Kultivasi Trichoderma viride Produksi enzim selulase

31

4.2.1 Kultivasi Trichoderma viride

Kultivasi pertumbuhan dilakukan untuk menentukan waktu yang diperlukan oleh T. viride untuk menghasilkan spora maksimum yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai kultur dalam media produksi selulase. Kultivasi kultur dilakukan dengan menghitung jumlah spora yang terbentuk setiap hari selama 7 hari. Pada awal inokulasi terdapat rata-rata jumlah spora 7,08 x 10 7 ml. Pada akhir hari ke-1 jumlah spora mengalami penurunan yang cukup signifikan karena spora diduga telah mengalami germinasi membentuk miselium berwarna putih Gambar 5. Pada hari berikutnya mulai terbentuk spora berwarna putih dengan jumlah rata-rata 1,02 x 10 8 ml. T. viride mengalami fase untuk menghasilkan spora dengan cepat mulai dari hari ke-1 hingga hari ke-3. Setelah hari ke-3, T. viride mulai menunjukkan fase pembentukan spora relatif lambat. Pada fase ini miselium dan spora yang dihasilkan masih berwarna putih kehijauan. Perubahan warna miselium dan spora dari putih menjadi hijau mulai terbentuk setelah kultivasi selama 6 hari. Jumlah spora maksimum dengan rata-rata spora 1,58 x 10 9 ml terjadi pada hari ke-6. Kurva pertumbuhan T. viride disajikan pada Gambar 6. 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 Lama fermentasi hari A k ti v it a s C M C -a s e F P -a s e U m l 0,E+00 4,E+08 8,E+08 1,E+09 2,E+09 2,E+09 J u m la h s p o ra p e r m l CMC-ase Uml PF-ase Uml Jml spora Gambar 6 Kurva pertumbuhan T. viride, aktivitas CMC-ase dan FP-ase 32

4.2.2 Produksi enzim selulase

Pada penelitian ini produksi enzim selulase menggunakan Media Andreoti yang dimodifikasi Jenie 1990. Modifikasi dilakukan dengan mengganti selulosa murni sebagai bahan penginduksi selulase menggunakan onggok ubi kayu. Onggok dapat dipergunakan sebagai bahan penginduksi selulase karena mengandung serat kasar terutama selulosa yang dapat dipergunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba. Selain itu, selulosa juga merupakan senyawa penginduksi sintesis enzim selulase. Kandungan serat kasar onggok rata-rata 6,58 ± 0,08 bb. Konsentrasi onggok yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 10 gL. Menurut Richana et al. 2004, kadar serat kasar onggok adalah 9,7 yang terdiri dari lignin 1,3 , xilan 5,8 dan selulosa 2,61 . Penentuan pengaruh lama fermentasi yang menghasilkan aktivitas paling tinggi dilakukan dengan mengukur besarnya aktivitas enzim kasar setiap hari selama 1 minggu. Pengukuran antivitas enzim ini meliputi CMC-ase dan FP-ase. Dari hasil analisis keragaman diperoleh bahwa lama fermentasi memberi pengaruh nyata terhadap besarnya aktivitas CMC-ase dan FP-ase p-value0,05 Lampiran 5 Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa pada awal fermentasi terjadi penurunan aktivitas CMC-ase sampai hari ke-4. Setelah itu aktivitas enzim CMC-ase cenderung mengalami peningkatan dan aktivitas maksimal sebesar 5,05 ± 0,42 Uml diperoleh setelah fermentasi selama 7 hari atau 1 minggu, namun berdasarkan uji lanjut Duncan, aktivitas CMC-ase ini tidak berbeda nyata pada fermentasi selama 6 hari. Hal serupa juga ditunjukkan pada besarnya aktivitas FP-ase, dimana pada awal fermentasi juga terjadi penurunan aktivitas sampai hari ke-3 dan pada hari berikutnya mengalami peningkatan. Aktivitas maksimal sebesar 4,77 ± 0,72 Uml juga diperoleh setelah fermentasi selama 7 hari, namun berdasarkan uji lanjut Duncan, aktivitas FP-ase ini tidak berbeda nyata pada fermentasi selama 6 hari. Jenie 1990 memproduksi selulase kasar dari T. reesei selama 9 hari menggunakan substrat onggok diperoleh besarnya aktivitas CMC-ase 12,7 Uml dan FP-ase sebesar 0,88 Uml. Terjadinya peningkatan aktivitas enzim selulase CMC-ase dan FP-ase menunjukkan T. viride telah melakukan degradasi terhadap fraksi selulosa yang terdapat pada substarat untuk menghasilkan glukosa yang akan dipergunakan untuk metabolisme 33 sel. Suhartono 1992 menjelaskan bahwa sintesis enzim ekstraseluler dalam jumlah terbesar secara normal terjadi pada saat sebelum sporulasi, yaitu pada akhir fase eksponensial dan awal fase stasioner. Keadaan tersebut diduga karena pada masa transisi fase eksponensial diikuti dengan penurunan jumlah sumber karbon dalam medium, sehingga sintesis enzim selulase mulai meningkat. Terjadinya peningkatan aktivitas enzim pada proses fermentasi diduga disebabkan oleh adanya perubahan pH dari pH awal 4,0 menjadi 3,28 pada hari ke-7 Enari 1983 menyebutkan bahwa pH optimal untuk pertumbuhan Trichoderma sekitar 4,0, sedangkan untuk produksi selulase mendekati 3,0. Selama produksi enzim, pH harus dipertahankan dalam kisaran 3,0-4,0 karena inaktivasi enzim akan terjadi jika pH berada dibawah 2,0. Penurunan pH yang terjadi pada produksi selulase berhubungan langsung dengan adanya konsumsi karbohidrat yang terdapat pada onggok. Pola perubahan pH selama fermentasi untuk produksi enzim selulase disajikan pada Lampiran 5.

4.2.3 Kultivasi Aspergillus niger dan produksi amiloglukosidase