108
4. Unsur percobaan Atau Pemufakatan Jahat.
Unsur percobaan atau pemufakatan jahat yang dimaksud dari unsur ini yaitu adanya “sub percobaan” atau “sub pemufakatan jahat” dimana unsur ini bersifat
alternatif artinya jika salah satu sub unsur terpenuhi maka unsur ini telah terbukti. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa yang lebih
dahulu ditangkap adalah almarhum Salmon alias Budi, kemudian atas petunjuk Salmon ternyata ia memperoleh Narkotika jenis Shabu-shabu yang dimilikinya
dari terdakwa Yudi Hasmir, dan dengan demikian sudah sangat jelas bahwa terdakwa merupakan pengedar penjual Narkotika terhadap Salmon alias Budi dan
kemungkinan juga kepada orang lain. Berdasarkan kronologis penangkapan terdakwa dijalan Kolonel Sugiono, bahwa terdakwa pada saat itu dengan rekannya
sedang menghisap shabu-shabu bersama di kamar terdakwa, dengan kronoligis tersebut jelas bahwa terdakwa memfasilitasi bagi orang lain untuk menghisap
shabu-shabu dan bersama melakukannya. Dan juga dengan ditemukannya barang bukti shabu shabu dengan berat 6.682,3 gram juga merupakan salah satu bentuk
bukti bahwa terdakwa Yudi Hasmir Siregar memang adalah seorang pengedarpenjaul Narkotika golongan I, karena tidak mungkin dengan barang
bukti sebanyak itu dikonsumsi untuk pribadi melainkan untuk menjualnya kepada orang lain. Dengan Demikian sudah sangat jelas unsur telah terpenuhi bahwa
perbuatan Terdakwa adanya Unsur percobaan atau permufakatan Jahat. Berdasarkan fakta hukum dimulai dari barang bukti, keterangan saksi,
bahwa terhadap putusan Hakim tersebut ditemukan kurang kecocokan terhadap penjatuhan pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap terdakwa melalui
Universitas Sumatera Utara
109
pasal 112 ayat 2 Jo pasal 132 ayat 1 UU No 35 Tahun 2009, karena berdasarkan barang bukti yang ditemukan oleh Tim BNN berupa Narkotika
golongan I bukan tanaman shabu-shabu seberat brutto 6.582,3 gram tersebut sudah sangat jauh melebihi ketentuan yang tercantum dalam pasal 112 ayat 2
yaitu melebihi 5 gram, dapat disimpulkan bahwa dengan barang bukti yang ditemukan begitu banyak sangat tidak masuk akal jika dipakai Terdakwa sendiri,
dan seharusnya juga Majelis Hakim harus mempertimbangkan keadaan atau hal- hal yang mendasar terdakwa menguasai atau memiliki barang sesuai dengan niat
atau tujuan terdakwa untuk memiliki atau menguasai Narkotika tersebut. Jika dilihat dari tujuan atau niat terdakwa tidak hanya untuk konsumsi sendiri
melainkan juga untuk diperjualbelikan mengingat banyaknya barang bukti yang ditemukan tersebut, oleh karena itubahwa penjatuhan pidana yang diberikan
Majelis Hakim terlalu ringan dibandingkan dengan akibat yang ditimbulkan oleh Terdakwa jika ia nantinya menjual kepada Masyarakat. Berdasarkan informasi
yang beredar di Masyarakat bahwa seorang pengedar paling kecil akan membeli shabu-shabu seberat 0,5 gram dengan harga Rp.500.000;, kemudian shabu yang
0,5 gram tersebut akan dibuat menjadi 3 paket dengan harga satu paketnya Rp.200.000, dengan demikian sipengedar akan mendapat untung Rp.100.000;, dan
jika dijual 3 paket, maka korban akan menjadi 3 orang. Dan jika dicermati bila barang bukti yang ditangkap dari terdakwa sebanyak 6.582,3 gram dijual kepada
masyarakat maka terdapat hasilnya 0,5 gram untuk 3 orang, maka kalau 1 gram korbannya adalah 6 orang, dan apabila shabu-shabu sebanyak 6.582,3 gram
dikonsumsi masyarakat dengan 1 gram untuk 6 orang, maka hasilnya adalah
Universitas Sumatera Utara
110
6.582,3 gram X 6 orang maka korbannya adalah sebanyak 39493 orang. Maka agar mengurangi korban Narkotika di Masyarakat sudah sepantasnya terdakwa
dijatuhi hukuman yang lebih tinggi dari putusan Majelis Hakim, Ada baiknya jika Majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana yang jauh lebih berat lagi dari 18
delapan belas tahun penjara dan denda 1000.000.000 satu miliar rupiah subsider 4 bulan penjara, dan penjatuhan Pidana seumur hidup adalah sanksi yang
lebih tepat dan nantinya dapat memberikan efek jera tidak hanya kepada Terdakwa tetapi juga untuk menciptakan rasa takut terhadap Masyarakat agar
tidak melakukan Tindak pidana yang sama dengan Terdakwa Yudi Hasmir Siregar,S.H., karena titik berat hukum Pidana adalah kepentingan umum dan
Masyarakat, dan berdasarkan t
eori hukum pidana teori reltif atau teori tujuan berpangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib hukum
dalam masyarakat. Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Dalam teori relatif penjatuhan pidana
tergantung dari efek yang diharapkan dari penjatuhan pidana itu sendiri, yakni agar seseorang tidak mengulangi perbuatannya. Hukum pidana difungsikan sebagai ancaman
sosial dan psikis.
Universitas Sumatera Utara
111
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan