A. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadi didalam ruang lingkup perkebunan serta melibatkan orang-orang yang ada didalamnya. Penyebab
timbulnya pencurian dari pihak internal disebabkan sebagai berikut
53
1. Adanya ketidakpuasan pelaku terhadap perusahaan.
:
Contoh : pelaku telah bekerja selama belasan tahun di perusahaan tersebut. Namun , perusahaan tidak sedikitpun memberikan
penghargaan terhadap si pelaku. Sehingga timbullah rasa ketidakpuasaan atau kekecewaan pelaku terhadap perusahaan yang
mengakibatkan terdorongnya niat pelaku untuk melakukan tindakan pencurian terhadap aset perusahaan.
2. Kurangnya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan si pelaku
sehingga menimbulkan niat pelaku untuk mencuri aset perusahaan. 3.
Areal perkebunan yang berdekatan dengan perkampungan. Areal perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau
mempunyai lahan yang dekat dengan perkampungan masyarakata. Sehingga masyarakat bisa dengan leluasa masuk kedalam areal
perkebunan. Dan disekitar perkampungan banyak terdapat tengkulak atau pengepul buah sawit yang mendorong para pelaku dengan mudah
dapat menjual hasil curiannya.
53
Wawancara dengan Bapak Arman Asisten Humas PTPN II Kebun TGPM.
Universitas Sumatera Utara
4. Kurangnya personil keamanan kebun. Hal ini hal yang menimbulkan
keleluasaan pelaku untuk melakukan tindakan pencurian. Dimana anggota keamanan Kebun Tanjung Garbus ini hanya terdapat ± 46
personil ditambah 4 personil dari pihak kepolisian dan 4 personil dari TNI, hal ini tidak sebanding dan memadai dengan wilayah kebun
Tanjung Garbus yang memiliki luas 5.416,68 Ha. 5.
Karena tidak adanya alat bantu pengamanan seperti kamera pengintai cctv. Hal inilah yang tidak membuat efisiennya pelaksanaan
pengamanan di perkebunan PTPN II Kebun Tnajung Garbus-Pagar Merbau Lubuk Pakam.
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi variabel-variabel di luar organisasi yang dapat berupa tekanan umum dan tren di luar lingkungan perusahaan. Penyebab
timbulnya pencurian dari pihak eksternal adalah sebagai berikut: a.
Faktor ekonomi masyarakat yang kurang mampu Kemiskinan. Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana seorang
atau keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk menghidupi dirinya atau keluarganya sendiri, seperti layaknya kehidupan orang
lain, kelompok lain atau anggota-anggota masyarakat pada umumnya
54
54
Jusmadi Sikumbang, Log.Cit., hal. 160.
. Pada umumnya para pelaku yang melakukan pencurian itu hanyalah semata-mata untuk menutupi kebutuhan sehari-hari,
Universitas Sumatera Utara
karena penghasilan mereka tidak memadai atau belum mencukupi walaupun mereka telah mencoba bekerja sebagai petani atau buruh
pada perkebunan namun penghasilannya belum mampu belum mampu untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari. Jadi untuk menutupi
kekurangan tersebut mereka menempuh jalan pintas dengan cara mencuri aset perkebunan dimana pencurian ini memberi peluang
kepada mereka dari pengawas pemiliknya, karena sebagaimana kita ketahui bahwa perkebunan tersebut tidak setiap saat dijaga, tidak
seperti halnya dalam melakukan pencurian di dalam sebuah rumah yang pemiliknya tentu selalu berada dirumah.
b. Masalah pertumbuhan penduduk yang tidak di imbangi dengan
lapangan pekerjaan sehingga banyak masyarakat yang tidak memiliki lapangan pekerjaan atau sering disebut dengan penganguran. Di desa
Tanjung Garbus termasuk banyak penduduknya yang tidak mempunyai pekerjaan. Masalah inilah yang mendorong para pelaku
untuk melakukan tindakan pencurian demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
c. Adanya suatu kebiasaan yang terjadi didalam keluarga sebagai pelaku
tindak pidana pencurian di Desa Tanjung Garbus-Pagar Merbau tersebut. Sebuah keluarga yang kepala keluarganya sudah terbiasa
melakukan tindakan pencurian yang mengakibatkan kebiasaan ayah tersebut mempengaruhi anak-anak dan isterinya untuk melakukan
pencurian sama seperti halnya yang ia lakukan.
Universitas Sumatera Utara
d. Faktor Disorganisasi Keluarga Perpecahan Keluarga
Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya
yang sesuai dengan peran sosialnya. Hal ini sering terjadi pada masyarakat sederhana karena suami sebagai kepala keluarga gagal
memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer keluarganya atau mungkin karena menikah lagi
55
e. Adanya pengaruh lingkungan.
.
Apabila membicarakan lingkungan hidup, biasanya yang dipikirkan adalah hal-hal atau segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik
sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup. Peran lingkungan sangat besar karena banyak hal yang dilihat dan dipelajari oleh si anak
di lingkungan tempat dia tinggal. Dimana mula-mula hanya mengamati dan lama kelamaan ikut terlibat dalam pencurian aset
perkebunan. f.
Faktor dekatnya lahan perkebunan dengan pemukiman masyarakat sekitar yang hanya dibatasi dengan parit-parit tinggi. Sehingga hal ini
lebih memudahkan para pencuri untuk beraksi. g.
Faktor keharusan untuk makan. Untuk kenyataan kehidupan sehari-hari bahwa keharusan untuk makan
ternyata besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan timbulnya pencurian di perkebunan.
55
Soerjono Soekanto, Sosiologi , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 324.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain bahwa keharusan untuk makan bisa mendorong manusia untuk bekerja keras, akan tetapi jika mengalami kesulitan
untuk memenuhinya, maka apapun jalannya akan ditempuh, artinya kebutuhan untuk makan itu tidak bisa ditunda
56
Berikut ada beberapa jenis hasil pencurian aset perkebunan yang terjadi di PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan dengan kepala pengaman perkebunan, jenis pencurian aset perkebunan tersebut berupa
. Tindakan pencurian yang dilakukan oleh para pelaku mempunyai berbagai
ragam modus demi mencapai tujuan utamanya yaitu untuk melakukan aksi tindak pidana pencurian aset perkebunan.
57
1. Pencurian Tandan Buah Segar TBS Kelapa Sawit
:
2. Pencurian Pupuk
3. Pencurian Eks Press Cilinder
4. Pencurian Eks Jembatan Rebusan
5. Pencurian Ring Eks Bantingan
6. Pencurian Eks Air Lock LTDS
7. Pencurian Baterai Alat Berat
8. Pencurian Tanah Garapan
56
Ibid. hal. 160-163.
57
Hasil Wawancara Dengan Bapak H.Harahap Bapam PTPN II Kebun TGPM.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala keamanan dan asisten humas, aset yang paling banyak dicuri adalah berupa aset hasil produksi tanaman sawit
tandan buah segar TBS. Hal ini disebabkan karena pengawasan terhadap luas lahan kurang dan tandan buah segar TBS mudah dijual di pasaran.
Sedangkan aset-aset yang dicuri dari pabrik kelapa sawit dan alat-alat berat sangat sulit dijangkau pencuri karena adanya pengawasan yang cukup ketat serta adanya
intensitas kerja yang cukup tinggi dan sulitnya menjual barang-barang tersebut dipasaran.
Berdasarkan Pasal 362 KUHP ada beberapa unsur-unsur dari delik pencurian yang harus dipenuhi pada waktu melakukan perbuatan tersebut yaitu :
1. Perbuatan “mengambil”
2. Yang diambil harus “sesuatu barang”
3. Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”
4. Pengambilan dilakukan dengan maksud untuk “memiliki’ barang itu
dengan melawan hukum. Adapun beberapa cara yang dilakukan para pencuri aset perkebunan di Kebun
Tanjung Garbus-Pagar Merbau ini adalah sebagai berikut
58
a. Pencurian dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua
maupun roda empat jika jumlah produksi yang di curi banyak. :
b. Pencurian biasanya dilakukan pada malam hari karena pada malam
hari penjagaan tidak semaksimal pada siang hari. Walaupun tidak menutup kemungkinan pencurian juga sering terjadi pada siang hari.
58
Wawancara dengan Bapak H.Harahap Bapam PTPN II Kebun TGPM.
Universitas Sumatera Utara
c. Dilakukan dengan menggunakan alat potong berupa egrek ataupun
dodos. Hal ini untuk memudahkan si pelaku mengambil buah yang masih ada di pohon.
d. Pencurian garapan tanah dilakukan dengan mengangkut tanah tersebut
menggunakan mobil pick up. Namun para pelaku kerap kali melarikan diri sehingga jarang tertangkap tangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV UPAYA-UPAYA PENANGGULANGAN PENCURIAN ASET
PERKEBUNAN
Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum
di penjara atau lembaga permasyarakatan
59
. Tetapi menurut Pery salah seorang sarjana bahwa efektifitas kejahatan hanya mungkin dapat dicapai dengan melalui
keikutsertaan masyarakat secara meluas meliputi kesadaran dan ketertiban yang nyata
60
59
Soejono Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung, Penerbit Remaja Karya,
1994, hal.19-20.
60
Moh.Kemal Dermawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Bandung, Penerbit Citra Adhitya
Bakti,1994,hal 102-103.
Maka dari itu upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan adalah termasuk dalam kebijakan kriminal. Kebijakan
kriminal ini tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial social policy yang terdiri dari kebijakan atau upaya –upaya untuk kesejahteraan
sosial social welfare policy dan kebijakan atau upaya-upaya untuk melindungi
masyarakat yang disebut dengan social defence police. Dengan demikian apabila
kebijakan yang dipergunakan dalam menanggulangi kejahatan adalah kebijakan kriminal maka jalan yang harus di tempuh adalah dengan menggunakan kebijakan
penal atau kebijakan hukum pidana dan harus di seimbangkan dengan kebijakan sosial atau non penal. Dipandang dari sudut politik kriminal maka kebijakan yang
paling strategis adalah kebijakan non penal karena lebih bersifat preventif.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kebijakan hukum pidana atau kebijakan penal mempunyai keterbatasan atau kelemahan, yakni bersifat prakmentaris atau tidak struktural dan
di dalam pelaksanaannya harus didukung oleh infrastruktur dan biaya yang tinggi.
61
1. Formulasi
Kebijakan Legislatif Pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana penal harus dilakukan dengan beberapa tahap yaitu :
2. Aplikasi
Kebijakan Yudikatif Yudicial 3.
Aksekusi Kebijakan Aksekusi Administratif
Dengan adanya tahap formulasi maka upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan juga menjadi tugas aparat pembuat hukum bukan hanya tugas penegak
dan penerap hukum. Dan kebijakan legislatif ini merupakan kebijakan yang paling strategis dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap
aplikasi dan eksekusi
62
A. Upaya Preventif