Perilaku Nyeri 1 Pengertian Perilaku Nyeri

frekuensi lambat dan berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi Smeltzer Bare, 2001. Tehnik relaksasi ini sangat efektif terutama pada pasien nyeri kronis Somantri, 2007. d. Terapi Kognitif. Apa yang dipikirkan seseorang tentang nyeri yang dialami memberikan pengaruh terhadap kehidupannya dan terhadap seberapa besar nyeri yang dia rasakan. Pikiran yang negatif tentang nyeri akan memfokuskan perhatian seseorang terhadap aspek yang tidak menyenangkan dan membuat nyeri yang dirasakan bertambah buruk Turk dkk, 1983; Turk Rudy, 1986 dalam DiMetteo, 1991. Pemberian intervensi terapi kognitif ini adalah meningkatkan cara berfikir klien dengan mengarahkan klien untuk memahami masalah yang dihadapinya. Klien diyakinkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk berperilaku normal Tailor, 1995. Tehnik kognitif ini salah satunya dengan meningkatkan self efficacy Brannon Jeist, 2007. 3. Perilaku Nyeri 3.1 Pengertian Perilaku Nyeri Respon terhadap adanya stimulasi kerusakan dibagi menjadi dua bagian yaitu pengalaman nyeri yang bersifat subjektif dan perilaku Universitas Sumatera Utara yang dapat diobservasi. Kata nyeri digunakan untuk menyatakan pengalaman yang tidak menyenangkan yang bersifat subjektif. Sementara perilaku yang dapat diobservasi disebut dengan perilaku nyeri Fields, 1987 dalam Harahap 2007. Perilaku nyeri adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dan setiap perubahan kebiasaan ketika ia mengalami nyeri yang dapat diobservasi Wall, 1991 dalam Pasaribu 2011. Menurut Fordyce 1976 dalam Harahap 2007, pembelajaran memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan perilaku nyeri yang membantu perawatan nyeri kronis. Menurut Fordyce 1976, perilaku nyeri dapat berupa: 1. Respon verbal, meliputi mengeluh, mendesah, merintih dan mengadukan nyeri yang dialami. 2. Respon non verbal, meliputi wajah tegang, keresahan, sudut mulut dilengkungkan ke bawah, terlihat sedih, terlihat ketakutan, bibir berkerut, dan dagu bergetar. 3. Sikap badan dan isyarat meliputi menggosok-gosok bagian tubuh yang nyeri, immobilisasi dan menyeringai. 4. Perilaku yang berbeda dengan keadaan normal meliputi beristirahat dan berbaring secara berlebihan.

3.2 Jenis Perilaku Nyeri

Perilaku nyeri kronik secara khusus adalah dasar bahwa sedikitnya ada 2 jenis dari perilaku nyeri yaitu respondent behavior dan operant behavior. Universitas Sumatera Utara 3.2.1 Respondent Behavior Respondent behavior adalah respon yang timbul akibat adanya stimulus yang spesifik. Pada perilaku ini terlihat jelas hubungan antara stimulus dan respon. Respon reflektif merupakan respon yang secara otomatis dapat terjadi walaupun diinginkan atau tidak. Respon ini dikontrol oleh stimulus nociceptif yang spesifik, contoh perilaku nyeri reflektif ini adalah sensasi terbakar yang berhubungan dengan injuri pada kulit ataupun pada otot Kast, 1998 dalam Harahap, 2007. 3.2.2 Operant Behavior Operant behavior adalah respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Penghargaan dan hukuman merupakan kunci dari pendekatan operant dan perilaku sering dihubungkan dengan tidak adanya reaksi terhadap nyeri dan lebih sering dihubungkan dengan faktor afektif atau lingkungan Niven, 1994. Perilaku nyeri sering dihubungkan dengan beberapa bentuk penghargaan sesuatu yang diinginkan terjadi jika pasien menunjukkan perilaku nyeri, seperti pasangan hidup atau kompensasi finansial Niven, 1994. Kadang- kadang perilaku nyeri melibatkan penghindaran dari sesuatu yang tidak diinginkan keluar dari pekerjaan yang menimbulkan stress atau menghindari kontak dengan individu yang mengancam Niven, 1994. Tampaknya sebuah respon yang sesuai untuk seseorang dalam Universitas Sumatera Utara keadaan nyeri adalah dengan menunjukkan dukungan atau perhatian dan bersikap menenangkan. Menurut pendekatan operant hal ini akan menjadi penghargaan karena tindakan tersebut memberikan penghargaan bagi pasien, dengan memberinya perhatian setiap saat ia mengeluh adanya nyeri Niven, 1994.

3.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Nyeri

3.3.1 Jenis kelamin Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah hal atau perilaku yang sudah dapat diterima pada wanita sementara pada laki-laki hal ini dianggap hal yang memalukan Lewis, 1983 dalam Aritonang, 2010. 3.3.2 Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam merespon nyeri. Cara lansia merespon nyeri dapat berbeda dengan orang yang berusia lebih muda. Lansia cenderung mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan Smeltzer Bare, 2001. 3.3.3 Budaya Budaya mempunyai pengaruh bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri Smeltzer Bare, 2001. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zborowski 1969, dalam Niven 1994, ekspresi Universitas Sumatera Utara perilaku berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang lain di satu lingkungan rumah sakit. Perbedaan tersebut dianggap terjadi akibat sikap dan nilai yang dianut oleh kelompok etnik tersebut. 3.3.4 Ansietas Menurut Racham dan Philips 1975, dalam Niven 1994, ansietas mempunyai efek yang besar terhadap kualitas maupun terhadap intensitas pengalaman nyeri. Ambang batas nyeri berkurang karena adanya peningkatan rasa cemas dan ansietas menyebabkan terjadinya lingkaran yang terus berputar, karena peningkatan ansietas akan mengakibatkan peningkatan sensivitas nyeri Melzack, 1973 dalam Aritonang, 2010. 3.3.5 Pengalaman Masa Lalu Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Individu yang mengalami nyeri selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah, menarik diri, dan depresi Smeltzer Bare, 2001. 3.3.6 Pola Koping Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa, seperti nyeri Gill, 1990 dalam Potter Perry, 2005. Sebaliknya, individu yang memiliki Universitas Sumatera Utara lokus kendali eksternal, mempersepsikan faktor-faktor lain di dalam lingkungan mereka, seperti perawat, sebagai individu yang bertanggungjawab terhadap hasil akhir peristiwa. Individu yang memiliki lokus kendali internal melaporkan mengalami nyeri yang tidak terlalu berat daripada individu yang memiliki lokus kendali eksternal Schulteis, 1987 dalam Potter Perry, 2005. 3.3.7 Dukungan Sosial dan Keluarga Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan perlindungan. Walaupun klien tetap merasakan nyeri, tetapi akan menurangi rasa kesepian dan ketakutan Potter Perry, 2005.

3.4 Pengukuran Perilaku Nyeri

Perilaku nyeri dapat diobservasi dan dapat diukur. Perilaku yang timbul sebagai manifestasi dari nyeri seperti perubahan postur, ekspresi wajah dan penurunan aktivitas Turk dkk, 1985 dalam Taylor, 1995. Observasi perilaku nyeri dapat dikembangkan menjadi strategi pengkajian yang standar Keefe Smith, 2002 dalam Branner Feist, 2007. Fordyce mengembangkan self observations untuk mengukur perilaku nyeri selama pengalaman nyeri. Pada pengalaman nyeri ini, pasien diminta untuk mengidentifikasi seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk Universitas Sumatera Utara meningkatkan tiga kategori perilaku, yaitu: duduk, berdiri atau berjalan, dan berbaring. Pasien setiap saat juga diminta untuk mendokumentasikan pengobatan nyeri yang mereka dapatkan dan jumlah dosisnya. Metode self observation ini mudah dan murah, selain itu, dapat meningkatkan pemahaman pasien terhadap nyeri mereka sendiri Keefe, 2002 dalam Harahap 2007. Bagaimanapun juga validasi dari self observation perilaku nyeri ini dapat bersifat bias atau tidak akurat Turk Flor, 1987 dalam Harahap 2007 karena kebanyakan pasien tidak selalu mendokumentasikan perilaku mereka secara akurat. Metode yang lain untuk mengukur perilaku nyeri ini adalah dengan mengandalkan wawancara dan kuesioner. Pasien diminta untuk menjawab beberapa pertanyaaan yang berhubungan dengan perilaku nyeri. Metode ini juga dikritik karena pasien cenderung memilih jawaban yang terbaik Harahap, 2007. Metode untuk pengukuran perilaku nyeri ada yang langsung dan yang tidak langsung. Metode ini dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa perilaku nyeri nyata dan dapat diobservasi. Pada pengukuran secara langsung, perilaku nyeri dinilai berdasarkan pertimbangan dan keterampilan pengobservasi. Instrumen yang digunakan peneliti dalam mengobservasi perilaku nyeri adalah Pain Behavior Observation Protocol PBOP yang didesain oleh Keefe dan Block pada tahun 1982 Harahap, 2007. PBOP ini terdiri dari lima perilaku nyeri dengan menggunakan skala likert yang diberi Universitas Sumatera Utara tiga nilai yaitu 0= tidak ada, 1= kadang-kadang, dan 2= selalu. Protokol Keefe dan Block merupakan serangkaian aktivitas selama 10 menit yang kemudian disesuaikan. Perilaku nyeri tersebut adalah : 1 Terjaga, mengacu pada kekakuan yang abnormal, merasa terganggu atau pergerakan yang kaku, 2 Menahan nyeri, mengacu pada pergerakan yang statis pada dukungan terhadap anggota tubuh semakin meluas dan distribusi berat yang tidak normal, 3 Menggosok bagian yang nyeri, mengacu pada menyentuh atau memegang bagian tubuh yang terpengaruh nyeri, 4 Meringis, mengacu pada ekspresi wajah yang dapat dilihat yang meliputi mengerutkan kening, mata menyempit, merapatkan bibir, sudut mulut tertarik ke belakang, dan 5 Mendesah, mengacu pada ekhalasi yang berlebihan Keefe Block, 2002 dalam Harahap, 2007. 4. Self Efficacy 4.1 Pengertian Efikasi Diri Self Efficacy