Eksploitasi seksual komersial terhadap perempuan dibawah umur
HUBUNGAN LINGKUNGAN TEMPAT KERJA DAN KARAKTERISTIK PEKERJA TERHADAPKAPASITAS VITAL PARU (KVP) PADA PEKERJA
BAGIAN PLANT PT. SIBELCO LAUTAN MINERALS JAKARTA TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
KARBELLA KUANTANADES HASTY 107101001514
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
HUBUNGAN LINGKUNGAN TEMPAT KERJA DAN KARAKTERISTIK PEKERJA TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (KVP) PADA PEKERJA BAGIAN PLANT
PT. SIBELCO LAUTAN MINERALS JAKARTA TAHUN 2011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 September 2011
Riastuti Kusuma Wardani, MKM Catur Rosidati, MKM
(3)
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 30 September 2011
Ketua
(Riastuti Kusuma Wardhani, MKM)
Anggota I
(Catur Rosidati, MKM)
Anggota II
(4)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia dan Rakhmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KAPASITAS VITAL PARU (KVP) PADA PEKERJA BAGIAN PLANT PT. SIBELCO LAUTAN MINERALS JAKARTA TAHUN 2011”. Shalawat beserta salam penulis haturkan kepada Baginda Rasullah Muhammad SAW, semoga kita semua mendapat syafaat dan pertolongannya di yaumul akhir. Amin.
Skripsi ini penulis buat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta untuk memenuhi persyaratan tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Ada banyak pengalaman dan pengetahuan yang tidak dapat tertuang dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi mafaat bagi yang membaca secara umumnya dan perusahaan tempat penelitian pada khususnya.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
1. Ayah (Sudirman Hasty) dan Ibuku (Arnani Ali) tercinta beserta keluarga (Avina Moniades Hasty, Balda Harmiades Hasty, Altur Ardies Hasty) begitu besar cinta dan pengorbanan kalian untuk penulis hingga penulis tak pernah merasakan kehilangan sedikitpun semangat untuk berjuang menghadapi apapun.
2. Bapak Prof. DR (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua Jurusan Program Kesehatan masyarakat terima kasih atas motivasi yang diberikan kepada penulis.
4. Ibu Riastuti Kusuma Wardhani, MKM selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih atas segala masukkan yang diberikan kepada penulis serta
(5)
bimbinganya selama ini dan mohon dibukakan pintu maaf jika selalu merepotkan.
5. Ibu Catur Rosidati, MKM selaku pembimbing kedua yang telah memberikan masukan untuk segala bentuk perbaikan dari skripsi ini dan penulis mengucapkan terimakasih serta permohonan maaf jika selalu merepotkan.
6. Ibu Iting Shofwati, MKKK selaku sekertaris prodi dan dosen yang senantiasa memberikan semangat kepada mahasiswanya.
7. Bapak Alpha Himawan Priambodo selaku pembimbing lapangan PT. Sibelco Lautan Minerals atas segala bentuk motivasi, pengetahuan, dan bimbingan kepada penulis.
8. Bapak Loh Wee Kong selaku General Manager PT. Sibelco Lautan Minerals beserta para staff (Ibu Diana Herawati, Ibu Niken, Pak Ron Ferry Dayan, Pak Walden Siahaan, Pak Marta Rudianto, Pak Hartono, Pak Wahyu, Pak Anton dan yang lainnya), untuk segala bentuk bantuan, ilmu, informasi serta kehangatan yang diberikan kepada penulis selama berada di perusahaan.
9. Segenap karyawan area Plant PT. Sibelco Lautan Minerals yang telah menjadi sampel penelitian ini, “Keep Safety First, Brothers”
10. “Energi Q” (Kemas Tri Septheo) yang tak henti-hentinya memberikan penulis semangat dan curahan kasih sayang serta kesabaran atas segala perihal yang pernah dilakukan selama penulisan skripsi ini.
11. “Abang” Edo Aulia Billyfany yang membukakan gerbang penulis memasuki dunia perindustrian. Hanya Allah yang tahu apa yang pantas abang dapatkan sebagai bentuk limpahan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
(6)
12. Ruswandi Permana atas segala kebaikannya, InsyaAllah segala bentuk kebaikan akan dibalas dengan kebaikan yang berlimpah. Tetaplah tersenyum karena hidup menghadirkan sejuta cinta yang takkan habis-habisnya.
13. “Ge-eR together forever” (Hafifatul Auliya Rahmy, Melli Wulandari, Farida Hidayati, Lisa Ellizabeth Aula) kebersamaan kita tidak akan lekang dimakan waktu, kapanpun dan dimanapun kita berada tetaplah menjadi pelita yang senantiasa bersinar.
14. Orang-orang terbaik dalam sejarah hidupku (Nyimas Fadilah, Nopiar Arisman, Dwi Meiria Andriswana, Lolika Dia Amora serta Denis Agusta) yang selalu memberikan semangat juang’45 dan keceriaan kepada penulis.
15. Teman-teman Kesehatan Masyarakat angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan, semangat serta kompetensi yang berkualitas selama kita berada di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 16. Generasi Oktober yang telah memberikan begitu banyak semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini hingga semangat yang dirasa seolah tak akan pergi dari jiwa kita.
17. “Kemalasanku” yang membuat penulis termotivasi untuk lepas darinya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala bentuk saran dan kritik yang membangun dibutuhkan penulis sebagai upaya perbaikkan. Akhirnya penulis berharap, mudah-mudahan tulisan ini bermafaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.
Jakarta, September 2011 Penulis,
(7)
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG……….. i
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG……….. ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. iii
KATA PENGANTAR……….. iv
ABSTRAK……… vii
DAFTAR ISI……… ix
DAFTAR TABEL……… xii
DAFTAR GAMBAR……… xiv
DAFTAR BAGAN……… xv
DAFTAR LAMPIRAN……… xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1
1.2 Rumusan Masalah………. 6
1.3 Pertanyaan Penelitian……… 7
1.4 Tujuan Penelitian………..……… 8
1.4.1 Tujuan Umum………. 8
1.4.2 Tujuan Khusus……… 8
1.5 Manfaat Hasil Penelitian………..……….. 9
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti………... 9
1.5.2 Manfaat Bagi Civitas Akademika... 9
1.5.3 Manfaat Bagi Perusahaan ... 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian……… 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapasitas Paru-Paru………. 11
2.1.1 Kapasitas Vital Paru (KVP)……… 12
2.1.2 Alat Ukur Kapasitas Vital Paru (KVP)……… 16
2.2 Penyakit Paru Akibat Kerja……… 18
2.3 Partikel Debu……….………. 18
2.3.1 Definisi Debu……….……….. 18
2.3.2 Sifat-Sifat Debu……… 20
2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP)……… 23
2.5 Kerangka Teori…..……….. 34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep... 36
3.2 Hipotesis………. 37
3.3 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran…..……… 38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian………. 40
(8)
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 40
4.3 Populasi dan Sampel………... 40
4.3.1 Populasi ………. 40
4.3.2 Sampel……… 41
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi……….. 42
4.4.1 Kriteria Inklusi……….. 42
4.4.2 Kriteria Eksklusi……… 42
4.5 Pengumpulan Data ………. 43
4.6 Instrumen Penelitian ……… 44
4.7 Cara Pengukuran ………. 51
4.8 Uji Coba Kuisisoner ……….... 53
4.9 Pengolahan Data ……… 56
4.10 Tekhnik Analisa Data……… 56
BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta………. 58
5.1.1 Sejarah dan Lokasi PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta…….. 58
5.1.2 Visi dan Misi PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta……… 59
5.1.3 Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta……….. 60
5.1.4 Gambaran Area Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta….. 62
5.2 Analisis Univariat………. 70
5.2.1 Gambaran Pekerja Bagian Plant Berdasarkan Nilai Kapasitas Vital Paru (KVP) Pada PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……….. 70
5.2.2 Gambaran Pekerja bagian Plant Berdasarkan Konsentrasi Debu Total pada PT. Sibelco Lautan Minerals……….. 71
5.2.3 Gambaran Pekerja bagian Plant Berdasarkan Karakteristik Pekerja PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……. 72
5.3 Analisis Bivariat……….. 77
5.3.1 Hubungan antara Konsentrasi Debu Total dengan KVP pada Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……… 78
5.3.2 Hubungan antara Usia dengan KVP pada Pekerja Bagian PlantPT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……... 78
5.3.3 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan KVP pada Pekerja Bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011………. 78
5.3.4 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan KVP pada Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……….. 79 5.3.5 Hubungan antara Status Gizi dengan KVP pada Pekerja
bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011 81 5.3.6 Hubungan antara Masa Kerja dengan KVP pada Pekerja
(9)
bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011 81 5.3.7 Hubungan antara Penggunaan Masker dengan KVP pada
Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta
Tahun 2011……… 82
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian……… 83
6.2 Kapasitas Vital Paru (KVP)………. 84
6.3 Hubungan Konsentrasi Debu Total dengan KVP………. 87
6.4 Hubungan antara Usia dengan KVP………. 89
6.5 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan KVP……… 91
6.6 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan KVP……… 93
6.7 Hubungan antara Status Gizi dengan KVP………... 95
6.8 Hubungan antara Masa Kerja dengan KVP……….. 97
6.9 Hubungan antara Penggunaan Masker dengan KVP……… 98
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan………. 102
7.2 Saran……… 104
DAFTAR PUSTAKA………. 108 LAMPIRAN………
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Standar KVP………. 13 Tabel 2.2 Kriteria Gangguan Fungsi Paru Menurut
ATS (American Thoracic Society)……… 16 Tabel 2.3 Kategori Tingkat Kebugaran Aktivitas Fisik/Kegiatan
Olahraga……….. 28
Tabel 2.4 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia……… 30 Tabel 4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Penelitian di
PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011………… 55
Tabel 5.1 Nilai Total Debu berdasarkan Area Plant Sibelco Tahun
2010-1011………. 67
Tabel 5.2 Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja bagian Plant
PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011………… 70 Tabel 5.3 Gambaran Konsentrasi Debu Total (KDT) Pekerja
bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals
Jakarta Tahun 2011………... 71
Tabel 5.4 Gambaran Usia Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……….. 72 Tabel 5.5 Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja bagian Plant
PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011………… 73
Tabel 5.6 Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja bagian Plant
PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011………… 74 Tabel 5.7 Gambaran Status Gizi Pekerja bagian Plant
(11)
Tabel 5.8 Gambaran Masa Kerja Pekerja bagian Plant PT. Sibelco
Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……….. 75
Tabel 5.9 Gambaran Penggunaan Masker Pekerja bagian Plant
PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011……….. 76
Tabel 5.10 Hasil Uji Normalitas Data dengan Kolmogorof-Smirnof Z. 77 Tabel 5.11 Distribusi Rata-Rata KVP menurut Kebiasaan Olahraga
pada Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals
Jakarta Tahun 2011……….. 79
Tabel 5.12 Distribusi Rata-Rata KVP Menurut Kebiasaan Merokok pada Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals
Jakarta Tahun 2011……….. 80
Tabel 5.13 Distribusi Rata-Rata KVP Menurut Status Gizi pada Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals
Jakarta Tahun 2011……….. 81
Tabel 5.14 Distribusi Rata-Rata KVP Menurut Penggunaan Masker Pekerja bagian Plant PT. Sibelco Lautan Minerals
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kondisi Lingkungan Kerja PT. Sibelco Lautan Minerals
Jakarta Tahun 2011………... 6
Gambar 2.1 Kerangka Teori………. 35
Gambar 4.1 Pemakaian Personal Dust Sampler………... 52
Gambar 4.2 Pengukuran KVP………. 52
Gambar 5.1 Corong dan Bulktruck Baru pada Proses Packing (Loading)……….. 68
(13)
DAFTAR BAGAN
Bagan 5.1 Proses Produksi Silika………. 64 Bagan 5.2 Proses Produksi Feldspar……… 66
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Wawancara Penelitian Skripsi
Lampiran 2 Lembar Pengukuran Konsentrasi Debu Personal
Lampiran 3 Lembar Pengukuran Status Gizi dan Kapasitas Vital Paru (KVP) Lampiran 4 Lembar Observasi Penggunaan masker dan Aktivitas Merokok Lampiran 5 Lembar identifikasi penyakit yang berhubungan dengan paru
(Skrining Pekerja)
Lampiran 6 Timbangan Tanita HA622-500x500 Lampiran 7 Spirometry System Chestgraph HI-101 Lampiran 8 SKC Personal Sampel Pump 22-PCXR8
(15)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Karbella Kuantanades Hasty Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Sungailiat, 19 Oktober 1989
Alamat : Cempaka putih utara No. 29 Jakarta Pusat Kontak : 083899059993
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
SDN 405 Sungailiat-Bangka : 1995-2001 SMP Negeri 2 Sungailiat-Bangka : 2001-2004 SMA Negeri 1 Sungailiat-Bangka : 2004-2007
PENGALAMAN ORGANISASI
Anggota PAMALAYU BABEL Sie Kajian Islam : 2007-2009 Tutor Gama88-Ciputat : 2008-2010 Tutor Predator-Bintaro : 2011- sekarang
(16)
Saat engaku merasa bahagia berada ditengah-tengah mereka
yang menyayangimu..
Saat engkau merasa sedih namun tetap mampu untuk bahagia
karena mereka yang mencintaimu
Saat rasa bangga dan kecewa datang silih berganti
menghangatkan atmosfir kehidupanmu hingga engkau tahu
betawa besarnya nikmat yang Tuhanmu berikan atas
kesejukkan…..
Hingga akhirnya tiba saat dimana semua energi yang
menghampirimu hilang dan meyisakan kenikmatan pertemuan
dengan Rab
bmu….
Ketahuilah, sesungguhnya kalian adalah energi-energiku yang
tak akan bisa tergantikan…
Terima kasih untuk segala rasa, dan maaf untuk segala bentuk
kekhilafan…
<Keluarga tercinta, Guru/Dosen, Sahabat (Ge-eR),
orang-orang yang mencintai dan mengenal penulis>
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya pajanan terhadap debu tertentu karena pada dasarnya saluran pernafasan merupakan salah satu bagian yang paling mudah terpapar oleh bahan-bahan yang mudah terhirup yang terdapat di lingkungan. Di negara yang sedang berkembang ditemukan banyak orang yang bekerja pada industri pengolahan bahan baku keramik. Seperti telah diketahui bahwa industri bahan baku pembuatan keramik adalah industri yang menghasilkan banyak debu baik dari mulai pengolahan bahan baku hingga sampai pada proses pengepakan yang mengakibatkan pekerja terpajan dengan debu (Siregar, 2004). Ada banyak bahan baku mineral yang diolah pada jenis industri ini diantaranya adalah pasir silika dan feldspar.
Pada dasarnya ada berbagai macam bahaya di tempat kerja yang bisa mengancam kesehatan pekerja maupun orang-orang yang berada di sekitar lingkungan perusahaan. Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya dapat mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan. Namun untuk jenis industri bahan baku keramik, akibat dari proses mekanis dari
(18)
material padatan seperti penghancuran, penggrindaan, maupun penggilingan bahan baku akan menghasilkan partikel padat yang biasa disebut dengan debu.
Hal inilah yang sering menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan ataupun dapat mengganggu nilai Kapasitas Vital Paru. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru yang dimulai dari penyakit saluran nafas kecil bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Adapun Penyakit-penyakit dari saluran nafas kecil adalah merupakan awal dari terjadinya COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 2007, diantara semua penyakit akibat kerja 30% sampai 50% adalah penyakit silikosis dan penyakit pneumokoniosis lainnya. Selain itu juga, ILO (International Labour Organization) mendeteksi bahwa sekitar 40.000 kasus baru pneumokoniosis (penyakit saluran pernafasan) yang disebabkan oleh paparan debu tempat kerja terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya.
Debu yang terhirup oleh tenaga kerja menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila konsentrasi debu melebihi nilai ambang batas. Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir
(19)
makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat (Yunus,1997).
Sebagian besar penyakit paru akibat kerja mempunyai akibat yang serius. Lebih dari 3% kematian akibat penyakit paru kronik di New York adalah berhubungan dengan pekerjaan (WHO, 2007). Sebuah studi kasus kontrol di Mesir pada pekerja industri keramik didapatkan hasil bahwasannya pekerja yang terpapar debu keramik lebih banyak ditemukan gejala terhadap saluran pernafasan seperti batuk, demam dan produksi sputum dibandingkan dengan kelompok kontrol (Hisham, 2010).
Kasus pneumokoniosis menempati urutan pertama Occupational Diseases (OD) di Negara Jepang dan China (ILO, 2005). Sebuah studi cross sectional yang dilakukan di Iran terhadap pekerja industri bahan baku keramik didapatkan hasil yang signifikan antara paparan debu terhadap KVP dibawah normal pada pekerja produksi bahan baku. Selain itu juga, hasil dari test rontgen dada menunjukkan bahwa telah terjadinya abnormalitas pada paru-paru pekerja (Neghab, 2007).
Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu terutama dari bahan baku industri keramik diperkirakan cukup banyak, meskipun data yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai HIPERKES (Higyne Perusahan dan Kesehatan) Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di 8 perusahaan semen
(20)
bukanlah industri keramik, namun memiliki jenis debu yang sama yaitu debu anorganik diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restrictive, 1% responden yang mengalami obstructive, dan 1% responden yang mengalami combination (kombinasi). Kemudian, studi kasus epidemiologi secara cross sectional pada populasi pekerja industri keramik “A” di Kabupaten Tanggerang didapatlah hasil bahwasannya variabel kebiasaan merokok, status gizi, dan usia pekerja mempengaruhi kelainan fungsi paru pekerja (Siregar, 2004).
Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru, sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kelainan fungsi atau penurunan nilai kapasitas paru. Kelainan tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang bersifat profresif dan ireversibel (tidak dapat kembali normal) dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja.
Indonesia memiliki empat (4) buah perusahan yang bergerak dibidang pengadaan bahan baku keramik dan kaca yaitu PT. Mark Dynamic, PT. Arwana Citra Mulia Tbk, PT. Tri Marga Jaya Hutama dan PT. Sibelco Lautan Minerals. Adapun dari keempat perusahaan ini yang terbesar adalah PT. Sibelco Lautan Minerals (Kemendagri, 2009). Perusahaan ini mengolah bahan baku keramik seperti pasir silika dan feldspar yang sudah pasti menghasilkan debu pada proses produksi hingga pendistribusiannya. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-01/MEN/1997 Nilai Ambang Batas (NAB) untuk debu total lingkungan kerja adalah 10 mg/m3.
(21)
Data hasil pemantauan lingkungan terhadap konsentrasi debu tahun 2010 yang dilakukan pihak perusahaan pada tiga titik (gudang nepheline, grinding mill, packing machine) area plant produksi didapatkanlah hasil konsentrasi debu yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) sebesar 11.27 mg/m3 pada area packing. Sementara pada area lain, dibagian produksi seperti area stock pile tidak dilakukan pemantauan konsentrasi debu. Kemudian pada area office dilakukan pemantauan pada satu titik yaitu laboratorium dan menghasilkan konsentrasi debu yang berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu sebesar 1.143 mg/m3.
Berdasarkan data hasil tes spirometri yang dilakukan di PT. Sibelco Lautan Minerals pada tahun 2009 sampai 2011 khususnya pada pekerja bagian plant didapatlah peningkatan jumlah presentase KVP dibawah normal setiap tahunnya. Pada tahun 2009 terdapat sebesar 7,69% pekerja yang menderita KVP dibawah normal, kemudian tahun 2010 meningkat menjadi 15,39% dan pada tahun 2011 kembali meningkat hingga 23,08%. Selain itu juga, pada pekerja bagian plant yang telah diwawancarai terdapat keluhan subjektif yang dirasakan 7 dari 10 pekerja seperti batuk kering, sesak nafas dan kelelahan umum.
Selain itu juga, gangguan faal paru tidak hanya disebabkan oleh konsentrasi debu yang tinggi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti usia, masa kerja, pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) jenis masker, riwayat merokok dan riwayat penyakit (Sirait, 2010). Kemudian, adanya kebiasaan merokok yang dilakukan oleh
(22)
beberapa pekerja dilingkungan kerja ketika waktu istirahat atau bahkan pada jam kerja di area plant akan membuat kondisi lingkungan tempat kerja dan diri pekerja sendiri lebih beresiko terhadap gangguan kesehatan terutama gangguan terhadap sistem pernafasan termasuk di dalamnya paru-paru. Oleh karena itulah peniliti ingin mengetahui hubungan lingkungan tempat kerja dan karakteristik pekerja dengan KVP pada pekerja bagian plant pada PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta pada tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Kapasitas Vital Paru (KVP) yang buruk pada seseorang dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi debu yang terhirup oleh orang tersebut. Namun, nilai KVP seseorang tidak hanya disebabkan oleh konsentrasi debu yang tinggi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti usia, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri jenis masker, riwayat merokok dan riwayat penyakit (Sirait, 2010). Adapun berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-01/MEN/1997 Nilai Ambang Batas (NAB) untuk debu total lingkungan kerja adalah 10 mg/m3.
Gambar 1.1
(23)
Berdasarkan hasil pemantauan lingkungan kerja pada salah satu area plant PT. Sibelco Lautan Minerals menghasilkan konsentrasi debu melibihi NAB yaitu sebesar 11.27 mg/m3 dan terdapat keluhan subjektif yang dirasakan oleh 7 dari 10 pekerja bagian plant tersebut seperti batuk kering, sesak nafas, dan kelelahan umum. Selain itu juga adanya aktifitas merokok yang dilakukan oleh para pekerja di lingkungan kerja akan membuat kondisi lingkungan tempat kerja dan diri pekerja sendiri lebih beresiko terhadap gangguan kesehatan terutama gangguan terhadap sistem pernafasan termasuk didalamnya paru-paru. Oleh karena itulah peneliti ingin mengetahui hubungan lingkungan tempat kerja dan karakteristik pekerja dengan KVP pada pekerja bagian plant pada PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta pada tahun 2011.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran KPV pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011?
(24)
2. Bagaimana gambaran lingkungan tempat kerja (konsentrasi debu) pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (usia, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dan penggunaan masker) pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011?
4. Apakah lingkungan tempat kerja (konsentrasi debu) berhubungan dengan KVP pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011?
5. Apakah karakteristik pekerja (usia, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dan penggunaan masker) berhubungan dengan KVP pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan lingkungan tempat kerja dan karakteristik pekerja dengan KVP pada pekerja bagian plant pada PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta pada tahun 2011..
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran KPV pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011.
(25)
2. Diketahuinya gambaran lingkungan tempat kerja (konsentrasi debu) pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dan penggunaan masker) pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011.
4. Diketahuinya hubungan lingkungan tempat kerja (konsentrasi debu) dengan KVP pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011.
5. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerja (usia, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dan penggunaan masker) dengan KVP pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011
1.5 Manfaat Hasil Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman penelitian sehingga dapat diterapkan dalam praktik sesungguhnya.
(26)
Memberikan manfaat bagi program kesehatan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut pada industri pengadaan bahan baku keramik didaerah tempat penelitian maupun ditempat lain.
1.5.3 Manfaat Bagi Perusahaan
1. Memberikan gambaran tentang faktor-faktor berhubungan dengan KVP pekerjanya khususnya pekerja bagian plant.
2. Memberikan solusi alternatif pada perusahaan mengenai hasil penelitian yang diperoleh melalui uji statistik.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada perusahan pengolah bahan baku keramik yaitu PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta pada bulan April hingga September tahun 2011. Desain penelitian ini adalah crossectional bersifat kuantitatif untuk mengetahui hubungan lingkungan tempat kerja dan karakteristik pekerja dengan KVP pada pekerja bagian plant. Penelitian ini dilakukan karena adanya konsentrasi debu pada area plant yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) debu di tempat kerja yaitu 11.27 mg/m3 dari NAB sebesar 10 mg/m3 (Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja nomor 01 tahun 1997). Kemudian data hasil spirometri pekerja bagian plant mengalami kecenderungan peningkatan jumlah pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru tiap tahunnya dari 7.69% (2009),
(27)
15.39% (2010) dan 23.08% (2011). Selain itu juga, terdapat keluhan subjektif seperti batuk kering, sesak nafas dan kelelahan umum pada beberapa pekerja bagian plant. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan spirometri, pengisian kuisioner dan pengukuran kosentrasi debu total yang diterima pekerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapasitas Paru-Paru
Dalam penguraian peristiwa-peristiwa dalam sirkulasi paru, kadang-kadang di perlukan untuk menyatukan dua volume atau lebih. Kombinasi seperti itu disebut sebagai kapasitas paru. Menurut Guyton (1997), kapasitas paru dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Kapasitas inspirasi (IC)
Inspiration Capacity (IC) adalah jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum (kira-kira 3500 mL). Nilai kapasitas ini merupakan hasil dari penjumlahan nilai volume tidal (VT) dengan volume cadangan inspirasi (IRV).
(28)
Fungtional Residual Capacity (FRC) adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 mL). Nilai kapasitas ini hasil dari penjumlahan volume cadangan inspirasi (IRV) ditambah volume cadangan ekspirasi (ERV).
3) Total Lung Capacity (TLC)
Kapasitas paru total (TLC) adalah volume maksimum di mana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira 5800 mL).
4) Vital capacity (VC/KPV)
Kapasitas vital paru (VC) adalah jumlah gas yang dapat diekspirasisetelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80 % TLC) Besarnya adalah 4800 ml.
2.1.1 Kapasitas Vital Paru (KVP)
Kapasitas Vital Paru (KVP) adalah kemampuan paru untuk menghisap atau menghembuskan udara secara maksimal (Usin, 2000). Nilai KVP sama dengan volume cadangan inspirasi (IRV) ditambah volume tidal (VT) dan volume cadangan ekspirasi (ERV). Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600
(29)
mL) (Guyton, 1997). Adapun nilainya diukur dengan cara individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001).
Ada dua macam kapasitas vital berdasarkan cara pengukurannya:
1) Vital Capacity (VC): pada pengukuran jenis ini individu tidak perlu melakukan aktivitas pernafasan dengan kekuatan penuh
2) Forced Vital Capacity (FVC): pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan maksimal
Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa, tetapi pada keadaan ada gangguan obstruktif terdapat perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa. Adapun standar KVP dibagai kedalam perbedaan jenis kelamin adalah:
Tabel 2.1 Nilai Standar KVP
Usia Laki-Laki Perempuan
4 700 600
(30)
6 1070 980
7 1300 1150
8 1500 1350
9 1700 1550
10 1950 1740
11 2200 1950
Usia Laki-Laki Permpuan
12 2540 2150
13 2900 2350
14 3250 2480
15 3600 2700
16 3900 2700
17 4100 2750
18 4200 2800
19 4300 2800
20 4320 2800
21 4320 2800
22 4300 2800
23 4280 2790
24 4250 2780
25 4220 2770
26 4200 2760
27 4180 2740
28 4150 2720
29 4120 2710
(31)
31-35 3900 2640
36-40 3800 2520
41-45 3600 2390
46-50 3410 2250
51-55 3240 2160
56-60 3100 2060
Usia Laki-Laki Permpuan
61-65 2970 1960
(Sumber: Koesyanto, 2005)
Pengukuran KVP seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru khususnya ventilasi paru-paru dan dinding dada. Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernafasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Hasil dari tes fungsi paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu penyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran KVP dibawah normal yang dapat dibedakan atas:
a. Kelainan obstruktif (kelainan pada ekspirasi)
Setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran nafas. Kelainan obstruktif akan mempengaruhi kemampuan ekspirasi.
(32)
Gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif mempengaruhi kemampuan inspirasi (Price, 1995).
Adapun kriteria gangguan fungsi paru yang dibagi kedalam 4 kriteria, yaitu:
Tabel 2.2
Kriteria Gangguan Fungsi Paru Menurut ATS (American Thoracic Society)
KVP (%) Kategori
≥ 80% 60-79% 51-59% ≤ 50%
Normal
Restriksi ringan Restriksi sedang Restriksi berat
2.1.2 Alat Ukur Kapasitas Vital Paru (KVP)
Adapun alat yang dapat digunakan untuk mengukur KVP adalah spirometri. Spirometri merupakan alat dengan metode sederhana yang dapat mengukur volume paru utama yang nantinya akan dijumlahkan tergantung kebutuhan untuk mendapatkan nilai kapasitas paru utama. Untuk nilai volume paru utama yang diperoleh dibagi atas volume statis paru dan volume dinamis paru yang terdiri dari:
(33)
a. Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.
b. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml
c. Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidal normal.
d. Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidal normal.
2) Volume dinamis paru
Volume ini dihitung melalui nilai Force Vital Capacity (FVC) yang merupakan volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa atau kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik, normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter. Pada orang normal persentase kapasitas vital kuat yang dikeluarkan pada detik pertama (FEV1/FVC%) adalah 80%. Pada obstruksi saluran nafas yang serius, yang sering terjadi pada asma akut,
(34)
kapasitas ini dapat berkurang menjadi kurang dari 20% (Guyton, 1994).
2.2 Penyakit Paru Akibat Kerja
Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu industri terutama pada konsentrasi debu yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis (silikosis, asbestosis, beriliosis), hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja serta kanker paru. Penyakit paru kerja terbagi atas 3 bagian yaitu :
1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain worker’s disease), debu kayu.
2. Akibat debu anorganik (pneumoconiosis), misalnya debu silica (silikosis), debu asbes (asbestosis), debu timah (Stannosis).
3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).
Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah lanjut.
(35)
2.3.1 Definisi Debu
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Deposit Particulate Matter
Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini akan segera mengendap karena daya tarik bumi.
2. Suspended Particulate Matter
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. (Pudjiastuti, 2002)
Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat,
(36)
peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik. Adapun debu tersebut terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair. Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat menjadi 3 macam :
a. Dust
Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar. Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru
b. Fumes
Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan timbal (Plumbum).
c. Smoke
Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan berukuran sekitar 0,5 mikron.
(37)
Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan baku atau hasil produksi. Adapun sifat-sifat debu adalah sebagai berikut :
1. Sifat Pengendapan
Debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.
2. Permukaan cenderung selalu bersih
Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.
3. Sifat Penggumpalan
Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
(38)
4. Debu Listrik Statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Opsis adalah partikel yang basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
Partikel debu melayang (Suspended Particulated Metter) adalah suatu kumpulan senyawa dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,5 mikron sampai 25 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat masuk melalui saluran pernafasan.
Debu yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran nafas bagian atas, kemudian yang
(39)
berukuran antara 3-5 mikron tertahan dan tertimbun pada saluran nafas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1-3 mikron disebut debu respirable merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar masuk alveoli, bila membentur alveoli maka dapat tertimbun ditempat tersebut. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara (WHO, 1990).
2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP)
Nilai KVP merupakan suatu gambaran dari fungsi sistem pernafasan. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sehingga frekuensi lama seseorang bekerja pada lingkungan tempat kerja yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja (karakteristik pekerja) merupakan hal utama yang berhubungan dengan KVP (Widodo, 2007). Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan Tempat Kerja
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Kesehatan Nomor 1 Tahun 1970 dikatakan bahwa tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau
(40)
sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Adapun sumber bahaya yang berhubungan dengan nilai KVP pekerja khusunya perusahaan pengadaan bahan baku keramik adalah debu.
Debu yang memapar pekerja dapat dilihat dari ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama paparan serta bentuk dari debu itu sendiri. Pada dasarnya tingkat kelarutan debu pada air dapat mengindikasikan tingkat bahan dalam debu larut dan dengan mudah dapat masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Semakin tinggi konsentrasi debu, maka semakin besar pula kemungkinan menimbulkan keracunan maupun gangguan terhadap paru (Faridawati, 1995).
2) Karakteristik Pekerja
Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah sebagai hasil dari kerjanya. Karakteristik pekerja merupakan hal-hal yang ada pada diri pekerja yang akan berdampak pada hasil kerja dan dalam hal ini kesehatan individu itu sendiri. Adapun yang termasuk hal-hal yang termasuk kedalam karakteristik pekerja yang berhubungan dengan KVP adalah:
(41)
Usia merupakan variabel yang penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi paru karena usia mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru terutama yang disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta faktor lain yang akan memperburuk kondisi paru. Penurunan KVP dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan KVP akan cepat setelah usia 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai maksimum pada usia 19 sampai 21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia (Budiono, 2007).
Berdasarkan penelitian Mengkidi (2006), pada populasi pekerja pabrik semen di Sulawesi Selatan yang terpapar dengan debu semen menunjukkan bahwa usia merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Selain itu juga, pada keadaan normal usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat
(42)
dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifudin, 1997).
b. Jenis Kelamin
Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1L.
c. Kebiasaan merokok
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Apabila kondisi lingkungan kerja seorang perokok memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka maka dapat menyebabkan gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FVC dan FEV1). Debu yang tertimbun dalam paru akan menyebabkan fibrosis (pengerasan jaringan paru), sehingga dapat menurunkan KVP. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif (Anshar, 2005).
(43)
Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes, 2003). Tenaga kerja yang merokok dan berada dilingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok (Mengkidi, 2006). Selain itu juga menurut Gold et al (2005) juga menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut akan dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu:
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : > 600
(44)
Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik.Gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga, sebaliknya latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat (Sahab, 1997).
Kapasitas Vital Paru (KVP) dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atlet lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Hall, 1997). Menurut Guyton (1997), kebiasaan olah raga akan meningkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40%.
Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik sedikit banyak membantu meningkatkan kebugaran fisik. Namun terdapat perbedaan dalam tingkat dan komponen-komponen kebugaran fisik yang ditingkatkan.
Tabel 2.3
Kategori Tingkat Kebugaran Aktivitas Fisik/Kegiatan Olahraga No Tingkat Kebugaran Jenis Kegiatan Olahraga
(45)
1. Sangat Baik Tarian aerobic Bersepeda Bulutangkis Basket Jogging/lari Sepak bola
Bolanet Berenang
No Tingkat Kebugaran Jenis Kegiatan Olahraga
2. Baik Beladiri Sepak takraw
Latihan berirama Bola voli Tenis meja Berjalan
Tenis
3. Minimal Golf Binaraga
Bowling
Kebugaran aerobik*: Kebugaran dari paru, jantung dan peredaran darah. Kebiasaan berolahraga tersebut dilakukan 3-5 kali seminggu. Sumber: Giam.C.K (1996)
e. Status Gizi
Kesehatan dan daya kerja erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit dan keracunan. Status gizi juga berperan terhadap kapasitas paru. Orang dengan postur kurus panjang biasanya kapasitas vital paksanya lebih besar dari orang dengan postur gemuk pendek.
Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi untuk bekerja akan diambil dari cadangan sel tubuh. Kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan fisiologis terganggu.
(46)
Menurut Sridhar (1999) secara fisiologis seseorang dengan status gizi yang kurang maupun lebih dapat mengalami penurunan KVP yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru.
Adapun status gizi diukur menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT = BB (kg)
TB2(m)
Tabel 2.4
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia Kategori
IMT
IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat rendah
< 17 17.0-18.5
Normal >18.5-25.00
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat berat
25.00-27.00 >27.0 (Supariasa, 2001)
f. Riwayat penyakit Saluran Pernafasan
Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit (Ganong, 2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dan pada kelemahan otot pernapasan (Price, 1995). Selain itu
(47)
juga, adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur, 1996).
g. Penggunaan Masker
Pekerja yang aktivitas pekerjaannya banyak terpapar oleh partikel debu memerlukan alat pelindung diri berupa masker untuk mereduksi jumlah partikel yang kemungkinan dapat terhirup. Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan. Masker dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu agar risiko paparan debu yang dapat terinhalasi ke paru-paru sehingga terjadi pengendapan partikel dan akhirnya mengurangi nilai KVP dapat diminimalisir (Carlisle, 2000).
h. Masa Kerja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan dan sebagainya) (KBBI, 2001). Penelitian Yuli (2005) dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru yang salah satu didalamnya adalah nilai KVP pada pekerja. Menurut Morgan dan Parkes dalam Faridawati (1995) waktu yang dibutuhkan seseorang
(48)
yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan KVP kurang lebih 10 tahun.
Masa kerja dapat dikategorikan menjadi:
1. masa kerja baru ( < 5 tahun )
2. masa kerja lama ( ≥ 5 tahun )
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1996).
i. Riwayat Pekerjaan
Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru (Suma’mur, 1996). Hubungan antara penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja ditempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu, hobi, pekerjaan pertama, pekerjaan pada musim-musim tertentu, dan lain-lain (Ikhsan, 2002).
(49)
3) Karakteristik Pekerjaan
a. Jumlah Jam Kerja per Minggu (waktu kerja)
Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja yang terpapar debu dapat digunakan sebagai perkiraan kumulatif paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Rendahnya KVP pada pekerja tergantung pada lamanya paparan serta konsentrasi debu lingkungan kerja. Paparan dengan konsentrasi rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan adanya penurunan nilai KVP dibandingkan dengan paparan tinggi dalam waktu yang singkat (Budiono, 2007)
b. Beban kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, sehingga beban kerja merupakan kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa beban fisik dapat mempengaruhi nilai dari KVP seseorang.
(50)
Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernapasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbondioksida tersebut (Guyton & Hall, 1996).
c. Sikap kerja
Pengertian sikap kerja merupakan kesiapan mental maupun fisik untuk bekerja dengan cara tertentu yang dapat dilakukan dalam kecenderungan tingkah laku pekerja dalam menjalankan aktivitasnya sebagai upaya memperkaya kecakapan dan kelangsungan hidup (Maryani, 2005).
2.5 Kerangka Teori
Kerangka teori (gambar 2.1) diperoleh dari hasil modifikasi berbagai sumber. Faridawati (1995) menyatakan bahwasannya paparan debu dapat menyebabkan keracunan maupun gangguan terhadap paru. Kemudian untuk faktor karakteristik individu dan beban kerja diperoleh dari teori Guyton dan Hall (1997) yang mengatakan bahwa jenis kelamin dan kebiasaan olahraga berhubungan dengan nilai KVP. Selain itu juga jumlah jam kerja perminggu, usia (Budiono, 2007), kebiasaan merokok (Depkes, 2003), status gizi (Sridhar, 1999), riwayat penyakit saluran pernafasan (Ganong, 2002), penggunaan masker (Carlisle, 200), masa kerja (Faridawati, 1995), sikap kerja (Maryani, 2005) dan riwayat pekerjaan (Suma’mur, 1996) juga turut berperan terhadap nilai Kapasatas Vital Paru (KVP) seseorang.
(51)
Berdasarkan hasil dari modifikasi tersebut dapat digambarkan sebuah kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi dari (Budiono, 2007; Carlisle, 2000; Depkes, 2003; Faridawati, 1995; Ganong, 2002; Guyton,1997; Hall, 1997; Maryani, 2005; Sridhar, 1999; Suma’mur, 1996)
Lingkungan Tempat Kerja
Debu : ( konsentrasi , ukuran partikel, daya larut, sifat kimiawi, lama debu sampai ke paru dan bentuk debu) Karakteristik Pekerja:
-Riwayat Penyakit Saluran Pernafasan - Usia - KebiasaanOlahraga - Masa Kerja
- Penggunaan Masker - Status Gizi - Riwayat Pekerjaan
-Kebiasaan Merokok -Jenis Kelamin
Kapasitas
Vital
Paru
Karakteristik Pekerjaan :
(52)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Variabel yang akan diteliti terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas terdiri dari konsentrasi debu, usia, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dan penggunaan masker sedangkan variabel terikatnya adalah KVP pekerja. Selain itu juga, ada variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini yaitu jenis kelamin, riwayat penyakit saluran pernafasan, riwayat pekerjaan serta faktor pekerjaan.
Faktor lingkungan kerja dalam hal ini terkait dengan debu (ukuran partikel, daya larut, sifat kimiawi, lama paparan dan bentuk debu) tidak diteliti karena debu pada area kerja plant terdiri atas 2 (dua) debu yang utama dari bahan baku yang telah bercampur sehingga tidak bisa diketahui debu yang akan diukur berasal dari bahan baku yang mana. Selanjutnya untuk faktor karakteristik pekerjaan tidak diteliti karena seluruh pekerja memiliki waktu kerja yang sama yaitu 8 jam kerja (homogen), kemudian tidak ada perbedaan beban kerja dan sikap kerja yang dapat
(53)
mempengaruhi KVP seperti aktivitas fisik dari pekerjaan, posisi kerja yang berbeda ketika berada di sumber debu serta ventilasi pada area plant.
Jenis kelamin pekerja tidak diteliti karena seluruh pekerja bagian plant adalah berjenis kelamin laki-laki. Kemudian untuk riwayat penyakit saluran pernafasan tidak diteliti karena seseorang yang telah mengalami penyakit saluran pernafasan secara otomatis akan menurunkan nilai KVP. Selain itu juga, berdasarkan hasil survey pendahuluan didapat bahwa hampir seluruh pekerja yang masuk ke perusahaan ini adalah fresh graduate, sehingga variabel riwayat pekerjaan tidak menjadi variabel pada penelitian ini. Adapun kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Lingkungan Tempat Kerja
Karakteristik Pekerja
3.2 Hipotesis
Kapasitas
Vital Paru
UsiaKebiasaan Olahraga Kebiasaan Merokok Status Gizi
Masa Kerja
Penggunaan Masker Konsentrasi debu
(54)
1. Ada hubungan antara lingkungan tempat kerja dengan KVP pada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011
2. Ada hubungan antara karakteristik pekerja dengan KVP pada pekerja bagian plant pada PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011
(55)
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode cross sectional karena pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan. Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, murah, ekonomis dalam hal waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini bersifat analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan lingkungan tempat kerja dan karakteristik pekerja dengan KVP pekerja pada bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta dari bulan April sampai dengan Agustus 2011.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta pada tahun 2011 yang berjumlah 61 orang. Adapun jumlah karyawan dalam tiap bagiannya pada area plant adalah sebagai berikut:
(56)
1). Bagian Produksi terdapat 41 pekerja
2). Bagian Mekanik terdapat 11 pekerja
3). Bagian Quality Control terdapat 9 pekerja
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini merupakan sampel jenuh pada pekerja bagian plant PT.Sibelco Lautan Minerals Jakarta. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus uji hipotesis beda proporsi 2 tail (1-α/2):
n = (Z1-α/2V2P(1-P)+Z1-βVp1(1-p1)+p2(1-p2))2
(p1-p2) 2
Keterangan :
n = besar sampel
Z1-a/2 = derajat kemaknaan (CI) pada α tertentu
P = proporsi rerata
p1 = proporsi pekerja yang tidak menggunakan masker yang mengalami gangguan KVP pada penelitian sebelumnya (0.5) (Widodo, 2007) p2 = proporsi pekerja yang menggunakan masker yang mengalami
gangguan KVP pada penelitian sebelumnya (0.15) (Widodo, 2007)
sehingga :
n = (1.96V2x0.325(1-0.325)+0.84V0.05(1-0.5)+0.15(1-0.15))2 (0.5-0.15)2
(57)
Hasil dari perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel yang harus diambil adalah 27 pekerja. Jadi, sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar 27 pekerja dikalikan dua (2) karena menggunakan uji hipotesis dua proporsi segingga jumlah sampel yang harus diambil adalah sebesar 54 pekerja. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah sampel minimal sehingga jumlah keseluruhan sampel sebesar 60 pekerja. Karena jumlah perja pada bagian plant ada sebanyak 61 orang maka sampel yang digunakan adalah sampel jenuh yaitu sebanyak 61 pekerja.
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.1 Kriteria lnklusi
Kriteria inklusi adalah syarat yang harus dipenuhi agar responden dapat menjadi sampel penelitian. Adapun kriteria pada penelitian ini adalah pekerja yang menjadi responden dalam keadaan sehat dari penyakit paru dan pernafasan seperti bronchitis, radang paru, TBC paru, asma dan alergi saluran pernafasan, dan lain-lain dengan asumsi bahwa penyakit yang berhubungan dengan salauran pernafasan dan paru tersebut sudah pasti akan berhubungan dengan nilai KVP. Hal ini di screening melalui wawancara terhadap pekerja sebelum penelitian dilakukan.
(58)
4.4.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah syarat yang tidak dapat dipenuhi oleh responden supaya dapat menjadi sampel. Adapun kriteria tersebut adalah responden menolak berpartisipasi dalam penelitian.
4.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer diperoleh langsung dari responden, melalui:
1. Wawancara dan Observasi Lapangan
Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian (Marzuki, 2002). Dalam hal ini dilakukan tanya jawab atau wawancara secara langsung kepada pekerja bagian plant PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta tahun 2011 dan diisi kedalam kuisioner penelitian.
Untuk observasi akan dilakukan oleh peneliti langsung kepada para pekerja yang ada pada area plant. Data observasi berupa kondisi dan penggunaan masker serta aktivitas merokok pada smoking area akan dimasukkan kedalam lembar observasi yang telah disediakan.
2. Pengukuran KVP
Metode ini dilakukan dengan cara pengukuran paru pekerja menggunakan alat spirometer secara langsung terhadap responden.
(59)
3. Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT)
Metode ini dilakukan dengan cara mendapatkan hasil pengukuran tinggi badan dan pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak.
4. Pengukuran Konsentrasi Debu Terhirup
Pengukuran debu terhirup menggunakan alat Personal Dust Sampler (PDS) yang berisi kertas filter yang akan menangkap debu yang memapar pekerja. Alat ini dilengkapi dengan pompa yang akan menghisap debu dari udara kedalam filter dengan menggunakan laju alir tertentu.
4.6 Instrumen Penelitian
Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen spirometri untuk KVP, Personal Dust Sampler (PDS), timbangan injak, meteran, lembar skrining pekerja, lembar pengukuran lingkungan kerja, lembar pengukuran status gizi dan KVP, lembar observasi serta kuisioner yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur KVP pekerja. Data hasil pengukuran ini didapatkan melalui cara pengukuran fungsi paru pekerja dengan menggunakan alat spirometer merk Chest tipe HI-101. Adapun cara pengukuran kapasitas paru pekerja adalah sebagai berikut :
(60)
1) Alat spirometri yang akan digunakan dihisupkan terlebih dahulu dengan menekan tombol On pada alat.
2) Masukkan tube atau pipa untuk meniupkan udara pada alat.
3) Tekan tombol start dengan kondisi tube telah masuk ke dalam mulut tanpa ada sedikitpun udara yang keluar melalui mulut.
4) Mengambil udara (inspirasi) kemudian mengeluarkannya (ekspirasi) pada tube yang telah berada di dalam mulut secara perlahan (dilakukan sebanyak tiga kali).
5) Setelah selesai, buka mulut untuk mengambil nafas sejenak untuk kemudian melakukan respirasi ulang ke dalam tube secara paksa (maksimal) (dilakukan sebanyak tiga kali).
5) Baca hasil pengukuran pada display dan kertas print out yang keluar.
2. Personal Dust Sampler (PDS)
Personal Dust Sampler (PDS) adalah alat yang digunakan untuk mengukur konsentrasi debu dengan prinsip kerja menghisap udara dengan kecepatan tertentu (1.7 Liter/menit) melalui kertas filter sehingga udara yang melalui pipa akan tersaring oleh filter yang mempunyai berat tertentu. Tipe PDS yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe SKC model 224-PCXR8.
(61)
Cara penggunaan alat:
1). Pasang filter pada PDS, alat di “ON” kan dan atur flow meter.
2). Pasangkan holder pada krah baju selama 4 jam.
3) Filter diambil, kemudian ditimbang (berat filter terisi).
4) Jika sudah selesai matikan alat dengan menekan OFF.
3. Timbangan Analitik
Timbangan analitik adalah alat yang digunkan untuk menimbang filter kosong dan filter terisi yang akan dan telah dipasang pada PDS.
Cara penggunaan alat:
1) Sambungkan alat dengan arus listrik
2) Tekan tombol ON/OFF, kemudian muncul angka 8888, tunggu sampai berubah 0
3) Pasangkan kertas filter ke timbangan
4) Catat berat filter dalam gram
5) Filter diambil, matikan alat dengan menekanan tombol ON/OFF
Hasil penimbangan filter dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Konsentrasi debu = (W2 – W1) – (Wb – Wa) X 106 V
(62)
Keterangan :
W1 : berat filter uji awal (gram) W2 : berat filter uji akhir (gram) Wa : berat filter awal blangko (gram) Wb : berat filter akhir blangko (gram) V (volume udara) = F x t (m3)
F (flow rate) = rata-rata flow rate X Pa X 2980 K (m3/menit) 760 mm Hg Ta
Keterangan :
t : waktu sampling (menit) Pa : tekanan udara (mm hg)
Ta : temperatur udara (temperatur rata-rata + 2730 K)
4. Timbangan Badan
Timbangan badan adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur berat badan dari tubuh pekerja dengan merk Tanita HA622 500 x 500 cm. Pengukuran ini dilakukan sebanyak tiga kali (3) untuk mengurangi bias dan validasi hasil pengukuran dan setiap melakukan pengukuran terlebih dahulu memastikan jarum timbangan berada pada angka 0.
5. Meteran
Meteran adalah sutau alat yang digunakan untuk mengukur tinggi tubuh manusia yang dimulai dari ujung kaki hingga ujung lapisan kepala.
(63)
Cara penggunaan alat:
1). Pekerja berdiri tegak.
2). Lalu meteran diukur dari ujung kaki hingga ujung lapisan kepala.
6. Lembar Skrining Pekerja
Lembar skrining pekerja digunakan untuk menyaring pekerja yang tidak dimasukkan kedalam sampel penelitian (kriteria inklusi). Lembar skrining ini berisi pertanyaan tentang gejala-gejala beberapa penyakit yang berhubungan dengan terjadinya penurunan nilai KVP pekerja. Lembar ini terdiri atas 7 (tujuh) pertanyaan dimana ketika pekerja menjawab tidak pada soal nomor 1 (satu), maka pekerja dapat masuk ke dalam sampel penelitian.
7. Lembar Pengukuran Status Gizi dan KVP
Lembar ini berfungsi untuk mencatat rata-rata berat badan dan tinggi badan masing-masing responden untuk kemudian mendapatkan nilai dari status gizi pekerja tersebut. Nilai KVP didapat melalui data medical check up untuk kemudian dipindahkan ke dalam lembar ini untuk mempermudah pengumpulan data.
8. Lembar Observasi Kondisi Masker, Penggunaan Masker dan Aktivitas Merokok Pekerja
Lembar observasi ini digunakan untuk memeriksa kondisi masker responden termasuk didalamnya adalah kondisi dari filter atau penyaring
(64)
debu yang terdapat dalam masker. Penggunaan masker pada area kerja akan diobservasi oleh peneliti dan aktivitas merokok di smoking area dilakukan untuk validasi data hasil wawancara.
9. Kuisioner
Kuisioner yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan variabel independen yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP yaitu: usia, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, masa kerja dan penggunaan masker.
a. Usia
Variabel usia diukur berdasarkan jawaban responden pada kuisioner bagian A2. Variabel ini ditegakkan berdasarkan tanggal lahir, bulan dan tahun dimana responden dilahirkan.
b. Kebiasaan Olahraga
Variabel kebiasaan olahraga didapat dari kuisioner bagian C yang bersifat semi terbuka. Variabel ini dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu “Tidak Olahraga” apabila responden menjawab “tidak” pada pertanyaan C1. Kemudian untuk kategori “Olahraga” didapat dari pertanyaan C2. Pertanyaan ini berisi tentang jenis kegiatan olahraga, frekuensi olahraga selama satu minggu, dan lama
(65)
durasi olahraga. Kemudian pertanyaan berikutnya berisi tentang sejak kapan melakukan kegiatan tersebut secara rutin.
c. Kebiasaan Merokok
Pada penelitian ini, peneliti mengetahui kebiasaan merokok responden dari jawaban responden yang terdapat pada kuisioner bagian D. Bagian ini terdiri atas 9 (smbilan) pertanyaan untuk kemudian dari jawaban tersebut akan diketegorikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu: tidak merokok, mantan perokok dan merokok. Kebiasaan merokok kategori “Tidak Merokok” dan “Merokok” didapat dari jawaban pada pertanyaan D1 dan kemudian dilanjutkan pada pertanyaan D5 bagi yang menjawab “Tidak” untuk menggali apakah dulu pernah merokok atau tidak. Responden yang menjawab “Ya” pada pertanyaan D5 akan dikategorikan sebagai “Mantan Perokok” dan akan diberikan pertanyaan berikutnya untuk menggali kebiasaan merokoknya di masa lalu.
d. Masa Kerja
Variabel masa kerja didapat dari jawaban atas pertanyaan bagian A yaitu A3 dengan menanyakan bulan dan tahun masuknya responden kedalam perusahaan PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta.
(66)
e. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Jenis Masker
Pada variabel penggunaan masker akan dikategorikan menjadi 2 (dua) kaegori yaitu: “Menggunakan” dan “Tidak Menggunakan”. Variabel ini akan didapat pada pertanyaan bagian B untuk tidak semata-mata menanyakan apakah responden menggunakan masker atau tidak, namun juga melihat perihal kondisi dan penggunaan dari
masker tersebut. Kategori “Tidak Menggunakan” dan
“Menggunakan” masker didapat dari jawaban responden atas pertanyaan B7.
4.7 Cara Pengukuran
1. Pengukuran Konsentrasi Debu
Pengukuran konsentrasi debu dilakukan selama 4jam/pekerja dengan lama shift kerja 8 jam. Alat yang digunakan dalam pengukuran konsentrasi debu ini adalah Personal Dust Sampler (PDS) yang digunakan pekerja selama bekerja. Pompa alat ini digantunggakan pada pinggang pekerja dan inlet cyclone penampung debu digantungkan pada bahu pekerja.
(67)
Gambar 4.1
Pemakaian Personal Dust Sampler
2. Pegukuran KVP
Pengukuran KVP menggunakan alat spirometri yang dipandu oleh petugas kesehatan saat pekerja melakukan proses pengukuran kapasitas. Adapun nilai kapasitas yang diambil adalah Slow Vital Capacity (SVC) untuk menilai seberapa mampu paru-paru seseorang mengeluarkan udara (ekspirasi) setelah mengisi rongga paru-paru dengan udara secara maksimal secara normal.
Gambar 4.2 Pengukuran KVP
(68)
4.8 Uji Coba Kuisioner
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer yang salah satunya diperoleh dari pengisian kuisioner melalui wawancara pekerja. Sebelum dilakukan pengumpulan data tersebut, peneliti telah melakukan uji coba kuisioner terlebih dahulu di tempat yang sama terhadap 20 pekerja yang berstatus “Pekerja Harian Lepas” yang dilakukan pada tanggal 1 Juli 2011. Uji kuisioner ini dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas dari instrumen penelitian. Kuisioner dikatakan valid bila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan instrument dapat dikatakan reliable jika instrumen menghasilkan ukuran yang konsisten walaupun instrument tersebut digunakan untuk mengukur berulang-ulang kali (Azwar (2003) dalam e-learning Universitas Gunadarma). Adapun langkah-langkah uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Validitas Kuisioner
Uji validitas kuisioner dinyatakan valid jika r hitung > r tabel (0.468). Adapun pertanyaan yang dimasukkan ke analisis validitas dan reliabilitas adalah pertanyaan tentang kondisi dan penggunaan masker, kebiasaan olahraga dan kebiasaan merokok. Pertanyaan kondisi dan penggunaan masker terdiri dari 9 pertanyaan namun 2 pertanyaan merupakan pertanyaan terbuka. Berdasarkan hasil uji coba kuisioner didapat bahwa semua pertanyaan (7 pertanyaan) valid.
(69)
Pertanyaan kebiasaan olahraga terdiri dari 3 pertanyaan dengan 1 pertanyaan terbuka. Berdasarkan hasil uji coba didapatlah hasil yang tidak valid pada ke-dua pertanyaan kebiasaan olahraga pada pertanyaan tertutup dan kemudian dilakukan perbaikan redaksi pada pertanyaan yang akan diajukan. Pertanyaan pada bagian ini merupakan pertanyaan lompatan sehingga jika pekerja menjawab “Tidak” pada pertanyaan no 1 maka pekerja lanjut ke variabel penelitian berikutnya, namun jika pekerja menjawab “Ya” maka akan dilanjutkan ke pertanyaan C2 dan C3.
Untuk pertanyaan kebiasaan merokok terdiri dari 9 pertanyaan dengan 2 pertanyaan lompatan. Untuk pekerja yang menjawab “Ya” pada D1 maka 3 pertanyaan (D2 dan D4) dinyatakan valid berdasarkan hasil uji coba kuisioner (r tabel > 0.602). Namun untuk pertanyaan D3 tidak valid dan dilakukan perbaikan redaksi pertanyaan yang akan ditanyakan. Selanjutnya, untuk pekerja yang menjawab tidak pada D1 akan lompat ke pertanyaan D5, dan jika menjawab “Ya “ pada pertanyaan D5 maka 4 pertanyaan berikutnya (D6, D7, D8, D9) dinyatakan valid r table > 0.878.
b. Reliabilitas
Kuisioner dinyatakan reliable bila nilai r alpha Crombah > r tabel (0.7) (Streiner dan Norman, 2000). Berdasarkan dari hasil analisi uji coba kuisioner maka semua pertanyaan reliable kecuali pertanyaan tentang kebisaan olahraga
(70)
Untuk melihat validitas dan reliabilitas data kuisioner dapat dilihat dari hasil uji kuisioner pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Penelitaian di PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta Tahun 2011
No Nilai r
Hitung
Alpha Cronbach
Nilai r Tabel
Keterangan
Kondisi dan Penggunaan
Masker B1 0.816 0.833 0.468 Valid
B2 0.688 0.468 Valid
B3 0.820 0.468 Valid
B4 0.697 0.468 Valid
B5 0.806 0.468 Valid
B6 0.769 0.468 Valid
B7 0.631 0.468 Valid
Kebiasaan Olahraga
C1 -0.788 -6.001 0.468 Tidak Valid
C2 -0.788 0.468 Tidak Valid
Kebiasaan Merokok
D2 0.820 0.819 0.602 Valid
D3 0.592 0.602 Tidak Valid
D4 0.820 0.602 Valid
D6 0.997 0.820 0.878 Valid
D7 0.963 0.878 Valid
D8 0.997 0.878 Valid
(71)
4.9 Pengolahan Data
Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Menyunting data (data editing), yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer.
2. Mengkode data (data coding), yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode pada jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuisioner.
3. Membuat struktur data (data structure) dan file data (data file), yaitu membuat tamplate sesuai dengan format kuisioner yang digunakan
4. Memasukan data (entry data), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam tamplate yang telah dibuat.
5. Membersihkan data (data cleaning), yaitu data yang telah dimasukkan dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.
4.10 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif dan analitik. Tekhnik yang digunakan dalam menganalisa data penelitian adalah dengan menggunakan paket program komputer. Adapun analisis data yang digunkan meliputi analisis univariat dan bivariat.
(72)
1). Analisa Univariat
Analisa ini digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi frekuensi dan proporsi dari setiap variabel dependen dan independen yang ada pada penelitian ini. Hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
2). Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan variabel kategorik (status gizi, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok dan penggunaan masker) digunakan uji T independen (beda mean dua kelompok) dan uji Anova (untuk beda mean lebih dari dua kelompok). Sebelum masuk ke analisis bivariat data numerik (rasio) terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk menentukan uji yang akan digunakan.
Sedangkan analisis bivariat yang digunakan untuk menguji variabel yang berjenis numerik dengan numerik menggunakan uji korelasi (korelasi pearson jika data (rasio) normal dan korelasi spearman jika data (rasio) tidak normal). Kriteria hubungan berdasarkan nilai p value yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan, dengan kriteria jika p value < α maka ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
(73)
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta
5.1.1 Sejarah dan Lokasi PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta (Sibelco, 2011)
PT. Sibelco Lautan minerals ini merupakan anggota dari Sablières et Carrières Réunies (SCR)-Sibelco yang yang berpusat di Belgia. SCR-Sibelco didirikan pada tahun 1872 oleh Stanislas Emsens dan merupakan salah satu perusahaan di Flanders saat ini. Oleh karena tingginya angka kebutuhan akan mineral terutama silika maka SCR-Sibelco mengembangkan usahanya hingga ke negara Indonesia.
Pada bulan April tahun 1997 didirikanlah PT. Sibelco Lautan Minerals yang masuk ke dalam anggota Sibelco Asia yang merupakan hasil kerja sama antara UNIMIN Corporation (USA), SCR-Sibelco NV (Belgium) dan PT. Lautan Luas Tbk (Indonesia). Sampai saat ini PT. Sibelco Lautan Minerals yang berlokasi di kawasan industri Jababeka Cikarang Barat ini memiliki dua (2) daerah penambangan yaitu di Capkala (November, 2003) sebagai tempat penambangan clay dan Belitung (April 2005) sebagai tempat penambangan silika. Untuk cabang perkantoran dan pabrik pengolahan terdapat di dua tempat
(74)
yaitu Cikarang yang merupakan tempat pengolahan silika dan feldspar, serta di Cikupa yang merupakan tempat pengolahan zircon.
Kemudian pada bulan Juli 2000, PT. Sibelco Lautan Minerals mendapatkan sertifikasi ISO 9002:1994 Quality Managemenet System (QMS) dan pada bulan Agustus 2003 mendapatkan ISO 9001:2000 oleh LRQA (Lioyd’s Regoster Quality Assurance) dari badan sertifikasi Amerika Serikat. Namun hingga saat ini (2011) belum dilakukan sertifikasi untuk Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5.1.2 Visi dan Misi PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta
Visi :
To build an organization talents choose to work for and grow a company customers want to associate with (Membangun talenta organisasi yang bekerja untuk menumbuhkan perusahaan yang menjadi kebanggaan)
Misi :
Global Competencies-Regional Resources-Local Excellence (Kompetensi Global-Sumber Daya Regional-Keunggulan Lokal)
(75)
Nilai yang dianut (core value):
We grow people - We invest in mineral resources - We partner our customers (Kami mengembangkan karyawan - Kami berinvestasi pada sumber daya mineral - Kami bekerjasama dengan pelanggan kami)
5.1.3 Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja PT. Sibelco Lautan Minerals Jakarta (P01 HSE Manual System Procedure Sibelco, 2011)
Kesehatan keselamatan kerja menjadi fokus utama pada perusahaan ini. Slogan “Health Safety Environment (HSE) First” merupakan bentuk komitmen dari perusahaan ini untuk menciptakan suatu lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat bagi seluruh karyawannya. Selain itu juga, lingkungan sekitar area penambangan dan produksi yang dapat terkena dampak buruk dari proses produksi perusahaan tersebut sedapat mungkin akan diminimalisasi agar kesehatan, keselamatan dan lingkungan kerja tersebut akan memberikan keuntungan bagi seluruh karyawan, pemegang saham, pelanggan dan juga bagi masyarakat sekitar.
PT. Sibelco Lautan Minerals percaya bahwa HSE adalah salah satu syarat tercapainya efisiensi dan sukses dari perusahaan. Perusahaan memiliki kesungguhan untuk dapat melaksanakan sepenuhnya kebijakan HSE melalui fungsi dan lintas organisasi
(1)
(2)
KVP dengan kebiasaan olahraga
Descriptives
KVP
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
tidak olahraga 23 79.91 9.742 2.031 75.70 84.13 65 97
olahraga < 3 kali/minggu 31 87.29 9.285 1.668 83.88 90.70 72 108
Olahraga >= 3kali/minggu 6 88.33 4.274 1.745 83.85 92.82 81 93
Total 60 84.57 9.724 1.255 82.05 87.08 65 108
ANOVA
KVP
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 813.187 2 406.593 4.863 .011
Within Groups 4765.547 57 83.606
(3)
KVP dengan kebiasaan merokok
Descriptives
KVP
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
merokok 32 81.69 10.066 1.779 78.06 85.32 65 108
mantan perokok 9 81.44 5.790 1.930 76.99 85.90 69 87
tidak merokok 19 90.89 7.659 1.757 87.20 94.59 75 104
Total 60 84.57 9.724 1.255 82.05 87.08 65 108
ANOVA
KVP
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1113.847 2 556.923 7.110 .002
Within Groups 4464.887 57 78.331
(4)
KVP dengan IMT
Descriptives
KVP
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
kurus 5 83.80 17.669 7.902 61.86 105.74 66 108
normal 39 84.56 8.281 1.326 81.88 87.25 69 107
gemuk 16 84.81 10.710 2.677 79.11 90.52 65 104
Total 60 84.57 9.724 1.255 82.05 87.08 65 108
ANOVA
KVP
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.906 2 1.953 .020 .980
Within Groups 5574.827 57 97.804
(5)
KVP dengan Penggunaan Masker
Group Statistics
masker N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KVP Tidak menggunakan masker 22 76.91 5.887 1.255
menggunakan masker 38 89.00 8.721 1.415
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Differenc e
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
KVP Equal variances assumed
3.700 .059 -5.775 58 .000 -12.091 2.093 -16.281 -7.900
Equal variances not
(6)