Kendala-kendala dalam perlindungan hak-hak anak.

dan pemerintah telah pula menyadari tentang arti penting perlindungan bagi anak, tetapi dalam praktik berbagai pelanggaran tetap saja terjadi. 71 Ketika menandatangani UU Ratifikasi Konvensi ILO No.182 tentang Tindakan Segera untuk Menghapuskan dan Mengurangi Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak tanggal 8 Maret 2000 lalu, Pemerintah secara terbuka mengakui bahwa hingga kini masih banyak anak Indonesia yang diperkerjakan secara tidak manusiawi dan melanggar Konvensi PBB . 72 Di Indonesia sendiri selama ini perangkat hukum dan aturan yang tersedia sebenarnya sudah jelas menyatakan larangan melibatkan anak bekerja terlalu berlebih, dan apalagi di sektor yang berbahaya. Tetapi, sekedar mengandalkan kepada intervensi pemerintah semata-mata untuk mengatasai persoalan anak tentunya hampir-hampir muskil, dan bahkan mungkin terkesan ambisius sehingga diperlukan kerjasama semua pihak. 73

B. Kendala-kendala dalam perlindungan hak-hak anak.

Secara teoritis, masalah hukum bukan sekedar membuat materi hukum yang baik akan tetapi berkenaan dengan beberapa hal lain yang juga menentukan yaitu bagaimana hukum bergerak dalam masyarakat hukum. 74 Masalah penegakan hak-hak anak dan hukum anak, pada dasarnya sama dengan masalah penegakan hukum secara keseluruhan. Oleh karena itu, masalah pengimplementasian hukum anak dipengaruhi peraturan hukum itu sendiri. 71 Ibid, hal 133 72 Ibid, hal 134 73 Ibid, hal 140 74 Muhammad Joni;Zulchaina Z.Tanamas,op.cit,hal 90 Universitas Sumatera Utara Adapun permasalahan yang dihadapi dalam perlindungan hak-hak anak yaitu sebagai berikut: 1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Hak-hak anak dalam bidang hukum perdata meliputi perlindungan anak untuk memperoleh kesejahteraan. Tentang kesejahteraan anak telah diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, akan tetapi hingga kini belum dibuat peraturan pelaksanaanya, khususnya Pasal 10 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya untuk mendidik anak. Namun, melihat realitas sosial, ekonomi dan budaya nasional di Indonesia, masih menjadi persoalan apakah orang tua yang lalai menjalankan tanggung jawabnya secara sosiologis dapat dicabut haknya sebagai orang tua sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. 75 Dalam Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 tentang ketenagakerjaan, di Pasal 68 menegaskan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Akan tetapi dalam Pasal 69 dibuka peluang bagi pengusaha untuk mempekerjakan anak-anak yang berumur antara 13 tiga belas tahun sampai dengan 15 lima belas tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pekerjaan yang bagaimana tidak 2. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 75 Ibid, hal 92 Universitas Sumatera Utara disebutkan secara jelas dalam Undang-Undang ini. Sehingga sulit untuk melarang anak untuk bekerja secara konsisten. 76 3. Aparat Penegak Hukum, yakni para petugas atau lembaga yang berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dalam masyarakat. Dalam hal penegakan hukum di Indonesia, aparat yang bertugas menegakkan hukum dikenal dengan catur wangsa yang meliputi kepolisian lembaga penyidik, kejaksaan penuntut, hakim peradilan dan pengacara lawyer atau advokat. Dalam menegakkan hak-hak anak aparat penegak hukum menghadapi permasalahan yang umum melanda Indonesia yakni keterbatasan kemampuan para penegak hukum yang memahami hukum anak dan hak-hak anak, kualitas, pendidikan dan keahlian masing-masing aparat penegak hukum. 77 4. Budaya Hukum Masyarakat, yakni struktur sosial dan pandangan kultural yang berlangsung dan diyakini masyarakat dalam menegakkan hukum sebagai sebuah pedoman tingkah laku sehari-hari. Masalah budaya hukum merupakan masalah penting dalam menegakkan hukum di Indonesia yang menyangkut keyakinan masyarakat pada hukum. 78 1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sebagian besar masih miskin dan memperlakukan anak sebagai salah satu aset produktif keluarga. Bagi keluarga miskin, mewajibkan anak bekerja adalah bagian dari mekanisme survival keluarga. Adapun budaya hukum masyarakat yang menjadi kendala dalam perlindungan hak anak yaitu: 79 76 Ibid, hal 93 77 Ibid,hal 94 78 Ibid,hal 94 79 Ibid,hal 95 Universitas Sumatera Utara 2. Masih tingginya angka putus sekolah dan kurangnya animo masyarakat terhadap arti penting pendidikan bagi masa depan anak-anak. Bagi masyarakat miskin apakah anaknya itu lulusan SD, SLTP, SMA bahkan tidak bersekolah pun sesungguhnya sama sekali tidak berbeda, karena bukti yang ada telah banyak memperlihatkan bahwa latar belakang pendidikan ternyata bukan jaminan bagi mereka untuk memperoleh mata pencaharian dan kehidupan ekonomi yang lebih baik. 80 3.Pandangan masyarakat yang menganggap melatih anak bekerja sejak dini adalah bagian dari proses sosialisasi untuk memandirikan anak. Di samping itu, di kalangan anak-anak sendiri umumnya juga ada semacam keyakinan bahwa dengan bekerja dan membantu orang tua sesungguhnya itulah perwujudan dari konsep ”anak yang berbakti” kepada orang tua. 81 4.Serangan budaya atau gaya hidup materialistis yang semakin meluas khususnya yang melanda anak dan remaja Anak Baru Gede sehingga mendorong anak untuk bekerja daripada harus selalu meminta uang jajan yang mereka rasa belum memenuhi kebutuhan mereka terhadap barang-barang yang diinginkannya. 82 5.Sebagai sebuah instrumen hukum, konvensi ILO yang telah diratifikasi tentu membutuhkan mekanisme advokasi dan bahkan pemberian sanksi terhadap pihak yang melanggar aturan itu. Cuma masalahnya sekarang: sebagai sebuah persoalan privat, seperti masalah anak termasuk di sektor yang dinilai berbahaya sekalipun - tentu agak sulit diintervensi oleh kekuatan negara yang cenderung 80 Ibid,hal 96 81 Ibid,hal 97 82 Ibid,hal 98 Universitas Sumatera Utara lebih bersifat formalistis. Bagaimana mungkin hukum dapat berlaku efektif, jika di saat yang sama norma-norma sosial lokal justru bersifat kontraproduktif ? 83 5. Masyarakat Hukum, yakni tempat bergeraknya hukum dalam kehidupan sehari- hari yang mencakup sejauh mana kepatuhan masyarakat kepada hukum dan kepedulian masyarakat menegakkan hukum untuk menuju ketertiban dan perdamaian. Dalam hal penegakan hak-hak anak, maka masyarakat adalah bagian terpenting untuk menghormati hak-hak anak dalam praktek kehidupan sehari- hari. . 84 Dalam penerapan perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, khususnya korban eksploitasi, banyak dijumpai korban atau keluarganya menolak untuk melaporkan kekerasan yang menimpanya dengan berbagai alasan, seperti takut adanya ancaman dari pelaku atau ketakutan apabila masalahnya dilaporkan. Padahal, dari segi yuridis sikap pembiaran ini dapat merugikan korban sendiri, berupa penderitaan yang berkepanjangan. 6. Kesadaran Hukum Korban 85 Ketua KPAID Sumut, Zahrin Piliang, di Medan, Senin, mengatakan, mempekerjakan anak di bawah umur sesuai Undang-undang Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat 1 No. 23 Tahun 2002 bahwa anak yang belum berusia 18 tahun termasuk masih dalam perlindungan dilarang dipekerjakan. Mereka tidak boleh menjadi tulang punggung ekonomi keluarga dan seharusnya masa anak-anak dipergunakan untuk belajar atau bersekolah serta bermain, 83 Ibid,hal 99 84 Ibid,hal 100 85 Dikdik M.Arief Mansur; Elisatris Gultom. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal 172 Universitas Sumatera Utara bukannya bekerja. Namun, pada kenyataannya banyak dijumpai anak yang bekerja mencari nafkah. Mereka juga tidak boleh bekerja di tempat-tempat yang membahayakan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan anak-anak agar tidak bekerja sebelum waktunya. Pertama proses penyadaran terhadap orangtua melalui semacam kampanye bahwa mempekerjakan anak-anak melanggar undang-undang. Langkah lain harus adanya penindakan hukum apabila sebuah perusahaan besar yang mempekerjakan mereka di dalamnya, termasuk penindakan hukum terhadap orangtua yang mempekerjakan anak sebagai pembantu rumah tangga. Ketiga langkah yang akan dilakukan itu, menurut Piliang masih sangat lemah dan kurang berhasil disebabkan tidak adanya pihak-pihak yang berkaitan untuk menjalankannya. Kampanye yang ditujukan kepada orangtua harus diiringi advokasi kebijakan dari pemerintah setempat yang melarang anak-anak untuk bekerja. 86 86 Tribun Medan, Edisi 13 Januari 2011. Butuh komitmen lindungi hak anak, hal 23 Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan