BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI
KORBAN EKSPLOITASI SEBAGAI ARTIS
A. Perlindungan hak anak korban eksploitasi.
Konvensi Hak Anak, yang diratifikasi oleh sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia - dalam pasal 32 mewajibkan pemerintah untuk melindungi
anak dari ”eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan apa saja yang berkemungkinan membahayakan atau mengganggu pendidikan anak, atau
berbahaya bagi kesehatan fisik, jiwa, rohani, moral atau perkembangan sosial anak. Hak anak – sebagaimana diabadikan dalam konvensi Hak Anak- adalah hak
anak-atas asuhan dari orang tua mereka sendiri, wajib belajar dan pendidikan dasar yang cuma-cuma, pencapaian standar kesehatan tertinggi,jaminan sosial dan
ketentuan untuk istirahat dan rekreasi. Jika anak terpaksa harus bekerja, berarti bisa menempatkan anak-anak tersebut ke dalam pekerjaan berbahaya dan
mempengaruhi proses tumbuh kembang anak secara wajar.
70
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 59 juga
mewajibkan pemerintah dan lembaga negara lainnya untuk bertanggung jawab
memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
tereksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
70
Bagong Suyanto,op.cit hal 130
Universitas Sumatera Utara
adiktif lainnya napza, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan
anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Selanjutnya di Pasal 69 menyebutkan bahwa:
1 Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 2 Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 dilakukan melalui : a.
penyebarluasan danatau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi
danatau seksual; b.
pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c.
pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap
anak secara ekonomi danatau seksual. 3 Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
Keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomi-dalam arti bekerja di sektor publik - apabila dilakukan secara proporsional dan mengikuti aturan hukum
yang berlaku barang kali persoalan ini tidak akan terlalu merisaukan. Tetapi yang memprihatinkan meski secara resmi pemerintah telah menerbitkan aturan hukum
Universitas Sumatera Utara
dan pemerintah telah pula menyadari tentang arti penting perlindungan bagi anak, tetapi dalam praktik berbagai pelanggaran tetap saja terjadi.
71
Ketika menandatangani UU Ratifikasi Konvensi ILO No.182 tentang Tindakan Segera untuk Menghapuskan dan Mengurangi Bentuk-bentuk Terburuk
Pekerja Anak tanggal 8 Maret 2000 lalu, Pemerintah secara terbuka mengakui bahwa hingga kini masih banyak anak Indonesia yang diperkerjakan secara tidak
manusiawi dan melanggar Konvensi PBB .
72
Di Indonesia sendiri selama ini perangkat hukum dan aturan yang tersedia sebenarnya sudah jelas menyatakan larangan melibatkan anak bekerja terlalu
berlebih, dan apalagi di sektor yang berbahaya. Tetapi, sekedar mengandalkan kepada intervensi pemerintah semata-mata untuk mengatasai persoalan anak
tentunya hampir-hampir muskil, dan bahkan mungkin terkesan ambisius sehingga diperlukan kerjasama semua pihak.
73
B. Kendala-kendala dalam perlindungan hak-hak anak.