Faktor Lingkungan Pencegahan Pneumonia .1 Pencegahan Primer

salah satu penyebab paling umum pneumonia, setidaknya seperempat dari seluruh kematian pneumonia pada bayi yang terinfeksi HIV Depkes RI, 2012. Ada banyak jenis mikroorganisme penyebab pneumonia. Klasifikasi mikrobiologis pneumonia tidak mudah dilakukan karena organisme penyebab mungkin tidak terindentifikasi atau penegakan diagnosis memerlukan waktu beberapa hari. Etiologi pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Bakteri Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander. 2. Virus Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik. 3. Mycoplasma pneumonia 4. Jamur Hitoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida albicans. 5. Aspirasi Makanan, kerosen bensin, minyak tanah, cairan amnion dan benda asing Hassan, 2005.

c. Faktor Lingkungan

Berdasarkan pendapat Maryunani 2010 dapat disimpulkan bahwa status kesehatan bayi dan anak balita erat hubungannya dengan kondisi lingkungan rumah meliputi pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian rumah karena mereka lebih lama berada dirumah bersama-sama Universitas Sumatera Utara dengan ibunya. Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi timggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan tata ruangan yang tidak baik seperti letak dapur dengan ruang tidur atau ruang anak yang berdekatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siska pada tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo Kecamatan Simokerto, Surabaya menyimpulkan bahwa kesehatan lingkungan rumah berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita p 0,05. Selain itu variabel komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni sama-sama memiliki hubungandengan kejadian pneumonia pada balita p 0,05, namun hanya variabel perilaku penghuniyang memiliki pengaruh terhadap kejadianpneumonia pada balita yaitu signifikasi 0,000 sigα. 2.7 Pencegahan Pneumonia 2.7.1 Pencegahan Primer a. Surveilans Sentinel Pneumonia Sejak pertengahan tahun 2007 Pengendalian ISPA telah mengembangkan Surveilans Sentinel Pneumonia di 10 provinsi masing-masing 1 kabupatenkota 10 Puskesmas, 10 Rumah Sakit. Pada tahun 2010 telah dikembangkan menjadi 20 provinsi masing-masing 2 kabupatenkota 40 Rumah Sakit, 40 Puskesmas. Secara bertahap akan dikembangkan di semua provinsi, sehingga pada 2014 lokasi sentinel menjadi 132 lokasi 66 Rumah Sakit dan 66 Universitas Sumatera Utara Puskesmas. Biaya operasional sentinel ini dibebankan pada anggaran rutin ISPA. Tujuan dibangunnya sistem surveilans sentinel pneumonia ini adalah: a.1 mengetahui gambaran kejadian pneumonia dalam distribusi epidemiologi menurut waktu, tempat dan orang di wilayah sentinel, a.2 mengetahui jumlah kematian, Case Fatality Rate CFR pneumonia usia 0–59 bulan Balita dan ≥ 5 tahun, a.3 tersedianya data dan informasi faktor risiko untuk kewaspadaan adanya sinyal epidemiologi episenter pandemi influenza, dan b. Penyuluhan tentang pencegahan serta penanggulangan ISPA dan pneumonia di kalangan masyarakat. Peran keluargamasyarakat dalam menanggulangi ISPA dan pneumonia sangat pentingdengan mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA dan pneumonia saat anak sakit Maryunani, 2010. c. Menjauhkan anak dari paparan asap rokok dan polusi udara lainnya yang berpotensi mengganggu sistem pernapasan Weinberger, 2008. d. Hindarkan anak dari orang-orang yang mengalami infeksi saluran pernapasan dan memisahkan perlengkapan makan penderita dengan anggota keluarga yang sehat untuk mencegah penyebaran patogen Chomaria, 2015. e. Ajarkan sedini mungkin pada anak tentang kebiasaan hidup bersih dan sehat. Kebiasaan tersebut diantaranya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mencuci tangan setelah memegang benda-benda kotor atau bermain, membuang sampah pada tempatnya serta menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah Sefrina, 2015. Universitas Sumatera Utara f. Peningkatan gizi melalui pemberian makan bergizi setiap hari termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zink sebagai upaya meningkatkan imunitas tubuh anak Kartasasmita, 2010. g. Membawa anak imunisasi ke posyandu atau dokter spesialis anak terdekat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis DPT. Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11 kematian akibat pneumonia pada balita dapat dicegah, sedangkan imunisasi pertusis mampu mencegah 6 kematian akibat pneumonia pada balita Maryunani, 2010. Ada juga imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemophilus influnzae, vaksin Pneumokokal Heptavalen mencegah IPD = invasive pneumococcal disease dan vaksinasi influenza pada anak risiko tinggi, terutama usia 6 – 23 bulan. Namun vaksin ini belum dapat dinikmati oleh semua anak karena harganya yang cukup mahal Misnadiarly, 2008.

2.7.2 Pencegahan Sekunder

a. Segera berobat jika anak mengalami demam, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas dan adanya tarikan pada otot antara rusuk retraksi. Periksa kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan kondisi anak semakin menurun segera bawa anak ke Rumah Sakit Misnadiarly, 2008. b. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa penyakit pneumonia adalah sebagai berikut: b.1 Pemeriksaan Rontgen toraks Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrate didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu Universitas Sumatera Utara atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumatokel pneumotoraks, pneumomediastinum atau perikarditis Hassan, 2005. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pada foto rontgen memperlihatkan konsolidasi pada lobus. Lain hal dengan pneumonia yang disebabkan oleh virus, pada foto rontgen memperlihatkan infiltrat-infiltrat antar jaringan yang luas dan Syndrom Gagal Pernapasan Akut dengan ditandai hipoksia Kamps, 2007. b.2 Pemeriksaan laboratorium Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000mm³ dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiakkan dari usapan tenggorokan dan 30 dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin Hassan, 2005.

2.7.3 Pencegahan Tersier

Penderita pneumonia memerlukan pegobatan ISPA yang rasional yaitu obat antibiotika, demikian juga penderita pharingitis yang disebabkan oleh Streptococcus Haemoliticus. Tetapi tidak semua penderita ISPA memerlukan atntibioka, misalnya yang disebakan oleh virus seperti batuk pilek biasa. Selanjutnya pemberian obat batuk pada balita juga tidak dianjurkan. Pada balita yang batuk, lebih tepat diberikan pelega tenggorokan seperti minuman hangat Maryunani, 2010. Universitas Sumatera Utara Apabila terjadi gangguan imun, pengobatan yang dapat dilakukan adalah isolasi pasien, pemberian gamaglobulin antibodi, pemberian imunomodulator, pengobatan penyakit yang menjadi penyebabnya serta perbaikan gizi anak Chomaria, 2015.

2.8 Kerangka Konsep