Sistem Klasifikasi Landform di Indonesia Kerangka Acuan LREPP II

gletser. Proses endogenetik terjadi melalui diastrofisme dan volkanisme, sedangkan proses ekstraterestrial terjadi melalui jatuhnya meteor. Proses hancuran iklim dan erosi yang terjadi pada batuan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap bentuk lahan, yang disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu: kondisi iklim, jenis penyusun batuan, dan lamanya proses pembentukan lahan tersebut Desaunettes, 1975.

2.6.3. Sistem Klasifikasi Landform di Indonesia

Christian Steward 1968 menggunakan pendekatan Landsystem. Pendekatan ini dikembangkan di Australia dan di Indonesia pernah digunakan oleh Departemen Transmigrasi pada tahun 1989 dalam proyek RePPProT. Sistem klasifikasi ini menggunakan aspek geomorfologi, iklim dan penutupan lahan. Desaunnetes 1977, dengan “Catalogue Landform for Indonesia” yang menggunakan pendekatan fisiografik dan bentuk wilayah. Katalog ini digunakan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dalam penyusunan sistem klasifikasi lahan untuk Proyek LREPP-I tahun 1985-1990. Zuidam 1979 Zuidam and Cancelado 1978 dengan metode “Terrain Analysis” nya, menggunakan dasar geomorfologi disertai keadaan bentuk wilayah, stratigrafi dan keadaan medan. Buurman dan Balsem 1990 menggunakan pendekatan satuan lahan. Sistem ini digunakan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dalam penyusunan sistem klasifikasi lahan untuk Proyek LREPP-I di Pulau Sumatra tahun 1985-1990. Marsoedi, et.al. 1997 menggunakan pendekatan proses geomorfik. Sistem ini merupakan perbaikan sistem Desaunnetes dan Buurman Balsem dengan memperhatikan kondisi di Indonesia.

2.6.4. Klasifikasi Landform LREPP I

Land Resources Evaluation and Planning Project LREPP I adalah kegiatan survei dan pemetaan tanah tingkat tinjau dengan skala 1 : 250.000 di Pulau Sumatera. Pembagian landform dalam LREPP I ini, kategori paling tinggi berupa grup-grup fisiografi yang pada dasarnya berdasarkan proses geomorfik. Namun masih terdapat grup fisiografi yang masih tidak konsisten dalam penamaannya, yaitu grup perbukitan, grup pegunungan, dan grup dataran, yang menggunakan terminologi bentuk wilayah relief. Di samping itu, karena sistem ini digunakan khusus untuk Pulau Sumatera, maka muncul grup-grup fisiografi khusus karena kekhasannya, yaitu: Grup dataran Tuff masam dan grup Tuff Toba masam.

2.6.4.1. Landform Utama LREPP I

Grup Kubah Gambut D, gambut ombrogen yang luas di daerah dataran pantai, membentuk kubah setinggi 10 m atau lebih di atas level batas permukaan air sungai tertinggi, pada umumnya dipengaruhi oleh air dengan salinitas tinggi. Bagian ini tidak termasuk kedalam bagian gambut topogen dengan level permukaan hampir tidak cembung yang terjadi pada bagian rawa belakang. Grup Aluvial dan daerah tersebut merupakan daerah yang mengalami banjir musiman akibat posisi topografi daerah tersebut. Vegetasi khusus : hutan gambut. Grup Aluvial A, landform lain yang terkait dengan aktivitas danau mudarecent, meandering dan sungai braiding, dan proses pengendapan akibat kemiringan lereng koluvium, tidak termasuk bagian-bagian di mana marin berpengaruh dominan tidak salin. Landform ini sebagian besar terdiri dari dataran aluvial yang luas pada daerah pantai, lembah sungai pada daerah dataran tinggi, endapan koluvial pada kipas aluvium dan foot slopes, endapan lakustrin, dan teras sungai. Grup Marin B, landform recent dan subrecent lainnya yang terkait dengan proses marin dan perimarin; lingkungan payau dan salin: punggung pesisir, cekungan pesisir, rawa air asin, dataran lumpur, mangrove, endapan delta, endapan estuarin, bukit pasir, terumbu karang. Grup ini bukan termasuk landform yang berumur lebih tua, daerah dataran angkatan atau teras marin pencucian garam. Grup Teras Marin T, dataran pantai dan teras abrasi yang terangkat, tererosi, dan tertoreh. Torehan landform, datar, horisontal, atau mempunyai permukaan lereng yang halus. Landform ini mempunyai luas yang besar, pada umumnya subsoil terdiri atas stratifikasi endapan marin atau hasil erosi batuan yang lebih tua. Teras sungai dan teras lakustrin tidak termasuk ke dalam satuan landform ini, akan tetapi termasuk ke dalam grup landform Aluvial. Grup Dataran Tuff Masam I, dataran luas yang terdiri atas akumulasi tuff volkan masam dengan karakteristiknya, landform, dan tanah. Tuf masam utama yang tergolong pada grup ini adalah formasi Palembang QTpv, Tpp, Tmp pembentuk tuff Lampung Qhv, tuff Ranau Qrv, dan lain-lain. Tuff masam ini juga dikenal dengan istilah “ Ignimbrites”, bagian dari tuff yang telah mengendap di dalam lingkungan cekungan marin. Rhyolit Toba tidak termasuk ke dalam bagian ini. Grup Dataran P, dataran lain yang tidak terbentuk dari bahan volkan masam. Daerah-daerah yang mempunyai keseragaman lereng dengan kemiringan kurang dari 16 dan amplitudo kurang dari 50 m, serta cakupannya sangat luas. Bentang lahan tua; yang telah tererosi dan terpotong. Volkan muda, marin, dataran aluvial, dan dataran karst tidak termasuk ke dalam grup landform ini. Grup Tuff Toba Masam Q, tuff masam yang berasal dari erupsi Toba Toba Rhyolite, mencakup ketinggian 0 – 2000 m. Pada umumnya panjang, mempunyai derajat kemiringan lereng yang homogen, terdapat pada lembah- lembah sungai, plateau. Akumulasi endapan tuff masam, kadang terlihat. Grup Volkanik V, landform lain yang berumur recent dan subrecent, secara umum intermedier sampai mafik, aktivitas volkan. Stratovolkan dan hasil erosi stratovolkan, aliran lava, plateau lava, lahar. Blok patahan volkan tidak termasuk di dalamnya, dan subgrup ini tidak mencakup Rhyolit Toba. Grup Karst K, landform yang sebagian besar terbentuk oleh bahan berkapur. Bentuknya secara umum tidak beraturan, pelarutan bahan kapur lunak menimbulkan munculnya batu gamping yang keras yang tahan terhadap pelarutan ke permukaan. Berlereng curam dan bentuknya berombak tidak beraturan dibandingkan dengan bahan yang muncul secara horisontal. Pada batu gamping yang keras, tanah pada umumnya tidak memiliki solum yang dalam, kecuali terjadi pada lekukan-lekukan daerah tersebut. Pada umumnya tanah yang terdapat pada landform ini mempunyai solum yang dangkal dengan ketebalan yang beragam. Pada umumya terdapat jalur drainase yang tampak jelas. Grup Perbukitan H, landform yang terbentuk oleh proses erosi dan orogenesa, terdiri dari bukit kecil dan perbukitan dengan amplitudo relief 10 – 50 m atau 50 – 300 m, dengan bahan induk yang bervariasi. Termasuk di dalamnya yang diakibatkan oleh proses struktural. Grup Pegunungan dan Plateau M, gunung : area yang sangat luas dengan amplitudo relief lebih dari 300 m. Rangkaian pegunungan, blok pegunungan. Daerah ketinggian yang relatif datar, sedikit atau banyak tertoreh, dibatasi oleh tebing yang terjal menuju daerah yang lebih rendah. Landform pegunungan akibat proses volkanik baru dan Rhyolit Toba tidak termasuk ke dalam bagian ini. Grup Aneka, landform lain yang tidak termasuk ke dalam salah satu grup landform, dan bukan lahan pertanian atau pengaruh aktivitas manusia. Termasuk ke dalam landform ini adalah lembah curam, kota, danau, tempat pembuangan sampah akhir, dan lain-lain Buurman dan Balsem, 1990.

2.6.5. Klasifikasi Landform LREPP II

Second Land Resource Evaluation and Planning Project LREPP II adalah proyek kegiatan survei dan pemetaan tanah tingkat semi detil dengan skala 1:50.000 pada tahun 1992-1997 pada beberapa wilayah di Indonesia. Kegiatan LREPP II ini merupakan lanjutan kegiatan LREPP I yang telah melaksanakan kegiatan survei sumberdaya lahan tingkat tinjau skala 1:250.000 di Pulau Sumatera. Sistem pambagian landform yang diterapkan oleh LREPP II ini merupakan hasil perbaikan dari sistem landform LREPP I yang dinilai masih kurang konsisten antara proses geomorfik dan relief. Kategori paling tinggi dalam sistem landform LREPP II didasarkan pada proses geomorfik utama, yaitu proses geomorfik karena gaya endogenhipogen, gaya eksogenepigen, dan gaya ekstraterestrial. Kategori-kategori selanjutnya didasarkan atas bentukan landformnya sendiri, relief, litologi, tingkat erosi atau torehan, dan sebagainya Marsoedi et al., 1997.

2.6.5.1. Landform Utama LREPP II

Grup Aluvial A, landform muda recent dan subrecent yang terbentuk dari proses fluvial aktivitas sungai, koluvial gravitasi, atau gabungan dari proses fluvial dan koluvial. Grup Marin M, landform yang terbentuk dari proses marin, baik yang bersifat konstruktif pengendapan maupun destruksi abrasi. Daerah yang terpengaruh air permukaan yang bersifat asin secara langsung ataupun daerah pasang-surut tergolong dalam landform marin. Grup Fluvio-Marin B, landform yang terbentuk oleh gabungan dari proses fluvial dan marin. Keberadaan landform ini dapat terbentuk pada lingkungan laut berupa delta ataupun di muara sungai yang terpengaruh langsung oleh aktivitas laut. Grup Gambut G, landform yang terbentuk di daerah rawa baik rawa pedalaman maupun maupun di daerah dataran pantai dengan akumulasi bahan organik yang cukup tebal. Landform ini dapat berupa kubah dome maupun bukan kubah. Grup Eolin E, landform yang terbentuk oleh proses pengendapan bahan halus pasir, debu yang terbawa angin. Grup Karst K, landform yang didominasi oleh bahan batu gamping keras dan masif, pada umumnya keadaan topografi daerah tidak teratur. Landform ini terbentuk terutama karena proses pelarutan bahan batuan penyusun, dengan terjadinya antara lain : sungai di bawah tanah, gua-gua dengan stalaktit dan stalagmit, sinkhole, doline, uvala, polje, dan tower karst. Grup Volkanik V, landform yang terbentuk karena aktivitas volkan atau gunung berapi. Landform ini terutama dicirikan dengan adanya bantukan kerucut volkan, aliran lahar, lava ataupun wilayah yang merupakan akumulasi bahan volkanik. Grup Tektonik dan Struktural T, landform yang terbentuk sebagai akibat dari proses tektonik orogenesis dan epirogenesis berupa proses angkatan, lipatan, dan atau patahan. Umumnya Landform ini mempunyai bentukan yang ditentukan oleh proses-proses tersebut dan karena sifat litologinya struktural. Grup Aneka X, bentukan alam atau hasil kegiatan manusia yang tidak termasuk dalam grup yang telah diuraikan di atas, misalnya : lahan rusak, singkapan batuan, penambangan, penggalian, landslide, wilayah sangat berbatu, dan lain-lain Marsoedi et al., 1997.

2.6.6. Kerangka Acuan LREPP II

Tujuan utama dari kegiatan proyek LREPP II ini adalah pengembangan kemampuan institusional dalam hal pengumpulan, penelitian, evaluasi, penyajian, dan pengelolaan data sumberdaya lahan serta penggunaannya dalam proses perencanaan fisik Marsoedi et al., 1997. Secara garis besar kerangka acuan pelaksanaan proyek LREPP II adalah sebagai berikut : Gambar 1. Diagram alir proses pemetaan LREPP II Persiapan Pengumpulan dan Evaluasi Data - Peta Rupa Bumi 1: 50.000 - FU dan Citra Satelit - Data Iklim - Data Pendukung Interpretasi Foto Udara - Delineasi Landform - Delineasi Land use Vegetasi Prasurvei Laporan Persiapan Survei Tanah Utama Pengamatan sifat dan penyebaran tanah Analisa Tanah - Fisik Kimia - Korelasi Tanah Digitasi Pencetakan Peta Tanah

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan studi pustaka dari hasil-hasil survei dan pemetaan tanah LREPP II yang tersedia di arsip data base Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian BBSDLP, Jl. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2010 hingga Januari 2011.

3.2. Metode Penelitian

Secara garis besar penelitian ini dilakukan melalui 2 dua tahapan, yaitu: tahap kompilasi dan tahap analisis data, dengan rincian masing-masing disajikan pada Gambar 2. 3.2.1. Tahap Kompilasi Data Kompilasi data dilakukan dari data base Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Data yang dikompilasi berasal dari hasil survei dan pemetaan Second Land Resource Evaluaton And Planning Project LREPP II yang terdiri dari 4 jenis data, yaitu data site dan horizon SH, data soil sample analysis SSA, plotting pengamatan lapang, peta tanah dan legenda MU. Data LREPP II yang digunakan meliputi 8 lokasi, yaitu: daerah Karawang Jawa Barat, Semarang Jawa Tengah, Pangkalanbun Kalimantan Tengah, Pacitan dan Gresik Jawa Timur, serta daerah Oesao, Besikama, dan Bena Nusa Tenggara Timur. Data SH terdiri atas: nama pemeta, nomor observasi, data iklim, landform, bahan induk, elevasi, relief, kedalaman efektif, drainase, dan klasifikasi tanah sampai kategori serie tanah menurut sistem USDA 2003. Data SSA terdiri atas: nama pemeta, nomor observasi, kedalaman, simbol lapisan, warna tanah, tekstur struktur, konsistensi, pH, KTK tanah, KTK liat, kejenuhan basa, kadar Ca, Mg, K, Na, N, dan kadar C. Plotting pengamatan terdiri atas data yang mempunyai referensi geografis. Sedangkan peta tanah berupa data spasial dan legenda. Legenda peta terdiri atas: No SPT, klasifikasi tanah pada kategori seri famili, persen kemiringan lereng, bentuk wilayah, landform, bahan induk, dan luas.