BAB III ANAK SEBAGAI ARTIS DAN TINDAK PIDANA
EKSPLOITASI PADA ANAK
A. Latar belakang anak bekerja sebagai artis
Menurut Indrasari Tjandraningsih dan Benjamin White yang dikutip dari
50
Di berbagai negara Barat, anak-anak mendapat bayaran untuk pekerjaannya. Mereka didorong oleh orang tuanya bekerja selama liburan sekolah.
Bekerja bertujuan agar anak-anak mandiri dan menghargai pekerjaan serta waktu. Sedangkan di negara berkembang,pekerjaan ditempatkan sebagai sumber
pendapatan keluarga, sebagai pengganti sekolah atau belajar. dalam era industrialisasi yang berlangsung di Indonesia saat ini, yang berubah
bukanlah keterlibatan anak-anak itu dalam angkatan kerja, tetapi yang terjadi adalah perubahan bentuk dan sifat keterlibatan mereka. Bila di era sebelumnya
anak-anak banyak terlibat di sektor pertanian yang tidak dibayar karena hanya sebatas membantu pekerjaan orangtuanya, maka pada era industraliasasi
keterlibatan anak-anak itu telah bergeser ke sektor industri, perdagangan, dan jasa sebagai tenaga kerja upahan.
51
Perbedaan yang dikemukakan diatas,merupakan hal yang mendasari permasalahan artis anak di negara berkembang lebih mencuat ke permukaan. Di
negara-negara berkembang umumnya artis anak kurang mendapat perlindungan,
50
Bagong Suyanto. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana, 2010, hal 111
51
Hardius Usman; Nachrowi Djalal Nachrowi, op.cit hal 173
Universitas Sumatera Utara
sehingga sangat rentan untuk dieksploitasi,dan diperkerjakan di lingkungan berbahaya yang tidak sesuai dengan umurnya.
52
Pertama, berkait dengan jejasan kemiskinan atau ketidakmampuan ekonomi keluarga. Menurut Harbinson dan Chambers yang dikutip dari
Dari hasil kajian para pakar diketahui sekurang-kurangnya ada empat faktor yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran keterlibatan anak ke arah
sektor publik.
53
Kedua, berkait dengan keinginan si anak sendiri dengan sadar memilih dunia ”eksploitasi di luar rumah” dari pada terus menerus bergantung pada orang
tua mereka sendiri. Menurut Vittachi yang dikutip dari . Salah
satu upaya yang dilakukan keluarga miskin untuk menambah penghasilan keluarga, selain mengikutsertakan istri ke dalam kegiatan publik, adalah dengan
memanfaatkan tenaga kerja anak biarpun acapkali mereka belum cukup umur untuk itu.anak-anak yang belum cukup umur itu didayagunakan tidak terbatas
hanya untuk melaksanakan pekerjaan rumah tangga, melainkan juga pekerjaan di luar rumah tangga yang menghasilkan uang seperti menjadi pekerja atau artis
anak. Banyak bukti menunjukkan, sumbangan kerja dari anak-anak kerap memberikan kontribusi yang signifikan bagi kelangsungan hidup keluarga
mereka. Diperkirakan sumbangan hasil kerja anak terhadap total pengeluaran keluarga mencapai hingga angka 40 persen, bahkan lebih.
54
52
Ibid hal 173
53
Bagong Suyanto,op.cit,hal 122
54
Ibid,hal 123
bahwa terkadang memang terjadi dari pihak si anak itu sendiri menginginkan untuk bekerja karena
hal itu dirasa lebih memungkinkan mereka untuk bisa mandiri dan bisa menguasai
Universitas Sumatera Utara
serta mengatur penghasilan mereka sendiri, betapapun kecilnya. Penghasilan mereka, dengan memilih keluar dari suasana rumah yang membosankan dan
penuh dengan tekanan untuk sebagian anak mungkin melegakan apalagi ketika mereka bisa memegang dan mengendalikan pemanfaatan uang secara mandiri.
Namun demikian, bukan berarti kehidupan anak kemudian menjadi serba menggembirakan karena mereka bisa relatif bebas. Konsekuensi yang harus
dibayar oleh artis anak kemudian adalah hilangnya waktu untuk melakukan kegiatan edukatif dan rekreatif yang sehat dan sangat diperlukan oleh seorang
anak dalam masa perkembangannya. Berbagai kelonggaran yang dinikmati artis anak di luar rumah sesungguhnya adalah bumerang yang bakal merugikan masa
depan anak itu sendiri. Ketiga, berkait dengan kepentingan pengusaha yang senantiasa ingin
mengakumulasikan keuntungan sebanyak-banyaknya. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa dalam sistem yang kapitalis di negara manapun, yang namanya pengusaha
senantiasa ingin memperoleh untung sebanyak-banyaknya serta menekan biaya produksi serendah-rendahnya, khususnya upah tenaga kerjanya. Dalam konteks
ini, menurut Susan Joekes yang dikutip dari
55
55
Ibid,hal 124
salah satu usaha yang dilakukan pengusaha adalah dengan cara memperkerjakan anak. Anak-anak disukai
pengusaha karena kebanyakan bersedia dibayar murah atau sekurang-kurangnya lebih murah dibandingkan orang dewasa. Di kebanyakan negara sedang
berkembang, celakanya seringkali sikap pengusaha-pengusaha seperti ini didukung oleh perumus kebijakan karena dinilai sejalan dengan kepentingan
Universitas Sumatera Utara
bisnis mereka. Di mata elite politik, upah anak yang rendah acap kali dianggap sebgai salah satu daya tarik tersendiri, selain stabilitas politik dan kemudahan
birokrasi. Keempat, berkait dengan keinginan si anak untuk mencari popularitas.
Manisnya jagat entertainment tak cuma menarik minat orang dewasa. Banyak remaja dan bahkan anak-anak yang tergiur untuk ikut berkecimpung di dalamnya.
Pesatnya perkembangan teknologi membuat semakin luas cakupan dari dunia entertainment itu sendiri. Yang dulu dunia keartisan hanya digeluti lewat film-
film layar lebar, kini dengan semakin maraknya sinetron-sinetron yang muncul di televisi menjadikan profesi artis adalah sebuah profesi yang sangat menggiurkan
baik dari segi finansial atau pendapatan maupun ketenaran yang nantinya didapatkan. Hal ini membuat orang berlomba-lomba untuk dapat terjun ke dunia
artis yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak produksi untuk melakukan penjaringan artis-artis baru yang mana dalam upaya penjaringan itu sendiri
dilakukan dalam suatu acara yang juga dikomersilkan.
56
Kelima, kenyataan yang menunjukkan bahwa begitu banyaknya pengangguran dikalangan orang muda menyebabkan anak-anak segera mengambil
kesempatan bekerja sebagai artis begitu kesempatan itu muncul - disamping didukung oleh kesadaran bahwa lulus SD, maupun SLTP tidak dengan sendirinya
akan memberikan kemungkinan yang lebih baik kepada mereka untuk diterima bekerja di pasar tenaga kerja. Khususnya untuk anak perempuan, tekanan dari
orang tua agar tetap tinggal di rumah untuk melakukan pekerjaan domestik dan
56
http:mfirmansyah.worpress.com , diakses tanggal 11 Maret 2011
Universitas Sumatera Utara
tidak perlu sekolah atau memasuki pasar tenaga kerja, menimbulkan persoalan khusus yang seringkali justru mendorong lahirnya keputusan yang diambil oleh
anak perempuan itu sendiri untuk mengadu nasib ke kota dan masuk ke dunia keartisan.
57
Diatas telah disinggung bahwa munculnya pekerja anak berkaitan dengan berbagai faktor, upaya yang dilakukan selain mengikutsertakan istri ke dalam
kegiatan publik ekonomi.,juga banyak memanfaatkan tenaga kerja anak. Di berbagai media massa sering dilaporkan bahwa anak-anak acapkali bekerja pada
bidang yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan sosial psikologis mereka, karena tiga faktor utama: eksploitasi yang lahir dari kemiskinan,
kurangnya pendidikan yang relevan, serta tradisi, dan pola sosial yang menempatkan anak pada posisi yang rentan.
58
Penawaran supply dan permintaan demand. Sisi penawaran ditujukan untuk melihat faktor-faktor yang melatar belakangi orang tua menyediakan tenaga
anak-anak untuk bekerja, sedangkan sisi permintaan untuk menunjukkan faktor- faktor yang mendukung pengusaha memutuskan untuk menggunakan anak-anak
sebagai faktor produksi. Faktor-faktor penyebab anak-anak untuk bekerja sebagai artis ditinjau dari
berbagai sisi, yaitu:
59
Apakah kemiskinan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan anak terpaksa bekerja, khususnya di sektor berbahaya? Kenyataan menunjukkan
bahwa tidak semua orang miskin membiarkan anak-anaknya untuk terjun ke dunia
57
Ibid, hal 126
58
Ibid, hal 128
59
Hardius Usman; Nachrowi Djalal Nachrowi, op.cit hal 100
Universitas Sumatera Utara
kerja khususnya di sektor berbahaya. Berarti, ada faktor-faktor lain, baik faktor sosial, budaya, demografi, atau psikososial yang ikut mempengaruhi terjunnya
anak-anak ke dunia kerja. Menurut Putranto yang dikutip dari
60
Kedua, artis anak dapat dipandang sebagai tenaga pengganti artis dewasa. Pengusaha industri perfilman tentu lebih menyukai artis anak ketimbang artis
dewasa karena tingkat produktifitas mereka tidak jauh berbeda dengan artis dewasa, tetapi posisi tawar menawar lemah, maka artis anak selain tidak banyak
menuntut, juga besaran upahnya dapat ditekan dibawah tingkat produktivitas mereka. Kondisi tersebut, menurut Irwanto yang dikutip dari
menyebutkan bahwa masalah kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penyebab timbulnya
masalah pekerja anak. Dengan demikian, adanya pendapat bahwa permasalahan pekerja anak akan hilang dengan sendirinya apabila permasalahan kemiskinan
dapat diatasi, merupakan pandangan keliru. Pertama, adanya pendapat yang mengatakan bahwa kekuatan ekonomi
yang mendorong anak-anak masuk ke dalam pekerjaan di lingkungan yang membahayakan merupakan kekuatan yang paling besar dari semuanya, tetapi adat
dan pola sosial yang telah berakar juga memainkan peranan. Selain itu, konsumerisme dan gaya hidup kalangan muda mungkin lebih banyak mendorong
anak-anak untuk bekerja daripada kemiskinan.
61
60
Ibid, hal 110
61
Ibid, hal 129
membuktikan bahwa bukan jenis pekerjaan yang menentukan besaran upah tetapi status sebagai
anaklah yang menyebabkannya. Sangat mungkin banyak pekerja anak bekerja di
Universitas Sumatera Utara
sektor formal meski berstatus ilegal sehingga wajar pula kalau mereka tidak terjangkau dan atau menjadi serikat pekerja.
C. Dampak anak bekerja sebagai artis