Epidemiologi Pneumonia .1 Distribusi Pneumonia pada Balita menurut Orang

2.6 Epidemiologi Pneumonia 2.6.1 Distribusi Pneumonia pada Balita menurut Orang Infeksi saluran pernafasan akut, terutama pneumonia, adalah penyebab umum kesakitan dan penyebab kematian pada anak balita di seluruh dunia. Berdasarkan kelompok umur penduduk, Period prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkanbahwa prevalensi paling tinggi pneumonia terjadi pada kelompok umur 36 – 47 bulan yaitu 7 per 100 balita dan prevalensi tersebut lebih tinggi terjadi pada laki-laki yaitu sebesar 6 per 100 balita sedangkan perempuan sebesar 5 per 100 balita. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan insiden pneumonia menurut kelompok umur adalah 0-11 bulan sebesar 14 per 1.000 balita, 12-23 bulan sebesar 22 per 1.000 balita, 24-35 bulan sebesar 21 per per 1.000 balita, 36-47 bulan dan 48-59 bulan sebesar 18 per 1.000 balita. Berdasarkan jenis kelamin insidens tertinggi pneumonia balita adalah pada laki-laki sebesar 19 per 1.000 balita dan perempuan 18 per 1.000 balita.

2.6.2 Distribusi Pneumonia pada Balita menurut Tempat

Hasil Riskesdas tahun 2013 menjelaskan bahwa Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur 4,6 dan 10,3, Papua 2,6 dan 8,2, Sulawesi Tengah 2,3 dan 5,7, Sulawesi Barat 3,1 dan 6,1, dan Sulawesi Selatan 2,4 dan 4,8. Universitas Sumatera Utara Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia pada balita di daerah perkotaan sebesar 5 per 100 balita dan di daerah pedesaan sebesar 6 per 100 balita sedangkan hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 38 per 1.000 balita , Aceh sebesar 36 per 1.000 balita, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat sebesar 35 per 1.000 balita,serta Kalimantan Tengah sebesar 33 per 1.000 balita.Period prevalence pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil.

2.6.3 Distribusi Pneumonia pada Balita menurut Waktu

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 sampai 2014 menjelaskan bahwa jumlah penderita pneumonia pada balita pada tahun 2012 sebanyak 549.708 balita, tahun 2013 sebanyak 571.547 balita dan pada tahun 2014 sebanyak 657.490 balita. Jumlah penderita pneumonia tertinggi adalah pada tahun 2014 dan cenderung meningkat setiap tahun. Namun angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun 2014 sebesar 0,08, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar 1,19.

2.6.4 Determinan Pneumonia a. Faktor Host

a.1 Umur Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus dan bakteri melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia Maryunani, 2010. Universitas Sumatera Utara a.2 Jenis Kelamin Ada kecenderungan anak laki-laki lebih sering terserang infeksi dari pada anak perempuan, tetapi belum diketahui faktor yang mempengaruhinya Depkes RI, 2010. a.3 Status Gizi Balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabakan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kurang gizi. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak –anak yang bergizi buruk sering menderita pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dengan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi Maryunani, 2010. a.4 Status Imunisasi Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapatkan kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian anak akibat ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis dan campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang Universitas Sumatera Utara mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat Maryunani, 2010. Kebanyakan anak yang sehat dapat melawan infeksi dengan pertahanan alami mereka, anak-anak yang sistem kekebalan tubuh terganggu beresiko lebih tinggi terkena pneumonia. Sistem kekebalan tubuh seorang anak dapat dilemahkan oleh malnutrisi atau kekurangan gizi, terutama pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif WHO, 2015. a.5 Berat Badan Lahir Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkangkan dengan berat badan lahir normal terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena infeksi, terutama pneumonia dan penyakit saluran napas lainnya. Anak dengan riwayat berat badan lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan tetapi mengalami lebih berat infeksinya Maryunani, 2010. a.6 Penyakit Penyerta Campak, pertusis dan difteri merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita oleh karena itu imunisasi DPT dan campak merupakan salah satu Program Pengembangan Imunisasi PPI yang telah dilaksanakan oleh pemerintah selama ini untuk menurunkan proporsi kematian balita akibat pneumonia. Rudan, 2008 dalam Hartati, 2011 menyatakan bahwa faktor Universitas Sumatera Utara risiko lain penyebab pneumonia adalah penyakit penyerta misalnya diare, penyakit jantung, penyakit ginjal dan asma. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustofa AZ. pada tahun 2004 menyatakan bahwa ada pengaruh penyakit penyerta terhadap kematian balita penderita pneumonia di Rumah Sakit Cibabat Cimahi dan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Balita penderita pneumonia disertai penyakit penyerta berisiko 3,38 kali dibandingkan dengan balita tanpa disertai penyakit penyerta.

b.Faktor Agent