33 sel. Suhartono 1992 menjelaskan bahwa sintesis enzim ekstraseluler dalam jumlah
terbesar secara normal terjadi pada saat sebelum sporulasi, yaitu pada akhir fase eksponensial dan awal fase stasioner. Keadaan tersebut diduga karena pada masa
transisi fase eksponensial diikuti dengan penurunan jumlah sumber karbon dalam medium, sehingga sintesis enzim selulase mulai meningkat.
Terjadinya peningkatan aktivitas enzim pada proses fermentasi diduga disebabkan oleh adanya perubahan pH dari pH awal 4,0 menjadi 3,28 pada hari ke-7
Enari 1983 menyebutkan bahwa pH optimal untuk pertumbuhan Trichoderma sekitar 4,0, sedangkan untuk produksi selulase mendekati 3,0. Selama produksi enzim, pH
harus dipertahankan dalam kisaran 3,0-4,0 karena inaktivasi enzim akan terjadi jika pH berada dibawah 2,0. Penurunan pH yang terjadi pada produksi selulase berhubungan
langsung dengan adanya konsumsi karbohidrat yang terdapat pada onggok. Pola perubahan pH selama fermentasi untuk produksi enzim selulase disajikan pada
Lampiran 5.
4.2.3 Kultivasi Aspergillus niger dan produksi amiloglukosidase
Kultivasi kultur A. niger juga dilakukan selama 7 hari dengan melakukan perhitungan jumlah spora yang terbentuk setiap hari. Pada awal inokulasi terdapat rata-
rata jumlah spora 3,47 x 10
6
ml. Pada akhir hari ke-1 spora mengalami penurunan karena diduga spora mengalami germinasi membentuk miselium berwarna hitam
Gambar 5. Pada hari berikutnya mulai terbentuk spora dengan jumlah rata-rata 3,45 x 10
8
ml. Mikroba menghasilkan spora dengan cepat mulai hari ke-1 hingga hari ke-4 dengan spora berwarna hitam. Setelah hari ke-4 laju pembentukan spora relatif lambat
dan jumlah spora maksimum mulai terjadi pada hari ke-6 dengan jumlah rata-rata spora 1,33 x 10
9
ml. Kurva pertumbuhan A. niger disajikan pada Gambar 7. Pada pengukuran aktivitas enzim kasar amiloglukosidase menunjukkan bahwa
variasi lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim p-value0,05, dimana pada awal fermentasi terjadi penurunan aktivitas enzim sampai pada hari ke-3
dan selanjutnya mengalami peningkatan sampai hari ke-7. Aktivitas maksimal sebesar 62,77 ± 4,49 Uml diperoleh pada lama fermentasi 7 hari dan berdasarkan uji lanjut
34 Duncan, aktivitas ini berbeda nyata dengan semua perlakuan lama fermentasi Lampiran
5.
20 40
60 80
1 2
3 4
5 6
7 Lama fermentasi Hari
A k
ti v
it a
s A
M G
U m
l
-1,00E+08 4,00E+08
9,00E+08 1,40E+09
1,90E+09
J m
l s
p o
ra p
e r
m l
AMG spora
Gambar 7 Kurva pertumbuhan A. niger dan aktivitas glukoamilase Dari Gambar 7 terlihat bahwa aktivitas enzim glukoamilase pada fermentasi
hari ke-1 sampai hari ke-3 mengalami penurunan dari 32,41 Uml -26,47 Uml, hal ini dapat disebabkan enzim dalam masa penyesuaian, sedangkan pada hari ke-4 sampai hari
ke-7 aktivitas enzim semakin meningkat. Ini menunjukkan semakin lama difermentasi aktivitas glukoamilase semakin besar dalam menghidrolisis pati menjadi monomer
glukosa. Perbedaan aktivitas enzim dengan variasi waktu fermentasi dapat disebabkan
meningkatnya aktivitas glukoamilase I pada kompleks glukoamilase A. niger pada kondisi waktu fermentasi yang lebih lama. Hal ini dapat pula disebabkan oleh adanya
perubahan pH selama fermentasi Kombong 2004 Enzim glukoamilase I merupakan komponen kompleks glukoamilase yang aktif
menghidrolisis ikatan α-1,6 glikosidik pada rantai cabang pati dan glukoamilase II aktif
menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik pada rantai lurus pati menjadi monomer glukosa.
Selama proses fermentasi terjadi penurunan pH awal dari 4,0 sampai 2,68 pada hari ke-3. Penurunan pH berhubungan dengan konsumsi karbohidrat oleh mikroba. Bila
karbohidrat atau glukosa telah habis dikonsumsi, aktivitas glukoamilase dan pH akan meningkat kembali.
Meningkatnya pH berhubungan dengan dihasilkannya senyawa amoniak atau dengan dikonsumsinya asam yang terbentuk dalam siklus pertumbuhan
35 segera setelah semua karbohidrat dikonsumsi. Perubahan pH selama fermentasi
produksi enzim glukoamilase dapat dilihat pada Lampiran 5.
4. 3 Proses Hidrolisis dan Karakteristik Hidrolisat
Proses pembuatan hidrolisat dilakukan dengan menghidrolisis fraksi pati dan serat yang terkandung pada bahan. Hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk
menyediakan glukosa yang akan dipergunakan sebagai substrat S. cerevisiae dalam proses fermentasi. Pada dasarnya prinsip hidrolisis adalah memutuskan rantai polimer
bahan menjadi unit-unit monomer yang lebih sederhana. Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi
ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai
polimer bahan. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada
percabangan tertentu. Dalam penelitian ini, pembuatan hidrolisat dilakukan dengan 2 cara yaitu
hidrolisis menggunakan asam dan enzim. Asam yang dipergunakan adalah H
2
SO
4
0,4 M dengan waktu hidrolisis 10 menit pada suhu 121
o
C, tekanan 1 atm. Penggunaan H
2
SO
4
0,4 M diharapkan hanya menghidrolisis fraksi pati tanpa menghidrolisis fraksi seratnya. Hidrolisis enzimatik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu menghasilkan
produk yang lebih spesifik sesuai dengan yang diinginkan, kondisi proses dapat dikontrol dan lebih sedikit menghasilkan produk samping. Enzim yang dipergunakan
meliputi α-amilase, amiloglukosidase komersial AMG, selulase komersial dan selulase
kasar dari T. viride. Enzim α-amilase dan AMG dipergunakan untuk menghidrolisis
fraksi pati menjadi glukosa, sedangkan selulase komersial dan selulase kasar dipergunakan untuk menghidrolisis fraksi serat atau selulosa menjadi glukosa atau gula-
gula sederhana lainnya yang merupakan monosakarida. Proses hidrolisis secara enzimatik meliputi proses likuifikasi dan sakarifikasi.
Pada tahap ini tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan gula
kompleks. Pada tahap likuifikasi dilakukan penambahan enzim α-amilase untuk
memotong ikatan α-1,4 glikosida pati menjadi dekstrin. Proses ini dilakukan pada suhu
36 90
o
C selama 1 jam. Dosis enzim yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 1 mlkg pati Budiyanto et al. 2005 . Likuifikasi merupakan proses pencairan pati yang
telah mengalami gelatinisasi. Gelatinisasi dapat dilakukan dengan melakukan pemanasan pati di dalam air sehingga granula pati mulai mengembang sehingga
kekentalannya meningkat Thomas dan Atwell 1997. Adanya proses gelatinisasi menyebabkan ikatan-ikatan antar molekul pati lebih lemah sehingga kerja enzim dapat
lebih mudah. Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50
o
C selama 48 jam. Enzim yang ditambahkan pada tahap ini adalah AMG yang berfungsi untuk memutuskan rantai pati
menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian non pereduksi, baik pada ikatan α-1,4
maupun α-1,6 glikosida dan menghasilkan unit-unit glukosa. Dosis AMG yang
dipergunakan sebesar 1,2 mlkg pati Budiyanto et al. 2005 . Beberapa perlakuan hidrolisis pada tahap sakarifikasi ditambahkan enzim selulase baik yang komersial
maupun filtrat enzim selulase kasar. Enzim selulase yang ditambahkan pada tahap sakarifikasi ini diharapkan dapat menghidrolisis fraksi serat terutama selulosa yang
mempunyai ikatan β-1,4 glikosida untuk menghasilkan glukosa. Karakteristik hasil
hidrolisis asam dan enzim disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik hasil hidrolisis asam dan enzim
Hidrolisis Total gula
bv Gula reduksi
bv DE
Asam H
2
SO
4
0,4 M α-amilase, AMG
α-amilase, AMG, selulase kasar α-amilase, AMG, selulase komersial
38,93 ± 8,09 34,93 ± 10,28
35,59 ± 11,32 36,62 ± 22,23
22,04 ± 4,31 19,50 ± 3,65
21,11 ± 1,94 26,43 ± 2,60
56,63 55,82
59,32 72,17
AMG : Amiloglukosidase komersial, Data : Rerata ± standar deviasi n = 3 Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan jenis hidrolisis tepung
ubi kayu berpengaruh nyata terhadap total gula yang dihasilkan Lampiran 6. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara hidrolisis asam
dengan hidrolisis yang hanya menggunakan enzim amilolitik α-amilase, AMG, namun
perlakuan asam ini tidak bebeda nyata dengan perlakuan hidrolisis yang menggunakan enzim amilolitik dan selulase. Total gula tertinggi diperoleh dari hasil hidrolisis asam
yaitu sebesar 389,25 ± 8,09 gL.
37 Penggunaan H
2
SO
4
menghasilkan total gula lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis secara enzimatik, hal ini diduga karena hidrolisis menggunakan asam akan
memecah secara acak polisakarida pati maupun non pati seperti selulosa dan hemiselulosa dalam jumlah yang lebih besar. Proses hidrolisis kulit ubi kayu dengan
menggunakan H
2
SO
4
dengan konsentrasi 0,01-0,25 M pada suhu 135
o
C, tekanan 15 lb inch
2
, selama 90 menit diperoleh hasil 199 mg gula pereduksigram bahan bk dengan komposisi 37
glukosa, 4,8 xilosa dan 4,1 ramnosa Kongkiattikajorn dan Kalaya 2006.
Analisis keragaman terhadap gula pereduksi menunjukkan perbedaan perlakuan hidrolisis berpengaruh nyata terhadap gula pereduksi, dan dari uji lanjut Duncan
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan, dimana gula pereduksi tertinggi diperoleh dari hasil hidrolisis menggunakan kombinasi
α-amilase, AMG, selulase komersial yaitu sebesar 264, 28 ± 2,60 gL Gambar 8 dan Lampiran 6.
100 200
300 400
500
Asam H2SO4 α-amilase, AMG α-amilase, AMG,
selulase komersial α-amilase, AMG,
selulase kasar Jenis hidrolisis
K o
n se
n tr
as i
g L
Total gula Gula pereduksi
Gambar 8 Pengaruh hidrolisis terhadap total gula dan gula pereduksi Angka pereduksi atau dextrose equivalent DE menunjukkan jumlah gula
pereduksi dari pati atau turunannya yang dihitung sebagai nilai dekstrosa Wurzburg 1989. Nilai DE sesungguhnya memberikan sedikit gambaran tentang kandungan gula
pereduksi dalam suatu larutan, namun besaran ini dapat dipergunakan secara tidak
38 langsung untuk mengukur jenis dan kuantitas gula-gula yang ada di dalam larutan atau
spektrum gula Tjokroadikoesoemo 1986. Pada hidrolisis secara enzimatik, terlihat bahwa adanya penambahan enzim
selulase komersial dan enzim kasar dapat meningkatkan kandungan gula pereduksi yang ada pada bahan jika dibandingkan dengan perlakuan yang hanya menggunakan enzim
α- amilase, AMG. Angka pereduksi tertinggi 72,166 diperoleh dari proses sakarifikasi
dengan AMG yang ditambahkan selulase komersial 15 Unitg serat kasar, diikuti oleh proses sakarifikasi dengan AMG yang ditambahkan selulase kasar sebesar 59,315
dan hidrolisis tanpa penambahan enzim selulase sebesar 57,154 . Adanya
peningkatan konsentrasi gula pereduksi dengan penambahan enzim selulase jika dibandingkan dengan hanya menggunakan enzim amilolitik diduga enzim selulase
mampu menghidrolisis selulosa pada fraksi serat untuk menghasilkan lebih banyak glukosa. Selain itu, diduga enzim selulase mampu melonggarkan dan menghidrolisis
ikatan-ikatan pada serat sehingga kinerja enzim AMG dapat lebih maksimal untuk menghidrolisis fraksi pati menghasilkan glukosa.
Peningkatan konsentrasi gula pereduksi dapat disebabkan oleh serangan
selulase secara sinergis antara endoglukonase, selobiohidrolase dan β-glukosidase.
Pada tahap awal endoglukonase menghidrolisis ikatan 1,4 secara acak dan bekerja pada bagian amorf dari serat selulosa. Selanjutnya selobiohidrolase menghidrolisis ujung
rantai selulosa menghasilkan selobiosa, dimana selobiosa ini dihidrolisis oleh
β- glukosidase menjadi glukosa Dewi 2002; Reezey et al. 1996
Menurut Sriroth et al. 2000, untuk meningkatkan hasil hidrolisis singkong yang mengandung fraksi pati dan serat dapat dilakukan dengan menggunakan
campuran enzim selulase, xilanase, β,D-glukosidase, amilase, AMG dan pektinase.
Dengan adanya campuran enzim akan dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi pati dengan meregangkan atau menghidrolisis struktur polisakarida yang mengikat pati.
Penggunaan selulase 15 Ug substrat dan pektinase 122,5 Ug substrat untuk menghidrolisis tepung ubi kayu selama 1 jam dapat meningkatkan perolehan pati 40 .
Obalua 2007, melaporkan bahwa hidrolisis onggok ubi kayu dengan menggunakan selulase dan pektinase pada suhu 28
o
C selama 1 jam, diikuti dengan hidrolisis
α-amilase pada suhu 100
o
C selama 2 jam dam kemudian dihidrolisis dengan AMG pada suhu 60
o
C selama 4 jam menghasilkan 12,24 bv gula pereduksi.
39 Peningkatan konsentrasi gula pereduksi disebabkan oleh adanya sinergi antara selulase,
α-amilase, AMG dan adanya penambahan pektinase dapat mengurangi kekentalan substrat sehingga kinerja enzim lebih efektif.
Srinorakutara et al. 2004 menyatakan bahwa hidrolisis onggok ubi kayu dengan menggunakan H
2
SO
4
0,6 M pada suhu 120
o
C selama 30 menit menghasilkan gula pereduksi maksimum 6,09 bv. Hidrolisis dengan menggunakan enzim
α- amilase dan AMG menghasilkan konsentrasi gula pereduksi 4,23 bv. Hidrolisis
dengan kombinasi enzim selulase, α-amilase dan AMG menghasilkan konsentrasi gula
pereduksi 4,74 bv. Hidrolisis dengan menggunakan enzim pektinase, selulase, α-
amilase dan AMG menghasilkan 4,98 bv gula pereduksi.
4.4 Proses Fermentasi