59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data, dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai hubungan self efficacy dan perilaku nyeri pada pasien
kanker serviks di RSUP H. Adam Malik Medan
1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan, dua pertigaresponden 78.4 memiliki self efficacy tinggi dan diikuti self efficacy sedang 18.9. Pada perilaku
nyeri mayoritas dari responden menunjukkan perilaku nyeri rendah 83.8. Berdasarkan uji kolerasi spearman terdapat hubungan yang bermakna
antara pain self efficacy dengan perilaku nyeri pada pasien kanker serviks dengan besar r = -0.512 p = 0.01. Hal ini mengindikasi adanya hubungan
dengan kekuatan korelasi sedang antara pain self efficacy dengan perilaku nyeri yang pada pasien kanker serviks. Hubungan negatif menunjukkan
adanya hubungan yang terbalik antara kedua variable, dimana ketika seseorang memiliki pain self efficacy yang tinggi maka perilaku nyeri yang
muncul ringan dan sebaliknya jika pain self efficacy rendah maka perilaku nyeri akan tinggi.
2. Saran
a. Praktek Keperawatan
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pain self efficacy dengan perilaku nyeri. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu diharapkan perawat dapat meningkatkan pain self efficacy dengan cara meningkatkan faktor kognitif yang memiliki pengaruh
yang kuat tentang cara mengatasi interprestasi terhadap nyeri. b.
Penelitian Keperawatan Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki keterbatasan
seperti sampel yang diteliti adalah pasien rawat jalan di poliklinik obgyn sudah mengkonsumsi analgetik sebelum melakukan pemeriksaan
sehingga mempengaruhi perilaku nyeri pada saat dilakukan observasi perilaku nyeri. Pada saat menentukan intensitas nyeri sebelum
melakukan observasi, sebaiknya menggunakan pengukuran yang baku misalnya penggunaan skala nyeri dan dalam pemilihan sampel memilih
responden yang belum mendapatkan tindakan pengobatan dan belum mengkonsumsi analgetik, responden dengan lama diagnosa penyakit
dan stadium responden sama, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nyeri rendah pada pasien kanker serviks dengan Pain Self
Efficacy yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
7
BAB 2 TIJAUAN TEORI
1. Kanker Serviks 1.1 Pengertian Kanker serviks
Kanker serviks adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan pertama di dunia Sjamjuhidayat, 2005. Karsinoma insitu pada
serviks adalah kelainan dimana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan epitel Price, 1995. Kanker serviks berkembang secara bertahap,
tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma insitu,
kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in situ dikenal sebagai tingkat lesi prakanker serviks.
Kondisi prakanker sampai karsinoma in situ sering tidak menunjukkan gejala karena proses penyakitnya berada di dalam lapisan epitel dan belum
menimbulkan perubahan yang nyata dari mulut rahim. Pada akhirnya gejala yang ditimbulkan adalah keputihan, perdarahan paska senggama
dan pengeluaran cairan encer dari vagina Dianda, 2008. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
Sebanyak 90 dari skuamosa yang melapisi serviks dan 10 sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada servikal yang menuju
rahim.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Diolah berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI
1.2 Patofisiologi Kanker Serviks
Kanker serviks mulai timbul di batas antara sel yang melapisi ektoserviks
dan endoserviks,
kanalis serviks
yang disebut
squamocolumnar junction Sukardja, 2000. Pertumbuhan kanker
serviks diawali dengan sel yang mengalami mutasi kemudian berkembang menjadi sel displastik yang disebut displasia, yaitu
pertumbuhan sel abnormal yang mencakup berbagai lesi epitel yang
Universitas Sumatera Utara
secara sitologi atau morfologi berbeda dibandingkan dengan sel epitel normal. Pada kondisi displasia belum mengenai sel epitel basalis dan
belum menunjukkan karakteristik keganasan. Displasia dimulai dari displasia ringan, sedang, sampai berat. Perkembangan selanjutnya
adalah menjadi kanker insitu KIS dan akhirnya menjadi kanker invasif Suwiyoga, 2006.
1.3 Faktor Resiko
Kanker serviks merupakan kondisi yang jarang terjadi disbanding sebelumnya akibat deteksi dini dengan pap smear. Selama 40 tahun
terakhir, kanker servical invasif telah menurun dari 45 kasus per 100.000 hingga 15 kasus per 100.000 wanita. Kondisi ini terjadi paling sering
pada usia 30-45 tahun, tetapi dapat terjadi pada usia dini yaitu 18 tahun. Aktivitas seksual berhubungan dengan angka kejadian kanker serviks
pada wanita di bawah usia 25 tahun, dengan riwayat pasangan seksual lebih dari satu orang dan beberapa kehamilan dini, angka kejadian ini
lebih prevalen. Faktor resiko, selain usia dini saat melakukan hubungan seksual,
melahirkan pada usia sangat muda, dan memiliki banyak pasangan seksual, termasuk pemajanan terhadap human papilovirus HPV,
infeksi HIV, merokok dan pemajanan terhadap dietilstilbesterol DES in utero Smeltzer Bare, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2. Konsep Nyeri 2.1 Pengertian Nyeri