Pengaruh Faktor Konsumen terhadap Pemanfaatan RSUD Salak

71

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Faktor Konsumen terhadap Pemanfaatan RSUD Salak

Faktor konsumen, yaitu persepsi tentang penyakit dengan pembahasan sebagai berikut:

5.1.1 Pengaruh Persepsi tentang Penyakit terhadap Pemanfaatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 84 orang 76,4 pada kategori tidak baik. Persepsi responden tentang penyakit yang diderita, pemeriksaan penyakit, keseriusan penyakit, pengobatan penyakit dan kesembuhan penyakit belum sepenuhnya sesuai dengan semestinya. Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan yang rendah, yaitu sebanyak 55,5 responden tamat SLTP, sebanyak 57,3 perempuan, sebanyak 56,4 bekerja sebagai petani dan sebanyak 51,9 berumur 36-50 tahun kurang mendapat informasi tentang penyakit dalam mempertahankan kualitas hidup. Hasil wawancara dengan responden yang memanfaatkan RSUD Salak sebanyak 35 orang 31,8 menyatakan bahwa penyakit yang diderita dirasakan sudah serius, telah benar- benar mengganggu aktivitas sehari-hari, penyakit yang diderita perlu diperiksa dokter, penyakit yang didierita dapat diobati secara medis dan memiliki persepsi penyakit yang diderita dapat disembuhkan, sehingga memanfaatkan RSUD Salak. Hasil wawancara ini memberikan gambaran bahwa jika responden merasa penyakit yang diderita belum kronis maka tidak perlu berkunjung ke rumah sakit. Universitas Sumatera Utara 72 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ibrahim, Desa dan Chiew-Tong 2011 menyimpulkan ketika seseorang dihadapkan pada suatu penyakit akan menggambarkan penyakit tersebut sesuai dengan pemikirannya sendiri dalam rangka untuk memahami dan menanggapi masalah yang dihadapi. Persepsi negatif seseorang terhadap penyakit yang diderita menyebabkan orang tersebut enggan untuk menjalani perawatan dan pengobatan. Begitu pula sebaliknya, persepsi positif seseorang terhadap penyakit yang diderita akan membuat seseorang bersedia menjalani perawatan dan pengobatan secara teratur. Sedangkan sebanyak 75 orang 68,2 tidak memanfaatkan beralasan bahwa memang kurang mendapat informasi dari petugas kesehatan ataupun tetangga tentang pelayanan apa saja yang tersedia di RSUD Salak. Alasan responden seperti ini disertai dengan sebagian besar responden memiliki akses geografi yang sulit waktu tempuh, biaya, dan transportasi seperti masyarakat terjauh ke arah perbatasan Salak-Subulusalam sarana jalan darat sebagian besar kurang layak menuju RSUD begitu juga dengan masyarakat ke arah perbatasan Salak-Sidikalang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Awoyemi et al, 2011 di Nigeria menyimpulkan bahwa jarak, akses rute, waktu tempuh pada akses geografis berhubungan dengan pemanfaatan yang dapat diukur dengan waktu tempuh dalam mencari perawatan kesehatan mempengaruhi pemanfaatan rumah sakit pemerintah dan swasta. Demikian juga pada hasil penelitian Pasaribu 2003 di RSU Sipirok menyimpulkan bahwa salah satu penghambat yang menyebabkan rendahnya pemanfaatan tempat tidur di RSU Sipirok adalah faktor geografi, tingkat ekonomi pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 73 Hasil ini sesuai dengan komponen needs Andersen dalam Behavior Model for Family Use of Health Services. Melakukan kegiatan interaktif pemahaman tentang gejala, fungsi- fungsi yang terganggu akan meningkatkan persepsi masyarakat terhadap status kesehatannya, pada gilirannya menambah keyakinan mereka terhadap pemanfaatan rumah sakit bahkan mengajak orang-orang disekitarnya, maka informasi promosi tetap merupakan hal penting untuk diperhatikan karena pasien dan pengunjung rumah sakit merupakan salah satu media promosi murah dan efektif. Penyakit dikenal dengan kata disease dan illness. Disease dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, sedangkan illness merupakan reaksi personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman. Menurut Suchman dalam Notoatmodjo, 2010 pada tahap asumsi peranan sakit the assumption of the sick role, individu berusaha mengobati sendiri dengan caranya sendiri, mulai mencari informasi dari tetangga atau anggota keluarga yang lain, minta pengakuan dari orang lain bahwa dia sakit, bahkan minta dibebaskan sementara dari tugasnya sehari-hari. Persepsi tentang sakit antara pasien dan petugas kesehatan berbeda, disebabkan konsep sehat-sakit yang tidak sejalan atau bertentangan dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan. Menurut Notoatmodjo 2010, sakit dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu; 1 seseorang tidak mempunyai atau menderita penyakit dan juga tidak merasa sakit no disease and no illness dalam keadaan ini orang tersebut sehat menurut petugas kesehatan, 2 secara klinis apabila seseorang mendapat Universitas Sumatera Utara 74 serangan penyakit namun orang itu tidak merasakan sakit disease but no illness, oleh karena itu mereka tetap menjalankan kegiatannya sehari-hari sebagaimana orang sehat. Konsep sehat menurut masyarakat bila seseorang dikatakan sakit apabila sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidur, sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari, 3 tidak ada penyakit pada seseorang tetapi orang tersebut merasa sakit illness but no disease, pada kenyataannya kondisi seperti ini jarang ditemui pada masyarakat, dan 4 seseorang memang menderita sakit dan iapun merasa sakit juga illness with disease. Kondisi inilah sebenarnya yang dikatakan bahwa orang tersebut benar-benar sakit dan dalam kondisi seperti inilah pasien baru datang berobat atau mencari pengobatan. Persepsi pasien tentang sakit ini akan memengaruhi perilaku mereka tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2010 yang menyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap suatu objek akan mempengaruhi perilakunya. Persepsi yang baik terhadap suatu objek akan mendorong seseorang untuk bertindak sesuai dengan persepsinya tersebut. Persepsi penderita kusta yang baik terhadap penyakit kusta dan pengobatanya, akan mempengaruhinya untuk melakukan tindakan pengobatan penyakitnya tersebut secara tepat dan benar. Hal ini sejalan dengan teori Health Belief Model yang disampaikan oleh Lewin dalam Notoatmodjo 2010 yang menyatakan bahwa seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ketika didorong oleh persepsinya tentang keseriusan penyakit tersebut, sehingga ia akan bertindak. Universitas Sumatera Utara 75 Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan penyuluhan secara terintegrasi tentang penyakit pada masyarakat melalui kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit PKRS untuk meningkatkan kesadaran jika menderita penyakit agar memeriksakan diri ke rumah sakit, dalam rangka pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat baik secara formal penyuluhan di tempat pelayanan kesehatan dan informal seperti penyuluhan di tempat arisan, pengajian dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Hal senada juga diungkapkan dalam Koalisi untuk Indonesia Sehat 2005 bahwa upaya meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu ditunjang dengan adanya penelitian-penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sarana kesehatan. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi yang salah tentang sarana kesehatan, maka dapat melakukan upaya perbaikan melalui pendidikan kesehatan masyarakat, sehingga pelayanan yang diberikan akan diterima oleh masyarakat. Berdasarkan uji statistik Chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang penyakit dengan pemanfaatan p0,05. Hasil uji statistik multivariat persepsi tentang penyakit berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemanfaatan p0,05; nilai Exp B= 13,251; CI For Exp B 3,149-55,768. Hal ini memberikan makna bahwa responden yang memiliki persepsi tentang penyakit baik mempunyai peluang 13 kali memanfaatkan.. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Lumbanbatu 2015 menyimpulkan bahwa faktor konsumen persepsi tentang penyakit berpengaruh terhadap pemanfaatan ulang Universitas Sumatera Utara 76 RSUD Sidikalang p0,05 nilai Exp B sebesar 15,252 artinya responden yang memiliki persepsi baik tentang penyakit mempunyai peluang 15 kali memanfaatkan ulang dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi tidak baik tentang penyakit . Namun berbeda dengan hasil penelitian Khairurahmi 2008, menyatakan bahwa persepsi terhadap penyakit AIDS tidak berpengaruh terhadap tingkat pemanfaatan klinik VCT. Hasil penelitian ini didukung teori Dever 1984, yang menyatkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan hasil interaksi antara faktor konsumen dan provider.

5.2 Pengaruh Faktor Provider terhadap Pemanfaatan RSUD Salak