23
hukum, dan berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
17
Sedangkan Van Hamel mengatakan bahwa strafbaarfeit itu adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam Undang-undang,
bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
18
Dalam hukum pidana di Indonesia, sebagaimana di Negara-Negara civil law lainnya, tindak pidana umumnya dirumuskan dala kodifikasi. Sejauh ini tidak
terdapat ketentuan dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya, yang merinci lebih lanjut mengenai cara bagaimana merumuskan suatu tindak
pidana. Tindak pidana berisi larangan terhadap perbuatan. Dengan demikian, pertama-tama suatu tindak pidana berisi larangan terhadap kelakuan-kelakuan
tertentu. Tindak pidana berisi rumusan tentang akibat-akibat yang terlarang untuk diwujudkan.
19
Menurut kamus Besar Bahasa belanda Indonesia, “tanggung jawab” adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu kalau terjadi apa-apa, boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Pidana adalah kejahatan tentang pembunuhan, perampokan,dsb.
2. Pertanggungjawaban Pidana
20
17
.S.R. sianturi,Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan Penetapannya, Jakarta : Alumni Ahaem-Pthaem,1986 , Hal. 205
18
Ibid
19
Chairul Huda, Op. Cit., Hal. 31
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pusaka, 1991, Hal. 1006
Hal pertama yang perlu diketahui mengenai pertanggungjawaban pidana adalah bahwa pertanggungjawaban pidana adalah
bahwa pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindakan pidana. Moeljatno mengatakan, orang tidak mungkin
Universitas Sumatera Utara
24
dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana.
21
Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat liability based on fault, dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur
suatu tindak pidana.Dengan demikian, kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur
mental dalam tindak pidana. Setiap sistem hukum modern mengadakan pengaturan tentang bagaimana mempertanggungjawabkan orang yang telah
melakukan tindak pidana. Baik di Negara-Negara Civil law maupun common law, umumnya pertanggungjawaban pidana dirumuskan secara negatif. Hal ini berarti,
dalam hukum pidana di Indonesia, sebagaimana sistem civil law lainnya, menyebabkan pembuat tidak dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian,pertanggungjawaban pidana pertama-tama tertanggung pada dilakukannya tindak pidana.
22
Dengan demikian, yang diatur adalah keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan pembuat tidak dipidana,
yang untuk sebagian adalah alasan penghapus kesalahan. Sedangkan dalam praktik peradilan di Negara-negara common law, diterima berbagai alasan umum
pembelaan general Defence ataupun alasan umum peniadaan pertanggungjawaban general excausing liability
23
21
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, Hal.155
22
Andi Zainal Abidin, Hukum pidana I, Jakarta : Sinar Grafika, 1983 ,Hal.260
23
Chairul huda, Op.Cit., Hal. 63
. Pertanggungjawaban pidana dipandang ada, kecuali ada alasan-alasan penghapus pidana tersebut. Dengan kata
lain, criminal lability dapat dilakukan sepanjang pembuat tidak memiliki ‘defence’ ketika melakukan tindak pidana itu. Untuk menghindari pengenaan
pidana, terdakwa harus dapat membuktikan bahwa dirinya mempunyai ‘defence’
Universitas Sumatera Utara
25
ketika melakukan tindak pidana itu. Untuk menghindari pengenaan pidana, terdakwa harus dapat membuktikan bahwa dirinya mempunyai alasan
penghapusan pidana ketika melakukan tindak pidana.
24
a. Melakukan perbuatan pidana
Selanjutnya tidak ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidaklah bersifat melawan
hukum, maka dapat dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan harus
dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang melakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka haruslah:
b. Mampu bertanggung jawab
c. Dengan sengaja atau kealpaan
d. Tidak adanya alasan pemaaf
3 . Pengertian Narkotika dan Tindak Pidana Narkotika a. Pengertian Narkotika
Dari kata penyalahgunaan Narkotika menandakan bahwa Narkotika tidak selalu bermakna negatif. Jika Narkotika digunakan dengan baik dan benar
Narkotika akan memberikan manfaat khususnya di dalam bidang kesehatan dalam hal digunakan sebagai obat bius. Di dalam dunia kesehatan Narkotika di kenal
sebagai NAPZA Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya.
24
Ibid,Hal.64
Universitas Sumatera Utara
26
Dengan perkembangan teknologi dan industri obat-obatan, maka katagori jenis zat-zat narkotika semakin meluas pula seperti yang tertera dalam
Lampiran Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika: Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, megurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana yang terlampir di dalam Undang-Undang ini.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, maka obat-obatan semacam Narkotika berkembang pula cara pengolahannnya dan
peredarannya. Namun belakangan diketahui bahwa zat-zat Narkotika memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan ketergantungan. Dengan demikian, maka
untuk jangka waktu yang cukup panjang bagi si pemakai memerlukan pengobatan, pengawasan dan pengendalian guna bisa disembuhkan.
Melihat, begitu besarnya efek negatif yang timbulkan dari Narkotika apabila tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya, maka pemerintah perlulah
mengawasi peredarannya di masyarakat. Agar Narkotika tersebut tidak dipersalahgunakan oleh sebagian kalangan yang akan merugikan diri mereka
sendiri. Oleh karenanya dikeluarlah Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika agar peredarannya di masyarakat dapat diawasi secara ketat
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Universitas Sumatera Utara
27
Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: a.
Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika; c.
Memberantas peredaran gelap narkotika dan Prekusor narkotika; dan d.
Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan Pecandu Narkotika.
Sedangkan untuk pengertian Narkotika sering diistilahkan sebagai drug yaitu sejenis zat yang dapat mempengaruhi tubuh si pemakai. Pengaruh-pengaruh
tersebut berupa:
25
Sudarto mengatakan bahwa: a. Pengaruh menenangkan.
b. Pengaruh rangsangan rangsangan semangat dan bukan rangsangan seksual. c. Menghilangkan rasa sakit.
d. Menimbulkan halusinasi atau khayalan.
26
“Kata Narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.”Smith Kline
dan Frech Clinical Staff mendefinisikan bahwa:
27
“Narkotika adalah zat-zat atau obat-obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja
mempengaruhi susunan saraf sentral. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu morphine, codein, methadone.”
25
Soedjono Dirdjosisworo, Kriminologi, Bandung : Citra Aditya, 1995 , hlm. 157
26
Taufik Makarao, Suhasril, dan H.Moh Zakky, Op.Cit., hlm. 17.
27
Ibid, hlm. 18
Universitas Sumatera Utara
28
Zat-zat yang sering disalahgunakan dan dapat menyebabkan gangguan dapat digolongkan sebagai berikut:
28
e. Opioda, misalnya morfin, heroin, petidin dan candu;
f. Ganja atau kanabis, misalnya mariyuana dan hashish; g. Kokain atau daun koka
h. Alkohol yang terdapat dalam minuman keras; i. Amfetamin
j. Halusinogen, misalnya LSD, meskalin dan psilosin k. Sedative dan hipnotika, misalnya matal,rivo, nipam;
l. Fensiklidin PCP; m. Solven dan inhalansia;
n. Nikotin yang terdapat pada tembakau; o. Dan kafein yang terdapat pada kopi.
Semua zat ini akan berpengaruh terhadap susuanan saraf pusat otak sehingga disebut sebagai zat psikotropika atau psikoaktif. Holmes membagai
psikoaktif ke dalam tiga katagori yaitu:
29
28
Tina Afiatin, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008 , hlm.6.
29
Ibid, hlm.7.
a. Depresan, adalah jenis psikoaktif yang mempunyai pengaruh mengurangi aktivitas fungsional tubuh, yaitu dengan mengurangi dorongan fisiologis dan
ketegangan psikologis. Misalnya: Alkohol dan Heroin b. Stimulan, adalah zat yang merangsang atau meningkatkan fungsi kerja tubuh.
Ada dua macam yang termasuk pada katagori ini, yaitu amfetamin dan kokain.
Universitas Sumatera Utara
29
c. Halusinogen, adalah zat yang efek utamnya mengubah pengalaman persepsi, termasuk perupahan persepsi yang dramatik, yaitu terjadinya halusinasi.
Misalnya LSD dan Mariyuana. Narkotika akan menimbulkan daya adiksi ketagihan yang sangat berat.
Narkotika juga memiliki daya toleran penyesuaian dan daya habitual kebiasaan yang sangat tinggi. Ketiga sifat Narkotika ini yang menyebabkan pemakai
Narkotika tidak dapat lepas dari cengkramannya. b. Tindak Pidana Narkotika.
Tindak pidana Narkotika dapat diartikan dengan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketetuan hukum Narkotika, dalam hal ini adalah Undang-
undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan-ketentuan lain yang termasuk dan atau tidak bertentangan dengan Undang-undang tersebut. Tindak
pidana Narkotika juga dapat dikatakan adalah penggunaan atau peredaran narkotika yang tidak sah tanpa kewenangan dan melawan hukum melanggar
UU Narkotika.
30
Bentuk tindak pidana Narkotika yang umum dikenal antara lain :
31
Dari ketiga tindak Pidana Narkotika itu adalah merupakan salah satu sebab terjadinya berbagai macam bentuk tindak pidana kejahatan dana
pelanggaran, yang secara langsung menimbulkan akibat demoralisasi terhadap a. Penyalahgunaan melebihi dosis;
b. pengedaran Narkotika; c. Jual Beli Narkotika.
30
Moh Taufik Makaro, Suhasril, Moh Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalian Indonesia, 2003 , hal. 45
31
ibid
Universitas Sumatera Utara
30
masyarakat, generasi muda, dan terutama bagi si pengguna zat berbahaya itu sendiri, seperti :
1. Pembunuhan; 2. Pencurian;
3. Penodongan; 4. Penjambretan;
5.Pemerasan; 6. Pemerkosaan;
7. Penipuan; 8. Pelanggaran rambu lalu lintas;
9. Pelecehan terhadap aparat keamanan, dan lain-lain.
F. Metode penelitian dan Penulisan