Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Siswa Mengenai Abortus Provokoatus di MAN MODEL CIWARINGIN CIREBON Pada Tahun 2011

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN

PERILAKU SISWA MENGENAI ABORTUS

PROVOKATUS DI MAN MODEL CIWARINGIN

CIREBON PADA TAHUN 2011

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Ihda Silvia

NIM: 108103000055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jipkalan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 23 September 2011


(3)

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU REMAJA MENGENAI ABORTUS PROVOKATUS DI MAN MODEL CIWARINGIN

CIREBON PADA TAHUN 2011

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh : Ihda Silvia NIM. 108103000055

Pembimbing I

dr. Ayat Rahayu, SpRad, M.Kes

Pembimbing II

dr. Erike A Suwarsono, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H/2011


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU REMAJA MENGENAI ABORTUS PROVOKATUS DI MAN MODEL CIWARINGIN CIREBON PADA TAHUN 2011 yang diajukan oleh Ihda Silvia (NIM: 108103000055), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 23 September 2011. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 23 September 2011

DEWAN PENGUJI

Penguji I

dr. Taufik Zain, SpOG (K)

Penguji II

dr. Dede Moeswir, SpPD

Penguji III

dr. Rachmania Diandini, MKK

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ihda Silvia

Tempat, tanggal lahir : Cirebon, 16 Agustus 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum menikah

Alamat : Jl. Wijaya Kusuma No. 204 RT/RW

02/02 Babakan Ciwaringin Kab. Cirebon Provinsi Jawa Barat 45167

E-mail : silviaihda@yahoo.com

Pendidikan :

1. SDN 1 Babakan (1997-2002)

2. MTsN Ciwaringin (2002-2005)

3. MA Yayasan Ali Maksum Yogyakarta (2005-2008)


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan segala karunia dan nikmat serta petunjuk yang tiada terbatas dalam menjalani tugas-tugas kehidupan ini. Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun dalam penelitian ini judul yang penulis pilih adalah ”

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA

MENGENAI ABORTUS PROVOKATUS DI MAN MODEL CIWARINGIN CIREBON PADA TAHUN 2011.”

Penelitian ini tidak hadir begitu saja. Penulis berterima kasih kepada pihak yang berperan penting atas bantuan dan dukungannya dalam proses pembuatan penelitian ini. Untuk itu, dengan segenap hati dan tanpa mengurangi rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.RM, selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad, selaku dosen pembimbing I yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan, bimbingan dan masukan dari awal hingga akhir penelitian ini.

4. dr. Erike Anggreini S, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk memberikan arahan, bimbingan dan masukan dari awal hingga akhir penelitian ini.

5. Bapak, Ibu dosen, dan segenap Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis.

6. Kepala sekolah dan pihak akademik MAN Model Ciwaringin Cirebon yang telah memberikan ijin penelitian di sekolahnya.

7. Ayahanda H. Nurhadi Thayyib dan ibunda Hj. Rubai’ah Hanan tercinta, serta seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dukungan yang tak ternilai baik secara moril maupun materil.


(7)

8. Teman-teman sejawat dan seperjuangan di Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman dan kebersamaan yang tidak akan terlupakan.

9. Semua pihak yang menjadi bagian dalam membantu proses penulisan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Allah SWT selalu memberikan kasih dan karunia-Nya kepada kita.

Jakarta, 23 September 2011


(8)

ABSTRAK Ihda Silvia

Program Studi Pendidikan Dokter

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA

MENGENAI ABORTUS PROVOKATUS DI MAN MODEL CIWARINGIN CIREBON PADA TAHUN 2011

Kasus aborsi adalah fenomena sosial yang tak kunjung ada solusi nya. Banyak diantaranya pelaku atau korban aborsi akibat kehamilan yang tidak di kehendaki terjadi di kalangan remaja. Dari penelitian yg dilakukan oleh Sukmaningsih, didapatkan bahwa di Jakarta semakin banyak remaja yang hamil diluar nikah. Dari 500 responden pelajar Sekolah Menengah Umun (SMU), sekitar 4,2%nya mengaku kandungannya digugurkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku pada siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai bahaya abortus provocatus. Sistem Random Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang berjumlah 106 orang. Rancangan penelitian ini dilakukan secara studi deskriptif dengan metode pengumpulan data secaracross sectional.Variabel yang diteliti adalah pengetahuan tentang aborsi, sikap terhadap aborsi, perilaku seksual, serta variabel karaktreristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, suku budaya, pendidikan ayah, pendidikan ibu, komunikasi dengan lingkungan (keluarga, guru dan teman sebaya) dan keterpaparan media massa sebagai sumber informasi.

Hasil penelitian diketahui bahwa kriteria usia responden sebanyak 58,5% adalah berusia 17 tahun, dengan jumlah jenis kelamin perempuan sebanyak 70,8% dan laki-laki sebanyak 29,2%. Responden terbanyak berasal dari suku sunda yaitu 88,7%. Tingkat pendidikan ayah dan pendidikan ibu menunjukkan presentase terbanyak pada kategori sedang yaitu 49,1% untuk pendidikan ibu dan 47,2% untuk pendidikan ayah, namun tidak jauh beda dengan data pada kategori rendah. Komunikasi dengan lingkungan (keluarga, guru dan teman sebaya) masih relatif rendah sedangkan untuk keterpaparan media massa sebagai sumber informasi mengenai aborsi sendiri juga rata-rata masih kurang, data terbanyak pada media televisi yaitu sebesar 77,2%. Pengetahuan tentang aborsi relatif tinggi, sikap terhadap aborsi relatif sedang, dan untuk perilaku seksual pra-nikah relatif beresiko rendah.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada institusi pendidikan terkait untuk menambah materi kesehatan reproduksi khususnya mengenai aborsi dan bekerjasama dengan media massa dalam menyiarkan pembelajaran mengenai aborsi dan bahayanya.. Perlu dilakukan kegiatan seperti diskusi atau tanya jawab antar siswa maupun dengan para guru. Dan kepada orang tua hendaknya meningkatkan komunikasi dengan anak untuk pemecahan suatu masalah anak maupun berdiskusi mengenai abosi.

Kata kunci: Pengetahuan tentang aborsi, sikap terhadap aborsi, perilaku seksual pra-nikah.


(9)

ABSTRACT Ihda Silvia

Program Studi Pendidikan Dokter

DESCRIPTION OF THE KNOWLEDGE, ATTITUDE AND STUDENT BEHAVIOR ABOUT ABORTUS PROVOCATUS AT MAN MODEL CIWARINGIN CIREBON IN 2011

The case of abortion is a social phenomenon that would not go there its solution. Many of the perpetrators or the victims of abortion because of unplanned pregnancies wan’t to happen among teenagers. From research conducted by Sukmaningsih, in Jakarta found that a growing number of teenagers who become pregnant outside of marriage. found that of 500 respondents of High School (secondary school) students in Jakarta, about 4.2% of them argued that abortion aborted.

This study aims to know the description of the knowledge, attitude and student behavior about abortus provocatus at MAN Model Ciwaringin Cirebon in 2011. Random sampling is a sampling technique which consisted of 106 people. The study design was a descriptive study conducted by the method of data collection in cross-sectional. The studied variables were knowledge about abortion, attitudes towards abortion, sexual behaviour, as well as respondents charactreristic variables include age, gender, ethnic culture, education of father, education of mother, communication with the environment (family, teachers and peers) and exposure to the media as a source of information.

The survey results showed that the age criteria as much as 58.5% of respondents aged 17 years, with the number of female sex as much as 70.8% and men as much as 29.2%. Most of the respondents came from suku sunda it showed 88.7%. Level of education of the father and the mother's educational level showed a highest percentage in the intermediate category, 49.1% for education of the mother and 47.2% for education of the father, but not much different from data in the low category. Communication with the environment (family, teachers and peers) are still relatively low, while for the mass media exposure as a source of information about abortion is also the average is still relatively low, most of the data showed the television media with 77.2%. Knowledge of abortion is relatively high, a relatively moderate position on attitudes towards abortion and premarital sexual behavior is relatively low risk.

Based on the results of these studies suggested to increase the educational institutions related to reproductive health materials, especially regarding abortion and working with broadcast media in learn more about abortion and the risks of abortion. Need to do activities such as discussions or questions and answers between students and with teachers. And the parents should improve communication with children to solve problems and discuss about abortion.

Keywords: Knowledge of the abortion, attitudes toward abortion, premarital sexual behavior.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... ... ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ... iii

LEMBAR PENGESAHAN... ... iv

RIWAYAT HIDUP... ...v

KATA PENGANTAR... ...vi

ABSTRAK... ... viii

ABSTRACK... ...ix

DAFTAR ISI... …... x

DAFTAR TABEL... …... xi

DAFTAR GAMBAR... …... xii

DAFTAR LAMPIRAN... ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

1.1 Latar Belakang ... ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... ..…………. 3

1.3 Tujuan ... ..……….... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... ..…………. 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... …..………. 3

1.5 Manfaat Penelitian ... ………..…. 4

1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti... ……….….. 4

1.5.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi... ………..…. 4

1.5.3 Manfaat Bagi Masyarakat ... ………..…. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ………..…. 5

2.1. Abortus ... ………..…. 5

2.1.1 Definisi Abortus ... ………..…. 5

2.1.2 Etiologi ... …………... 6

2.1.3 Klasifikasi Abortus ... …………... 7

2.1.4 Faktor Resiko Abortus ... …………. 10

2.1.5 Komplikasi Abortus Secara Umum ... …………. 11

2.1.6 Akibat Abortus Provocatus Criminalis ... …………. 12

2.1.7 Alasan Untuk Melakukan Tindakan Abortus Pro-vocatus ... …... 13

2.1.7.1 Abortus Provocatus Therapeuticus/Medisi-nalis ... …………. 13

2.1.7.2 Abortus Provocatus Criminalis ... …………. 14

2.2 Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Provocatus... …………. 15

2.3 Remaja... …………. 19

2.3.1 Pengertian Remaja ... …………. 19

2.3.2 Karakteristik Remaja... …………. 19

2.3.3 Perkembangan Remaja... …………. 24

2.4 Kerangka Konsep ... …………. 27


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... …………. 32

3.1 Desain Penelitian... …………. 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... …………. 32

3.3 Populasi dan Sampel ... …………. 32

3.3.1 Populasi ... …………. 32

3.3.2 Sampel... …………. 32

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi... ... 34

3.4.1 Kriteria Inklusi ... ... 34

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... ... 34

3.4.3 Kriteria Pengeluaran atau drop out ... ... 34

3.5 Cara Kerja Penelitian ... …………. 34

3.5.1 Pemilihan Subjek Penelitian ... …………. 34

3.5.2 Pengumpulan Data ... …………. 34

3.5.3FlowchartProsedur Penelitian... …………. 36

3.6 Instrumen Penelitian ... …………. 36

3.7 Uji Validitas ... …………. 37

3.8 Managemen Data ... …………. 38

3.9 Analisis Data ... …………. 38

3.10 Etika Penelitian ... …………. 39

3.11 Biaya Penelitian ... …………. 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... …………. 40

4.1 Keterbatasan Penelitian... …………. 40

4.2 Data Karakteristik Responden... …………. 41

4.3 Data Pengetahuan Responden tentang Aborsi ... …………. 46

4.4 Data Sikap Responden terhadap Aborsi... …………. 48

4.5 Data Gambaran Perilaku Seksual Pra-nikah Responden .... …………. 50

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... …………. 53

5.1 Simpulan ... …………. 53

5.2 Saran... …………. 54

DAFTAR PUSTAKA... …………. 55


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Hubungan Lama Kehamilan dengan Berat Anak... …………... 5

Tabel 2.2 Definisi Operasional... …………... 27

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian... ………... 37

Tabel 4.1 Sebaran Responden Berdasarkan Umur……… 41

Tabel 4.2 Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……….. 42

Tabel 4.3 Sebaran Responden Berdasarkan Suku budaya……… 42

Tabel 4.4 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendi-dikan Ayah………..…….. 43

Tabel 4.5 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendi-dikan Ibu………..……….. 43

Tabel 4.6 Sebaran Responden Berdasarkan Komunikasi Da-lam Lingkungan………..…... 44

Tabel 4.7 Sebaran Responden Berdasarkan Keterpaparan Media Massa Sebagai Sumber Informasi tentang Aborsi………..……….. 45

Tabel 4.8 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengeta-huan tentang Aborsi………...………... 46

Tabel 4.9. Sebaran Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pertanyaan Pengetahuan tentang Aborsi…...……….…. 46

Tabel 4.10 Sebaran Responden Berdasarkan Sikap terhadap Aborsi………...………... 48

Tabel 4.11. Sebaran Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pernyataan Sikap tentang Aborsi………...………... 48

Tabel 4.12 Sebaran Responden Berdasarkan Pertanyaan tentang Perilaku Seksual Pra-nikah Pada Remaja………...……. 50

Tabel 4.13. Sebaran Responden Berdasarkan Jawaban terhadap Pertanyaan tentang Perilaku seksual Pra-nikah de-ngan lawan jenis………..……….... 51


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konsep………....……… 27 Gambar 3.1 FlowchartProsedur Penelitian……….... 36


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 01 Kuesioner Penelitian

Lampiran 02 Hasil Uji Validasi Kuesioner

Lampiran 03 Surat Izin Penelitian dari Program Studi Pendidi-kan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 04 Surat Keterangan telah melakukan penelitian dari

MAN Model Ciwaringin kab.Cirebon Lampiran 05 Master Tabel Hasil Penelitian


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tahunnya di dunia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataanya abortus provocatus atau biasa dikenal dengan aborsi secara umum adalah illegal. Menurut Glassman dari The Washington Post tahun 1996, jumlah kematian aborsi 10 kali lebih banyak dari semua kecelakaan yang masih ditambah dengan kasus bunuh diri maupun pembunuhan. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi sekitar 20 juta kejadian aborsi yang tidak aman (unsafe abortion).1 Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi aborsi yang tidak aman. 95% (19 dari setiap 20 tindak aborsi tidak aman) di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.2

Profil pelaku aborsi di Amerika yang ditulis oleh Clowes didalam buku “Facts Of Life” para wanita pelaku aborsi adalah wanita muda. Lebih separuh atau 57% wanita pelaku aborsi adalah mereka yang berusia dibawah 25 tahun. Bahkan 24% dari mereka adalah wanita remaja.3

Frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan, kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di Rumah Sakit. Walaupun bukti-bukti yang dapat dipercaya tidak tersedia, estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia. Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per 100 kelahiran hidup (menurut hasil sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun) atau 37 kasus aborsi per tahun per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun (berdasarkan Crude Birth Rate(CBR) sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup).4 Dan di Asia Tenggara kematian yang disebabkan karena aborsi yang tidak aman adalah sebesar 14-16% dari semua kematian maternal.5 Upaya pencegahan terjadinya aborsi yang tidak aman adalah sangat penting bila Indonesia ingin mencapai tujuan ke lima dari Millennium Development Goal


(16)

untuk memperbaiki kondisi kesehatan ibu dan menurunkan kematian masih maternal.

Masa remaja merupakan masa terjadinya perubahan fisik, mental, maupun psikososial yang sangat cepat dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan selanjutnya, pada perubahan fisik yang dialami remaja berhubungan dengan produksi hormon seksual dan emosi, dimana pada titik awalnya remaja selalu ingin mengetahui dan kecenderungan selalu ingin mencoba hal-hal baru, salah satu masalahnya nanti adalah mengenai kesehatan reproduksi.6

Menurut Sukmaningsih, jumlah pelajar di Jakarta yang hamil diluar nikah semakin banyak. Dari 500 pelajar Sekolah Menengah Umun (SMU) yang dijadikan responden, sekitar 4,2%nya mengaku kandungannya digugurkan. Wilayah Jakarta Timur menduduki peringkat pertama dalam kasus ini, yaitu sekitar tujuh persen. Responden yang diambil rata-rata siswa yang baru menjalani masa orientasi sekolah.7

MAN Model Ciwaringin merupakan salah satu Madrasah Aliyah di Kabupaten Cirebon yang termasuk dalam kategori baik. Sekolah ini berada didaerah yang banyak terdapat pesantren maupun institusi pendidikan yang berbasis islam yang dalam hal ini memungkinkan para siswa mempunyai pondasi agama yang cukup. Rentang usia pada sekolah ini berada pada usia 15-19 tahun atau masih tergolong pada usia remaja. Pada usia ini, remaja sangat rentan atau sensitif terhadap hal baru yang memungkinkan berpotensi terhadap terjadinya berbagai permasalahan termasuk hubungan seks pra nikah yang berujung pada tindakan aborsi.

Ketidaksiapan remaja dalam menghadapi perubahan dalam dirinya termasuk diantaranya menerima dorongan seks yang mulai meningkat dan sulit dikendalikan seringkali berhadapan dengan stimulus seks diluar lingkungan, peningkatan dorongan seks pada usia remaja, kurang memadainya pengetahuan remaja tentang proses kesehatan dan kesehatan reproduksi, karena tidak bisa lagi dihindari meningkatnya remaja berhubungan seksual sebelum menikah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan melakukan aborsi.


(17)

Atas dasar-dasar hal-hal tersebut diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai bahaya dilakukannya aborsi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai bahaya dilakukannya abortus provocatus?

2. Bagaimana gambaran sikap siswa siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai bahaya dilakukannya abortus provocatus?

3. Bagaimana gambaran perilaku siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai bahaya dilakukannya abortus provocatus?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

1. Meningkatkan respon ketanggapan siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai isu abortus provocatus dan bahayanya.

2. Meningkatkan usaha promotif dan preventif terhadap penyakit kesehatan reproduksi pada siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai bahaya dilakukannya abortus provocatus melalui diketahuinya tingkat pengetahuan, sikap dan perilakunya terhadap aborsi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan mengenai abortus provocatus pada siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon mengenai aborsi.

2. Diketahuinya gambaran sikap siswa siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon terhadap abortus provocatus.


(18)

4. Sebagai syarat dalam menyelesaikan studi pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi peneliti :

1. Meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.

2. Sebagai media aplikasi ilmu dalam menentukan permasalahan di masyarakat serta merumuskan permasalahan tersebut.

3. Mendapatkan informasi mengenai tingkat pengetahuan, sikap serta perilaku siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon terhadap abortus provocatus.

1.4.2 Manfaat bagi perguruan tinggi :

1. Melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

2. Data awal bagi penelitian-penelitian selanjutnya atau intervensi yang akan dilakukan.

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terutama para orang tua murid MAN Model Ciwaringin Cirebon tentang abortus provocatus sehingga masyarakat dapat memberikan edukasi maupun informasi dengan tepat dan benar mengenai aborsi.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ABORTUS

2.1.1. Definisi Abortus

Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health olehInstitute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan abortus diartikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.8

Sedangkan abortus menurut William adalah pengakhiran dengan cara apapun sebelum janin cukup berkembang untuk dapat hidup diluar kandungan.9 Berdasarkan kamus kedokteran dorland, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus dengan fetus yang memiliki berat kurang dari 500 gram atau umur kehamilannya kurang dari 20 minggu (WHO: 22 minggu) pada saat dikeluarkan dari uterus, yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.10

Menurut Sastrawinata (2001), lamanya kehamilan yang normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid yang terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal.11

Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan berlangsung, dapat dibagi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Hubungan Lama Kehamilan dengan Berat Anak Lamanya

Kehamilan


(20)

< 22 minggu < 500 gram Abortus 22 – 28 minggu 500 – 100 gram Partus Immaturus 28 – 37 minggu 1000 gram – 2500 gram Partus

praematurus 37 – 42 minggu 2500 gram – 4500 gram Partus a’terme

(matures) > 42 minggu > 4500 gram Partus serotinus Sumber : Bag. Obstetri & Ginekologi Unpad Bandung, 1981

Adapun batasan usia janin kala kehidupan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dapat dibagi menjadi:

1. Abortus yaitu usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 1000 gram.

2. Immatur, yaitu usia kehamilan berkisar antara 20-28 minggu dengan berat berkisar antara 1000-2500 gram.

3. Prematur adalah usia kehamilan berkisar antara 28-32 minggu dengan berat antara 2500-3500 gram.

4. Matur, usia bayi 32 minggu.

5. Postmatur, usia bayi lebih dari 32 minggu.

2.1.2. Etiologi

Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut:12

 Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik

o Mendelian o Multifaktor o Robertsonian o Resiprokal


(21)

 Kelainan kongenital uterus

o Anomali duktus mulleri o Septum uterus

o Uterus bikornis

o Inkompetensi serviks uteri o Mioma uteri

o Sindroma Asherman  Autoimun

o Aloimun

o Mediasi imunitas humoral o Mediasi imunitas seluler  Defek fase luteal

o Faktor endokrin eksternal o Antibodi antitiroid hormon o Sintesis LH yang tinggi  Infeksi

 Hematologik

 Lingkungan

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.12

2.1.3. Klasifikasi Abortus

Ada beberapa jenis abortus yang menurut ahli dibagi menjadi: 1. Abortus Spontan


(22)

Abortus yang terjadi begitu saja tanpa tindakan dalam bentuk apapun atau kehamilan normal. Penyebab abortus ini menurut William (1995) dapat terjadi akibat perkembangan janin yang abnormal, dimana dapat diklasifikasikan menjadi perkembangan janin dengan jumlah kromosom abnormal (Aneuplodi) dan perkembangan dengan komponen kromosom yang normal (Euploidi).9

Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:

1. Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Abortus imminen adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.13 Abortus imminen adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan.9

2. Abortus insipiens, merupakan

peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

3. Abortus inkompletus, merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

4. Abortus kompletus, merupakan pengeluaran seluruh hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu

5. Missed Abortion atau keguguran tertunda, yaitu keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-22 tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.


(23)

6. Abortus Habitualis, Keguguran habitualis atau keguguran berulang-ulang, yaitu keguguran yang telah berulang dan berturut-turut terjadi, sekurang-kurangnya 3 kali berberturut-turut-berturut-turut.12

7. Abortus Infeksiosus, Abortus septik, Abortus Infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Sedangkan Abortus Septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritneum (septikemia atau peritonitis).12

2. Abortus Provocatus

Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup. Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:

- Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:

1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.

2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).

3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.


(24)

4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.

5. Prosedur tidak dirahasiakan. 6. Dokumen medik harus lengkap.

2.1.4. Faktor Resiko Abortus

Adapun faktor resiko yang berhubungan dengan abortus, diantaranya : a. Usia untuk kehamilan dan persalinan

Umur dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang. Selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofessional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa. Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterine.12

b. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta


(25)

previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.12

c. Paritas ibu

Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.12

d. Riwayat Kehamilan yang lalu

Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn - Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%.12

2.1.5 Komplikasi Abortus secara umum Komplikasi medis yang dapat timbul :

1. Perdarahan 2. Perforasi

3. Luka pada serviks uteri 4. Perlekatan pada kavum uteri 5. Syok

6. Infeksi

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan


(26)

abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.

2.1.6. Akibat Abortus Provokatus Kriminalis

Secara umum, alasan seseorang melakukan tindakan abortus yang disengaja adalah tidak menginginkan kehadiran bayi yang akan lahir berada dalam keluarga. Williams (1995) mengatakan banyak hal yang ditimbulkan akibat perilaku aborsi, seperti:

a. Akibat Abortus Elektif

Resiko relatif kematian sebagai akibat abortus, berlipat dua kurang lebih setiap penundaan 2 minggu setelah kehamilan 8 minggu, untuk hal tersebut induksi aborsi harus dipertimbangkan dan wanita yang dipilih sebagai subjek harus wanita primigravida, karena wanita yang pernah melahirkan akan memperlihatkan penurunan resiko komplikasi pada kehamilan berikutnya, data resiko abortus dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Fertilitas: resiko terjadinya infeksi panggul yang kecil setelah pengakhiran pada kehamilan.

2) Aspirasi vakum: mengakibatkan peningkatan risiko pada kehamilan ektopik berikutnya.

3) Kehamilan ektopik: tidak meningkatkan insiden jika pengakhiran pertama dilakukan dengan aspirasi vakum, kecuali pada wanita yang sebelumnya menderita infeksi Chlamydia trachomatis atau pada wanita yang mengalami infeksi post-abortus.

4) Abortus elektif multipel: dapat meningkatkan resiko kehamilan berikutnya. Pada tindakan ini berakibat ke arah insiden persalinan prematur dan persalinan bayi berat badan rendah.

5) Plasenta previa: meningkatnya insiden setelah tindakan abortus elektif.


(27)

6) Abortus yang diinduksi pada kehamilan mid-trimester. Hal ini akan mengandung resiko kehamilan berikutnya apabila digunakan tehnik injeksi.

7) Risiko kesehatan mental

Gejala ini dikenal dengan Post Abortion Syndrome (Sindrom Paska Aborsi) berdasarkan Psychological Reactions Reported After Abortion, gejala tersebut seperti kehilangan harga diri, berteriak histeris, mimpi berkali-kali mengenai bayi, ingin melakukan bunuh diri, mencoba menggunakan obat-obatan terlarang, tidak bisa lagi menikmati hubungan seksual serta dipenuhi rasa bersalah.9

a. Akibat Abortus Septik

Komplikasi serius pada tindakan abortus paling sering, hal ini dapat berakibat pada perdarahan yang berat, sepsis, syok bakterialis dan gagal ginjal akut, semuanya juga pernah terjadi pada aborsi yang legal namun dengan frekuensi yang jauh lebih rendah.9

2.1.7. Alasan untuk melakukan tindakan Abortus Provokatus

2.1.7.1. Abortus Provocatus Therapeuticus / Medisinalis  Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan

perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).

 Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.

 Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.

 Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.


(28)

 Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis,

tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.

 Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.

 Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.

 Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.

 Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus

dikonsultasikan dengan psikiater.

2.1.7.2. Abortus Provocatus Kriminalis

Berdasarkan laporan Tim Studi Kedokteran FSI-SMFKUI 13 oktober 2001, alasan seseorang melakukan tindakan abortus provocatus adalah:

1. Hamil diluar nikah

Kehamilan yang terjadi berada diluar nikah banyak terjadi oleh para remaja dimana terjadi hubungan seksual sebelum menikah, akibat hubungan tersebut terjadi kehamilan yang tidak diinginkan oleh para remaja, maka salah satu pencegahan kehamilan dilakukan dengan sistem abortus provocatus.

2. Pernikahan yang tidak kokoh seperti yang diharapkan

Hubungan rumah tangga yang tidak harmonis antara pasangan suami isteri yang berjalan sebagaimana yang diharapkan terjadi kehamilan, maka untuk mencegah hal tersebut dilakukan abortus provocatus.

3. Telah cukup anak dan tidak mungkin membesarkan seorang anak lagi

Jumlah anak yang dilahirkan dirasa cukup dan kehadiran anak yang baru dirasa oleh keluarga tidak mampu lagi membesarkannya,


(29)

maka untuk pencegahan kelahiran anak yang baru dilakukan abortus provocatus.

4. Janin mempunyai efek yang berat

Janin yang berada dalam kandungan ibu hamil mempunyai efek yang tidak baik seperti mempunyai penyakit atau akan mempengaruhi kelangsungan hidup ibu yang hamil sehingga bayi yang berada dalam kandungan harus dilakukan abortus provocatus.

5. Ayah dari anak yang dikandung bukan suami yang syah

Anak yang berada dalam kandungan berasal bukan dari janin suami yang syah, hal ini dapat diakibatkan oleh pergaulan seksual yang berhubungan dengan lebih dari satu laki-laki, akibatnya janin yang berada dalam kandungan harus di lakukan abortus provocatus.

6. Korban perkosaan

Terjadinya kehamilan dilakukan dengan perkosaan sehingga kehamilan akan mendatangkan aib bagi keluarga, untuk pencegahan adanya anak dari perkosaan dilakukan abortus provocatus.

7. Ibu menderita penyakit berat

Ibu yang hamil berada dalam kondisi penyakitan, sehingga kehamilan yang terjadi tidak mungkin untuk dilanjutkan. Akibat terjadinya kehamilan akan mengakibatkan kematian ibu,langkah pencegahan kehamilan tersebut dilakukan dengan abortus provocatus.

2.2 Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Provocatus

Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah


(30)

abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus. Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:

• Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda. • Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.

• Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss.

• Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.

• Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.

• Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.

• Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (abortus boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India

• Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang

Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini:

• Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik.

• Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provocatus criminalis.


(31)

• Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya.

• Untuk memenuhi desakan masyarakat.

Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum, (pasal7d) Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.

Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Reproduksi.

Pasal 75 (1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:


(32)

genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan media dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(33)

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian remaja

Masa remaja adalah masa yang menunjukkan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa selanjutnya yaitu masa dewasa. Pada masa remaja ini terjadi perkembangan-perkembangan seperti perkembangan fisik, psikologis, sosial, dan secara moral. Menurut Hall (1994: 478), masa remaja merupakan masa topan badai, di mana pada masa tersebut timbul gejolak dalam diri akibat pertentangan nilai-nilai akibat kebudayaan yang makin modern.14 Batasan usia untuk remaja (adolescence) menurut Hall antar usia 12-25 tahun.15

Menurut Monks, remaja adalah suatu masa peralihan antara masa remaja dan masa dewasa. Fase masa remaja secara global berlangsung natara usia 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir.16

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-20 tahun, hal ini di dasarkan atas kesehatan remaja yang mana kehamilan pada usia-usia tersebut memang mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada kehamilan dalam usia-usia diatasnya.17

Selanjutnya yang dimaksud dengan remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang dalam rentangannya terjadi perubahan-perubahan dan perkembangan pada aspek fisik, psikologis, kognisi, dan sosialnya. Sedangkan, rentang usia pada masa remaja tersebut adalah antara 12-21 tahun.

2.3.2 Karakteristik remaja

Hurlock (207-209) berpendapat, bahwa semua periode yang penting selama masa kehidupan mempunyai karakteristiknya sendiri. Begitupun masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode masa kanak-kanak dan dewasa.17Ciri-ciri tersebut antara lain :

1). Masa remaja sebagai periode yang penting

Masa remaja dipandang sebagai periode yang penting daripada periode lain karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, serta akibat-akibat jangka panjangnya. Misalnya saja, perkembangan biologis menyebabkan


(34)

dan disertai percepatan perkembangan mental yang cepat, terutama pada masa remaja awal. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.19

Minat baru yang dominan muncul pada masa remaja adalah minatnya terhadap seks. Pada masa remaja ini mereka berusaha melepaskan ikatan-ikatan afektif lama dengan orang tua. Remaja lalu berusaha membangun relasi-relasi afektif yang baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis dan dalam memainkan peran yang lebih tepat dengan seksnya. Dorongan untuk melakukan ini datang dari tekanantekanan sosial akan tetapi terutama dari minat remaja pada seks dan keingintahuannya tentang seks.19

Karena meningkatnya minat pada seks inilah, maka remaja berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Tidak jarang, karena dorongan fisiologis ini juga, remaja mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu, atau bersenggama.19

2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Artinya, apa yang sudah terjadi pada masa sebelumnya akan menimbulkan bekasnya pada apa yang terjadi pada masa sekarang dan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Anak-anak yang beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa haruslah meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikapnya pada masa yang sudah ditinggalkan. Meskipun disadari bahwa apa yang telah terjadi akan meninggalkan bekasnya dan akan mempengaruhi pola perilaku dan sikap baru. Pada masa peralihan ini remaja bukan lagi seorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Namun, status remaja yang tidak jelas ini menguntungkan karena status ini memberi waktu kepada remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.19

3) Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja beriringan dengan tingkat perubahan fisik. Pada awal masa remaja, ketika perubahan terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sikap juga


(35)

berlangsung cepat. Begitu pula jika perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Perubahan itu adalah :

a. Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi

b. Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan menimbulkan masalah. Remaja akan tetap ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya.

c. Perubahan minat dan pola perilaku menyebabkan nilai-nilai juga berubah. Misalnya, sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyak teman merupakan petunjuk popularitas, mereka mulai mengerti bahwa kualitas pertemanan lebih penting daripada kuantitas teman.

d. Remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, namun mereka belum berani untuk bertanggung jawab akan akibat perbuatan mereka dan meragukan kemampuan mereka sendiri untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.19

4) Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masa remaja dikatakan sebagai usia bermasalah karena sepanjang masa kanak-kanak sebagian permasalahan anak-anak diselesaikan oleh guru atau orang tua mereka, sehingga pada masa remaja mereka tidak cukup berpengalaman dalam menyelesaikan masalah. Namun, pada masa remaja mereka merasa ingin mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan gurugurunya sampai pada akhirnya remaja itu menemukan bahwa penyelesaian masalahnya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.19

5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada akhir masa kanak-kanak sampai pada awal masa remaja, penyesuaian diri dengan standar kelompok jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada individualitas. Namun, pada masa remaja mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal.19


(36)

Stereotip populer pada masa remaja mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri, dan ini menimbulkan ketakutan pada remaja. Remaja takut bila tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan orang tuanya sendiri. Hal ini menimbulkan pertentangan dengan orang tua sehingga membuat jarak bagi anak untuk meminta bantuan kepada orang tua guna mengatasi berbagai masalahnya.19

7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain seperti yang mereka inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini tidak saja untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain disekitarnya (keluarga dan temantemannya) yang akhirnya menyebabkan meningginya emosi. Kemarahan, rasa sakit hati, dan perasaan kecewa ini akan lebih mendalam lagi jika ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.19

8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Meskipun belumlah cukup, remaja yang sudah pada ambang remaja ini mulai berpakaian dan bertindak seperti orang-orang dewasa. Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obatobatan terlarang, dan terlibat dalam perbuatan seks dengan harapan bahwa perbuatan ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.19

Persoalan remaja yang sering muncul karena karakteristik remaja sendiri menurut Santrock, 2002, antara lain adalah:18

1) Penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Remaja menggunakan obatobatan terlarang sebagai suatu cara untuk mengatasi stres. Tampak bahwa hal ini dipengaruhi oleh kurangnya keterampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang kurang bertanggungjawab. Remaja seringkali memasuki peran orang dewasa seperti dalam pernikahan dan pekerjaan secara prematur, tanpa perkembangan sosio-emosional yang memadai, sehingga


(37)

lebih berpeluang untuk mengalami kegagalan dalam peran-peran orang dewasa.

2) Kenakalan remaja.

Ini kebanyakan disebabkan oleh karena remaja mempunyai identitas negatif, pengendalian diri rendah, harapanharapan bagi pendidikan yang rendah, komitmen yang rendah, prestasi yang rendah pada kelas-kelas awal, pengaruh teman sebaya yang tidak dapat ditolak dan mempunyai pengaruh yang berat, kurangnya pemantauan, dukungan, dan disiplin yang tidak efektif dari orang tua, serta kualitas lingkungan dengan tingginya kejahatan.

3) Kehamilan pada remaja.

Kurangnya keterbukaan dan pendidikan tentang reproduksi sehat serta anggapan remaja bahwa orang tua mereka tidak akan memahami mereka, menyebabkan semua keingintahuan mereka terhadap seks disembunyikan. Keingintahuan ini malah dibagi dan dicoba-coba dengan teman-teman yang samasama tidak tahu tentang pendidikan seks dengan dalih kemandirian.

4) Bunuh diri pada remaja.

Umumnya bunuh diri dikaitkan dengan dengan faktor-faktor saat ini yang menegangkan, seperti: kehilangan pacar, nilai rapor yang rendah, atau kehamilan yang tidak diinginkan.

5) Gangguan-gangguan makan.

Anoreksia nervosa dan bulimia terutama menimpa perempuan selama masa remaja dan awal dewasa. Sebab47 sebabnya meliputi faktor-faktor sosial, psikologis, dan fisiologis. Faktor sosial yang mendorong adalah tren tubuh kurus yang digemari akhir-akhir ini. Faktor psikologis meliputi motivasi untuk menarik perhatian lawan jenis, keinginan akan individualitas, penolakan seksualitas, dan cara mengatasi kekangan orang tua. Penderita gangguan makan ini biasanya memiliki keluarga yang memberi tuntutan yang tinggi bagi mereka untuk berprestasi. Ketidakmampuan memenuhi standar orang tua ini menyebabkan mereka


(38)

2.3.3 Perkembangan pada masa remaja

Periode yang disebut masa remaja akan dialami oleh semua individu. Awal timbulnya masa remaja ini dapat melibatkan perubahan-perubahan yang mendadak dalam tuntutan dan harapan sosial atau sekedar peralihan bertahap dari peranan sebelumnya. Meskipun bervariasi, satu aspek remaja bersifat universal dan memisahkannya dari tahap-tahap perkembangan sebelumnya.

1) Perkembangan fisik

Perkembangan fisik remaja didahului dengan perubahan pubertas. Pubertas ialah suatu periode di mana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Empat perubahan yang paling menonjol pada perempuan ialah menarche, pertambahan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan buah dada, dan pertumbuhan rambut kemaluan; sedangkan empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada laki-laki adalah pertumbuhan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan.20

Freud Santrock (2002: 288), dengan teori psikoanalisisnya menggambarkansuperegosebagai salah satu dari tiga struktur utama kepribadian, yang dua lainnya adalah id dan ego. Dalam teori psikoanalisis-klasik Freud, superego pada masa anak-anak sebagai cabang kepribadian, berkembang ketika anak mengatasi konflik oedipus dan mengidentifikasi diri dengan orang tua yang berjenis kelamin sama karena ketakutan akan kehilangan kasih sayang orang tua dan ketakutan akan dihukum karena keinginan seksual mereka yang tidak dapat diterima itu terhadap orang tua yang berbeda jenis kelamin pada tahun-tahun awal masa kanak-kanak. Karena mengidentifikasikan diri dengan orang tua yang sama jenis, anak-anak menginternalisasikan standar-standar benar dan salah orang tua yang mencerminkan larangan masyarakat. Selanjutnya anak mengalihkan permusuhan ke dalam yang sebelumnya ditujukan secara eksternal kepada orang tua berjenis kelamin sama. Permusuhan yang mengarah ke dalam ini sekarang dirasakan sebagai suatu kesalahan yang patut dihukum, yang dialami secara tidak sadar (di luar kesadaran anak). Dalam catatan perkembangan moral psikoanalisis, penghukuman diri sendiri atas suatu kesalahan bertanggung jawab untuk


(39)

mencegah anak dari melakukan pelanggaran. Yaitu anak-anak menyesuaikan diri dengan standar-standar masyarakat untuk menghindari rasa bersalah.20

2) Perkembangan psikis

Perkembangan remaja secara psikologis yang dimaksud di sini meliputi perkembangan minat, moral, dan citra diri. Tidak seperti masa kanak-kanak yang pertumbuhan fisiknya berlangsung perlahan dan teratur, remaja awal yang tumbuh pesat pada waktu-waktu tertentu cenderung merasa asing terhadap diri mereka sendiri. Mereka disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Dibutuhkan waktu untuk mengintegrasikan perubahan dramatis ini menjadi perasaan memiliki identitas diri yang mapan dan penuh percaya diri. Perempuan pasca-menarchecenderung agak lebih mudah tersinggung dan mempunyai perasaan negatif, seperti ketidakberaturan suasana hati, iritabilitas, dan depresi sebelum menstruasi atau sewaktu menstruasi. Remaja pria merasa punya dorongan seksual yang lebih besar setelah pubertas, namun karena ini pula mereka merasa khawatir atau malu jika tidak dapat mengendalikan respon atas dorongan seksual.16

Perkembangan biologis di atas menyebabkan timbulnya perubahanperubahan tertentu, baik bersifat fisiologis maupun psikologis. Secara psikologis perkembangan tersebut menyebabkan anak remaja dihadapkan pada banyak masalah baru dan kesulitan yang kompleks. Diantaranya, anak muda belajar berdiri sendiri dalam suasana kebebasan, ia berusaha melepaskan diri dari ikatan-ikatan lama dengan orang tua dan obyek-obyek cintanya, lalu ia berusaha membangun perasaan atau afeksi baru karena menemukan identifikasi dengan obyek-obyek baru yang dianggap lebih bernilai atau lebih berarti daripada obyek yang lama. Anak remaja ini kemudian mulai memekarkan sikap hidup kritis terhadap dunia sekitar, yang didukung oleh kemantapan kehidupan batinnya. Remaja berusaha keras melakukan adaptasi terhadap tuntunan lingkungan hidupnya, penilaian yang amat tinggi terhadap orang tua kini makin berkurang, dan digantikan dengan respek terhadap pribadi-pribadi lain yang dianggap lebih memenuhi kriteria afektif-intelektual remaja sendiri. Contohnya adalah pribadi-pribadi ideal berwujud seorang guru atau pemimpin.


(40)

Kemampuan kognitif pada masa remaja berkembang secara kuantitatif dan kualititatif. Kuantitatif artinya bahwa remaja mampu menyelesaikan tugas-tugas intelektual dengan lebih mudah, lebih cepat dan efisien dibanding ketika masih kanak-kanak. Dikatakan kualitatif dalam arti bahwa perubahan yang bermakna juga terjadi dalam proses mental dasar yang digunakan untuk mendefinisikan dan menalar permasalahan.16

Pemikiran remaja yang sedang berkembang semakin abstrak, logis dan idealistis. Remaja menjadi lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial.20

4) Perkembangan sosial

Salah satu tugas perkembangan yang tersulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Untuk menjadi dewasa dan tidak hanya dewasa secara fisik, remaja secara bertahap harus memperoleh kebebasan dari orang tua, menyesuaikan dengan pematangan seksual, dan membina hubungan kerjasama yang dapat dilaksanakan dengan teman-teman sebayanya. Dalam proses ini remaja secara bertahap mengembangkan suatu filsafat kehidupan dan pengertian akan identitas diri.16

Pada masa ini remaja cenderung menghabiskan waktu di luar rumah dan lebih bergantung pada teman-temannya. Teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap, minat, penampilan, dan tingkah laku remaja dibandingkan dengan pengaruh keluarga. Semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang paling menonjol terjadi di bidang hubungan heteroseksual. Dalam waktu yang singkat remaja mengalami perubahan yang bertolak belakang dari masa kanak-kanak, yaitu dari tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih menyukai teman dari lawan jenisnya. Kegiatan dengan sesama jenis ataupun dengan lawan jenis biasanya akan mencapai puncaknya selama tahun-tahun tingkat sekolah menengah atas.1


(41)

2.4 Kerangka Konsep

2.5 Definisi Operasional

Tabel. 2.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur

dan cara ukur

Kategori Skala

Usia Pengakuan usia responden pada saat mengisi kuesioner dalam tahun (tahun genap).

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

16 – 18 tahun Ordinal

Jenis kelamin

Karakteristik biologis responden yang dilihat dari penampilan luar. Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempuan Nomina l

Suku Perkumpulan orang yang memiliki latar belakang budaya, bahasa, kebiasaan, gaya hidup, dan

ciri-Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1. Sunda 2. Jawa 3. Batak 4. Minang 5. Lain-lain Nomina l Karakteristik siswa:  Usia

 Jenis kelamin

 Suku budaya

 Pendidikan ayah

 Pendidikan ibu

Lingkungan sosial:

 Komunikasi dengan keluarga, guru dan teman sebaya

 Keterpaparan media massa

Pengetahuan tentang aborsi

Sikap terhadap aborsi

Perilaku terhadap aborsi


(42)

ciri fisik yang sama. Pendidikan Ayah Pernyataan responden tentang pendidikan formal terakhir dari ayah responden yang telah ditamatkan.

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

1. Rendah : tidak pernah sekolah, tamat/ tidak tamat SD dan yang

sederajat. 2. Sedang : tamat/ tidak tamat SMP dan yang sederajat dan tamat/ tidak tamat SMU dan yang sederajat. 3. Tinggi : tamat/ tidak tamat perguruan tinggi Ordinal Pendidikan Ibu Pernyataan responden tentang pendidikan formal terakhir dari ibu responden yang telah ditamatkan.

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

1. Rendah : tidak pernah sekolah, tamat/ tidak tamat SD dan yang

sederajat. 2. Sedang : tamat/ tidak


(43)

tamat SMP dan yang sederajat dan tamat/ tidak tamat SMU dan yang sederajat. 3. Tinggi : tamat/ tidak tamat perguruan tinggi Komunikasi dengan keluarga, guru dan teman sebaya Pernyataan responden tentan pernah atau tidaknya dalam 6 bulan terakhir ini

berdiskusi tentang aborsi dengan anggota keluarga, guru dan teman dekat responden Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.Pernah 2.Tidak Pernah Ordinal Keterpapara n dengan media massa Pernyataan responden tentan pernah atau tidaknya dalam 6 bulan terakhir ini mendapatkan informai mengenai aborsi dari media

Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.Pernah 2.Tidak Pernah Ordinal


(44)

majalah, buku, tv, radio dan internet. Pengetahua

n tentang Abortus Provocatus

Tahu/tidaknya responden tentang 9 pertanyaan yang diajukan yang terkait dengan aborsi yaitu: pengertian, jenis aborsi, penyebab, akibat dan aspek hukum

Pengetahuan yang diajukan di dalam angket penilaian dari setiap jawaban benar adalah 1, jawaban salah adalah 0

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

Total skor : 9 1. Rendah : jika jawaban yang benar < 60%

(total skor < 5)

2. Sedang : jika jawaban yag benar antara 60-80% (total skor 5-6) 3. Tinggi : jika jawaban yang benar > 80%

(total skor > 6) Ordinal Sikap terhadap Abortus Provocatus Pernyataan responden tentang derajat setuju dan ketidaksetujuan terhadap situasi atau tindakan yang berkaitan dengan tindakan

pengakhiran kehamilan pada 4 subjek yang berbeda (umum/orang yang tidak dikenal, teman dekat, saudara kandung, pacar/yang Wawancara dengan menggunakan kuesioner

Total skor : 24

1. Kurang : jika jawaban yang benar < 60%

(total skor < 14)

2. Sedang : jika jawaban yag benar antara 60-80% (total skor 14-19) 3. Baik : jika jawaban yang benar > 80%

(total skor > 19)


(45)

bersangkutan) dinilai dengan skala Likert. Perilaku

seksual

Pernah atau tidaknya tindakan yang mengarah ke perilaku seksual dengan lawan jenis yang terdiri dari: Beresiko rendah apabila responden melakukan kegiatan seperti ngobrol, nonton, jalan berduaan ditempat sepi, pegangan tangan, berciuman pipi. Beresiko tinggi apabila responden melakukan kegiatan seperti berpelukan, berciuman mulut, berciuman leher, meraba buah dada/alat kelamin dan hubungan seksual. Wawancara dengan menggunakan kuesioner 1.Beresiko rendah apabila memenuhi kriteria perilaku beresiko rendah yang telah disebutkan 2. Beresiko tinggi apabila memenuhi kriteria perilaku beresiko tinggi yang telah disebutkan Ordinal


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara studi deskriptif dengan metode pengumpulan data secara cross sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon pada tahun 2011

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian bertempat di MAN Model Ciwaringin Cirebon dan dilaksanakan pada bulan Agustus 2011

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi didefinisikan sebagai kelompok siswa yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.19 Sebagai suatu populasi, kelompok siswa dalam penelitian harus memiliki ciri atau karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok siswa yang lain. Semakin banyak karakteristik siswa yang diisyaratkan sebagai populasi, maka semakin spesifik karakteristik populasinya dan semakin homogen pulalah populasinya.

Populasi adalah keseluruhan siswa yang dikenai penelitian,20 sedangkan menurut Hadi (2000: 220) populasi merupakan sejumlah kelompok siswa yang setidaknya memiliki satu ciri atau sifat khas yang sama.21

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi MAN Model Ciwaringin Cirebon

3.3.2 Sampel

Sampel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagian siswa atau wakil populasi yang diteliti,22 sedangkan menurut Hadi (2000: 220) sampel adalah sebagian siswa dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki.23


(47)

Dapat disimpulkan bahwa, sampel berarti sekelompok siswa yang bersifat sama dengan populasi. Kesimpulan penelitian mengenai sampel nantinya akan digeneralisasikan terhadap populasi.

Sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

n1 Besar sampel minimal

Zα Standar variasi, untuk α = 0,05, Zα bernilai 1,96

P Proporsi responden 50 %, dikarenakan belum ada data sebelumnya, maka p = 50 %.

Q 100 – p

L Derajat ketepatan yang diinginkan, dalam hal ini diambil 10 %.

Maka besar minimal sampel adalah :

Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka jumlah sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 96 responden. Untuk mengantisipasi terdapatnya bias, maka jumlah sampel ditambahkan 10% dari besar sampel.

Maka jumlah sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 106 responden.

n = (Zα)2

.p . q (L)2

n = 96 + 9,6 = 105,6 ≈ 106

(1,96)2x 0,5 x 0,5 (0,1)2


(48)

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon. 2. Bersedia mengikuti penelitian ini. 3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon yang tidak bersedia mengikuti penelitian iini.

2. Siswa MAN Model Ciwaringin Cirebon yang tidak hadir pada saat pengambilan sampel.

3.4.3 Kriteria Pengeluaran atau Drop Out Tidak terisi kuesioner dengan lengkap. 3.5 Cara Kerja Penelitian

3.5.1 Pemilihan Subyek Penelitian

Sampel siswa/i MAN Model Ciwaringin Cirebon yang memenuhi kriteria pada penelitian ini dan yang telah dipilih secara random.

3.5.2 Pengumpulan Data A. Variabel

Variabel penelitian adalah objek penelitian yang bervariasi (Arikunto, 2002:97).

Variabel yang diteliti:

a. Tingkat pengetahuan mengenai Abortus Provocatus b. Tingkat sikap mengenai Abortus Provocatus

c. Tingkat perilaku mengenai Abortus Provocatus d. Usia

e. Jenis kelamin f. Suku

g. Pendidikan orang tua

h. Komunikasi dengan keluarga, guru dan teman sebaya i. Keterpaparan dengan media massa

B. Cara pengumpulan data dengan kuesioner Pengisian kuesioner dilakukan dengan tertulis.


(49)

C. Teknis Pelaksanaan

a. Pengambilan data dilakukan selama dua hari di MAN Model Ciwaringin kabupaten Cirebon

b. Peneliti mendatangi institusi MAN Model Ciwaringin beberapa hari sebelum pengambilan data untuk permohonan izin pengambilan data penelitian .

c. Setelah mendapat izin, peneliti mendatangi institusi MAN Model Ciwaringin pada waktu yang telah disepakati, kemudian peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian ini kepada responden, kemudian meminta kesediaan responden untuk ikut dalam penelitian ini.

d. Peneliti memberikan lembar persetujuan ikut dalam penelitian kepada responden untuk diisi.

e. Setelah selesai menandatangani lembar persetujuan penelitian, peneliti melakukan guidance interview terhadap kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang aborsi. f. Kemudian responden mengisi kuesioner


(50)

3.5.3Flowchartprosedur penelitian

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan peneliti untuk memperoleh data dalam penelitian ini, yaitu kuesioner.

Kuesioner merupakan alat pengumpulan data yang cukup relevan dengan tujuan penelitian serta memiliki validitas dan reliabilitas yang optimal. Hal ini dikarenakan jawaban pada kuesioner dapat dimanifestasikan ke dalam angka-angka, tabel analisis statistik dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian.

SMA/sederajat

MAN Model Ciwaringin

Pendataan dan seleksi calon

Persetujuan kepada subjek penelitian dan Pengisian kuesioner dengan cara tertulis Simple random

sampling

Observasi data pribadi siswa dan

Sesuai dengan kriteria inklusi subjek

Tidak sesuai dengan kriteria inklusi subjek

Pengolahan data hasil kuesioner dengan program SPSS


(51)

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian

Variabel Indikator No.Butir

kuesioner

Jumlah pertanyaan Pengetahuan

remaja terhadap aborsi

a. Definisi aborsi b. Jenis aborsi c. Penyebab aborsi d. Dampak aborsi e. Aspek hukum dan

medikolegal aborsi 1 2,3 4 7, 8 5,6,9

9

Sikap remaja terhadap aborsi

1-6 6

Perilaku remaja yang berkaitan dengan aborsi

1-10 10

3.7 Uji Validitas

Salah satu instrumen yang sering dipakai dalam penelitian ilmiah adalah angket yang bertujuan untuk mengetahui pendapat seseorang mengenai suatu hal. Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah angket, yaitu keharusan angket untuk valid dan reliabel. Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Suatu angket dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu angket mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Sedangkan dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisiten atau stabil dari waktu ke waktu.21

Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan SPSS 16 dan program Iteman. Untuk program SPSS sendiri mempunyai syarat batas nilai valid sesuai r

tabel ( α = 0,05, n = 30) = 0,361. Jika r hasil lebih besar dari r tabel, maka


(52)

3.8 Managemen Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Epi Data dan SPSS®(statistic for social science)versi 15.0. Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

A. Menyunting Data (data editing)

Editing dilakukan setiap kali responden selesai mengisi kuesioner. Bila ada kesalahan atau yang tidak lengkap peneliti kembali menemui responden untuk klarifikasi, Editing ini dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner.

B. Mengkode data (data coding)

Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk memudahkan dalam memasukkan.

C. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data yang telah diberikan kode dalam program software computer.

D. Membersihkan data (data cleaning)

Setelah data dimasukkan dilakukan pengecekan kembali untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

E. Memberikan nilai data (data scoring)

Penilaian data dilakukan dengan pemberian skor terhadap jawaban yang menyangkut variabel pengetahuan, variabel sikap dan variabel perilaku.

3.9 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat yang digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi responden dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan jumlah dan ukuran persentase masing-masing kelompok.


(53)

3.10 Etika Penelitian

Penelitian dimulai dengan usulan penelitian yang disetujui oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelum mengikuti penelitian, subyek penelitian memberikan persetujuan dalam bentuk lisan dan tulisan setelah mendapatkan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan jaminan kerahasiaan terhadap data yang diberikan.

3.11 Biaya Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner, dan dengan mengeluarkan biaya print, fotokopi, dan transportasi sebesar Rp 800.000,00.


(54)

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap siswa-siswi MAN Model Ciwaringin Kabupaten Cirebon pada bulan Agustus tahun 2011. Besar sampel yang dikumpulkan sebanyak 106 subyek.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja tentang abortus provokatus dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di MAN Model Ciwaringin Kabupaten Cirebon.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi dimana dilakukan pengambilan subyek sebanyak 30 responden. Validasi dilakukan dengan menggunakan program iteman untuk pertanyaan pengetahuan dan program SPSS® versi 16.0 untuk pertanyaan sikap dan perilaku. Didapatkan perubahan redaksi sebelum pertanyaan dinyatakan valid pada pertanyaan pengetahuan nomor 1, 3, 4, dan 6 karena redaksi pada kuesioner sebelumnya kurang dapat dimengerti oleh responden. Adapun pertanyaan sikap dan perilaku didapatkan hasil yang baik atau valid.

4.1. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, antara lain: 1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain potong

lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen maupun dependen pada waktu yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

2. Subyek dalam penelitian ini hanya terdiri dari siswa kelas 3 sehingga kurang mewakili suatu populasi.

3. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuesioner tertulis oleh responden. Selama proses pengumpulan data ada sedikit kendala yang dialami oleh peneliti, yaitu dalam hal perizinan kepada


(55)

pihak sekolah yang pada awalnya agak dipersulit karena judul penelitian menyangkut aborsi dan perilaku seksual dianggap tabu. Namun setelah dibicarakan lebih lanjut pada akhirnya peneliti diperbolehkan untuk mengambil data.

4.2. Data Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan orang tua, pernah atau tidak nya berkomunikasi dengan orang terdekat mengenai abortus seperti dengan anggota keluarga, teman sebaya maupun guru serta keterpaparan media massa sebagai sumber informasi diduga merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang.

Namun, dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis lebih lanjut mengenai hubungan karakteristik responden dengan pengetahuan, sikap, serta perilaku. Dalam penelitian ini, hanya dipaparkan mengenai sebaran karakteristik responden sebagai berikut :

Tabel 4.1. Sebaran Responden Berdasarkan Umur Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)

16 17 18

22 62 22

20,8 58,5 20,8

Total 106 100,0

Tabel 4.1 memperlihatkan sebaran umur dari 106 responden. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 62 responden (58,5% ) berumur 17 tahun, 22 responden (20,8%) berumur 16 tahun, dan 22 responden (20,8%) berumur 18 tahun. Belum ada data atau penelitian sebelumnya.

Pengaruh umur terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku bervariasi. Umumnya pada usia muda lebih mudah menerima suatu informasi sebagai penambah pengetahuan.22


(56)

mencoba hal baru tanpa memikirkan akibatnya di masa yang akan datang. Untuk itu para remaja perlu mendapatkan pendidikan atau bimbingan agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa masyarakat serta agamanya.23

Tabel 4.2. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki Perempuan

31 75

29,2 70,8

Total 106 100,0

Tabel 4.2. memperlihatkan sebaran jenis kelamin responden. Dalam penelitian ini, diketahui sebanyak 75 responden (70,8%) adalah perempuan dan 31 responden (29,2%) adalah laki-laki. Belum ada data atau penelitian sebelumnya.

Tabel 4.3. Sebaran Responden Berdasarkan Suku budaya

Suku Jumlah Persentase (%)

Sunda Jawa Batak

94 10 2

88,7 9,4 1,9

Total 106 100,0

Tabel 4.3. memperlihatkan sebaran suku responden. Diketahui sebanyak 94 responden (88,7%) adalah berasal dari suku Sunda, 10 responden (9,4%) berasal dari suku Jawa dan 2 responden (1,9%) berasal dari suku Batak. Tidak ada responden yang berasal dari suku selain yang disebutkan diatas. Belum ada data atau penelitian sebelumnya.

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku budaya, nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan menjadi acuan sikap dan perilaku manusia sebagai makhluk individual yang tidak terlepas dari kaitannya pada kehidupan masyarakat dengan orientasi kebudayaannya yang khas, sehingga baik pelestarian maupun pengembangan nilai-nilai budaya merupakan proses yang bermantra individual, sosial dan cultural sekaligus. Sejalan dengan pengertian tersebut maka tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat akan terikat oleh kebudayaan yang terlihat wujudnya dalam berbagai pranata yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah laku manusia.24


(57)

Tabel 4.4. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ayah Tingkat

pendidikan Jumlah Persentase (%) Rendah

Sedang Tinggi

36 52 18

34,0 49,1 17,0

Total 106 100,0

Tabel 4.4. memperlihatkan sebaran tingkat pendidikan ayah responden. Diketahui sebanyak 52 ayah responden (49,1%) memiliki tingkat pendidikan sedang (tamat/ tidak tamat SMP dan yang sederajat dan tamat/ tidak tamat SMU dan yang sederajat), 36 ayah responden (34,0%) memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak pernah sekolah, tamat/ tidak tamat SD dan yang sederajat) dan 18 ayah responden (17,0%) memiliki tingkat pendidikan tinggi (tamat/ tidak tamat perguruan tinggi). Belum ada data atau penelitian sebelumnya.

Tabel 4.5. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan Jumlah Persentase (%)

Rendah Sedang Tinggi

48 50 8

45,3 47,2 7,5

Total 106 100,0

Tabel 4.5. memperlihatkan sebaran tingkat pendidikan ibu responden. Diketahui sebanyak 50 ibu responden (47,2%) memiliki tingkat pendidikan sedang (tamat/ tidak tamat SMP dan yang sederajat dan tamat/ tidak tamat SMU dan yang sederajat), 48 ibu responden (45,3%) memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak pernah sekolah, tamat/ tidak tamat SD dan yang sederajat) dan 8 ibu responden (7,5%) memiliki tingkat pendidikan tinggi (tamat/ tidak tamat perguruan tinggi). Belum ada data atau penelitian sebelumnya.

Dari data di atas, didapatkan hanya 17% untuk variabel pendidikan ayah yang mempunyai pendidikan tinggi sedangkan untuk variabel pendidikan ibu hanya 7,5% saja dari keseluruhan data responden. Seseorang dengan pendidikan tinggi (dalam hal ini adalah pendidikan orang tua) diharapkan mempunyai pengetahuan, sikap, dan perilaku yang lebih baik bila dibandingkan dengan


(58)

mempengaruhi orang disekitar terutama keluarga.24Karena itu, diharapkan dengan semakin tinggi nya pendidikan orang tua akah meningkatkan kualitas pengetahuan, sikap dan perilaku remaja.

Tabel 4.6. Sebaran Responden Berdasarkan Komunikasi Dalam Lingkungan

Partner Komunikasi Jawaban

Jumlah Persentase (%)

 Anggota keluarga PernahTidak 1024 96,23,8

Total 106 100,0

 Guru PernahTidak 1393 12,387,7

Total 106 100,0

 Teman sebaya Pernah

Tidak

49 57

46,2 53,8

Total 106 100,0

Tabel 4.6. memperlihatkan sebaran komunikasi/diskusi responden tentang aborsi dengan anggota keluarga, guru maupun teman sebaya. Diketahui komunikasi/diskusi tersering dilakukan dengan teman sebaya yang dinyatakan oleh 49 responden (46,2%), 13 responden (12,3%) dengan guru, dan 4 responden (3,8%) dengan anggota keluarga. Belum ada data atau penelitian sebelumnya.

Dari data di atas didapatkan hanya 3,8% dari responden yang pernah berkomunikasi mengenai aborsi dengan anggota keluarganya. Hal ini menunjukkan kurang nya peranan orang tua, padahal dalam penelitian Jamaludin (2001) menyatakan bahwa kendala orang tua untuk membicarakam masalah reproduksi ialah orang tua sering mengeluh harus memulai darimana bahwa ada rasa malu, canggung dan sungkan karena merupakan suatu sifat yang sangat pribadi. Untuk komunikasi dengan guru hanya 12,3% responden yang menjawab pernah, sedangkan untuk komunikasi dengan teman sebaya cukup banyak yang menjawab pernah yaitu 46,2% dari seluruh responden. Ketiga hal ini saling berkaitan menyangkut interaksi dalam keseharian remaja. Sesuai dengan penelitian Suarta (2002) yaitu lemahnya kerjasama antar sektor menjadi hambatan bagi pendidikan kesehatan reproduksi.26


(59)

Tabel 4.7. Sebaran Responden Berdasarkan Keterpaparan Media Massa Sebagai Sumber Informasi tentang Aborsi

Sumber Informasi Jawaban

Jumlah Persentase (%)

 Koran YaTidak 3769 34,965,1

Total 106 100,0

 Majalah YaTidak 2284 20,879,2

Total 106 100,0

 Buku YaTidak 2185 19,880,2

Total 106 100,0

 Televisi YaTidak 7729 72,627,4

Total 106 100,0

 Radio YaTidak 979 91,58,5

Total 106 100,0

 Internet YaTidak 1987 17,982,1

Total 106 100,0

Tabel 4.7. memperlihatkan sebaran keterpaparan media massa sebagai sumber informasi yang didapatkan responden tentang aborsi. Diketahui sumber informasi yang terbanyak didapatkan dari televisi yang dinyatakan oleh 77 responden (72,6%), 37 responden (34,9%) dari koran, 22 responden (20,8%) dari majalah, 21 responden (19,8%) dari buku, 19 responden (17,9%) dari internet, 9 responden (8,5%) mendapatkan sumber informasi dari radio. Dalam penelitian ini, setiap responden boleh memilih lebih dari satu sumber informasi yang mereka dapatkan tentang aborsi.

Dari data diatas, media massa yang lebih banyak ditemukan responden sebagai sumber informasi adalah televisi yaitu sebanyak 72,6%. Sumber informasi sangat berperan terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang. Materi informasi yang sederhana, metode yang terarah dan diberikan oleh orang yang berkompeten dalam hal tersebut akan lebih mudah diserap oleh seseorang sehingga akan berpengaruh pula terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku.24


(1)

pengetahuan1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 34 32,1 32,1 67,9

Benar 72 67,9 67,9 100.0

Total 106 100.0 100.0

pengetahuan2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 23 21.7 21.7 21.7

Benar 83 78.3 78.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

pengetahuan3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 43 40.6 40.6 40.6

Benar 63 59.4 59.4 100.0

Total 106 100.0 100.0

pengetahuan4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 5 4.7 4.7 4.7

Benar 101 95.3 95.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

pengetahuan5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 7 6.6 6.6 6.6

Benar 99 93.4 93.4 100.0


(2)

pengetahuan6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 12 11.3 11.3 11.3

Benar 94 88.7 88.7 100.0

Total 106 100.0 100.0

pengetahuan7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 4 3.8 3.8 3.8

Benar 102 96.2 96.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

pengetahuan8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 6 5.7 5.7 5.7

Benar 100 94.3 94.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

pengetahuan9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 58 54.7 54.7 54.7

Benar 48 45.3 45.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

sikap1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ragu-ragu 2 1.9 1.9 1.9

tidak setuju 39 36.8 36.8 38.7

sangat tidak setuju 65 61.3 61.3 100.0


(3)

sikap2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid setuju 1 .9 .9 .9

ragu-ragu 5 4.7 4.7 5.7

tidak setuju 42 39.6 39.6 45.3

sangat tidak setuju 58 54.7 54.7 100.0

Total 106 100.0 100.0

sikap3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ragu-ragu 7 6.6 6.6 6.6

tidak setuju 41 38.7 38.7 45.3

sangat tidak setuju 58 54.7 54.7 100.0

Total 106 100.0 100.0

sikap4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid setuju 1 .9 .9 .9

ragu-ragu 7 6.6 6.6 7.5

tidak setuju 30 28.3 28.3 35.8

sangat tidak setuju 68 64.2 64.2 100.0


(4)

sikap5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid setuju 1 .9 .9 .9

ragu-ragu 3 2.8 2.8 3.8

tidak setuju 40 37.7 37.7 41.5

sangat tidak setuju 62 58.5 58.5 100.0

Total 106 100.0 100.0

sikap6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid setuju 2 1.9 1.9 1.9

ragu-ragu 4 3.8 3.8 5.7

tidak setuju 41 38.7 38.7 44.3

sangat tidak setuju 59 55.7 55.7 100.0

Total 106 100.0 100.0

Perilaku 1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 43 40.6 40.6 40.6

Tidak 63 59.4 59.4 100.0

Total 106 100.0 100.0

Perilaku 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 22 20.8 20.8 20.8

Tidak 84 79.2 79.2 100.0


(5)

Perilaku 4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 18 17.0 17.0 17.0

Tidak 88 83.0 83.0 100.0

Total 106 100.0 100.0

Perilaku 5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 5 4.7 4.7 4.7

Tidak 101 95.3 95.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

Perilaku 6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 4 3.8 3.8 3.8

Tidak 102 96.2 96.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Perilaku 7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 3 2.8 2.8 2.8

Tidak 103 97.2 97.2 100.0


(6)

Perilaku 8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 1 .9 .9 .9

Tidak 105 99.1 99.1 100.0

Total 106 100.0 100.0

Perilaku 9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 2 1.9 1.9 1.9

Tidak 104 98.1 98.1 100.0

Total 106 100.0 100.0

Perilaku 10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 1 .9 .9 .9

Tidak 105 99.1 99.1 100.0