Analisis Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan Rawat Inap Di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo Dan Puskesmas Kedai Durian Tahun 2013

(1)

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS

BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh : SERLI NIM . 111021024

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS

BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

SERLI NIM.111021024

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ABSTRAK

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional maka dalam upaya mengembangkan pelayanan kesehatan puskesmas sebagai penangung jawab jenjang pertama pelayanan kesehatan difasilitasi berbagai penunjang dan salah satunya adalah puskesmas dengan ruang rawat inap. Berdasarkan Profil Dinas Kota Medan tahun 2012, jumlah cakupan masyarakat Kota Medan yang memanfaatkan fasilitas pelayanan puskesmas rawat inap hanya sebesar 0,02%.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory research dan bertujuan untuk menjelaskan kausal antara variabel individual, lingkungan dan sistem pelayanan kesehatan kepada demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang berada di wilayah kerja puskesmas. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 100 dengan proporsi yang berbeda-beda antara ketiganya. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dengan menggunakan kuesioner dan di analisis dengan menggunakan uji chi square dan apabila ada variabel yang tidak dapat di uji dengan chi square akan menggunakan uji alternatif yaitu uji exact fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendapatan (ρ=0,000), tingkat pendidikan (ρ=0,027), pengetahuan (ρ=0,001), kebutuhan (ρ=0,000), jarak (ρ=0,002), sumber informasi (ρ=0,002), kelompok referensi (ρ=0,000), dan persepsi terhadap sistem pelayanan kesehatan (ρ=0,003) memiliki hubungan terhadap demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap yang tersedia di puskesmas.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan kepada puskesmas dengan fasilitas rawat inap agar memberikan informasi secara lebih menyeluruh baik mengenai ketersediaan fasilitas untuk rawat inap maupun pelayanan apa saja yang memungkinkan untuk dihadapi di puskesmas dengan pelayanan rawat inap serta memperhatikan kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya dan bagi pemberi pelayanan kesehatan di puskesmas rawat inap agar terus meningkatkan dan mempertahankan kinerja yang sudah ada.


(4)

ABSTRACT

Health development constitutes an integral and important part of national development; therefore, in order to develop health service, puskesmas, as the spearhead which is responsible for health service, is facilitated with various supporting factors, and one of them is puskesmas’ inpatient wards. Based on the Profile of Medan Health Office in 2012, it was found that the number of inhabitants of Medan who used the facility of inpatient wards in Puskesmas was only 0.02%.

The research was a survey with cross sectional design which was aimed to explain the correlation of individual variables, environment, and health service system on public demand for inpatient service in the working areas of Medan Deli Puskesmas, Bromo Puskesmas, and Kedai Durian Puskesmas. The population was all people in the working area of puskesmas. The samples were 100 respondents with different proportion of the three puskesmas. The samples were taken by using simple random sampling technique. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using chi square test. If any variable could not analyzed by using chi square test, alternative test (exact fisher test), would be used.

The result of the research showed that there was the correlation of variable of income (p = 0.000), education (p = 0.027), knowledge (p = 0.001), need (p = 0.000), distance (p = 0.002), source of information (p = 0.002), reference group (p = 0.0000, and perception on health service system (p = 0.003) with public demand for inpatient service available at puskesmas.

It is recommended that the management of Medan Health Office and the management of puskesmas with inpatient ward facility give complete information about the availability of inpatient ward facility in puskesmas, pay attention to the people’s need in their working area, and improve and maintain their performance.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan i

Abstrak ii

Abstract iii

Daftar Riwayat Hidup iv

Kata Pengantar ix

Daftar Isi xii

Daftar Tabel xvi

Daftar Gambar xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 11

1.3 Tujuan Penelitian 11

1.4 Manfaat Penelitian 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13

2.1 Konsep Puskesmas 13

2.1.1 Pengertian 13

2.1.2 Wilayah Kerja 13

2.1.3 Visi 13

2.1.4 Misi 14

2.1.5 Fungsi 15

2.1.6 Upaya Penyelenggaraan 17

2.1.7 Puskesmas Rawat Inap 19

2.1.8 Jenis Kasus di Puskesmas Rawat Inap 21

2.2 Hukum Permintaan 22

2.2.1 Definisi Demand 22

2.2.2 Demand Terhadap Pelayanan Kesehatan 25

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Demand Terhadap Pelayanan Kesehatan 29

2.3 Hubungan Antara Jenis kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan, Pengetahuan, Kebutuhan, Jarak, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan Persepsi Terhadap Pelayanan Rawat Inap 32

2.3.1 Pengaruh Jenis kelamin, Umur, Kebutuhan, Pekerjaan dan Pendapatan Terhadap Permintaan Pelayanan Rawat Inap 32

2.3.2 Pengaruh Jarak Terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan 33


(6)

2.3.3 Pengaruh Pendidikan, Pengetahuan, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan Persepsi

Terhadap Pelayanan Rawat Inap 33

2.4 Kerangka Konsep 35

2.5 Hipotesa Penelitian 36

BAB III METODE PENELITIAN 37

3.1 Jenis Penelitian 37

3.2 Tempat dan Waktu 37

3.3 Populasi dan Sampel 38

3.3.1 Populasi 38

3.3.2 Sampel 38

3.4 Metode Pengumpulan Data 40

3.4.1 Data Primer 40

3.4.2 Data Sekunder 40

3.5 Definisi Operasional Variabel 41

3.6 Aspek Pengukuran 43

3.7 Metode Analisis Data 48

BAB IV HASIL PENELITIAN 49

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Medan Deli 49

4.1.1 Letak Geografis 49

4.1.2 Demografi 49

4.1.4 Sumber Daya Manusia 50

4.2 Gambaran Umum Puskesmas Bromo 50

4.2.1 Letak Geografis 50

4.2.2 Demografi 51

4.2.3 Sumber Daya Manusia 51

4.3 Gambaran Umum Puskesmas Kedai Durian 52

4.3.1 Letak Geografis 52

4.3.2 Demografi 52

4.3.3 Sumber Daya Manusia 52

4.4 Faktor Individual 53

4.4.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Umur dan Jenis kelamin 53

4.4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 54

4.4.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga 56

4.4.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Pekerjaan 56

4.4.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Pengetahuan 57


(7)

4.5 Faktor Lingkungan 64 4.5.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Jarak 64 4.5.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Sumber

Informasi 67

4.5.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Kelompok Referensi 70 4.6 Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan 73

4. 6.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Persepsi

Terhadap Pelayanan Kesehatan 74 4.7 Demand Terhadap Pelayanan Rawat Inap

di Puskesmas 77

4.8 Tabulasi Silang dan Hasil Uji Statistik 78 4.8.1 Tabulasi Silang Variabel Usia dengan Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 79 4.8.2 Tabulasi Silang Variabel Jenis Kelamin dengan Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 79 4.8.3 Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pendapatan dengan Demand Pelayanan Rawat inap

di Puskesmas 80

4.8.4 Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pendidikan dengan Demand Pelayanan Rawat inap

di Puskesmas 81 4.8.5 Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 82 4.8.6 Tabulasi Silang Variabel Kebutuhan dengan

Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 82 4.8.7 Tabulasi Silang Variabel Jarak dengan Deman Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 83 4.8.8 Tabulasi Silang Variabel Sumber Informasi

dengan Demand Pelayanan Rawat inap

di Puskesmas 84 4.8.9 Tabulasi Silang Variabel Kelompok Referensi dengan Demand Pelayanan Rawat inap

di Puskesmas 85

4.8.10 Tabulasi Silang Variabel Persepsi Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan dengan Demand

Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 85

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Faktor Individual Terhadap Demand


(8)

5.1.1 Pengaruh Variabel UsiaTerhadap Demand

Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 87

5.1.2 Pengaruh Variabel Jenis Kelamin Terhadap Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 89

5.1.3 Pengaruh Variabel Pendapatan Terhadap Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 90

5.1.4 Pengaruh Variabel Pendidikan dan Pengetahuan Terhadap Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 91

5.1.5 Pengaruh Variabel Kebutuhan Terhadap Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 93

5.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan Rawat Inap 94

5.2.1 Pengaruh Variabel Jarak Terhadap Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 94

5.2.2 Pengaruh Variabel Sumber Informasi dan Kelompok Referensi Terhadap Demand Pelayanan Rawat inap di Puskesmas 95

5.3 Pengaruh Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan (Persepsi) Terhadap Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan Rawat Inap 97

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 99

6.1 Kesimpulan 99

6.2 Saran 102 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian Lampiran 2 Pertanyaan wawancara Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Penduduk Yang Memanfaatkan Saranan

Puskesmas Jenis Pelayanan Rawat Inap di Kota Medan Tahun

2013 6

Tabel 4.1. Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Medan Deli Tahun

2013 50

Tabel 4.2. Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Bromo Tahun

2013 51

Tabel 4.3. Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kedai Durian

Tahun 2013 53

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individual Variabel

Umur dan Jenis Kelamin 54

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individual Variabel

Tingkat Pendidikan 55

Tabel 4.6. Distribusi Kategori Berdasarkan Tingkat Pendidikan 55 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individual Variabel

Pendapatan Keluarga 56

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individual Variabel

Pekerjaan 57

Tabel 4.9 Distribusi Kategori Berdasarkan Pekerjaan 57

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individual Variabel

Pengetahuan 58

Tabel 4.11. Distribusi Kategori Pengetahuan 60

Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individual Variabel


(10)

Tabel 4.13. Distribusi Kategori Kebutuhan 63 Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Variabel

Jarak 64

Tabel 4.15. Distribusi Kategori Jarak 66

Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Variabel

Sumber Informasi 67

Tabel 4.17. Distribusi Kategori Sumber Informasi 70

Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Variabel

Kelompok Referensi 70

Tabel 4.19. Distribusi Kategori Kelompok Referensi 73

Tabel 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Terhadap Pelayanan

Kesehatan 74

Tabel 4.21. Distribusi Kategori Persepsi Terhadap Pelayanan Kesehatan 77 Tabel 4.22. Distribusi Responden Berdasarkan Demand Terhadap Pelayanan

Rawat Inap di Puskesmas 78

Tabel 4.23. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Usia dengan Demand

Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 79

Tabel 4.24. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Jenis Kelamin dengan

Demand Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 80 Tabel 4.25. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pendapatan dengan

Demand Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 81 Tabel 4.26. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pendidikan dengan

Demand Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 81 Tabel 4.27. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Pengetahuan dengan

Demand Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 82 Tabel 4.28. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Kebutuhan dengan


(11)

Tabel 4.29. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Jarak dengan Demand

Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 84

Tabel 4.30. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Sumber Informasi dengan

Demand Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 84 Tabel 4.31. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Kelompok Referensi dengan

Demand Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas 85 Tabel 4.32. Distribusi Tabulasi Silang Variabel Persepsi Terhadap Sistem

Pelayanan Kesehatan dengan Demand Pelayanan Rawat Inap di


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(13)

ABSTRAK

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional maka dalam upaya mengembangkan pelayanan kesehatan puskesmas sebagai penangung jawab jenjang pertama pelayanan kesehatan difasilitasi berbagai penunjang dan salah satunya adalah puskesmas dengan ruang rawat inap. Berdasarkan Profil Dinas Kota Medan tahun 2012, jumlah cakupan masyarakat Kota Medan yang memanfaatkan fasilitas pelayanan puskesmas rawat inap hanya sebesar 0,02%.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory research dan bertujuan untuk menjelaskan kausal antara variabel individual, lingkungan dan sistem pelayanan kesehatan kepada demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang berada di wilayah kerja puskesmas. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 100 dengan proporsi yang berbeda-beda antara ketiganya. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling dengan menggunakan kuesioner dan di analisis dengan menggunakan uji chi square dan apabila ada variabel yang tidak dapat di uji dengan chi square akan menggunakan uji alternatif yaitu uji exact fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendapatan (ρ=0,000), tingkat pendidikan (ρ=0,027), pengetahuan (ρ=0,001), kebutuhan (ρ=0,000), jarak (ρ=0,002), sumber informasi (ρ=0,002), kelompok referensi (ρ=0,000), dan persepsi terhadap sistem pelayanan kesehatan (ρ=0,003) memiliki hubungan terhadap demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap yang tersedia di puskesmas.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan kepada puskesmas dengan fasilitas rawat inap agar memberikan informasi secara lebih menyeluruh baik mengenai ketersediaan fasilitas untuk rawat inap maupun pelayanan apa saja yang memungkinkan untuk dihadapi di puskesmas dengan pelayanan rawat inap serta memperhatikan kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya dan bagi pemberi pelayanan kesehatan di puskesmas rawat inap agar terus meningkatkan dan mempertahankan kinerja yang sudah ada.


(14)

ABSTRACT

Health development constitutes an integral and important part of national development; therefore, in order to develop health service, puskesmas, as the spearhead which is responsible for health service, is facilitated with various supporting factors, and one of them is puskesmas’ inpatient wards. Based on the Profile of Medan Health Office in 2012, it was found that the number of inhabitants of Medan who used the facility of inpatient wards in Puskesmas was only 0.02%.

The research was a survey with cross sectional design which was aimed to explain the correlation of individual variables, environment, and health service system on public demand for inpatient service in the working areas of Medan Deli Puskesmas, Bromo Puskesmas, and Kedai Durian Puskesmas. The population was all people in the working area of puskesmas. The samples were 100 respondents with different proportion of the three puskesmas. The samples were taken by using simple random sampling technique. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using chi square test. If any variable could not analyzed by using chi square test, alternative test (exact fisher test), would be used.

The result of the research showed that there was the correlation of variable of income (p = 0.000), education (p = 0.027), knowledge (p = 0.001), need (p = 0.000), distance (p = 0.002), source of information (p = 0.002), reference group (p = 0.0000, and perception on health service system (p = 0.003) with public demand for inpatient service available at puskesmas.

It is recommended that the management of Medan Health Office and the management of puskesmas with inpatient ward facility give complete information about the availability of inpatient ward facility in puskesmas, pay attention to the people’s need in their working area, and improve and maintain their performance.


(15)

xiii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro, 2000). Berdasarkan hasil dari Konferensi Regional Anggota Parlemen Tentang Laporan Komisi Makroekonomi dan Kesehatan tahun 2002 dalam Atmawikarta (2009), para menteri kesehatan dari negara-negara yang mengikuti konferensi tersebut sepakat bahwa kesehatan adalah merupakan inti atau pusat untuk pembangunan dan kesejahteraan. Menurut Ananta dan Hatmadji dalam Laij (2012), faktor kesehatan erat dengan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia akan ditentukan oleh status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan perkapital.

Pentingnya peranan investasi kesehatan dalam pembangunan ekonomi. Secara garis besar, inti dari kesehatan pada perkembangan ekonomi adalah berdasarkan pada konsep bahwa masyarakat yang sehat tidak hanya berarti sehat secara sosial berdasarkan jasmani tapi juga secara tingkat pendidikan masyarakat yang menyadari pentingnya mengembangkan ekonomi yang kuat. Masyarakat yang sehat akan bekerja lebih baik dan berkontribusi dalam perkembangan ekonomi (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).

Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat dan hal itu akan berdampak pada semakin


(16)

meningkatnya masalah kesehatan penduduk (Dinkes Propinsi SU, 2005). Sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alinea keempat adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah (Depkes RI, 2006 ).

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggaraan upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Sejak diperkenalkan konsep puskesmas pada tahun 1968, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan sementara itu umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna (Depkes RI, 2004).

Perkotaan sendiri merupakan suatu wilayah di Indonesia yang memiliki saranan pelayanan kesehatan yang relatif jauh lebih baik pada strata pertama, strata kedua, bahkan pada strata ketiga, yang diselenggarakan oleh swasta maupun pemerintah bila dibandingkan dengan daerah perdesaan. Hal ini memudahkan


(17)

masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Tetapi masalah kesehatan di perkotaan umumnya lebih kompleks (Dinkes Propinsi SU, 2005)

Dalam mengembangkan pelayanan kesehatan puskesmas di perkotaan, puskesmas harus memahami masalah kesehatan yang ada di wilayah kerjanya dengan baik. Dengan mengetahui masalah, tuntutan dan kebutuhan masyarakat maka puskesmas dapat berinovasi dan mengembangkan pelayanan yang dibutuhkan secara spesifik sesuai kemampuan dan dukungan yang ada (Depkes RI, 2006).

Secara umum masyarakat perkotaan memiliki ciri yang spesifik seperti tingginya akses terhadap sumber informasi, sikap kritis dan pragmatis, individualisme, berprinsip pada norma keluarga kecil, sibuk atau mobilitas tinggi, lebih menyukai efisiensi dan efektivitas suatu pelayanan serta lebih mengutamakan aspek privacy dan mutu pelayanan. Namun keterbatasan sumber daya yang dimiliki masyarakat mengharuskan masyarakat untuk membuat pilihan dan menentukan prioritas, termasuk dalam pemilihan penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu pelayanan kesehatan di perkotaan perlu disesuaikan dan mengantisipasi berbagai masalah dan kebutuhan masyarakat yang berbeda dengan pelayanan pada umumnya (Depkes RI, 2006).

Pelayanan upaya kesehatan perorangan di perkotaan lebih diperioritaskan pada masyarakat miskin, akan tetapi bukan berarti puskesmas hanya melayani masyarakat miskin. Agar puskesmas di perkotaan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, diperlukan kreativitas dan inovasi untuk memenuhi kebutuhan dan


(18)

tuntutan masyarakat seperti pelayanan gawat darurat, pelayananan 24 jam, pelayanan yang spesialistik (poliklinik anak, poliklinik lansia, poliklinik lansia, poliklinik remaja, poliklinik reproduksi), dan lain-lain (Dinkes Propinsi SU, 2005).

Menurut Jancobalis dalam Abu Bakar (2003) sejalan dengan meningkatnya pendidikan masyarakat, tingkat sosial dan ekonomi serta semakin lajunya informasi pengetahuan dan teknologi, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat terhadap pelayanan jasa termasuk pelayanan kesehatan. Kini masyarakat menuntut pelayanan jasa yang lebih baik, yaitu suatu layanan yang ramah dan berkesinambungan (available and continue), dapat di terima dengan wajar (accessible and affordable), serta layanan yang bermutu (quality).

Pada saat ini puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air. Tercatat pada tahun 2010 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah 9.005 unit, puskesmas yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat inap tercatat sebanyak 2.902 unit, sisanya sebanyak 6.103 unit tidak dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Riskesdas, 2010).

Sampai tahun 2011 dengan kabupaten sebanyak 33, jumlah puskesmas di Provinsi Sumatera Utara adalah 530 unit, dengan puskesmas rawatan sebanyak 146 unit, puskesmas non rawatan sebanyak 384 unit, dan jumlah puskesmas pembantu yang tercatat hingga tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 761 unit. Di Kota Medan sendiri terdapat 39 unit puskesmas dengan puskesmas rawatan sebanyak 13 unit dan puskesmas non rawatan sebanyak 26 unit (Bank Data Pusdatin-Depkes


(19)

RI). Untuk menjangkau seluruh wilayah, puskesmas diperkuat oleh puskesmas kelililing dan puskesmas pembantu. Bagi daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan, puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Depkes RI, 2004).

Puskesmas dengan ruang rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien-pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Puskesmas dengan ruang rawat inap berfungsi sebagai pusat rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu atau dipulangkan kembali ke rumahnya dan kemudian mendapat asuhan keperawatan tindak lanjut oleh petugas perawatan kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien. Dari jumlah puskesmas rawatan yang ada saat ini, sebagian berasal dari rumah sakit pembantu sebelum ditetapkan klasifikasi rumah sakit yang statusnya diubah dan sebagian lainnya merupakan peningkatan puskesmas menjadi puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 1991).

Puskesmas rawatan sendiri diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif pilihan bagi masyarakat untuk menerima perawatan inap terutama bagi proses persalinan karena selain biaya yang murah, keberadaannya juga mudah dijangkau. Sehingga diharapkan bagi masyarakat dengan kemampuan membayar yang terbatas, benar-benar dapat memanfaatkannya (Solikhah, Murtini dan Hartini,2008).


(20)

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama sangat rendah pemanfaatannya terutama di wilayah perkotaan. Masyarakat cenderung memilih sektor swasta seperti klinik, praktik bidan dan rumah sakit swasta bahkan bagi kelompok masyarakat dengan kemampuan membayar terbatas (Solikhah, Murtini dan Hartini, 2008).

Berdasarkan Profil Dinas Kota Medan tahun 2012, jumlah cakupan masyarakat Kota Medan yang memanfaatkan fasilitas pelayanan puskesmas rawat inap sebanyak 243 (0,02%). Adapun cakupan pelayanan rawat inap puskesmas yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Medan adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Penduduk Yang Memanfaatkan Sarana

Puskesmas Jenis Pelayanan Rawat Inap di Kota Medan Tahun 2012

Puskesmas Rawat Inap Jumlah Kunjungan

Medan Deli 123

Bromo 57

Sering 26

Helvetia 9

Glugur Darat 8

Pekan Labuhan 8

Belawan 6

Tuntungan 2

Medan Area Selatan 2

Teladan 2

Padang Bulan 0

Sentosa Baru 0

Kedai Durian 0

Jumlah 243


(21)

Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan puskesmas menjelaskan rendahnya demand masyarakat terhadap pelayanan puskesmas rawat inap di Kota Medan. Demand dipengaruhi oleh harga dengan keadaan berbanding terbalik dimana apabila harga naik maka demand akan turun dan sebaliknya. Namun dalam pembelian pelayanan kesehatan pengaruh harga terhadap demand tidak sama seperti pengaruh harga terhadap demand di pasar umumnya. Hal ini tampak pada demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di puskesmas rawat inap Kota Medan, dimana harga yang dikenakan pada pembelian jasa pelayanan kesehatan relatif rendah.

Ada faktor lainnya yang memengaruhi masyarakat terhadap pembelian pelayanan kesehatan dan rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan puskesmas seringkali penyebabnya ditudingkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara sosial), pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Kebutuhan juga merupakan alasan demand masyarakat terhadap pembelian suatu barang atau jasa namun dalam pembelian pelayanan kesehatan adanya perbedaan kebutuhan yang dirasakan antara penyedia pelayanan kesehatan untuk pembeli pelayanan dengan pembeli pelayanan dalam membeli jasa pelayanan kesehatan (Pallutturi, 2005).

Ada berbagai teori demand, salah satunya menurut Groosman (1972) mengemukakan teori demand for Health Capital yaitu ketika individu menggunakan pelayanan kesehatan, sesungguhnya yang dicari bukan pelayanan itu sendiri, melainkan kesehatan itu sendiri. Kesehatan dipandang sebagai barang yang tidak


(22)

habis dalam sekejap dan memiliki dua aspek yaitu konsumsi dan investasi. Kerangka kerja dari proses pembelian meliputi input dan output dimana ouputnya adalah kesehatan dan input meliputi lingkungan, individual, penyedia jasa pelayanan kesehatan (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).

Berdasarkan teori laissez- faire, demand didasarkan atas individual dan harapan masyarakat sehingga faktor-faktor yang memengaruhi demand menurut teori ini adalah faktor individual seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial, faktor lingkungan seperti ekonomi, masyarakat sekitar, faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti akses, jarak, penawaran, pelayanan dan faktor pembayaran seperti asuransi kesehatan yang dimiliki, pajak dari asuransi, cara pembayaran dan sebagainya (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).

Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Maryam Tahun 2005 mengenai Permintaan Pelayanan Kesehatan Pada Nelayan Penyelam di Pulau Barrang Lompo Kota Makasar, menunjukkan bahwa permintaan (demand) masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rendah dimana faktor pendapatan, tingkat pengetahuan, ketersediaan pemberi pelayanan kesehatan dan tarif pelayanan memengaruhi demand pelayanan kesehatan.

Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Ani Nuraeni, Emy Rianty dan Asmijati Tahun 2008 mengenai Analisis Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan diketahui bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan formal responden semakin rendah


(23)

pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dan sebaliknya semakin rendah pendidikan formalnya makin tinggi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa saja dikarenakan responden yang memiliki jenjang pendidikan formal lebih memilih untuk memanfaatkan sarana pelayanan sektor swasta. Sedangkan responden yang jenjang pendidikan formalnya rendah cukup dengan memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2012 puskesmas yang memiliki tingkat kunjungan pasien rawat inap paling tinggi jika dibandingkan dengan puskesmas rawat inap lainnya yang ada di Kota Medan adalah Puskesmas Medan Deli. Dengan jumlah kunjungan pasien yaitu sebanyak 54, kemudian untuk Puskesmas yang tingkat kunjungan paling rendah yaitu Puskesmas Padang Bulan, Puskesmas Kedai Durian dan Puskesmas Sentosa Baru dengan jumlah kunjungan rawat inap sama sekali tidak ada pada tahun 2012. Puskesmas yang memiliki tingkat kunjungan pasien yang baik ialah Puskesmas Bromo dengan jumlah kunjungan 57 pasien.

Puskesmas Medan Deli yang merupakan puskesmas yang memiliki kunjungan tertinggi adalah puskesmas yang terletak di Kecamatan Medan Deli dan dekat dengan kawasan industri. Dari hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa kunjungan pasien yang memanfaatkan fasilitas rawat inap di Puskesmas Medan Deli pada tahun 2012 adalah sebanyak 155 orang dengan pasien


(24)

melahirkan sebanyak 116 orang dan pasien umum sebanyak 39. Dengan jumlah fasilitas tempat tidur untuk rawat inap adalah sebanyak 10 tempat tidur.

Puskesmas Medan Deli terletak di daerah kawasan industri dengan keadaan perumahan masyarakat yang berada di pinggir jalan besar yang bisa menjadi salah satu faktor resiko tinggi terjadinya kecelakaan dan intensitas paparan debu yang tinggi. Selain itu apabila diperhatikan dari bentuk bangunan rumah masyarakat di kawasan Puskesmas Medan Deli, dapat dikategorikan bahwa masyarakat Puskesmas Medan Deli merupakan masyarakat dengan sosial ekonomi menengah kebawah. Dengan keadaan lingkungan dan sosial ekonomi tersebut sangat mendukung masyarakat sekitar Puskesmas Medan Deli untuk memanfaatkan fasilitas puskesmas.

Berikutnya dengan peringkat kedua yang tingkat kunjungan rawat inap tertinggi pada tahun 2012 dibandingkan puskesmas lainnya adalah Puskesmas Bromo. Puskesmas Bromo merupakan puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Denai dan berada di kawasan permukiman. Dilihat dari stuktur bangunan rumah masyarakat sekitar puskesmas, sosial ekonomi masyarakat yang menjadi tanggungan Puskesmas Bromo cukup beragam dimulai dari sosial menengah ke atas hingga sosial ekonomi ke bawah. Sedangkan puskesmas dengan jumlah kunjungan rawat inap paling rendah yaitu Puskesmas Padang Bulan, Puskesmas Kedai Durian dan Puskesmas Sentosa Baru dengan jumlah kunjungan rawat inap sama sekali tidak ada pada tahun 2012.


(25)

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti Analisa Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan Rawat Inap di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian Tahun 2013. Dengan faktor-faktor yang memengaruhi ialah faktor individual (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, pengetahuan, kebutuhan) faktor lingkungan (jarak, sumber informasi, kelompok referensi) dan faktor sistem pelayanan kesehatan (persepsi masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di puskesmas).

1.2 Rumusan Masalah

Apa saja yang menjadi faktor yang memengaruhi demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.


(26)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak antara lain:

1. Bagi penulis sendiri dapat bermanfaat dalam upaya mengoptimalisasikan berbagai teori yang telah diperoleh selama masa perkuliahan di FKM.

2. Sebagai bahan masukan dan bagi Puskesmas Rawat Inap khususnya dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

3. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam menentukan kebijakan dalam upaya memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan kesehatan.

4. Sebagai sumbangan referensi bagi para peneliti sejenis yang akan dilaksanakan di masa mendatang.


(27)

37 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Puskesmas 2.1.1 Pengertian

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).

2.1.2 Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2004).

2.1.3 Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan


(28)

yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004).

Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni: (1) Lingkungan sehat, (2) Perilaku sehat, (3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, (4) Derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).

Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat (Depkes RI, 2004).

2.1.4 Misi

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah: 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,


(29)

melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan (Depkes RI, 2004).

2.1.5 Fungsi

Adapun fungsi dari puskesmas ialah :

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah


(30)

kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. 3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan


(31)

kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004).

2.1.6 Upaya Penyelenggaraan

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya


(32)

ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.

Upaya kesehatan wajib tersebut adalah: (1) Upaya Promosi Kesehatan, (2) Upaya Kesehatan Lingkungan, (3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, (4) Upaya Perbaikan Gizi, (5) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, (6) Upaya Pengobatan (Depkes RI, 2004).

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni: (1)Upaya Kesehatan Sekolah, (2) Upaya Kesehatan Olah Raga, (3) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat, (4) Upaya Kesehatan Kerja, (5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, (6) Upaya Kesehatan Jiwa, (7) Upaya Kesehatan Mata, (8) Upaya Kesehatan Usia Lanjut, (9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Depkes RI, 2004).

Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan, padahal menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk


(33)

ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2004).

Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada kemampuan, di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap. Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Depkes RI, 2004).

2.1.7 Puskesmas Rawat Inap

Puskesmas dengan tempat tidur atau ruang rawat inap adalah puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien - pasien gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitaas kurang lebih 10 tempat tidur. Puskesmas dengan ruang rawat inap berfungsi sebagai pusat rujukan antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih mampu atau dipulangkan kembali ke rumahnya dan kemudian mendapat asuhan keperawatan tindak lanjut oleh petugas perawatan kesehatan masyarakat dari puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.


(34)

Kebijaksanaan puskesmas dengan ruang rawat sebagai pusat rujukan antara dalam sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu maternal, keadaan-keadaan gawat daruratan serta pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan (Depkes RI, 1991).

Strategi dalam meningkatkan kemampuan puskesmas dengan ruang rawat inap yakni puskesamas harus dapat menangani kasus-kasus yang potensial menimbulkan kematian pada bayi, ibu martenal dan gawat darurat lainnya dengan pembatasan hari rawat 3- 7 hari. Dari jumlah puskesmas rawatan yang ada saat ini, sebagian berasal dari rumah sakit pembantu sebelum ditetapkan klasifikasi rumah sakit yang statusnya diubah dan sebagian lainnya merupakan peningkatan puskesmas menjadi puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 1991).

Puskesmas yang ditingkatkan dari puskesmas tanpa rawat inap menjadi puskesmas dengan rawat inap diberi tambahan fasilitas berupa:

1. Ruang tambahan seluas 246m2 diatas tanah seluas 600m2 yang terdiri dari: (1) Ruang perawatan untuk 10 tempat tidur, (2) Ruang operasi sederhana, (3) Ruang persalinan, (4) Ruang perawat jaga, (5) Ruang post operatif, (6) Kamar Linen, (7) Kamar cuci, (8) Dapur, (9) Laboratorium (Depkes RI, 1991).

2. Peralatan medis dan perawatan yang terdiri dari : (1) Peralatan operasi terbatas, (2) Peralatan obstetri patologis, (3) Peralatan Resutasi, (4) Peralatan vasektomi dan tubektomi, (5) Tempat tidur dengan kelengkapannya, (6) Perlengkapan perawatan (Depkes RI, 1991).


(35)

3. Tambahan tenaga yang terdiri dari : (1) 1 (satu) orang dokter yang telah mendapatkan pelatihan klinis di rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang kebidanan dan kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam, (2) 2 (dua) orang perawat yang telah dilatih selama 6 bulan dalam bidang kebidanan dan kandungan, bedah, anak dan penyakit dalam, (3) 3 (tiga) orang perawat kesehatan/ perawat/bidan yang diberi tugas secara bergiliran, (4) 1 (satu) orang prakarya kesehatan untuk melaksanakan administrasi di ruang rawat inap puskesmas terutama pencatatan dan pelaporan (Depkes RI, 1991).

2.1.8 Jenis Kasus di Puskesmas Rawat Inap

Berbagai jenis kasus mungkin ditemui di puskesmas dengan ruang rawat inap dengan tingkat kegawat daruratan yang masih mampu ditangani oleh sumber daya yang tersedia di puskesmas tersebut. Beberapa contoh kasus yang bisa di temui di puskesmas dengan ruang rawat inap adalah kasus ibu martenal yang meliputi: kelainan karena komplikasi kehamilan seperti hiperemisi gravidarum,pendarahan pervaginam, keracunan kehamilan, kelainan dan komplikasi pada persalinan seperti keluarnya air ketuban pada pemeriksaan inspekulo osteum uteri pembukaan kecil, kontraksi rahim lemah, persalinan lama, gawat janin, uri tidak lahir, dan lainya. Selain kasus ibu martenal kasus neonatal dan kasus lainnya juga bisa saja ditemui di puskesmas dengan ruang rawat inap. Kasus lainnya yang mungkin di temui meliputi: diare, pneumonia, malaria, demam berdarah, pendarahan, luka bakar, keracunan makanan, syok, dan lainnya (Depkes RI, 1991).


(36)

Sesuai dengan tujuan puskesmas menjadi puskesmas dengan rawat inap sebagai tempat rujukan antara, maka pasien yang dirawat terutama adalah pasien gawat darurat yang dapat ditangani di puskesmas dengan fasilitas yang ada atau yang memerlukan observasi untuk kemudian dirujuk ke institusi lebih mampu, atau dapat dipulangkan dan dilakukan perawatan dan pengobatan di rumah pasien. Kasus-kasus yang sejak awal kedatangan tidak mungkin ditangani di puskesmas misalnya kasus- kasus yang perlu tindakan spesialistis serta kasus lain yang perlu perawatan dan pengobatan lama, harus segera dirujuk ke institusi yang lebih mampu atau rumah sakit setelah sebelumnya dilakukan tindakan atau pertolongan pertama terhadap keadaan kedaruratannya (Depkes RI, 1991).

2.2 Hukum Permintaan 2.2.1 Definisi Demand

Masyarakat harus selalu membuat keputusan dalam mengelolah sumber-sumber dayanya yang terbatas atau langka dalam upaya pemenuhan kebutuhan maupun keinginannya (Mankiw, 2000) atas dasar keinginan dan kebutuhan maka timbulah demand (permintaan) dari pernyataan tersebut menunjukan bahwa keinginan dengan permintaan adalah dua hal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Namun tidak dapat diingkari bahwa keduanya berhubungan erat (Rosyidi, 2002).

Demand (Permintaan) adalah keinginan yang disertai dengan ketersediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2002). Kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan mengartikan pada harga yang


(37)

ditetapkan untuk barang atau jasa yang ditawarkan dalam pasar dan ini akan memengaruhi jumlah permintaan sesuai dengan hukum dari permintaan dimana apabila hal lainnya sama, harga meningkat maka jumlah demand akan turun dan sebaliknya apabila harga turun maka jumlah demand akan meningkat hukum ini sering di kenal dengan sebutan ceteris paribus (Mankiw, 2000).

Hubungan antara harga barang atau jasa dengan kuantitas yang diminta di perlihatkan dalam sebuah tabel yang di sebut skedul permintaan atau demand schedul (Mankiw, 2000). Selanjutnya apa yang digambarkan dalam demand skedul dapat dilukiskan dalam sebuah grafik yang disebut kurva demand (Rosyidi, 2002).

Kurva demand bisa saja berubah miring ke kiri atau ke kanan ketika terjadi perubahan harga yang mengakibatkan perubahan kuantitas demand atau jumlah yang diminta. Ada satu hal yang penting untuk diperhatikan, yaitu perbedaan antara istilah demand dengan istilah kuantitas demand. Hal ini sering sekali menimbulkan kesalahpahaman, sebab kebanyakan orang menggangapnya sama. Sampai saat ini masih sering terdengar orang yang mengatakan, bahwa naiknya harga sesuatu barang atau jasa akan menurunkan demand orang akan barang atau jasa tersebut. Pernyataan tersebut salah, sebab dalam persoalan seperti itu bukanlah demand yang berubah namun kuantitas demand (Rosyidi, 2002).

Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu komoditas. Secara umum elastisitas permintaan dapat


(38)

dibedakan menjadi elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of demand), elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand), dan elastisitas permintaan silang (cross price elasticity of demand). Elastisitas permintaan terhadap harga, mengukur seberapa besar perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harganya berubah. Jadi elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besar-kah perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga (Sugiarto, 2005).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi elastisitas demand yaitu (1) ada tidaknya barang pegganti. Semakin banyak serta baik suatu barang memiliki barang pegganti maka semakin elasti permintaannya dan sebaliknya. (2) Luas atau sempitnya kemungkinan penggunaan barang yang bersangkutan. Apabila suatu barang mampu memenuhi banyak kebutuhan yang bermacam- macam atau memiliki kemungkinan banyak pengguna maka barang tersebut akan semakin elastis dan sebaliknya. (3) Pentingnya bagi kehidupan. Jika suatu barang memiliki arti yang penting bagi kehidupan maka akan semakin inelastislah demand-nya. (4) sifat tahan lamanya suatu barang, barang yang tahan lama (durable goods) dan barang yang tidak tahan lama (non- durable goods atau perishable goods). Semakin tahan lama


(39)

suatu barang maka akan semakin elastislah permintaan terhadapnya dan sebaliknya. Kemudian (5) harga barang dibandingkan dengan pendapatan konsumen. Semakin mahal harga suatu barang makan akan semakin elastislah demand-nya dan sebaliknya. (Rosyidi, 2002)

2.2.2 Demand Terhadap Pelayanan Kesehatan

Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Murti bahwa Pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan pelayanan ekonomi lainya. Pelayanan kesehatan atau pelayanan medis sangat heterogen, terdiri atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara, memperbaiki, memulihkan kesehatan fissik dan jiwa seorang. Karena sifat yang sangaat heterogen, pelayaanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Beberapa karakteristik khusus pelayanan kesehatan sebagai berikut :

1. Intangibility. Tidak seperti mobil atau makanan, pelayanan kesehatan tidak bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat, mendengar, membau, merasakan, mengecap pelayanan kesehatan.

2. Inseparability. Produksi dan konsumsi pelayanan kesehatan terjadi secara simultan (bersama). Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian. Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama digunakan oleh pasien.

3. Inventory. Pelayanan kesehataan tidak bisa disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan oleh pasien nantinya.


(40)

4. Inkonsistensi. Komposisi dan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari seorang dokter dari waktu ke waktu, maupun pelayanan kesehatan yang digunakan antar pasien, bervariasi.

Jadi pelayanaan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan atau penggunaan.

Adanya demand terhadap pelayanan kesehatan menurut Grossman (1972) karena kesehatan merupakan komoditas yang harus dibeli (consumption commodity) sebab dapat membuat pembelinya merasa dirinya lebih baik dan nyaman. Kesehatan dianggap sebagai barang yang tidak habis dalam sekejap (durable good) dan merupakan suatu investasi (investment commodity) artinya bila keadaan sehat maka semua waktu yang tersedia dapat digunakan secara produktif sehingga secara tidak langsung merupakan investasi sedangkan menurut Amran Razak (2000) dalam Haeruddin (2007), Demand terhadap pelayanan kesehatan timbul akibat adanya permintaan kesehatan yang baik, dimana meningkatnya umur seseorang bisa merupakan mulai menurunnya kondisi kesehatan yang lebih baik.

Secara umum keadaan demand dan need jasa pelayanan kesehatan dapat dilukiskan dalam suatu konsep yang disebut fenomena gunung es atau ice-berg phenomenon. Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa demand yang benar seharusnya merupakan bagian dari need. Secara konseptual, need akan jasa pelayanan kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya sedikit puncaknya terlihat sebagai demand (Pallutturi, 2005).


(41)

Menurut Mills dan Gilson (1990) dalam Andhika (2010) kesehatan merupakan suatu kebutuhan (need) yang diartikan secara umum yang merupakan perbandingan antara situasi nyata dan standart teknis tertentu yang telah disepakati. Selain itu juga kesehatan merupakan kebutuhan yang dirasakan (felt need) yaitu kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga keputusan untuk memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan kombinasi normatif dan kebutuhan yang dirasakan. Bila ditelaah dari pernyataan tersebut, dapat dikategorikan maka kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis sesuai dengan konsep kebutuhan Maslow.

Menurut Kasali (2000) dalam Laij (2012) terdapat dua konsep yang sangat mendasar yaitu kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan adalah hal-hal yang mendasar yang dibutuhkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya. Tanaman membutuhkan air, tanah, pupuk dan udara untuk hidup. Manusia tidak hanya membutuhkan makanan dan minuman, tetapi juga cinta, penghargaan, persaudaraan, pengetahuan dan sebagainya. Kalau kebutuhan itu tidak terpenuhi, mereka akan merasa tidak bahagia, ada yang dirasakan kurang dalam kehidupannya. Kebutuhan manusia amat bervariasi dan kompleks. Sedangkan keinginan adalah pernyataan manusia terhadap kebutuhan-kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya dan kepribadiannya. perbedaannya dengan kebutuhan terletak pada barang-barang yang dipilih untuk melangsungkan kehidupannya.


(42)

Ada 3 situasi yang dapat diperhatikan atas tingkat persoalan kesehatan dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang dirasakan oleh seorang individu. Permintaan pelayanan kesehatan timbul melalui proses perubahan persoalan kesehatan menjadi persoalan kesehatan yang dirasakan, dilanjutkan dengan merasa dibutuhkannya pelayanan kesehatan dan akhirnya dinyatakan dengan permintaan aktual. Dalam upayanya mengubah kebutuhan pelayanan yang dirasakan menjadi suatu bentuk permintaan yang efektif, konsumen harus memiliki kesediaan (willingness) dan kemampuan (ability) untuk membeli atau membayar sejumlah jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan (Andhika, 2010).

Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi. Menerjemahkan keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan melibatkan berbagai informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status kesehatan saat ini, informasi status kesehatan yang lebih baik, informasi tentang macam pelayanan yang tersedia, tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah uncertainty (ketidakpastian), sakit sebagai ciri-ciri persoalan kesehatan merupakan suatu ketidakpastian. Keduanya, imperfect information dan uncertainty merupakan karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan dan kesehatan (Laij, 2012).


(43)

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Demand terhadap Pelayanan Kesehatan

Demand terhadap pelayanan kesehatan mempunyai faktor-faktor eksogen antara lain ketidaktahuan pasien-pasien sehingga penderita mendelegasikan keputusannya kepada petugas kesehatan (dokter/paramedik), faktor penghasilan pemakai jasa pelayanan dan sebagainya; dan demand terhadap pelayanan kesehatan melibatkan banyak hal, antara lain penyediaan dan tingkat keterampilan petugas kesehatan yang ada, dimana peran ganda yang dimilikinya (penyedia layanan medis dan wakil pasien) dapat menciptakan motif ekonomi berupa pelayanan kesehatan yang berlebih-lebihan (unnecessary procedure) Amran Razak (2000) dalam Haeruddin (2007).

Beberapa faktor yang memengaruhi demand pelayanan kesehatan yaitu faktor kebutuhan yang berbasis pada aspek fisiologis, penilaian pribadi akan status kesehatannya, variabel-variabel ekonomi seperti : tarif, ada tidaknya sistem asuransi, dan penghasilan, serta variabel-variabel demografis dan organisasi. Disamping faktor-faktor tersebut masih ada faktor lain misalnya: pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta pengaruh inflasi, Dunlop dan Zubkoff (1981) dalam Pallutturi (2005).

Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Andhika (2010), ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah permintaan pemeliharaan pelayanan kesehatan (Quantity demanded) seperti harga pembayaran secara langsung oleh rumah tangga, pendapatan bersih (real income), biaya waktu (time cost), termasuk di


(44)

dalamnya adalah biaya (uang) untuk perjalanan termasuk muatan bis atau bensin di tambah biaya pengganti untuk waktu, harga barang substitusi dan komplementer, selera dan preferensi, termasuk di dalamnya status pernikahan, pendidikan dan gaya hidup, phisik dan mental hidup, status kesehatan serta kualitas pelayanan (quality of care).

Menurut Mills & Gilson (1990) dalam Andhika (2010), hubungan antara teori permintaan dengan pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat dipengaruhi oleh pendapatan, sarana dan kualitas pelayanan kesehatan. Pendapatan memiliki hubungan (asosiasi) dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan. Meningkatnya harga mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok yang berpendapatan rendah dibanding dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. Sulitnya pencapaian sarana pelayanan kesehatan secara fisik akan menurunkan permintaan. Kemanjuran dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan untuk meminta pelayanan dan pemberi jasa tertentu.

Menurut teori laissez- faire demand didasarkan atas individual dan harapan masyarakat sehingga faktor-faktor yang memengaruhi demand menurut teori ini adalah faktor individual seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat sosial, faktor lingkungan seperti ekonomi, masyarakat sekitar, faktor penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti akses, jarak, penawaran, pelayanan dan faktor


(45)

pembayaran seperti asuransi kesehatan yang dimiliki, pajak dari asuransi, cara pembayaran dan sebagainya (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).

Menurut Grossman (1972) kerangka kerja dari proses produksi kesehatan terdiri dari 2 yaitu: input dan output, dimana output yang di hasilkan merupakan kesehatan itu sendiri. Sedangkan untuk input atau masukan, kesehatan di pengaruhi oleh faktor individual, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Faktor individual meliputi sosial ekonomi, pendidikan, faktor budaya, pendapatan, perbedaan usia, gender, dan status kesehatannya. Faktor pelayanan kesehatan akan meliputi organisasi pelayanan kesehatan itu sendiri dimana penyedia pelayanan kesehatan harus mampu menawarkan pelayanan berkualitas sesuai dengan permintaan dan tujuan pelayanan tersebut, kepuasan pelanggan akan menjadi tolak ukurnya. Faktor lingkungan yang memengaruhi permintaan kesehatan meliputi pengaruh-penggaruh lingkungan yang mendukung seseorang dalam memutuskan permintaan akan pembelian pelayanan kesehatan baik berdasarkan sumber informasi yang diterima maupun kelompok-kelompok yang menjadi referensi dalam menentukan keputusan pembelian (Tulchinsky and Elena Varavikova, 2009).


(46)

2.3 Hubungan antara Jenis kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan, Pengetahuan, Kebutuhan, Jarak, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan Persepsi terhadap Demand Pelayanan Rawat Inap

2.3.1 Pengaruh Jenis kelamin, Umur, Kebutuhan, Pekerjaan dan Pendapatan Terhadap Permintaan pelayanan rawat inap

Menurut Scheiber (1990) dalam Laij (2012) menyebutkan bahwa permintaan untuk pelayanan kesehatan bergantung pada status usia, pendapatan, pendidikan dan kesehatan itu sendiri. Pada status usia sesuai dengan bertambahnya usia maka vitalitas tubuh akan menurun yang mengakibatkan akan meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan dan menjadikan permintaan pelayanan kesehatan akan meningkat pula.

Perbedaan jenis kelamin juga memengaruhi perbedaan akan permintaan pelayanan kesehatan. Theodore schultz (1985) dalam Elfindri (2003) berhasil menyebarluaskan pemikiran bahwa masalah gender akan menjadi bagian kajian dari masalah ekonomi dimana keterkaitan gender dengan reproduksi seperti fertility, mortality dan family planning akan memengaruhi kebutuhan permintaan pelayanan kesehatan Selain itu kemampuan dan kemauan wanita yang terbatas untuk mencari pelayanan, terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit dan di daerah tersebut tidak tersedia tempat pelayanan.

Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang dan pendapatan sangat tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Perubahan pendapatan selalu


(47)

menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Ada hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan bergeser kekanan sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).

2.3.2 Pengaruh Jarak terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal dari tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Ini telah sesuai dengan teori permintaan yaitu jika barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin sedikit (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990 dalam Laij,2012).

2.3.3 Pengaruh Pendidikan, Pengetahuan, Sumber Informasi, Kelompok Referensi dan Persepsi terhadap Pelayanan Rawat Inap

Faktor sosial dan budaya akan memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pentingnya kesehatan. Sebagai contoh faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan memengaruhi nilai pentingnya kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi


(48)

cenderung untuk meningkatkan kesadaran status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi menganggap penting nilai kesehatan, sehingga akan mengkonsumsi jasa kesehatan lebih banyak dibandingkan masyarakat yang pendidikan dan pengetahuannya lebih rendah. Faktor budaya setempat juga sangat menentukan konsumsi kesehatan (Joko, 2005 dalam Laij, 2012).

Grossman mengembangkan model dimana kesehatan dipandang sebagai stok modal yang menghasilkan output kehidupan yang sehat. Individu dapat mengadakan investasi pada kesehatan yang dikombinasikan dengan waktu (kunjungan dokter) dengan membeli input (jasa medis). Status pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, karena status pendidikan memengaruhi kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Hal yang sering menjadi penghambat bagi pemanfaatan jasa pelayanan tersebut adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan seseorang sangat bervariasi, mulai dari tidak mengetahui tempat jasa pelayanan kesehatan yang tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang manfaat pelayanan, tanda-tanda bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan (Joko, 2005 dalam Laij, 2012).

Sumber informasi dan kelompok referensi akan memengaruhi keputusan pembelian seseorang akan permintaan pelayanan kesehatan dimana hal ini berkaitan erat dengan peningkatan pengetahuan yang diterima oleh seseorang mengenai jasa


(49)

pelayanan kesehatan tertentu dan memengaruhi persepsi seseorang terhadap pelayanan kesehatan tersebut. Semakin banyak sumber informasi dan kelompok referensi yang bernilai positif akan semakin baik pula persepsi seseorang berkaitan dengan pelayanan kesehatan tersebut.

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian

Demand terhadap Pelayanan Rawat Inap Faktor individual :

Jenis kelamin Umur

Tingkat pendidikan Pendapatan

Pengetahuan Kebutuhan

Faktor lingkungan : Jarak

Sumber informasi Kelompok referensi

Faktor sistem pelayanan kesehatan :

Persepsi terhadap pelayanan rawat inap


(50)

2.5 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dan kerangka konsep yang ada maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut : adanya pengaruh positif dari faktor individual (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, pengetahuan, kebutuhan), faktor lingkungan ( jarak, sumber informasi, kelompok referensi) dan faktor sistem pelayanan kesehatan (persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang tersedia) terhadap demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory research. Menurut Singarimbun (1995) penelitian dengan tipe explanatory research adalah penelitian yang menjelaskan kausal antara variabel-variabel penelitian melalui uji hipotesa. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui apakah variabel individual (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, kebutuhan), variabel lingkungan (jarak, sumber informasi, kelompok referensi) dan variabel sistem pelayanan kesehatan (persepsi terhadap pelayanan) memengaruhi demand masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Medan Deli Kecamatan Medan Deli, Puskesmas Bromo Kecamatan Medan Denai dan Puskesmas Kedai Durian kecamatan Medan Johor Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai dengan selesai.

Adapun dasar pertimbangan penentuan lokasi penelitian adalah karena Puskesmas Medan Deli memiliki tingkat cakupan pengguna fasilitas rawat inap paling tinggi di antara puskesmas-puskesmas dengan fasilitas rawat inap lainnya yang


(52)

ada di Kota Medan. Puskesmas Bromo memiliki tingkat cakupan pengguna fasilitas rawat inap yang baik dan Puskesmas Kedai Durian merupakan salah satu puskesmas dengan tingkat cakupan pengguna fasilitas rawat inap paling rendah di antara puskesmas - puskesmas dengan fasilitas rawat inap lainnya yang ada di Kota Medan agar adanya keberagaman maka dipilihlah puskesmas tersebut.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua mayarakat yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Medan Deli yang terdiri dari 5 kelurahan, Puskesmas Bromo yang terdiri dari 1 kelurahan dan Puskesmas Kedai Durian terdiri dari 3 kelurahan. Berdasarkan hasil laporan yang diperoleh dari profil kesehatan Kota Medan tahun 2013 jumlah keluarga yang menjadi sasaran dari Puskesmas Medan Deli sebanyak 24295, Puskesmas Bromo 4924 dan Puskesmas Kedai Durian sebanyak 8391.

3.3.2 Sampel

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian. Pengambilan sampel akan dilakukan secara simple random sampling yaitu teknik pengambilan sampling dimana sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi


(53)

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Hasil dari sampling tersebut memiliki sifat yang objektif (Singarimbun, 1995).

Adapun jumlah sampel yang akan diteliti dengan mengunakan rumus:

N = populasi n = sampel

d = presisi absolut yang di inginkan (0.1)

N = (N Medan Deli+ N Bromo+ N Kedai Durian) =

= 37610 n = 37610 1+37610 ( 0.12) = 99.9

Setelah menggunakan rumus tersebut maka dari 3 wilayah kerja puskesmas dengan jumlah populasi 56835 didapat jumlah sampel sebanyak 99.9 yang di bulatkan menjadi 100 responden. Dengan perbadingan jumlah sampel yang berbeda dari setiap puskesmasnya sesuai dengan rumus:

n = sampel N = populasi


(54)

n Puskesmas Medan Deli = = 65

n Puskesmas Bromo = = 13

n Puskesmas Kedai Durian = = 22

Setelah menggunakan rumus menentukan jumlah besar sampel menurut Walpole tersebut maka didapat bahwa jumlah sampel untuk Puskesmas Medan Deli adalah sebanyak 65 orang, Puskesmas Bromo adalah sebanyak 13 orang dan Puskesmas Kedai Durian adalah sebanyak 22 orang perwakilan rumah tangga yang menjadi tanggungan masing- masing puskesmas.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini di dapat melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner pada sampel rawat inap di Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari laporan- laporan rawat inap, rekam medik dan administrasi Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian serta kantor Dinas Kesehatan Kota Medan.


(55)

3.5 Definisi Operasional Variabel

1. Jenis kelamin adalah hal berkaitan dengan reproduksi yang membedakan laki- laki dan perempuan yang menjadi responden dalam wawancara.

2. Umur adalah lamanya waktu perjalanan hidup responden yang dihitung sejak ia lahir sampai pada batas waktu penelitian, dinyatakan dalam satuan tahun sesuai dengan pernyataan responden.

3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dicapai oleh responden berdasarkan ijazah terakhir, yaitu : tamat SD, tamat SLTP, tamat SMA dan tamat DIII/ S-1.

4. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan responden maupun kepala keluarga secara tetap untuk menghasilkan uang.

5. Pendapatan adalah jumlah penghasilan keluarga baik responden maupun kepala keluarga yang dihitung dalam satu bulan. Pendapatan dibagi 2 kategori berdasarkan upah minimum regional 2013 Sumatera Utara Tahun 2013 yaitu Rp. 1.350.000

a. < UMR b. ≥ UMR

6. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang puskesmas rawat inap, siapa saja yang seharusnya memanfaatkannya, fungsi dan tujuan dari puskesmas dan pelayanan yang ada di puskesmas.


(56)

7. Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh responden terhadap pelayanan yang ada di puskesmas rawat inap dalam rangka pencapaian kesehatan.

8. Jarak puskesmas adalah jarak tempat tinggal responden dengan puskesmas. 9. Sumber informasi adalah asal atau sumber keterangan-keterangan yang

diperoleh responden tentang penyakit dan pelayanan kesehatan di puskesmas rawat inap baik melalui petugas kesehatan di puskesmas, keluarga, teman, tetangga, media cetak, elektronik dan lainnya.

10.Kelompok referensi adalah orang- orang yang memengaruhi responden dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas rawat inap yaitu keluarga, teman, tetangga, dan lainnya.

11.Persepsi tentang pelayanan di puskesmas rawat inap adalah pendapat responden tentang pelayanan yang di peroleh dari petugas kesehatan di puskesmas rawat inap.

12.Demand pelayanan puskesmas rawat inap adalah tingkat permintaan atau jumlah permintaan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas rawat inap di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli, Puskesmas Bromo dan Puskesmas Kedai Durian.


(1)

Demand Pelayanan Rawat Inap * Pengetahuan tentang Puskesmas Rawat Inap

Crosstab

Pengetahuan tentang Puskesmas Rawat Inap

Total

Kurang Baik

Demand Pelayanan Rawat Inap

ya mau Count 14 35 49

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 28.6% 71.4% 100.0%

% within Pengetahuan tentang Puskesmas Rawat Inap

31.1% 63.6% 49.0%

% of Total 14.0% 35.0% 49.0%

tidak mau Count 31 20 51

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 60.8% 39.2% 100.0%

% within Pengetahuan tentang Puskesmas Rawat Inap

68.9% 36.4% 51.0%

% of Total 31.0% 20.0% 51.0%

Total Count 45 55 100

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 45.0% 55.0% 100.0%

% within Pengetahuan tentang Puskesmas Rawat Inap

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 45.0% 55.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.477a 1 .001

Continuity Correctionb 9.216 1 .002

Likelihood Ratio 10.688 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 10.373 1 .001

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.05. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .308 .001


(2)

Demand Pelayanan Rawat Inap * Kebutuhan akan Puskesmas Rawat Inap

Crosstab

Kebutuhan akan Puskesmas Rawat Inap

Total

Tidak Baik Baik

Demand Pelayanan Rawat Inap

ya mau Count 2 47 49

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 4.1% 95.9% 100.0%

% within Kebutuhan akan Puskesmas Rawat Inap 5.1% 77.0% 49.0%

% of Total 2.0% 47.0% 49.0%

tidak mau Count 37 14 51

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 72.5% 27.5% 100.0%

% within Kebutuhan akan Puskesmas Rawat Inap 94.9% 23.0% 51.0%

% of Total 37.0% 14.0% 51.0%

Total Count 39 61 100

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 39.0% 61.0% 100.0%

% within Kebutuhan akan Puskesmas Rawat Inap 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 39.0% 61.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 49.242a 1 .000

Continuity Correctionb 46.406 1 .000

Likelihood Ratio 57.093 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 48.750 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.11. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .574 .000


(3)

Demand Pelayanan Rawat Inap * Jarak Puskesmas

Crosstab

Jarak Puskesmas

Total

Sulit Mudah

Demand Pelayanan Rawat Inap

ya mau Count 23 26 49

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 46.9% 53.1% 100.0%

% within Jarak Puskesmas 37.1% 68.4% 49.0%

% of Total 23.0% 26.0% 49.0%

tidak mau Count 39 12 51

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 76.5% 23.5% 100.0%

% within Jarak Puskesmas 62.9% 31.6% 51.0%

% of Total 39.0% 12.0% 51.0%

Total Count 62 38 100

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 62.0% 38.0% 100.0%

% within Jarak Puskesmas 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 62.0% 38.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.251a 1 .002

Continuity Correctionb 8.040 1 .005

Likelihood Ratio 9.418 1 .002

Fisher's Exact Test .004 .002

Linear-by-Linear Association 9.158 1 .002

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.62. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .291 .002


(4)

Demand Pelayanan Rawat Inap * Sumber Informasi Mengenai Puskesmas Rawat Inap

Crosstab

Sumber Informasi Mengenai Puskesmas

Rawat Inap

Total

Kurang Cukup

Demand Pelayanan Rawat Inap

ya mau Count 41 8 49

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 83.7% 16.3% 100.0%

% within Sumber Informasi Mengenai Puskesmas Rawat Inap

44.6% 100.0% 49.0%

% of Total 41.0% 8.0% 49.0%

tidak mau Count 51 0 51

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 100.0% .0% 100.0%

% within Sumber Informasi Mengenai Puskesmas Rawat Inap

55.4% .0% 51.0%

% of Total 51.0% .0% 51.0%

Total Count 92 8 100

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 92.0% 8.0% 100.0%

% within Sumber Informasi Mengenai Puskesmas Rawat Inap

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 92.0% 8.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.051a 1 .003

Continuity Correctionb 6.968 1 .008

Likelihood Ratio 12.139 1 .000

Fisher's Exact Test .002 .002

Linear-by-Linear Association 8.960 1 .003

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.92. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .288 .003


(5)

Crosstab

Kelompok Refrensi Mengenai Puskesmas

Rawat Inap

Total

Tidak Baik Baik

Demand Pelayanan Rawat Inap

ya mau Count 32 17 49

% within Demand Pelayanan Rawat Inap

65.3% 34.7% 100.0%

% within Kelompok Refrensi Mengenai Puskesmas Rawat Inap

40.0% 85.0% 49.0%

% of Total 32.0% 17.0% 49.0%

tidak mau Count 48 3 51

% within Demand Pelayanan Rawat Inap

94.1% 5.9% 100.0%

% within Kelompok Refrensi Mengenai Puskesmas Rawat Inap

60.0% 15.0% 51.0%

% of Total 48.0% 3.0% 51.0%

Total Count 80 20 100

% within Demand Pelayanan Rawat Inap

80.0% 20.0% 100.0%

% within Kelompok Refrensi Mengenai Puskesmas Rawat Inap

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 80.0% 20.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 12.965a 1 .000

Continuity Correctionb 11.227 1 .001

Likelihood Ratio 13.999 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 12.836 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.80. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .339 .000


(6)

Demand Pelayanan Rawat Inap * Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan yang add

Untuk Mau Memanfaatkan Pelayanan RI

Crosstab

Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan yang

add Untuk Mau Memanfaatkan Pelayanan RI

Total

Tidak Baik Baik

Demand Pelayanan Rawat Inap

ya mau Count 0 49 49

% within Demand Pelayanan Rawat Inap .0% 100.0% 100.0%

% within Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan yang add Untuk Mau Memanfaatkan Pelayanan RI

.0% 53.8% 49.0%

% of Total .0% 49.0% 49.0%

tidak mau Count 9 42 51

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 17.6% 82.4% 100.0%

% within Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan yang add Untuk Mau Memanfaatkan Pelayanan RI

100.0% 46.2% 51.0%

% of Total 9.0% 42.0% 51.0%

Total Count 9 91 100

% within Demand Pelayanan Rawat Inap 9.0% 91.0% 100.0%

% within Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan yang add Untuk Mau Memanfaatkan Pelayanan RI

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 9.0% 91.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.502a 1 .002

Continuity Correctionb 7.470 1 .006

Likelihood Ratio 12.976 1 .000

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 9.407 1 .002

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.41. b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .295 .002