Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Komdom dalam Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN KONDOM DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI

LOKALISASI BUKIT MARAJA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

IDA MASTARIA SARAGIH 117032221/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN KONDOM DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI

LOKALISASI BUKIT MARAJA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IDA MASTARIA SARAGIH 117032221/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN KONDOM DALAM

PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI LOKALISASI BUKIT MARAJA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Ida Mastaria Saragih Nomor Induk Mahasiswa : 117032221

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santoso, M.S, Ph.D) (

Ketua Anggota

Drs. Abdul Jalil Amri Arma. M.Kes)

Dekan


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 10 Februari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santoso, M.S, Ph.D

Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 2. dr. Heldy BZ, M.P.H


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN KONDOM DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI

LOKALISASI BUKIT MARAJA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

Ida Mastaria Saragih 117032221/IKM


(6)

ABSTRAK

Kondom adalah alat kontrasepsi yang dapat mencegah penularan penularan Penykit Menular Seksual (PMS). Penggunaan kondom di Kecamatan Siantar cukup rendah yaitu hanya sebesar 17,57%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor pengetahuan, sikap, ketersediaan, dukungan pekerja seksual, dukungan petugas kesehatan dan dukungan yang mempengaruhi penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional,. Populasi adalah seluruh seluruh pria di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Siantar Tahun 2012 sebanyak 29.322 jiwa. Sampel berjumlah 60 orang dengan tehnik simple random sampling. Analisa data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan penggunaan kondom hanya 28,3%. Sikap (p=0,005), dukungan pekerja seksual (0,003), dukungan petugas kesehatan (0,030), dan dukungan media (0,029), mempunyai pengaruh terhadap penggunaan kondom. Nilai Percentage Correct diperoleh sebesar 91,7% yang artinya variabel sikap, dukungan pekerja seksual, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan media bisa menjelaskan pengaruhnya terhadap penggunaan kondom sebesar 91,7%.

Disarankan kepada para pria agar meningkatkan pengetahuan dan sikap tidak hanya pada kondom saja tetapi meningkatkan informasi tentang bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS). Diharapkan kepada pekerja seksual dapat melakukan penawaran penggunaaan kondom kepada para pelanggan pria. Diharapkan kepada petugas kesehatan dapat meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang kondom Diharapkan terjadinya peningkatan promosi kesehatan pada media massa baik berbentuk cetak maupun elektronik terkhususnya mengenai penggunaan kondom.


(7)

ABSTRACT

Condom is a contraception device which can prevent the contagion of PMS (Sexual Transmitted Disease). The objective of the research was to analyze the influence of the factors of knowledge, attitude, availability, support from prostitutes, support from health care providers, and support from media which influenced the use of condom by men in order to prevent them from PMS in Bukit Maraja Localization, Simalungun District, in 2013.

The research used an observational analytic method with cross sectional design. The population was 300 men who visited at Bukit Maraja localization, and 60 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were analyzed by using Chi Square test and multiple logistic regression analysis.

The result of the result showed that the coverage of the use of condom was only 28.3%. Attitude (p=0.005), support from prostitutes (0.003), support from health care providers (0.030), and support had influence on the use of condom. The value of Percentage Correct was 91.7% which indicated that the variables of attitude, support from prostitutes, support from health care providers, and support from media could explain their influence on the use of condom at 91.7%. It is recommended that men increase their attitude not only in condom but also in information about the danger of PMS. Prostitutes should offer condoms to their customers, and health care providers should increase KIE (Communication, Information, and Education) about condom.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Komdom dalam Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Drs. Heru Santoso, MS, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Heldy BZ, MPH dan Drs. Eddy Syahrial, MS selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Camat Pangulu dan Kecamatan Gunung Malaka beserta staf yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suami Drs. Bonar Pasaribu beserta anakku Banita Gracia Dearni Pasaribu, yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

9. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2011 Minat studi Kesehatan Reproduksi.


(10)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2014 Penulis

Ida Mastaria Saragih 117032221/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Ida Mastaria Saragih, lahir pada tanggal 19 Oktober 1973 di Pematangsiantar, anak dari pasangan Ayahanda J. Saragih dan Ibunda K. br. Damanik.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar GKPS Siantar tamat Tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama SMPN 8 Pematangsiantar tamat Tahun 1989, Sekolah Menengah Umum FKIP Nomensen Pematangsiantar tamat Tahun 1992, Sekolah D-III Keperawatan Sarimutiara Medan tamat Tahun 1995, D4 Pendidikan Jurusan Medikal Bedah Universitas Sumatera Utara tamat Tahun 2001.

Penulis mengikuti Pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan pendidikan tahun 2013. Pada Tahun 1996-1998 penulis bekerja di Akper Agata Pematangsiantar. Pada Tahun 1998 penulis bekerja di Akper BAJ Balimbingan hingga sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Perilaku ... 9

2.1.1 Definisi Perilaku ... 9

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 9

2.2 Kondom ... 10

2.2.1 Definisi Kondom ... 10

2.2.2 Sejarah Kondom ... 11

2.2.3 Cara Menggunakan Kondom dengan Baik dan Benar .... 12

2.2.4 Manfaat Kondom ... 13

2.5.5 Efektifitas Kondom ... 13

2.2.6 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Kondom ... 14

2.3 IMS (Infeksi Menular Seksual) ... 16

2.3.1 Pengertian IMS ... 16

2.3.3 Penularan Infeksi Menular Seksual ... 19

2.3.4 Cara Mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) ... 20

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kondom dalam Pencegahan IMS ... 20

2.5 Landasan Teori ... 25


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1 Populasi ... 28

3.3.2 Sampel ... 28

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4.1 Data Primer ... 30

3.4.2 Data Sekunder ... 30

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 31

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.5.1 Variabel Terikat ... 35

3.5.2 Variabel Bebas ... 35

3.5.3 Definisi Operasional ... 35

3.6 Metode Pengukuran ... 36

3.7 Metode Analisis Data ... 38

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

4.2 Analisis Univariat ... 39

4.2.1 Karakteristik Responden ... 39

4.2.2 Pengetahuan Responden tentang Kondom ... 40

4.2.3 Sikap Responden tentang KB ... 42

4.2.4 Ketersediaan Kondom ... 44

4.2.5 Dukungan Pekerja Seksual tentang Penggunaan Kondom 45 4.2.6 Dukungan Petugas Kesehatan tentang Penggunaan Kondom ... 47

4.2.7 Dukungan Media tentang Penggunaan Kondom... 49

4.2.8 Penggunaan Kondom ... 51

4.3 Analisis Bivariat ... 51

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Kondom ... 51

4.3.2 Hubungan Sikap dengan Penggunaan Kondom ... 51

4.3.3 Hubungan Ketersediaan dengan Penggunaan Kondom ... 52

4.3.4 Hubungan Dukungan Pekerja Seksual dengan Penggunaan Kondom ... 53

4.3.5 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Penggunaan Kondom ... 54

4.3.6 Hubungan Dukungan Media dengan Penggunaan Kondom ... 55

4.4 Analisis Multivariat ... 55 4.4.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Kondom


(14)

Kabupaten Simalungun ... 56

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

5.1 Pengaruh Faktor Presdisposing ... 58

5.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Kondom .... 58

5.1.2 Pengaruh Sikap terhadap Penggunaan Kondom ... 59

5.2 Pengaruh Faktor Enabling ... 61

5.2.1 Pengaruh Ketersediaan terhadap Penggunaan Kondom ... 61

5.3 Pengaruh Faktor Reinforcing ... 62

5.3.1 Pengaruh Dukungan Pekerja Seksual terhadap Penggunaan Kondom ... 62

5.3.2 Pengaruh Dukungan Petugas Kesehatan terhadap Penggunaan Kondom ... 64

5.3.3 Pengaruh Dukungan Media terhadap Penggunaan Kondom ... 66

5.4 Penggunaan Kondom Pada Pria di Lokalisasi Bukit Maraja ... 67

5.5 Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Sikap, Dukungan Pekerja Seksual, Petugas Kesehatan dan Media terhadap Penggunaan Kondom ... 69

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1 Kesimpulan ... 71

6.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Independen (Pengetahuan) ... 31 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Independen (Sikap) ... 32 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel

Independen (Ketersediaan) ... 33 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Independen (Dukungan Pekerja Seksual) ... 33 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Independen (Dukungan Petugas Kesehatan) ... 34 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Independen (Dukungan Media) ... 34 4.1 Karakteristik Responden ... 40 4.2 Distribusi Pengetahuan Responden tentang Kondom ... 40 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang

Kondom ... 41 4.4 Distribusi Sikap Responden tentang Kondom ... 42 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Kondom . 43 4.6 Distribusi Ketersediaan Kondom ... 44 4.7 Distribusi Responden berdasarkan Kategori Ketersediaan Kondom .. 45 4.8 Distribusi Dukungan Pekerja Seksual tentang Penggunaan Kondom . 46 4.9 Distribusi Responden berdasarkan Kategori Dukungan Pekerja


(16)

4.10 Distribusi Dukungan Petugas Kesehatan tentang Kondom ... 47

4.11 Distribusi Responden berdasarkan Kategori Dukungan Petugas Kesehatan tentang Kondom ... 48

4.12 Distribusi Dukungan Media tentang Kondom ... 50

4.13 Distribusi Responden berdasarkan Kategori Dukungan Media tentang Kondom ... 51

4.14 Distribusi Penggunaan Kondom ... 51

4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Kondom ... 52

4.16 Hubungan Sikap dengan Penggunaan Kondom ... 52

4.17 Hubungan Ketersediaan dengan Penggunaan Kondom ... 53

4.18 Hubungan Dukungan Pekerja Seksual dengan Penggunaan Kondom 54

4.19 Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Penggunaan Kondom ... 54

4.20 Hubungan Media dengan Penggunaan Kondom ... 55

4.21. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Kondom Dalam Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun ... 57


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Teori Teori Lowrance Green (Notoadmodjo, 2003) ... 26 2.2 Kerangka Konsep ... 27


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penellitian ... 77

2. Master Data ... 83

3. Hasil Output SPSS ... 85

4. Surat Izin Penelitian ... 110


(19)

ABSTRAK

Kondom adalah alat kontrasepsi yang dapat mencegah penularan penularan Penykit Menular Seksual (PMS). Penggunaan kondom di Kecamatan Siantar cukup rendah yaitu hanya sebesar 17,57%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor pengetahuan, sikap, ketersediaan, dukungan pekerja seksual, dukungan petugas kesehatan dan dukungan yang mempengaruhi penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional,. Populasi adalah seluruh seluruh pria di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Siantar Tahun 2012 sebanyak 29.322 jiwa. Sampel berjumlah 60 orang dengan tehnik simple random sampling. Analisa data dengan Chi Square dan Regresi Logistik Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan penggunaan kondom hanya 28,3%. Sikap (p=0,005), dukungan pekerja seksual (0,003), dukungan petugas kesehatan (0,030), dan dukungan media (0,029), mempunyai pengaruh terhadap penggunaan kondom. Nilai Percentage Correct diperoleh sebesar 91,7% yang artinya variabel sikap, dukungan pekerja seksual, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan media bisa menjelaskan pengaruhnya terhadap penggunaan kondom sebesar 91,7%.

Disarankan kepada para pria agar meningkatkan pengetahuan dan sikap tidak hanya pada kondom saja tetapi meningkatkan informasi tentang bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS). Diharapkan kepada pekerja seksual dapat melakukan penawaran penggunaaan kondom kepada para pelanggan pria. Diharapkan kepada petugas kesehatan dapat meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang kondom Diharapkan terjadinya peningkatan promosi kesehatan pada media massa baik berbentuk cetak maupun elektronik terkhususnya mengenai penggunaan kondom.


(20)

ABSTRACT

Condom is a contraception device which can prevent the contagion of PMS (Sexual Transmitted Disease). The objective of the research was to analyze the influence of the factors of knowledge, attitude, availability, support from prostitutes, support from health care providers, and support from media which influenced the use of condom by men in order to prevent them from PMS in Bukit Maraja Localization, Simalungun District, in 2013.

The research used an observational analytic method with cross sectional design. The population was 300 men who visited at Bukit Maraja localization, and 60 of them were used as the samples, using simple random sampling technique. The data were analyzed by using Chi Square test and multiple logistic regression analysis.

The result of the result showed that the coverage of the use of condom was only 28.3%. Attitude (p=0.005), support from prostitutes (0.003), support from health care providers (0.030), and support had influence on the use of condom. The value of Percentage Correct was 91.7% which indicated that the variables of attitude, support from prostitutes, support from health care providers, and support from media could explain their influence on the use of condom at 91.7%. It is recommended that men increase their attitude not only in condom but also in information about the danger of PMS. Prostitutes should offer condoms to their customers, and health care providers should increase KIE (Communication, Information, and Education) about condom.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak seperti genitor genital, oro genita lmaupun ano-genital dan kontak non seksual seperti alat suntik, transfusi darah (Adhi Djuanda, 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak diantaranya adalah Gonorea, Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV/AIDS, Kandidiasis

dan Trichomonas vaginalis. Trichomonas vaginalis adalah penyakit menular seksual yang disebabkam oleh serangan protozoa parasit Trichomonas vaginalis yang penyakitnya disebut Trichomoniasis, Trichomoniasis merupakan infeksi yang biasanya menyerang saluran genitourinari, uretra adalah tempat infeksi yang paling

umum pada laki-laki dan vagina adalah tempat yang paling umum pada wanita (Daili, 2007).

Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat baik anak-anak maupun orang dewasa tetapi prevalensi yang tinggi dijumpai pada mereka yang berada pada masa aktif hubungan kelamin (16-40 tahun) terutama pada mereka yang kurang menjaga kebersihan atau wanita pekerja seks komersial dan orang-orang yang sering menggunakan jasa mereka. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melalui Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011, juga menunjukkan


(22)

pekerja seks langsung 10%, pria yang berhubungan seks sesama pria 10%, pekerja seks tidak langsung 3%, dan narapidana 3% (STBP, 2011)

Angka PMS juga cenderung meningkat di Indonesia penyebarannya sulit ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan pencatatan terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah sesungguhnya. Di Medan, penyakit menular seksual meningkat tiap tahunnya 3 hingga 4%. Penelitian yang dilakukan di Surabaya ternyata 40% mahasiswa telah melakukan hubungan seks pra nikah, 70%nya melakukan dengan pasangan tidak tetap dan 2,5% diantaranya pernah tertular PMS. Oleh karena itu peningkatan penularan PMS pada Pria maka penggunaan kondom merupakan salah satu cara untuk mengurangi resiko penyebaran kondom (Hutagalung, 2002).

Kondom berasal dari sebuah kota bernama Condom yang terletak di provinsi Gascony, sebelah barat daya Perancis. Pria-pria dari kota Condom ini terkenal dengan sifatnya yang menyukai seks, kurang sabar, dan gampang marah, kurang lebih seperti karakter tokoh Cyrano de Bergerac dalam drama karya sutradara Edmond Rostrands. Di dalam sejarah asal mula kondom oleh Charles Panati, dalam bukunya Sexy Origins and Intimate Things, sarung untuk melindungi penis telah dipakai sejak berabad silam. Sejarah menunjukkan orang-orang Roma, mungkin juga Mesir, menggunakan kulit tipis dari kandung kemih dan usus binatang sebagai “sarung”. Kondom primitif itu dipakai bukan untuk mencegah kehamilan tapi menghindari penyakit kelamin. Untuk menekan kelahiran, sejak dulu pria selalu mengandalkan kaum perempuan untuk memilih bentuk kontrasepsi.


(23)

Hasil evaluasi ‘Cohrane review’ tanggal 25 Mei Tahun 2001 menyimpulkan bahwa penggunaan kondom secara konsisten mempunyai kemampuan mencegah transmisi HIV dengan efektivitas 80%. Penelitian New England Journal of Medicine

tahun 1994 menunjukkan bahwa dari penelitian terhadap 254 pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV, pada pasangan yang konsisten menggunakan kondom tidak ditemukan adanya penularan. Sementara pada 121 pasangan lain yang tidak konsisten menggunakan kondom ditemukan penularan HIV pada 12 orang. Pada penelitian Devincenzy menyimpulkan penggunaan kondom secara konsisten mempunyai kemampuan mencegah transmisi HIV sebesar 90% (Kalichman, 1998).

Penggunaan kondom yang baik akan mengurangi resiko terinfeksi penyakit-penyakit tersebut, bagi mereka yang tidak mampu berpuasa seks. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, kondom lateks sangat efektif dalam pencegahan penularan penyakit menular seksual, termasuk HIV, karena lubang pori-pori pada kondom lateks terlalu kecil untuk dapat dilalui oleh virus ini. Kondom lateks terbukti efektif untuk mencegah virus dan kuman penyebab herpes simplex, CMV, hepatitis B, chlamydia dan gonorrhea, dan virus HIV. Pengetahuan dan penyebaran informasi tentang kondom masih sangat rendah sehingga orang belum menggunakannya secara tepat. Kegagalan kondom lebih sering disebabkan pemakainya tidak menggunakannya dengan benar, dan bukan karena mutu kondom itu sendiri. Kegagalan penggunaan kondom mungkin disebabkan penyimpanan kondom yang kurang baik, pemakaian kondom yang sudah kadaluarsa, dan keadaan mabuk hingga


(24)

Kebanyakan orang memberikan reaksi emosional atau salah persepsi. Hasil wawancara per telepon dengan responden heterokseksual di beberapa wilayah yang mempunyai angka penderita AIDS tinggi diketahui bahwa, ketidak-percayaan terhadap kondom lebih banyak pada kalangan pria Afrika, Amerika dan yang berpendidikan rendah. 54% responden percaya bahwa kondom kemungkinan rusak pada saat digunakan, 41% mengeluh kekurangan sensasi seksual, 35% merasa tidak nyaman membeli kondom dan 21% merasa tidak nyaman menggunakan kondom (Lemme, 1995).

Namun yang menjadi permasalahannya masih banyak pria yang melakukan hubungan seksual terkhususnya bagi yang menggunakan jasa PSK belum menggunakan kondom, hal ini disebabkan karena keyakinan, sikap, minat yang mempengaruhi perilaku mereka seperti dijelaskan pada Teori of Reasoned Action

(TRA). Upaya pencegahan, terutama pada kelompok risiko tinggi di Sumatera Utara

belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian BPS dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan di dua tempat yakni Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan, yaitu hanya 8,3% dari 250 WPS jalanan yang diteliti mengaku selalu menggunakan dalam setiap melayani hubungan seks dengan pelanggan dan 45% dari 200 WPS tempat hiburan yang diteliti mengaku selalu melayani hubungan seks dengan pelanggannya menggunakan kondom (BPS, 2003).

Secara komprehensif perilaku Menurut Green, dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: faktor predisposing atau faktor pemudah (pengetahuan, dan sikap,), faktor


(25)

enabling atau faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor reinforcing atau faktor penguat (dukungan petugas kesehatan, dukungan pekersa seksual dan dukungan media) (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku pria melakukan pencegahan PMS dengan menggunakan kondom merupakan perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan pria tentang penggunaan kondom terutama manfaatnya dalam mencegah PMS. Dengan pengetahuan ini diharapkan muncul sikap berupa kesadaran dan niat untuk menggunakan kondom serta didukung dengan tersedianya sarana kondom dan dukungan dari pekerja seksual dan petugas kesehatan. Penelitian Arianto (2005) menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan penggunaan kondom, Mardiana (2012) menyatakan ada hubungan sikap dengan upaya pencegahan PMS.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Simalungun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi di Kecamatan Siantar cukup rendah yaitu hanya sebesar 17, 57% dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan kondom sebagai alat untuk mencegah PMS masih relatif kecil. berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di lokasisasi Bukit maraja didapatkan dari 10 pria yang menggunakan jasa pekerja seksual hanya 3 orang saja yang menggunakan kondom. Oleh karena hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kondom pria dalam pencegahan menular seksual (PMS) di lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013.


(26)

1.2 Permasalahan

Sebagaimana telah diuraikan di dalam latar belakang tersebut di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui faktor pengetahuan, sikap, ketersediaan kondom, dukungan pekerja seksual, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan media yang mempengaruhi penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun.

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh faktor pengetahuan terhadap penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun.


(27)

2. Ada pengaruh faktor sikap terhadap penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun.

3. Ada pengaruh faktor dukungan pekerja seksual terhadap penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun.

4. Ada pengaruh faktor dukungan petugas kesehatan terhadap penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun.

5. Ada pengaruh faktor dukungan media terhadap penggunaan kondom pada pria dalam pencegahan penyakit menular seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun.

1.5. Manfaat penelitian

1.5.1 Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan penggiat kesehatan masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan penggunaan kondom untuk mencegah penyakit menular seksual (PMS).

1.5.2 Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga pendidikan terkait dapat digunakan menjadi sumbang-pikir dalam menetapkan metode sosialisasi dan silabus yang tepat dan konstruktif dalam menggagas penggunaan kondom yang efektif.


(28)

1.5.3 Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku

2.1.1 Definisi Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh (Notoatmodjo 2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green (1980) dalam (Notoatmodjo 2007), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.


(30)

2. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana- sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.2 Kondom

2.2.1 Definisi Kondom

Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersenggama. Kondom biasanya dibuat dari bahan karet latex, berbentuk tabung tidak tembus cairan dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma. Kondom dipakai pada alat kelamin pria pada keadaan ereksi sebelum bersenggama (bersetubuh) atau hubungan seksual (BKKBN,2006).

Kondom adalah selubung lateks tipis yang menutupi penis yang sedang ereksi dan mencegah semen masuk ke dalam vagina (Wulansari, 2007). Menurut Everret (2007) kondom merupakan bentuk kontrasepsi yang mudah didapat serta memungkinkan pria berbagai dan mengambil tanggung jawab untuk mencegah kehamilan.


(31)

2.2.2 Sejarah Kondom

Kondom adalah salah satu jenis alat kontrasepsi tertua. Alat yang berbahan dasar olahan karet ini pertama kali diperkenalkan sekitar 1000 tahun sebelum masehi oleh orang-orang mesir. Seorang bernama Gabrielle Fallopius melakukan percobaan pembuatan kondom pada tahun 1500-an, pria berkebangsaan Itali ini mengembangkan kondom yang terbuat dari bahan kain linen untuk mencegah penularan penyakit kelamin pada laki-laki.

Menurut Charles Panati, dalam bukunya Sexy Origins and Intimate Things, sarung untuk melindungi penis telah dipakai sejak berabad silam. Sejarah menunjukkan orang-orang Roma, mungkin juga Mesir, menggunakan kulit tipis dari kandung kemih dan usus binatang sebagai “sarung”. Kondom primitif itu dipakai bukan untuk mencegah kehamilan tapi menghindari penyakit kelamin. Untuk menekan kelahiran, sejak dulu pria selalu mengandalkan kaum perempuan untuk memilih bentuk kontrasepsi, sehingga menurut persepsi kaum laki-laki pada saat itu tidak berpengaruh dalam pencegahan kehamilan.

Seiring perkembangan waktu pembuatan kondom mulai dikembangkan dan berubah bahan dari kain linen menjadi kondom yang terbuat dari usus domba. Hal ini terbukti dari penemuan sisa-sisa kondom di reruntuhan Dudle Castle, dekat Birmingham Inggris. Diperkirakan perkembangan kondom di Inggris dimulai pada tahun 1640-an, pada saat itu terjadi perang antar pengikut Oliver Cromwell dengan prajurit Raja Charles I, kerena peperangan tersebut berlangsung lama maka,


(32)

yang mengakibatkan melemahnya daya gempur pasukan. Untuk menanggulanginya tabib kerajaan membuatkan pelindung untuk melindungi alat kelamin para prajurit, yang disebut Kondom.

Nama “kondom” berasal dari bahasa latin “Condon” yang berarti wadah.. Di tahun 1980-an penggunaan kondom meningkat karena persebaran virus baru HIV/AIDS. Pada saat itu kondom dirasa dapat menjadi alat yang bisa menanggulanginya. Sampai saat ini kondom telah banyak ber-evolusi, dengan berbagai macam rasa dan bentuk agar lebih nyaman digunakan dan lebih variatif dalam memberikan sensasi berhubungan seks, bahkan di era 1990-an sampai 2000-an telah diperkenalkan

2.2.3 Cara Menggunakan Kondom dengan Baik dan Benar Cara menggunakan dengan baik dan benar:

1. Pegang bungkus kondom dengan kedua belah tangan lalu dorong kondom dengan jari anda keposisi bawah. Tujuannya agar tidak robek saat membuka bungkusnya, selanjutnya sobek bagian atas bungkus kondom.

2. Dorong kondom dari bawah agar keluar dari bungkusnya, kemudian pegang kondom dan perhatikan bagian yang menggulung harus berada disebelah lua Pencet ujung kondom agar tidak ada udara yang masuk dan letakkan pada kepala penis.

3. Baik pihak suami atau istri dapat memasangkan kondom ke penis, pada saat kondom dipasang penis harus selalu dalam keadaan tegang. Pasanglah kondom


(33)

dengan menggunakan telapak tangan untuk mendorong gulungan kondom hingga pangkal penis (jangan menggunakan kuku, karena kondom dapat robek).

4. Jangan ada kontak penis dengan vagina sebelum menggunakan kondom. Segera setelah ejakulasi, cabut penis dari vagina. Pegang pangkal penis dan lepaskan kondom dengan hati-hati selagi masih tegang (jangan sampai ada cairan sperma yang tercecer keluar).

5. Ikat kondom agar cairan sperma tidak dapat keluar, dan buang ditempat yang aman. Jangan buang kondom bekas pakai di WC karena dapat menyumbat. Pilih kondom yang paling cocok dengan selera dan ukuran penis anda (BKKBN, 2006) 2.2.4 Manfaat Kondom

Untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi menular lain seperti infeksi gonorrhea, chalamida, herpes hingga HI/AIDS serta merupakan metode lain dalam keluarga berencana

2.5.5 Efektifitas Kondom

Pelaksanaan program 100% penggunaan kondom di Kamboja dimulai pada Oktober 1998 di Sihanoukville, sebuah distrik yang banyak pekerja seksnya. Kemudian menjadi program nasional pada tahun 2001. Program ini berhasil menurunkan prevalensi HIV dan IMS di kalangan pekerja seks dan klien. Program ini juga dilaksanakan di beberapa negara asia lainnya, seperti Filipina dan Vietnam. Negara Asia lain yang menjalankan program 100% penggunaan kondom adalah Myanmar pada awal tahun 2001 di kota Bago, Pyay, Kwathaung dan Tachileik,


(34)

penggunaan kondom pada pekerja seks meningkat dari 60,7% (2001) menjadi 91,0% (2002), terdapat penurunan prevalensi sifilis dari 6% menjadi 3% (Rojanapithayakorn, 2008).

2.2.6 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Kondom 1. Keuntungan

a. Sangat efektif sebagai alat kontrasepsi bila digunakan dengan benar. b. Tidak menganggu produksi ASI bagi ibu yang menyusui

c. Memberi perlindungan terhadap penyakit-penyakit akibat hubungan seksual termasuk HIV/AIDS

d. Tidak memerlukan pemeriksaan medis atau pengawasan yang ketat e. Murah dan dapat dibeli secara umum

f. Metode sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda g. Pria ikut secara aktif dalam program keluarga berencana.

2. Kerugian

a. Angka kegagalan relatif tinggi

b. Perlu menghentikan sementara aktivitas dan spontanitas hubungan seksual guna memasang kondom.

c. Perlu dipakai secara konsisten, hati-hati, dan terus menerus pada setiap senggama.

d. Beberapa wanita dapat alergi terhadap bahan karet kondom sehingga menimbulkan keputihan dan iritasi


(35)

2.3 IMS (Infeksi Menular Seksual) 2.3.1 Pengertian IMS

Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, dan parasit yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis (Aprilianingrum, 2002). Wells (2009) menyatakan bahwa Infeksi Menular Seksual adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan seks lewat liang senggama, lewat mulut atau lewat dubur. IMS adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksualdan akan semakin beresiko apabila berganti-gati pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal (Sjaiful, 2007)

Kebanyakan IMS membahayakan organ reproduksi pada wanita dan pria. Pada wanita IMS dapat merusak dinding vagina atau leher rahim dan pada pria yang terinfeksi lebih dulu adalah saluran air kencing. IMS yang tidak diobati dapat mempengaruhi organ-organ reproduksi bagian dalam dan menyebabkan kemandulan baik pada pria tau wanita (Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2009).

Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba(bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis,trichomoniasis, chancroid, herpes genital, infeksi human immunodeficiensy virus (HIV) dan hepatitis B. HIV dan syphilis juga


(36)

dapat ditularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh.

2.3.2 Jenis Penyakit IMS

IMS ada banyak sekali jenisnya. Beberapa diantaranya yang paling penting adalah : GO atau kencing nanah, Klamidia, Herpes kelamin, Sifilis atau raja singa, Jengger ayam, Hepatitis, dan HIV/AIDS

Nama Gejala Umum Gejala Khusus Jenis Tes

Klamidia Nyeri saat Kencing Keluar cairan lendir & bening dari kemaluan, terasa gatal berwarna kuning atau kehijauan dan bau

Pemeriksaan cairan atau lendir Raja Singa (sifilis) Bintil-bintil berair seperti cacar disertai timbulnya luka yang terasa nyeri di sekitar kelamin

Pada stadium lanjut akan nampak kelamin kulit seperti koreng berwarna merah (luka terbuka) Tes darah Kencing Nanah (GO)

Nyeri yang sangat saat kencing

Tampak cairan berupa nanah kental pada kemaluan. Cairan juga bisa keluar dari dubur

Pemeriksaan Nanah

Herpes genital Badan lemes, nyeri sendi pada daerah terinfeksi, demam Tampak kelainan kulit yang berbenjol-benjol, bulat atau lonjong kecil sebesar 2-5 mm


(37)

Kutil Kelamin Timbul kutil pada daerah terinfeksi

Dalam kasus lanjut, kutil

bergerombol seperti jengger ayam di daerah kemaluan dan daerah anus

Pemeriksaan jaringan dan tes darah

HIV/AIDS Virus walaupun sudah ada di dalam darah tidak menunjukkan gejala sama sekali Penderita yang sudah menunjukkan gejala AIDS, nampak gejala yang sangat kompleks, yang sulit dibedakan dengan penderita kanker stadium lanjut Tes darah untuk mendeteksi virus HIV : Elisa dan Western Blood

1. Klamidia

Penyakit in disebabkan oleh Chamydia trachomatis. Masa tanpa gejala berlangsung 7-21 hari. Gejalanya adalah timbul peradangan pada alat reproduksi laki-laki dan perempuan. Pada perempuan, gejalanya bisa berupa keluarnya cairan alat kelamin atau keputihan encer berwarna putih kekuningan, rasa nyeri di rongga panggul dan perdarahan setelah hubungan seksual (Sjaiful, 2007)

2. Sifilis

Kuman penyebanya disebut Troponema palladium. Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang sampai 13 minggu kemudian timbul


(38)

menunjukkan gejala apa-apa atau disebut masa laten. Setelah 5-10 tahun penyakit sifilis akan menyerang susunan saraf otak, pembuluh darah dan jantung. Pada perempuan hamil sifilis dapat ditularkan kepada bayi yang dikandungnya (Sjaiful,2007)

3. GO

Penyebabnya adalah Bakteri Neisseria Gonorrhea. Masa inkubasi penyakit ini 2-10 hari setelah kuman masuk ke tubuh. Gejala pada pria meliputi uretra (lubang kencing) keluar cairan berwarna putih, kuning kehijauan, rasa gatal, panas dan nyeri, mulut uretra bengkak dan agak merah. Gejala pada wanita adalah penyakit radang panggul, kemungkinan kemandulan, infeksi mata pada yang dilahirkan, memudahkan penularan HIV, lahir muda, cacat, dan lahir mati

4. Herpes Genetalis

Penyebabnya adalah Virus Herpes Simplex, dengan masa Inkubasi: 4-7 hari setelah virus masuk tubuh, dimulai dengan rasa terbakar atau rasa kesemutan pada tempat virus masuk. Akibat yang ditimbulkan yaitu rasa nyeri berasal dari syaraf, dapat ditularkan pada bayi waktu lahir, dapat menimbulkan infeksi baru, penularan pada bayi dan menyebabkan lahir muda, cacat bayi dan lahir mati, memudahkan penularan HIV, dan kanker leher rahim

5. Kutil Kelamin

Penyebanya adalah human papiloma virus. Pada perempuan mengenai kulit daerah kelamin sampai dubur. Kutil kelamin dapat mengakibatkan kanker


(39)

leher rahim atau kanker kulit di sekitar kelamin. Pada laki-laki mengenai kelamin dan saluran kencing bagian dalam (Sjaiful, 2007)

6. HIV/ AIDS

HIV adalah singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus. Virus ini menurunkan sampai merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah beberapa tahun jumlah virus semakin banyak sehingga sistem kekebalan tubuh tidak lagi mampu melawan penyakit yang masuk. Selajutnya AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV 2.3.3 Penularan Infeksi Menular Seksual

Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang telah tertular. Cara penularan lainnya secaraperinatal, yaitu dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfuse darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah.

Perilaku seks yang dapat mempermudah penularan PMS adalah : 1. Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom). 2. Gonta-ganti pasangan seks.


(40)

4. Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan menimbulkan luka atau radang karena epitel mukosa anus relative tipis dan lebih mudah terluka disbanding epitel dinding vagina.

5. Penggunaan pakaian dalam atau handuk yang telah dipakai penderita PMS (Hutagalung, 2002).

2.3.4 Cara Mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS)

Menurut Depkes RI (2006) langkah terbaik untuk mencegah IMS adalah menghindari kontak langsung, yaitu dengan cara sebagai berikut :

1. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensi) 2. Menghindari berganti-ganti pasangan seksual 3. Memakai kondom dengan benar dan konsisten 1.2 Faktor yang memperngaruhi Penggunaan Kondom

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kondom dalam Pencegahan IMS

Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Contohnya : agar seorang waria mau menggunakan kondom diperlukan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tersebut tentang kondom.

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama (Notoatmojo, 2007). Selanjutnya menurut Soekidjo pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan


(41)

terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Selanjutnya menurut Soekidjo pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,

Pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yaitu: a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dan dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku-buku, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


(42)

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau objek analisa komponen-komponen tetapi di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesa (Synthesis)

Sintesa menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengetahuan merupakan faktor yang mempermudah perubahan perilaku masyarakat. Dengan pengetahuan yang baik tentang kondom, maka individu akan lebih mudah merubah perilaku untuk menggunakan kondom dalam mencegah penyakit menular seksual

Berikut hasil penelitian pengaruh tentang pengetahuan terhadap penggunaan kondom. Penelitian yang dilakukan Soelistijani Tahun 2003 di Bali menyatakan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS menunjukkan hubungan yang bermakna dengan perilaku responden dalam penggunaan kondom (p = 0,008). Hasil penelitian yang dilakukan Evianty terhadap PSK di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008 menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap tindakan Pekerja Seks komersial (PSK) menggunakan kondom (p = 0,005).


(43)

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).

Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Sikap mempunyai berbagai tingkatan yakni: Sikap terdiri dari berbagai tingkatan menurut Wawan dan M. Dewi (2010) yakni :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut


(44)

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

3. Ketersediaaan kondom

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya tempat pembelian kondom, tempat konsultasi, tempat berobat, ketersediaan kondom/kemudahan mendapatkan kondom dan sebagainya. Untuk perilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasana pendukung, misalnya penggunaan kondom. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor – faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.

Hasil penelitian yang dilakukan Mardjan (1996) di lokalisasi Singkawang Propinsi Kalimantan Barat membuktikan bahwa ketersediaan kondom dan sikap pelanggan merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi penggunaan kondom dikalangan para WTS pada lokalisasi Singkawang Kabupaten Sambas Propinsi

4. Dukungan

Faktor pendorong yang memberi dukungan secara terus-menerus untuk kelangsungan perilaku individu atau kelompok. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku


(45)

para petugas termasuk petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

2.5 Landasan Teori

Infeksi Menular Seksual adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan seks lewat liang senggama, lewat mulut atau lewat dubur. IMS juga adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Salah satu cara yang dapat mencegah penularan IMS adalah penggunaan kondom. Kondom adalah selubung lateks tipis yang menutupi penis yang sedang ereksi dan mencegah semen masuk ke dalam vagina (Wulansari, 2007). Lawrence Green seperti dikutip Notoatmojo (2003) menyatakan, terdapat 3 faktor yang mendasari perilaku remaja yaitu presdiposing, enabling, dan reinforcing.

Faktor predisposing meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat yang merupakan kognitif domain yang mendasari terbentuknya perilaku baru. Hal lain dari faktor ini adalah tradisi, kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi. Faktor enabling mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan, berupa peraturan prosedur tetap dan kesempatan pemberian informasi. Sedangkan faktor reinforcing adalah dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan dan informasi. Model Teori Perilaku menurut Lawrence Green (1980) sebagai berikut :


(46)

Sumber: Notoadtmodjo, 2003

Faktor Enabling

- Ketersediaan fasilitas, sarana/prasana

Faktor Reinforcing

- Dukungan keluarga - Dukungan tokoh

masyarakat - Dukungan tokoh

agama

- Dukungan petugas kesehatan

Faktor Predisposing

- Pengetahuan - Sikap

- Nilai

- Karakteristik Individu

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Teori Lowrance Green


(47)

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Berdasarkan dari gambar diatas, yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor presdiposing (pengetahuan dan sikap), enabling

(ketersediaan kondom) faktor reinforcing (dukungan pekerja seksual, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan media) sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah penggunaan kondom.

Faktor Enabling

- Ketersediaan kondom

Faktor Reinforcing

- Dukungan pekerja seksual

- Dukungan Petugas Kesehatan

- Dukungan Media Faktor Predisposing

- Pengetahuan - Sikap

Perilaku penggunaan

kondom

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Faktor Reinforcing

- Dukungan pekerja seksual

- Dukungan Petugas Kesehatan


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional, dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu). Tujuan penelitian ini yaitu menganalisa pengaruh faktor pengetahuan, sikap, ketersediaan kondom, dukungan pekerja seksual, petugas kesehatan dan dukungan media terhadap penggunaan kondom pada pria dalam mencegah penyakit menular seksual.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lokalisasi Bukit Maraja Tahun 2013 dengan penelitian berlangsung dari bulan September hingga Oktober 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pria yang mendatangi lokalisasi Bukit Maraja sebanyak 300 orang/ bulan

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan digunakan untuk penelitian. Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik berupa tenaga,


(49)

waktu, maupun biaya maka peneliti menggunakan rumus Lemeshow, dkk (1997), Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

2 2 ) 1 ( ) 2 1 ( ) ( ) 1 ( ) 1 ( o a a a o o P P P p Z P P Z n −       +

≥ −α −β

Keterangan :

n : besar sampel

Z(1 ) : Nilai Deviasi normal pada tingkat kemaknaan = 0,05 Z(1 )=1,96

Z(1- ) : Kekuatan uji (ditetapkan peneliti) bila 10% Maka Z1- = 1,282 Po : Proporsi pengunaan kondom sebesar 0,17 (Simalungun dalam angka,

2012)

Pa : Perkiraaan proporsi pengunaan kondom yang diharapkan yaitu : 0,32 Pa – Po : Selisih proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,15

(

)

2 2 ) 32 , 0 17 , 0 ( 32 , 0 1 ( 32 , 0 282 , 1 ) 17 , 0 1 ( 17 , 0 96 , 1 − − + − ≥ n

(

)

2 2 ) 15 , 0 ( 128 , 0 282 , 1 141 , 0 96 , 1 + ≥ n 4 , 59 ≥ n 60 ≥ n

Maka jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 60 responden. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan cara accidental sample


(50)

berdasarkan kesediaan responden untuk mengisi kuesioner (Singarimbun dan Efendi, 2008). Pengambilan sampel dilakukan di lokalisasi Bukit Maraja.

Kriteria sampel: Kriteria Inklusi:

1. Pria yang berhubungan dengan Pekerja seksual di lokalisasi Bukit Maraja 2. Bersedia menjadi responden

Kriteria Eksklusi:

1. Pria yang tidak berhubungan dengan Pekerja Seksual 2. Tidak bersedia menjadi responden

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner meliputi data mengenai karakteristik responden umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, ketersediaan kondom, dukungan pekerja seksual, petugas kesehatan dan dukungan media terhadap penggunaan kondom pada pria dalam mencegah penyakit menular seksual

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui laporan maupun dokumen dari Puskesmas Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun.


(51)

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan keterandalan) adalah uji yang dilakukan terhadap kuesioner sebelum digunakan untuk mengukur nilai variabel bebas. Hal ini bertujuan agar alat ukur yang digunakan benar-benar tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya. Uji validitas dengan melihat nilai correlation corrected item dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel sebesar 0,361, maka dinyatakan valid dan sebaliknya (Hidayat, 2011). Setelah semua pertanyaan valid analisis dilakukan dengan uji reliabilitas dengan menggunakan

Alpha Cronbach’s. Keputusan uji bila nilai Alpha Cronbach’s > r Corrected Item Total Correlation maka pertanyaan tersebut reliabel (Hastono, 2007).

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada pria di Marimbun Pematang Siantar sebanyak 30 orang. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Independen (Pengetahuan)

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Status

Pengetahuan 1 0,883 Valid

Pengetahuan 2 0,492 Valid

Pengetahuan 3 0,710 Valid

Pengetahuan 4 0,734 Valid

Pengetahuan 5 0,734 Valid

Pengetahuan 6 0,601 Valid

Pengetahuan 7 0,650 Valid

Pengetahuan 6 0,645 Valid

Pengetahuan 9 0,448 Valid

Pengetahuan 10 0,671 Valid


(52)

Berdasarkan Tabel 3.1 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel pengetahuan sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-Tabel) dengan nilai

cronbach alpha 0,903, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel

pengetahuan valid dan reliabel

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Independen (Sikap)

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Keterangan

Sikap 1 0,377 Valid

Sikap 2 0,492 Valid

Sikap 3 0,577 Valid

Sikap 4 0,654 Valid

Sikap 5 0,492 Valid

Sikap 6 0,579 Valid

Sikap 7 0,550 Valid

Sikap 8 0,384 Valid

Sikap 9 0,695 Valid

Sikap 10 0,569 Valid

Reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,839

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sikap sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai

cronbach alpha 0,839 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel


(53)

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Independen (Ketersediaan)

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Keterangan

Ketersediaan 1 0,463 Valid

Ketersediaan 2 0,497 Valid

Ketersediaan 3 0,539 Valid

Ketersediaan 4 0,497 Valid

Reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,712

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel ketersediaan kondom sebanyak 4 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0,712 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel ketersediaan kondom valid dan reliabel

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Independen (Dukungan Pekerja Seksual)

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Keterangan

Dukungan pekerja seksual 1 0,831 Valid

Dukungan pekerja seksual 2 0,523 Valid

Dukungan pekerja seksual 3 0,879 Valid

Dukungan pekerja seksual 4 0,516 Valid

Dukungan pekerja seksual 5 0,767 Valid

Reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,872

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel dukungan pekerja seksual sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0,872 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel dukungan pekerja seksual valid dan reliabel.


(54)

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Independen (Dukungan Petugas Kesehatan)

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Keterangan

Dukungan Petugas Kesehatan 1 0,834 Valid

Dukungan Petugas Kesehatan 2 0,918 Valid

Dukungan Petugas Kesehatan 3 0,918 Valid

Dukungan Petugas Kesehatan 4 0,565 Valid

Dukungan Petugas Kesehatan 5 0,363 Valid

Reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,878

Berdasarkan Tabel 3.5 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel dukungan petugas kesehatan sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0,878 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel dukungan petugas kesehatan valid dan reliabel

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Independen (Dukungan Media)

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Keterangan

Dukungan Media 1 0,615 Valid

Dukungan Media 2 0,475 Valid

Dukungan Media 3 0,789 Valid

Dukungan Media 4 0,651 Valid

Dukungan Media 5 0,587 Valid

Reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,821

Berdasarkan Tabel 3.6 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel dukungan media sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai

cronbach alpha 0,821 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel


(55)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dialami dan diukur yang disebabkan oleh pengaruh variabel bebas adalah penggunaan kondom

3.5.2. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi objek penelitian yaitu dari faktor presdiposing (pengetahuan dan sikap), enabling (ketersediaan kondom) dan reinforcing (dukungan pekerja seksual, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan tokoh masyarakat)

3.5.3 Definisi Operasional

1. Penggunaan kondom adalah perilaku memakai kondom saat melakukan hubungan seksual

2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai kondom sebagai alat mencegah penularan IMS

3. Sikap adalah respon tertutup dari responden mengenai kondom sebagai alat mencegah penularan IMS

4. Ketersediaan kondom adalah tersedianya kondom dikalangan pekerja seksual maupun responden

5. Dukungan pekerja seksual adalah anjuran kepada responden dari pekerja seksual untuk menggunakan kondom dalam mencegah penularan IMS


(56)

7. Dukungan Media adalah anjuran kepada responden dari media baik elektronik ataupun cetak untuk menggunakan kondom dalam mencegah penularan IMS

3.6 Metode Pengukuran 1. Pengetahuan

Variabel pengetahuan terdiri dari 10 pertanyaan, dengan pilihan jawaban “Salah” di beri nilai 0 dan jawaban yang “Benar” diberi nilai 1. Maka skor terendah 0 dan skor tertinggi 5. Pengkategorian untuk pengukuran variabel pengetahuan yaitu :

a. Kurang, jika total skor 0 - 5 b. Baik, jika total skor 6 - 10 2. Sikap

Variabel sikap terdiri dari 10 pertanyaan, dengan pilihan jawaban Sangat tidak Setuju (STS)” diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) di beri nilai 2, Setuju (S) di beri nilai 3 dan Sangat Setuju (SS) di beri nilai 4, maka diperoleh skor terendah 10 dan skor tertinggi 40. Pengkategorian untuk pengukuran variabel sikap yaitu : a. Negatif, jika total skor 10 - 27

b. Positif, jika total skor 28– 40 3. Ketersediaan Kondom

Ketersediaan kondom terdiri dari 4 pertanyaan, dengan pilihan jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan “Tidak” di beri nilai 0. Maka skor total terendah 0 dan skor tertinggi 4. Pengkategorian untuk pengukuran variabel ketersediaan kondom yaitu


(57)

a. Tidak tersedia, jika total skor 0-1 b. Tersedia, jika total skor 2-4 4. Dukungan Pekerja Seksual

Variabel dukungan pekerja seksual terdiri dari 5 item pertanyaan, dengan pilihan jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan “Tidak” di beri nilai 0. Maka skor total terendah 0 dan skor tertinggi 5. Pengkategorian untuk pengukuran variabel dukungan keluarga yaitu :

a. Tidak didukung, jika total skor 0-2 b.Didukung, jika total skor 3-5 5. Dukungan Petugas Kesehatan

Variabel dukungan petugas kesehatan terdiri dari 5 item pertanyaan, dengan pilihan jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan “Tidak” di beri nilai 0. Maka skor total terendah 0 dan skor tertinggi 5. Pengkategorian untuk pengukuran variabel dukungan petugas kesehatan yaitu :

a. Tidak didukung, jika total skor 0-2 b.Didukung, jika total skor 3-5 6. Dukungan Media

Variabel dukungan media terdiri dari 5 item pertanyaan, dengan pilihan jawaban “Ya” diberi nilai 1 dan “Tidak” di beri nilai 0. Maka skor total terendah 0 dan skor tertinggi 5. Pengkategorian untuk pengukuran variabel dukungan media yaitu :


(58)

a.Tidak didukung, jika total skor 0-2 b.Didukung, jika total skor 3-5 c. Penggunaan kondom

Variabel penggunaan terdiri dari 1 pertanyaan, dengan pilihan jawaban yaitu : a.Tidak menggunakan

b.Menggunakan

3.7. Metode Analisis Data

a. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

b. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95% (p< 0,05), sehingga bila hasil analisis statistik < 0,05 maka variabel dinyatakan berpengaruh secara signifikan.

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh seluruh variabel independen secara bersama-sama dengan variabel dependen, dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Uji regresi logistik ganda pada tingkat


(59)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokalisasi Bukit Maraja

Bukit Maraja terletak di Nagori Syah Kuda Kecamatan Gunung Malele Kabupaten Simalungun, dengan batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Sebelah Timur : Pematang Bandar

Sebelah Barat : Kecamatan Jawa Maharaja Bah. Jambi Sebelah Selatan : Kecamatan Siantar

Sebelah Utara : Gunung Maligas

Luas dari lokalisasi Bukit Maraja ± 5 HA. Jumlah penduduk kecamatan Gunung Malela 27.650 dengan laki-laki sebanyak 13.648 jiwa, dan perempuan 14.002 jiwa dengan jumlah penduduk Syahuda, Nagori 2018 0rang dengan laki-laki sebanyak 955 orang dan perempuan sebanyak 1.063 orang. Pekerjaan dari masyarakat Nagori Pematang Syahyuda kebanyakan bekerja di Kebun PTP IV Nusantara.

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 orang, sesuai dengan rencana penelitian. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi umur, dan pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berusia < 35 tahun sebanyak


(60)

30 orang (50,0%) dan yang berusia ≥ 35 tahun sebanyak 30 orang (50,0%). Mayoritas pendidikan responden yaitu SMA sebanyak 42 orang (70,0%).

Tabel 4.1. Karakteristik Responden

No Identitas Responden n %

1. Usia

< 35 tahun 30 50,0

≥ 35 tahun 30 50,0

Jumlah 60 100,0

2 Pendidikan

SMP 12 20,0

SMA 42 70,0

Perguruan Tinggi 6 10,0

Jumlah 60 100,0

4.2.2. Pengetahuan Responden tentang Kondom

Pengetahuan responden tentang kondom menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah mengetahui bahwa sifilis adalah salah satu contoh infeksi menular yaitu sebanyak 59 orang (98,3%) dan mayoritas responden tidak mengetahui akibat jika tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual yaitu sebanyak 32 orang (53,3%). Hasil selengkapnya dapat dilihat dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.2. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Kondom

No Keterangan Bobot nilai Jumlah

Skor

Kurang Baik

n % n %

1 Apakah yang dimaksud dengan

kondom? 23 38,3 37 61,7 37

2 Kegunaan kondom adalah,

kecuali? 22 36,7 38 63,3 38

3 Salah satu keuntungan dari

penggunaan kondom? 12 20,0 48 80,0 48

4 Bagaiman cara menggunakan kondom yang benar?


(61)

Tabel 4.2 Lanjutan

No Keterangan Bobot nilai

Jumlah Skor

Kurang Baik

n % n %

5 Apakah akibatnya jika tidak menggunakan kondom saat behubungan seksual?

32 53,3 28 46,7 28 6 Apakah yang dimaksud dengan

Infeksi Menular Seksual? 17 28,3 43 71,7 43 7 Salah satu contoh infeksi

menular seksual adalah? 1 1,7 59 98,3 59 8 Penyebab dari Infeksi Menular

Seksual adalah, kecuali? 32 53,3 28 46,7 28 9 Penularan IMS dapat terjadi

melalui cara dibawah ini, yang paling utama penularan ter

4 6,7 56 93,3 56

10 Bagaimanakah cara pencegahan

penularan terjadinya IMS? 9 15,0 51 85,0 51 Maka pengetahuan responden tentang penggunaan kondom dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (IMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013 tergolong baik, yaitu (418/600) x 100 %= 69,67%

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Kondom

Kategori Pengetahuan n %

Baik 51 85,0

Kurang 9 15,0

Jumlah 60 100,0

Hasil pengukuran pengetahuan responden secara keseluruhan tentang kondom kemudian dikategorikan dan ditemukan bahwa tingkat pengetahuan baik sebanyak 51 orang (85,0%) dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 9 orang (15,0%).


(62)

4.2.3. Sikap Responden tentang KB

Sikap responden tentang kondom menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan sangat setuju bahwa berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dapat menyebabkan PMS yaitu sebayak 33 orang (55,0%),sebanyak 36 orang (60,0%) mayoritas responden menyatakan setuju bahwa menggunakan kondom dalam berhubungan seksual dapat mencegah penularan PMS. Mayoritas responden tidak setuju bahwa setiap melakukan hubungan seksual harus menggunakan kondom yaitu sebanyak 40 orang (66,7%) dan sebanyak 18 orang (30,0%) responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa mereka mendukung penjualan kondom di tempat umum. Hasil selengkapnya dapat dilihat dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut ini:

Tabel 4.4. Distribusi Sikap Responden tentang Kondom

No Keterangan

Bobot Nilai Skor Sangat tidak setuju Tidak Setuju Sangat tidak setuju Tidak setuju

n % n % n % n %

1 Berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dapat menularkan IMS

0 0,0 1 1,7 26 43,3 33 55,0 212 2 Menggunakan kondom

dalam berhubungan seksual dapat mencegah penularan IMS

0 0,0 2 3,3 36 60,0 22 36,7 200 3 Anda mendukung

penjualan kondom di tempat umum

18 30,0 23 38,3 13 21,7 6 10,0 127 4 Setiap melakukan

hubungan seksual harus menggunakan kondom


(63)

Tabel 4.3 Lanjutan

Maka sikap responden secara keseluruhan tentang penggunaan kondom dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (IMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013 tergolong cukup positif yaitu (1565/2400) x 100 %= 65,20%

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Kondom

Kategori Sikap n %

Positif 20 33,3

Negatif 40 66,7

Jumlah 60 100,0

No Keterangan

Bobot Nilai Skor Sangat tidak setuju Tidak Setuju Sangat tidak setuju Tidak setuju

n % n % n % n %

5 Anda mendukung dan berpartisipasi dalam promosi penggunaan kondom dalam mencegah IMS

2 3,3 7 11,7 44 73,3 7 11,7 176

6 Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang beresiko besar menderita IMS seperti WPS (wanita pekerja seks) harus menggunakan kondom

0 0,0 4 6,7 27 45,0 29 48,3 205

7 Tidak perlu

menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual dengan suami atau istri sendiri

11 18,3 27 45,0 20 33,3 2 3,3 133

8 Penggunaan kondom dalam berhubungan seksual tidak penting


(64)

Hasil pengukuran sikap responden tentang kondom kemudian dikategorikan dan ditemukan bahwa sikap positif sebanyak 20 orang (33,3%) dan sikap negatif sebanyak 40 orang (66,7%).

4.2.4. Ketersediaan Kondom

Ketersediaan kondom menunjukkan bahwa 3 orang (5,0%) menyatakan kondom selalu tersedia di rumah, sebenyak 5 orang (8,3%) menyatakan akses untuk mendapatkan kondom di tempat tinggal cukup mudah. Sebanyak 2 orang (3,3%) responden menyatakan jenis kondom yang tersedia sesuai dengan keinginan mereka. Hasil selengkapnya dapat dilihat dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut ini:

Tabel 4.6. Distribusi Ketersediaan Kondom

No Keterangan

Bobot Nilai

Jumlah Skor Tidak Tersedia Tersedia

n % n %

1 Apakah kondom selalu tersedia di

rumah anda? 57 95,0 3 5,0 3

2 Apakah akses untuk mendapatkan kondom di tempat tinggal anda mudah?

55 91,7 5 8,3 5

3 Apakah anda mendaptkan

kondom dengan cara gratis? 60 100,0 0 0,0 0 4 Apakah jenis kondom yang

tersedia sesuai dengan keinginan anda?

58 96,7 2 3,3 2

Maka ketersediaan kondom secara responden di Lokalisasi Bukit Maraja

Kabupaten Simalungun Tahun 2013 tergolong tidak tersedia yaitu (10/240) x 100 %= 4,17%


(65)

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Ketersediaan Kondom

Kategori Ketersediaan Kondom n %

Tersedia 3 5,0

Tidak Tersedia 57 95,0

Jumlah 60 100,0

Hasil pengukuran ketersediaan kondom kemudian dikategorikan dan ditemukan bahwa tersedia sebanyak 2orang (5,0%) dan tidak tersedia sebanyak 57 orang (95,0%).

4.2.5. Dukungan Pekerja Seksual tentang Penggunaan Kondom

Dukungan pekerja seksual tentang penggunaan kondom menunjukkan sebanyak 8 orang (13,3%) menyatakan mendapatan informasi penggunaan kondom dari pekerja seksual. Sebanyak 45 orang (75,0%) menyatakan pekerja seksual mengizinkan mereka untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual, sebanyak 21 orang (35,0%) menyatakan pekerja seksual menganjurkan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual, sebanyak 12 orang (20,0%) menyatakan pekerja seksual saling mengingatkan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual dan sebanyak 1 orang (1,7%) menyatakan pekerja seksual turut memberikan saran unuk memilih jenis kondom yang digunakan. Hasil selengkapnya dapat dilihat dapat dilihat pada Tabel 4.8. berikut ini:


(66)

Tabel 4.8. Distribusi Dukungan Pekerja Seksual tentang Penggunaan Kondom

No Keterangan

Bobot Nilai

Jumlah Skor Tidak

Didukung Didukung

n % n %

1 Apakah anda mendapatkan

informasi penggunaan kondom dari pekerja seksual?

52 86.7 8 13.3 8

2 Apakah pekerja seksual

mengizinkan anda untuk menggunakan kondom?

15 25.0 45 75.0 45 3 Apakah pekerja seksual

menganjurkan anda untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual?

39 65.0 21 35.0 21

4 Apakah anda dan pekerja seksual saling mengingatkan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual?

48 80.0 12 20.0 12

5 Apakah anda dan pekerja seksual saling mengingatkan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual?

59 98.3 1 1.7 1

Maka dukungan pekerja seksual kepada responden secara keseluruhan tentang penggunaan kondom dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (IMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013 tergolong kurang mendukung yaitu (87/300) x 100 %=29,0%

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Pekerja Seksual tentang Kondom

Kategori Dukungan Pekerja Seksual n %

Mendukung 14 23,3

Tidak mendukung 46 76,7


(67)

Hasil pengukuran dukungan pekerja seksual tentang kondom kemudian dikategorikan dan ditemukan bahwa sebanyak 14 orang (23,3%) mendapatkan dukungan dan sebanyak 46 orang (76,7%) tidak mendukung.

4.2.6. Dukungan Petugas Kesehatan tentang Penggunaan Kondom

Dukungan petugas kesehatan tentang penggunaan kondom menunjukkan sebanyak 9 orang (15,0%) menyatakan pernah mendapatkan konseling tentang pemakaian kondom sebagai pencegah PMS (Penyakit Menular Seksual) dari petugas kesehatan. Sebanyak 10 orang (16,7%) menyatakan pernah mendapatkan kondom gratis dari petugas kesehatan, sebanyak 10 orang (16,7%) menyatakan pernah mendapatkan demonstrasi tentang penggunaan dan pemasangan kondom dengan baik dan benar dari petugas kesehatan, sebanyak 3 orang (5,0%) menyatakan petugas kesehatan menyarankan anda menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual dan sebanyak 5 orang (8,3%) menyatakan petugas kesehatan memberikan leaflet, brosur, dan lainnya tentang penggunaan kondom untuk mencegah PMS (Penyakit Menular Seksual). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10. berikut ini:

Tabel 4.10. Distribusi Dukungan Petugas Kesehatan tentang Kondom

No Keterangan

Bobot nilai

Jumlah Skor Tidak

didukung

Didukung

n % n %

1 Apakah anda pernah mendapatkan konseling tentang pemakaian kondom sebagai pencegah PMS (Penyakit Menular Seksual) dari


(68)

Tabel 4.10 (Lanjutan)

No Keterangan

Bobot nilai Jumlah Skor Tidak didukung Didukung

n % n %

2 Apakah anda pernah mendaptkan kondom gratis dari petugas kesehatan?

50 83,3 10 16,7 10

3 Apakah anda pernah mendapatkan demonstrasi tentang penggunaan dan pemasangan kondom dengan baik dan benar dari petugas kesehatan?

50 83,3 10 16,7 10

4 Apakah petugas kesehatan

menyarankan anda menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual?

57 95,0 3 5,0 3

5 Apakah petugas kesehatan

memberikan leaflet, brosur, dan lainnya tentang penggunaan kondom untuk mencegah PMS (Penyakit Menular Seksual)?

55 91,7 5 8,3 5

Maka dukungan petugas kesehatan kepada responden secara keseluruhan tentang penggunaan kondom dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (IMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013 tergolong kurang mendukung yaitu (37/300) x 100 %=12,33%

Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Petugas Kesehatan tentang Kondom

Petugas Kesehatan n %

Mendukung 10 16,7

Tidak mendukung 50 83,3


(1)

Dukungan Petugas Kesehatan katagori * Pemakaian Kondom

Crosstab

Pemakaian Kondom

Total ya tidak

Dukungan Petugas Kesehatan katagori

Didukung Count 8 2 10

% within Dukungan

Petugas Kesehatan katagori 80.0% 20.0% 100.0% % within Pemakaian

Kondom 47.1% 4.7% 16.7%

% of Total 13.3% 3.3% 16.7%

tidak didukung Count 9 41 50

% within Dukungan

Petugas Kesehatan katagori 18.0% 82.0% 100.0% % within Pemakaian

Kondom 52.9% 95.3% 83.3%

% of Total 15.0% 68.3% 83.3%

Total Count 17 43 60

% within Dukungan

Petugas Kesehatan katagori 28.3% 71.7% 100.0% % within Pemakaian

Kondom 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 28.3% 71.7% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 15.776a 1 .000

Continuity Correctionb 12.870 1 .000

Likelihood Ratio 14.381 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 15.513 1 .000

N of Valid Casesb 60

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.83. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Dukungan Media Katagori * Pemakaian Kondom

Crosstab

Pemakaian Kondom

Total

0 1

Dukungan Media Katagori ya Count 8 8 16

% within Dukungan Media

Katagori 50.0% 50.0% 100.0%

% within Pemakaian Kondom 47.1% 18.6% 26.7%

% of Total 13.3% 13.3% 26.7%

tidak Count 9 35 44

% within Dukungan Media

Katagori 20.5% 79.5% 100.0%

% within Pemakaian Kondom 52.9% 81.4% 73.3%

% of Total 15.0% 58.3% 73.3%

Total Count 17 43 60

% within Dukungan Media

Katagori 28.3% 71.7% 100.0%

% within Pemakaian Kondom 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 28.3% 71.7% 100.0%

Chi-Square Tests Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.411a 1 .235

Continuity Correctionb .766 1 .381

Likelihood Ratio 1.366 1 .242

Fisher's Exact Test .348 .190

Linear-by-Linear Association 1.387 1 .239

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.10. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 60 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 60 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 60 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

0 0

1 1

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Pemakaian Kondom

Percentage Correct

0 1

Step 0 Pemakaian Kondom 0 0 17 .0

1 0 43 100.0

Overall Percentage 71.7

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


(4)

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables PKAT 1.547 1 .214

SKAT 10.506 1 .001

DSKAT 16.702 1 .000

DKTKAT 15.776 1 .000

DMKAT 5.044 1 .025

Overall Statistics 36.944 5 .000

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio) Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 46.443 5 .000

Block 46.443 5 .000

Model 46.443 5 .000

Step 2a Step -1.968 1 .161

Block 44.475 4 .000

Model 44.475 4 .000

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

Model Summary Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 25.086a .539 .774

2 27.054a .523 .752

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Pemakaian Kondom

Percentage Correct

0 1

Step 1 Pemakaian Kondom 0 13 4 76.5


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a PKAT 3.106 3.023 1.055 1 .304 22.323

SKAT 3.875 1.357 8.158 1 .004 48.160

DSKAT 4.051 1.492 7.369 1 .007 57.445

DKTKAT 4.018 1.830 4.821 1 .028 55.567

DMKAT 2.937 1.435 4.186 1 .041 18.859

Constant -9.766 3.220 9.196 1 .002 .000

Step 2a SKAT 3.905 1.393 7.859 1 .005 49.640

DSKAT 4.490 1.526 8.659 1 .003 89.149

DKTKAT 3.786 1.747 4.697 1 .030 44.070

DMKAT 3.068 1.403 4.786 1 .029 21.507

Constant -9.701 3.331 8.479 1 .004 .000

a. Variable(s) entered on step 1: PKAT, SKAT, DSKAT, DKTKAT, DMKAT. Model if Term Removed

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df Sig. of the Change

Step 1 PKAT -13.527 1.968 1 .161

SKAT -19.584 14.083 1 .000

DSKAT -18.413 11.740 1 .001

DKTKAT -15.932 6.778 1 .009

DMKAT -15.126 5.165 1 .023

Step 2 SKAT -20.503 13.951 1 .000

DSKAT -21.283 15.513 1 .000

DKTKAT -16.670 6.286 1 .012

DMKAT -16.587 6.120 1 .013

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 2a Variables PKAT 1.409 1 .235

Overall Statistics 1.409 1 .235


(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Pelayanan Klinik Infeksi Menular Seksual dengan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan IMS pada Wanita Usia Subur Beresiko di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh Tahun 2013

3 89 138

Gambaran Distribusi Penyakit Menular Seksual Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Penderita PMS Pada WTS Di Lokasi Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2000

0 31 85

Karakteristik Pekerja Seks Komersil (Psk) Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Menular Seksual (Pms) Di Lokasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2003

1 35 117

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Menular Seksual Di Puskesmas Padang Bulan Medan

3 82 77

Pengetahuan Pasangan Suami Istri Tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) Di Lingkungan IV Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Tahun 2008

0 35 42

Karakteristik Pekerja Seks Komersil(PSK) Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Menular Seksual (PMS) Di Lokasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2003

0 28 116

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PMS (2)

0 1 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi Perilaku - Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Komdom dalam Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013

0 0 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Komdom dalam Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013

0 0 8

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Komdom dalam Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013

0 0 18