Menentukan Citra Hubungan Antara Citra dan Perilaku.

• Memeriksa varians citra, Karena setiap profil citra adalah garis rata-rata, maka hal ini tidak menggambarkan seberapa jauh variabilitas citra yang sesungguhnya. Jadi diferensial semantik adalah alat pengukuran citra yang fleksibel dan dapat memberikan informasi penting. Misalnya, organisasi dapat mengetahui bagaimana publik memandangnya dan juga pesaing utamanya. Dengan menelaah kekuatan dan kelemahan citra pesaing. Kemudian organisasi selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah solusi penting, dapat mengetahui bagaimana publik dan segmen pasar yang berbeda memandangnya dan juga dapat memonitor perubahan- perubahan dalam citra. Dengan mengulangi studi tentang citra secara berkala, organisasi dapat mendeteksi setiap penyimpangan ataupun peningkatan citra yang nyata Kotler dan Clarke, 1987.

2.2.2 Menentukan Citra

Menurut Kotler dan Clarke 1987, yang menentukan citra yakni ada dua teori pembentukan citra. Pertama menegaskan bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh objek, yakni orang menerima realita objek begitu saja. Pandangan citra yang berorientasi pada objek mengasumsikan bahwa : 1 Orang cenderung untuk memiliki pengalaman pertama dengan objek, 2 Orang mendapatkan data yang terpercaya dari objek, dan 3 Orang cenderung tergantung dengan apa yang dilihat dengan cara yang sama selain memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda. Asumsi-asumsi ini sebaliknya mengimplikasikan bahwa organisasi tidak dapat dengan mudah menciptakan citra yang salah tentang dirinya sendiri. Teori kedua menegaskan bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh asumsi seseorang. Orang yang mempertahankan pandangan ini menegaskan bahwa : 1 Orang memiliki tingkat kontak yang berbeda dengan objek, 2 Orang yang ditempatkan di depan objek, akan secara selektif menerima aspek-aspek berbeda dari objek tersebut, 3 orang memiliki cara masing-masing untuk memproses data sensory, yang melahirkan penyimpangan selektif. Karena alasan-alasan ini orang dapat mempertahankan citra yang sangat berbeda tentang objek yang sama. Yakni, ada hubungan lemah antara citra dan objek sesungguhnya. Kebenaran terletak diantaranya, yakni citra dipengaruhi oleh karakteristik objektif dari objek dan karakteristik subjektif dari penerima. Kita mungkin mengharapkan orang untuk mempertahankan citra yang sama terhadap suatu objek atau organisasi objek tersebut agak kompleks, bila sering mengalaminya secara langsung, dan bila agak stabil dalam karakteristik yang sesungguhnya. Sebaliknya, orang dapat mempertahankan citra yang sangat berbeda atas suatu objek, jika objek tersebut kompleks, dan jarang dialami dan berubah sesuai dengan waktu.

2.2.3 Hubungan Antara Citra dan Perilaku.

Sebagian besar organisasi tertarik dengan pengukuran dan modifikasi citra karena mereka mengira bahwa citra memiliki pengaruh besar terhadap perilaku orang. Mereka mengasumsikan bahwa ada hubungan erat antara citra orang atas organisasi dan perilaku mereka terhadap itu. Namun, hubungan antara citra dan perilaku tidak demikian sesungguhnya. Citra hanya satu komponen dari sikap, Dua orang dapat memandang sebuah rumah sakit sebagai rumah sakit besar dan sebaliknya seseorang juga memiliki sikap yang berlawanan terhadap rumah sakit tersebut. Selanjutnya, hubungan antara sikap dan perilaku juga lemah, seorang pasien mungkin lebih menyukai rumah sakit kecil daripada rumah sakit besar, karena rumah sakit kecil lebih dekat ke rumahnya atau karena dokter pasien memiliki hak istimewa memberi rujukan hanya pada rumah sakit kecil. Meskipun demikian, kita tidak akan menghilangkan pengukuran dan perencanaan citra hanya karena sulit merubahnya dan efeknya terhadap perilaku tidak jelas. Mengukur suatu citra organisasi adalah langkah penting dalam memahami apa yang sedang terjadi terhadap organisasi tersebut. Dan meskipun hubungan diantara citra dan perilaku tidak kuat, tetapi tetap eksis. Setiap organisasi harus membuat investasi dalam mengembangkan citra terbaik sedapat mungkin Kotler dan Clarke, 1987.

2.3 Konsep Puskesmas Ruang Rawat Inap

Puskesmas Ruang Rawat Inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.