449.003 13 1.834.400 2.087.709 1.512.111 1.571.698 1.364.946 915.012 14 2.064.569 2.044.272 1.717.121 1.374.403 1.223.088 1.257.808 15 2.438.544 2.056.509 2.085.885 1.669.438 1.606.212 1.262.682 16 2.247.968 1.844.928 1.855.801 1.722.358 1.587.557 1.234.408 17 3.093.767 2.092.379 2.152.779 1.753.740 1.253.308 1.176.390 18 3.007.767 2.057.601 2.158.107 1.991.960 1.710.567 1.223.807 19 3.571.886 2.925.354 2.586.112 2.614.483 1.872.637 1.487.390 20 3.288.755 2.170.325 2.361.606 2.247.531 1.686.683 1.325.154 21 2.812.056 3.144.632 2.274.140 2.657.103 1.893.037 1.787.555 22 3.219.127 2.608.719 2.373.616 2.477.945 1.621.225 1.373.741 23 2.753.817 2.787.942 1.986.142 2.573.101 1.516.358 1.380.979 24 2.500.981 2.837.774 1.786.798 2.988.727 1.758.999 1.513.868

Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja


(3)

Lampiran 8. Hasil Uji Beda Rata-rata Produksi CPO sebelum dan sesudah RSPO di Dolok Ilir, Pabatu dan Pulu Raja.

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 DOI Sebelum RSPO 2.8687E6 24 5.49365E5 1.12139E5

DOI Setelah RSPO 2.5224E6 24 4.85385E5 99078.81553

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 DOI Sebelum RSPO & DOI Setelah RSPO

24 .581 .003

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 DOI Sebelum RSPO - DOI Setelah RSPO


(4)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 PAB Sebelum RSPO 2.0273E6 24 3.19950E5 65309.47456

PAB Setelah RSPO 2.0802E6 24 4.75346E5 97029.68125

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PAB Sebelum RSPO & PAB Setelah RSPO

24 .519 .009

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 PAB Sebelum RSPO - PAB Setelah RSPO


(5)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 PUR Sebelum RSPO 1.6696E6 24 2.16223E5 44136.42909

PUR Setelah RSPO 1.3677E6 24 2.71556E5 55431.08430

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PUR Sebelum RSPO & PUR Setelah RSPO

24 .618 .001

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 PUR Sebelum RSPO - PUR Setelah RSPO


(6)