BAB IV Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Berbasis
Aplikasi Online Yang Mengalami Kecelakaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
A. Tanggung Jawab Hukum Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa
di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau
kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau
kerusakan atau kerugian pada pemiliknya korban WHO, 1984. Menurut F.D. Hobbs 1995 yang dikutip Kartika 2009 mengungkapkan
kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga
kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan.
76
Dari beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak
diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang
76
C.S.T. Kansil Dan Christine ST. Kansil, Disiplin Berlalu Lintas diJalan Raya SistemTanyaJawab, Jakarta : Rineka Cipta, 1995, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian danatau kerugian harta benda pada pemiliknya korban.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat
dibagi kedalam 3 tiga golongan, yaitu:
77
1. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan
kerusakan kendaraan danatau barang. 2.
Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan danatau barang.
3. Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat. Dalam setiap kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya,
tentunya mempunyai konsekwensi hukum bagi pengemudi kendaraan tersebut. Ketentuan hukum yang mengatur terkait kecelakaan maut yang mengakibatkan
luka-luka ataupun meninggalnya seseorang, secara umum adalah KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan secara khusus adalah diatur dalam Undang
Undang UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Sering kali masyarakat memandang bahwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka-luka dan
kematian, mutlak kesalahannya selalu pada pengemudi kendaraan yang bersangkutan.
78
77
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 229.
78
Konsekwensi Bagi Pengendara Kendaraan Bermotor Penyebab Kecelakaan, http:patuhorangindonesia.co.id201308pertanggungjawaban-pidana-pada.htmldiakses pada
tanggal 15 Januari 2017.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut teori hukum yang berlaku bahwa kesalahan seseorang dilihat dari faktor kejadian yang sebenarnya, faktor apa yang menyebabkan
kecelakaan lalu lintas tersebut. Hal ini dapat diungkapkan dari kronologis kejadian, kesaksian-kesaksian termasuk saksi mata yang melihat terjadinya
kecelakaan. Dalam KUHP, pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengemudi
kendaraan bermotor yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas adalah Pasal 359 KUHP, yang berbunyi:
79
Kemudian terdapat peraturan perundang-undangan yang lebih khusus mengatur lebih khusus, rinci dan tegas lagi tentang berlalu-lintas di jalan rayatol
dan kecelakaan lalu lintas, termasuk mengatur tentang kelalaiankealpaan didalam mengemudikan kendaraan hingga menyebabkan luka-luka dan kematian, yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan UU LLAJ, Di dalam UU LLAJ tersebut, pasal- pasal yang dapat digunakan
untuk menjerat pengemudi kendaraanyang karena kelalaiannya mengakibatkan luka-luka dan kematian bagi orang lain adalah diatur dalam Pasal 310 ayat 1,
2, 3 dan 4 UU LLAJ, yang berbunyi: Pasal 359
“Barang siapa karena kesalahannya kealpaannya menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.”
80
79
Pasal 359 KUHP. `
80
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 310.
Universitas Sumatera Utara
1 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 2,
dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan danatau denda paling banyak Rp1 juta.
2 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 229 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun danatau denda paling banyak Rp2 juta.
3 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 4, dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun danatau denda paling banyak Rp10 juta.
4 Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun danatau denda paling banyak Rp12 juta.
Unsur-unsur pidana yang terkandung dan harus terpenuhi dalam aturan Pasal 310 ayat 4 UU LLAJ antara lain:
1 Setiap orang; 2 Mengemudikan kendaraan bermotor;
3 Karena lalai; dan 4 Mengakibatkan orang lain meninggal dunia.
Atas ke-empat unsur dalam Pasal 310 UU LLAJ tersebut, umumnya unsur ke 3 yang lebih memerlukan waktu agar dapat terbukti. Melalui penyidikan,
aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian hendaklah harus membuktikan adanya unsur kelalaian itu.
Atas kedua aturan tersebut atas apabila apabila dalam kasus kecelakaan tersebut mengakibatkan kematian bagi seseorang. Maka menurut Hukum yang
harus dikenakan bagi pengemudi kendaraan tersebut adalah jeratan pidana yang
Universitas Sumatera Utara
diatur dalam UU LJAJ, dalam Hal ini sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada Pasal 63 ayat 2 KUHP menyebutkan bahwa:
Pasal 63 ayat 2 “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur
pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”
Acuan dalam Pasal 63 ayat 2 KUHP tersebut, karena kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian telah diatur dalam UU LLAJ sebagai
peraturan yang bersifat khusus, maka penuntut umum dalam surat dakwaannya dan Majelis Hakim dalam mengadili dengan menerapkan ketentuan dalam Pasal
310 ayat 4 UU LLAJ dengan ancaman pidana maksimum 6 enam tahun, dan bukan Pasal 359 dalam KUHP.
Lain lagi jika dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi, pengemudi tersebut mengemudikan kendaraan dalam kondisi tertentu yang bisa
membahayakan orang lain, ancaman hukuman pidananya lebih tinggi apabila korbannya meninggal dunia, yaitu ancaman hukumannya 12 tahun penjara.
Secara lengkap diatur ketentuan pasal 311 UU LLAJ, yang berbunyi:
81
1 Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor
dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling
banyak Rp3.000.000,00 tiga juta rupiah. Pasal 311
2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan danatau barang
81
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 311.
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 2, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak
Rp4.000.000,00 empat juta rupiah.
3 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 3, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 delapan juta rupiah.
4 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 4, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 dua puluh juta rupiah.
5 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 mengakibatkan
orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 dua belas tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 dua
puluh empat juta rupiah. Sedaangkan untuk perusahaan jasa angkutan tersebut dikenai sanksi yang
diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut: Pasal 188
Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan
angkutan. Pasal 191
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan
penyelenggaraan angkutan. Pasal 193
1. Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat
penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah
atau dihindari atau kesalahan pengirim.
Universitas Sumatera Utara
2. Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami.
3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.
4. Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat
muatan angkutan barang.
Selain sanksi penggantian kerugian, perusahaan angkutan umum yang bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena
barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan dapat diberikan sanksi berupa lihat Pasal 199 ayat [1] UU LLAJ:
a. peringatan tertulis; b. denda administratif;
c. pembekuan izin; danatau d. pencabutan izin.
Jadi, atas kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian materi namun tidak ada korban jiwa, perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online dapat
dikenakan sanksi penggantian kerugian berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami sebagaimana telah kami uraikan di atas danatau sanksi administratif
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Tanggung jawab perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online terhadap pengguna jasa apabila mengalami kecelakaan berdasarkan
undang-undang perlindungan konsumen
Terjadinya kecelakaan pada jasa transportasi berbasis aplikasionline merupakan hal yang tidak terprediksi maupun dihindari. Pada saat terjadi
kecelakaan ini tentunya para konsumen atau pemakai jasa ini tentunya menuntut
Universitas Sumatera Utara
ganti rugi baik material maupun imaterial kepada driveratau pun perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online. Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 dinyatakan bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
.
Perusahaan transportasi online pelaku usaha bertanggung jawab apabila penumpangnya pengguna jasa mengalami evenement seperti kecelakaan atau
kejahatan saat menggunakan transportasi online tersebut.Bentuk pertanggung jawaban tersebut adalah ganti rugi pada penumpang berupa pengembalian uang
atau pengembalian barangjasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai maksimal 7 hari setelah
tanggal transaksi antara si penumpang dan si driver Pasal 19 ayat 2 dan 3.
82
a. Pasal 1 butir 11 UUPK jo. Bab XI UUPK, penyebutan sengketa konsumen
sebagai bagian dari sebutan institusi administrasi negara yang mempunyai tugas untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen,
dalam hal ini adalah BPSK. Batasan BPSK pada pasal 1 butir 11 UUPK menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “sengketa konsumen” yaitu
sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menjelaskan kasus diatas merupakan suatu sengketa konsumen, penjelasannya dapat kita lihat pada:
82
Perlindungan Konsumen Transportasi Online, http:kanalhukum.idkonsultasi perlindungan-hukum-konsumen-transportasi-online7diakses pada tanggal 31 Januari 2017.
Universitas Sumatera Utara
b. Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur
penyelesaian sengketa terdapat apaa Bab X Penyelesaian Sengketa. Pada bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu Pasal
45 ayat 2 dan Pasal 48 UUPK Pada hakikatnya penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan UUPK ada
2 cara ,yaitu: 1. Proses Litigasi Pengadilan
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan diatur dalam Pasal 48 UUPK, yang menyatakan “Penyelesaian sengketa konsumen melalui
pengadilan mengacu pada ketentuan tentang pengadilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45”
Pasal 45 ayat 2 UUPK menyatakan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Artinya
setiap konsumen yang mengalami kerugian atau hilangnya hak akibat dari kesalahan perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online maka mereka dapat
melakukan gugatan melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha seperti Badan Perlindungan Konsumen
Nasional BPKN, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM dan Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK atau dapat
melakukan gugatan langsung dengan datang ke pengadilan umum.
Universitas Sumatera Utara
Hukum perlindungan konsumen, secara umum proses beracara dalam penyelesaian sengketa konsumen dan pelaku usaha mengenal adanya tiga macam
gugatan, yaitu:
83
a. Small Claim dapat diartikan jenis gugatan yang dapat diajukan oleh
konsumen, sekalipun dilihat secara ekonomis, nilai gugatannya sangat kecil.
b. Class Action atau gugatan perwakilan kelompok diakomodir dala Pasal 46
ayat 1 huruf b UUPK. Saat ini sudah ada beberapa undang-undang yang memberikan kemungkinan bagi masyarakat mengajukan gugatan dengan
prosedur Class Action, yang oleh Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 disebutkan dengan nama “gugatan perwakilan kelompok”.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengakomodasi gugatan Kelompok Class Action ini dalam
Pasal 46 ayat 1 huruf b. Ketentuan ini menyatakan, gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen
yang mempunyai kepentingan yang sama. c.
Legal Standing, UUPK juga mengakomodir proses beracara yang dilakukan oleh lembaga tertentu. Hal ini diatur dalam rumusan Legal
Standing dalam UUPK ditemukan dalam Pasal 46 ayat 1 huruf c “ LPKSM yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau
yayasan, yang dalam anggaran menyebutkan dengan tegas, tujuan
83
Shidarta, Op. Cit, hlm. 65-68.
Universitas Sumatera Utara
didirikannya organisasi tersebut untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar”.
2. Proses non-litigasi Non peradilan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
memberikan solusi untuk penyelesaian sengketa konsumen diluar peradilan umum. Pasal 45 ayat 2 UUPK menyebutkan, jika telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
pihak atau para pihak lain yang bersengketa. Ini dapat diartikan penyelesain sengketa di pengadilan tetap dibuka apabila penyelesaian sengketa diluar
pengadilan menemui kebuntuan. Berdasarkan Pasal 47 UUPK menyebutkan penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi mengenai tindakan yang merugikan
konsumen. UUPK dalam Pasal 52 huruf a menyebutkan melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara malalui mediasi
atau arbitrase atau konsoliasi. a.
Mediasi Proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan dengan bantuan
mediator bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa. Disini Majelis Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK bersifat aktif sebagai perantara adan atau penasehat. Pada dasarnya mediasi adalah suatu proses dimana pihak
Universitas Sumatera Utara
ketiga suatu pihak luar yang netral dan terpercaya, mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa yang telah disepakati. Sesuai
batasan tersebut, mediator berada ditengah-tengah dan tidak memihak pada salah satu pihak.
84
Keuntungan yang didapat jika menggunakan mediasi sebagai jalan penyelesaian sengketa adalah karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan
pada kerjasama untuk mencapai kompromi maka pembuktian tidak lagi menjadi bebas yang memberatkan para pihak, menggunakan cara mediasi
berarti penyelesaian sengketa cepat terwujud, biaya murah, bersifat rahasia tidak terbuka secara umum seperti pengadilan, tidak ada pihak menang atau
pun kalah serta tidak emosional. Peran mediator sangat terbatas, yaitu pada hakekatnya hanya menolong para
pihak mencari jalan keluar dari persengketaan yang mereka hadapi sehingga hasil penyelesaian terletak sepenuhnya pada kesepakatan parah pihak dan
kekuatannya tidak secara mutlak mengakhiri sengketa secara final, serta tidak pula mengikat secar mutlak tergantung pada itikat baik untuk mematuhinya.
85
Penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa konsumen disamping memiliki kelebihan-kelebihan, juga terdapat kelemahan-kelemahan mediasi
dalam penyelesain sengketa, yaitu:
86
1 Bisa memakan waktu yang lama.
84
Agung Nugroho Nur Mega Sari, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Peralatan Makanan yang Mengandung Melamin Palsu,” Lex Jurnal, Volume VIII, No. 2, Apr
2011 hlm. 175.
85
Ibid.
86
Rahmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 83-85.
Universitas Sumatera Utara
2 Mekanisme eksekusi yang sulit karena cara eksekusi putusan hanya
seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak. 3
Sangat digantungkan dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan sengeketa sampai selesai.
4 Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik, terutama jika informasi
dan kewenangan tidak cukup diberikan kepada pihak yang bersengketa.
b. Arbitrase
Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak
yang bersengketa. Dalam penyelesaian sengketa, para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis BPSK untuk memutuskan dan menyelesaikan
sengketa konsumen yang terjadi. Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini yaitu keputusannya langsung final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa yang terdapat di Pasal
60 yang berbunyi “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum teta dan mengikat para pihak”.
87
c. Konsiliasi
Konsiliasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan UUPK. Penyelesaian sengketa ini banyak kesamaannya dengan arbitrase, dan
87
Agung Nugroho Nur MegaSari, Op. Cit., hlm. 176.
Universitas Sumatera Utara
juga menyerahakn kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak.Walaupun demikian,
pendapat dari konsiliator tersebut tidak mengikat sebagaimana mengikatnya putusan arbitrase. Keterikatan para pihak terhadap pendapat dari konsiliator
mengakibatkan penyelesaian sengketa tergantung pada kesukarelaan para pihak.
88
Seseorang konsiliator akan mengkalifikasikan masalah-masalah yang terjadi dan bergabung ditengah-tengah para pihak, tetapi kurang aktif
dibandingkan dengan mediator dalam menawarkan pilihan-pilihan options penyelesaian sengketa. Konsiliasi menyatakan secara tidak langsung
kebersamaan para pihak dimana pada akhirnya kepentingan-kepentingan bergerak mendekat moving closer dan selanjutnya dicapai suatu
penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak a measure of goodwill . Pandangan-pandangan yang coraknya di antara para pihak harus
dipertemukan dengan teliti.
89
Melalui setiap penjelasan-penjelasan yang sudah kita lihat tentunya perusahaan jasa transportasi berbasis aplikasi online harus bertanggung jawab
terhadap pengguna jasa yang mengalami kecelakaan ketika menggunakan jasa perusahaan tersebut. Permasalahan tersebut dapat dikatakan sebagai sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha, oleh sebab itu kasus kecelakaan ini dapat dimasukkan kedalam undang-undang perlindungan konsumen. Dalam undang-
undang ini menjamin setiap hak-hak konsumen dan bagaimana menyelesaikan
88
Ibid.
89
Yusuf Shofie, Op. Cit., hlm.22.
Universitas Sumatera Utara
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan beberapa solusi dalam menyelesaikan konflik atau
sengketa pada pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi online dengan perusahaan jasa transportasi berbasis online tersebut. Berdasarkan solusi yang
diberikan oleh UUPK, penyelesaian sengketa yang paling mudah dan cepat adalah dengan proses non litigasi, yang bersifat musyawarah dan mengedepankan
perdamaian. UUPK juga memberikan solusi penyelesaian sengketa apabila tidak
ditemukan jalan damai maka akan diselesaikan dengan proses litigasi atau sering disebut dengan jalur pengadilan atau proses hukum. Melalui proses litigasi ini
setiap keputusan akan bersifat mengikat, memaksa dan memiliki kepastian hukum.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP