ciii harus self legitimate yaitu dibentuk berdasarkan kemauan atau aspirasi oleh, dari
dan untuk warga masyarakat itu sendiri baik bentuk lembaga, nama, pengurus, Anggaran Dasar AD dan Anggaran Rumah Tangga ART dan sebagainya
ditentukan oleh warga masyarakat itu sendiri. Saat ini dengan adanya wadah organisasi MHBM yang mereka bentuk, para peserta MHBM sering
mengadakan rapat dan pertemuan untuk saling bertukar informasi dan untuk mengetahui perkembangan organisasi MHBM serta mengupayakan pemecahan
permasalahan jika terjadi konflik. Dengan demikian, dengan adanya program MHBM, pengetahuan masyarakat tentang bagaimana berorganisasi bertambah.
Sedangkan untuk pengetahuan bidang pertanian, pada awal-awal tahun pelaksanaan MHBM, pihak perusahaan menyelenggarakan pelatihan kursus
tentang kegiatan budidaya tumpangsari atau agro trisula bagi peserta MHBM dengan tenaga penyuluh atau pembimbing berasal dari perusahaan sendiri. Materi
yang diberikan terkait dengan kegiatan agribisnis trisula yaitu sayur cepat, ikan cepat dan ternak sehat.
5.5. Manfaat Lingkungan
Sebelumnya telah disebutkan bahwa keberhasilan kegiatan MHBM selain dapat memberikan manfaat ekonomis dan manfaat sosial, juga memberikan
manfaat lingkungan. Dalam penelitian ini, manfaat lingkungan yang diterima masyarakat adalah dengan melihat indikator : peningkatan luas areal yang
berpenutupan hutan dan penurunan kebakaran hutan tanaman
Peningkatan Luas Areal yang Berpenutupan Hutan
Yang dimaksud dengan areal yang berpenutupan hutan disini adalah kawasan hutan bekas tebangan tanaman daur pertama yang ditanami dengan
jenis tanaman pokok HTI akasia Acacia mangium dan diharapkan pada akhir daur tanaman berumur 7-8 tahun dapat memberikan hasil baik berupa kayu
maupun jasa. Berrdasarkan hasil pengumpulan data, luas kawasan hutan bekas tebangan
yang menjadi areal MHBM telah direalisasikan kegiatan penanamannya di lingkup wilayah pene litian sejak tahun 2001 – 2005 adalah seluas 7.701,843 ha.
civ Sedangkan secara keseluruhan areal HPHTI, PT. MHP telah memanen dan
menanam kembali untuk daur tanaman kedua dengan jenis A.mangium seluas 137.594,9 ha sampai dengan tahun 2002. Penanaman tersebut dilakukan pada
areal eks tebangan tanpa merubah kondisi areal. Dengan dilakukannya kegiatan penanaman, areal MHBM yang semula berupa areal kosong atau terbuka menjadi
areal yang berpenutupan hutan tanaman kembali.
Penurunan Kebakaran Hutan Tanaman
Berdasarkan hasil pengumpulan data, pada tahun 1997 telah terjadi kebakaran hutan yang cukup besar seluas 1.133,23 ha yang menurut pihak PT.
MHP dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam berupa panjangnya musim kemarau yang
terjadi. Pada saat musim kemarau, tanaman akasia umumnya menggugurkan daunnya akibatnya lantai hutan akan ditutupi oleh daun-daun akasia yang sudah
kering dan mengandung bahan sejenis resin yang mudah terbakar. Dengan kondisi seperti itu, pada musim kemarau yang panjang tanaman akasia sangat rentan
terbakar. Walaupun faktor alam memiliki potensi penyebab terjadinya kebakaran, namun tanpa adanya faktor manusia sengaja maupun tidak sengaja sebagai
pemicu yang membawa sumber api ke dalam kawasan hutan, maka peluang terjadinya kebakaran cukup kecil. Dengan adanya kegiatan MHBM di wilayah
tersebut, maka selama kurun waktu pelaksanaan MHBM, terjadi penurunan intensitas terjadinya kebakaran hutan. Perkembangan intensitas terjadinya
kebakaran hutan pada Tabel 33. Tabel 33 Perkembangan kejadian kebakaran
PT. Musi Hutan Persada Tahun Luas kebakaran
Keterangan 1997
4.688,37 1998
-- Tidak ada laporan
1999 --
Tidak ada laporan 2000
-- Tidak ada laporan
2001 --
Tidak ada laporan 2002
5.138 2003
2004 2005
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, 2005
cv Penurunan intensitas kebakaran tersebut dikarenakan kepedulian masyarakat
yang semakin tinggi terhadap keberhasilan tanaman HTI dan adanya rasa memiliki terhadap tanaman yang sudah ada. Dengan adanya program MHBM di
wilayah tersebut, masyarakat bersama dengan pihak PT. MHP bersama-sama melakukan kegiatan pencegahan dan pengendalian terhadap terjadinya kebakaran
hutan. Rendahnya intensitas kebakaran hutan tanaman di wilayah itu juga disebabkan adanya kewajiban yang harus dipenuhi oleh masyarakat peserta
MHBM sesuai dengan yang tercantum dalam Akta Kesepakatan. Sebagai insentif kepada masyarakat kelompok tani MHBM, dalam upaya pencegahan dan
pengendalian kebakaran dalam musim kemarau tahun 2005, PT. MHP memberikan insentif kepada masyarakat Desa Subanjeriji sebesar Rp. 200.000,-
per bulan selama 3 tiga bulan. Menurut Society American Forester dalam Affianto 2004, hutan adalah
asosiasi tumbuhan dimana pohon-pohontumbuhan berkayu lainnya secara predominan menempati wilayah yang luas dan keadaannya cukup rapat
sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan iklim mkiro yang berbeda dengan iklim yang berada di luarnya.
Selain itu menurut Brown 1995 dalam Affianto 2004, aktifitas manusia di sektor kehutanan mempunyai dampak yang nyata terhadap konsentrasi CO
2
di atmosfir. Hutan berperan sebagai penyerap sink dan penyimpan reservoir
karbon melalui penyimpanan sejumlah besar karbon pada pohon, tumbuhan bawah, lantai hutan dan tanah. Perubahan pada hutan seperti pertumbuhan pohon
akan mengurangi CO
2
di atmosfir. Karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran bahan bakar fosil pada sektor industri, transportasi dan rumah tangga.
Saat ini di dunia internasional telah berkembang trend baru melalui perdagangan karbon CO
2
. Perdagangan karbon diawali dengan disepakatinya Kyoto Protocol 1997 bahwa negara-negara penghasil emisi karbon harus
menurunkan tingkat emisinya dengan menerapkan teknologi tinggi dan juga menyalurkan dana kepada negara- negara yang memiliki potensi sumberdaya alam
untuk mampu menyerap emisi karbon secara alami, misalnya melalui vegetasi hutan melalui penyerapan karbon carbon sink Suryatmojo 2005. Menurut
Upik di dalam Kompas 2005 disebutkan bahwa jenis kegiatan penyerapan
cvi karbon hutan berdasarkan definisi reforestasi dan aforestasi upaya mengonversi
lahan bukan hutan sejak 50 tahun lalu menjadi hutan, masing- masing adalah : penghutana n kembali reforestasi, penanaman hutan atau hutan tanaman industri,
hutan kemasyarakatan, perhutanan sosial agroforestri dan penanaman jenis pohon serba guna, reboisasipenghijauan, hutan rakyat, dan perubahan lahan pertanian
menjadi hutan. Atas dasar kemampuan yang dimiliki hutan itu, maka negara- negara maju yang menghasilkan karbon dari kegiatan industri dan transportasi
dinegaranya tetapi tidak mempunyai hutan untuk menyerap limbah karbon tersebut, bersedia menyalurkan dana kepada negara yang memp unyai potensi
sumberdaya yang mampu menyerap karbon secara alami. Kemampuan hutan Indonesia menyerap karbon 1.238,525 Gt Giga ton per tahun. Saat ini harga
karbon di pasar berkisar US 1 sampai US 30 per ton CO atau US 0,3 sampai US 8,0 per ton C Kompas 2003.
Hasil penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematangsiantar dapat diketahui bahwa tanaman Acacia mangium mampu meyerap 133,39 ton C per hektar. Jika
per ton C dapat laku US 10 per ton maka rehabilitasi HTI bisa mendapatkan dana sebesar US 1.333,9 per hektar Kompas 2003
Dari uraian di atas, maka dengan adanya peningkatan luas areal yang berpenutupan hutan melalui kegiatan penanaman serta penurunan kebakaran
hutan karena dilakukannya MHBM maka hutan mempunyai kemampuan untuk menjalankan fungsi perlindungan lingkungan yang mencakup aspek yang sangat
luas, mulai dari mengatur tata air, mengendalikan banjir dan mencegah erosi karena terserapnya air hujan dengan baik, menciptakan udara bersih dan segar,
melindungi habitat flora dan fauna serta terbentuknya kembali lapisan humus yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Namun selain memberikan fungsi
perlindungan, ternyata bila dana sebesar US 1.333,9 per hektar itu dikalikan dengan luas hutan yang ada dan dijaga kelestariannya, maka akan diperole h
keuntungan pengolahan sumber daya hutan yang cukup besar.
5.6. Keberhasilan Fisik Pembuatan Tanaman