52
b. Stres Kerja
Distribusi pekerja di pabrik berdasarkan stres kerja dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Distribusi Stres Kerja pada Pekerja di PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli Kecamatan Laguboti
Stres Kerja Jumlah Pekerja
Stres 12
33,3 Tidak Stres
24 66,7
Jumlah 36
100
Berdasarkan tabel di atas, pekerja pabrik lebih banyak tidak mengalami
stres kerja yaitu berjumlah 24 orang 66,7, sedangkan pekerja yang mengalami stres kerja berjumlah 24 orang pekerja 33,3.
4.3 Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan serta hasil kuesioner, dilakukan uji statistik Chi-Square untuk melihat apakah ada hubungan kebisingan
dengan stres kerja pada pekerja di Pabrik Tapioka PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli Kecamatan Laguboti 2016.
Hubungan kebisingan dengan stres kerja pada pekerja di Pabrik Tapioka PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli Kecamatan Laguboti 2016 dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.10 Hubungan Kebisingan dengan Stres Kerja pada Pekerja di PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli Kecamatan Laguboti
Kebisingan Stres Kerja
Jumlah Sig. p
Stres Tidak Stres
N N
N
≥ 85 dB 8
22,2 6
16,7 14
38,9 0,029
85 dB 4
11,1 18
50,0 22
61,1
Jumlah 12
33,3 24
66,7 36
100
Universitas Sumatera Utara
53
Berdasarkan tabel hasil uji statistik di atas dapat dilihat bahwa terdapat 12 orang pekerja pabrik yang mengalami stres kerja yang terdiri dari 8 orang pekerja
22,2 dengan kebisingan ≥ 85 dB dan 4 orang 11,1 dengan kebisingan 85 dB.
Hasil uji Exact Fisher antara kebisingan dengan stres kerja didapatkan nilai p = 0,029 dimana p 0,05, artinya ada hubungan antara kebisingan dengan
stres kerja pada pekerja di pabrik tepung tapioka PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli Kecamatan Laguboti.
Universitas Sumatera Utara
52
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kebisingan
Pengukuran kebisingan di dalam Pabrik Tapioka PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli dilakukan di 9 titik dimana titik-titik pengukuran tersebut dikategorikan
menjadi dua yaitu kebisingan ≥ 85 dBA dan 85 dBA. Dari hasil pengukuran kebisingan, 5 titik pengukuran memiliki nilai kebisingan
≥ 85 dBA dan 4 titik pengukuran lainnya memiliki nilai kebisingan 85 dB.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.3 tahun 2011 mengenai Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat
Kerja, dikatakan bahwa faktor bahaya kebisingan yang dapat diterima tenaga kerja dalam pekerjaan sehari-hari tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu. Dalam hal ini Nilai Ambang Batas kebisingan adalah 85 dB. Jika tenaga kerja bekerja di lingkungan kerja dengan kebisingan di atas 85 dB, maka
lama kerja tenaga kerja harus dikurangi. Pekerja di pabrik tapioka memiliki lama kerja 7 jamhari. Artinya, dengan nilai kebisingan yang telah melebihi 85 dB
maka lama kerja pekerja pabrik seharusnya dikurangi. Namun hal tersebut tentu sulit dilakukan karena akan mengganggu jalannya proses produksi.
Hasil pengukuran kebisingan pada 4 titik masih berada di bawah 85 dB. Kebisingan yang masih di bawah NAB tersebut secara fisiologis tidak
menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja Tarwaka, 2004.
Universitas Sumatera Utara
53
Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja, terdapat 17 orang pekerja mengatakan lingkungan kerjanya terlalu bising dan 19 orang lainnya berkata
tidak. Walaupun hampir 50 pekerja mengatakan lingkungan kerjanya tidak terlalu bising, hal tersebut harus menjadi perhatian bagi perusahaan untuk
melakukan pengendalian kebisingan agar kebisingan tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang pada pekerja.
Kebisingan yang bersumber dari mesin produksi dapat dikendalikan dengan beberapa cara, seperti perawatan pada mesin dengan mengganti komponen
mesin yang sudah tua, aus atau mengeras dan melakukan pelumasan pada bagian- bagian mesin yang bergesekan, termasuk penggunaan pelumas pada proses
machining bubut dan sejenisnya, pengencangan bagian-bagian mesin yang mulai longgar, terutama bagian-bagian yang dihubungkan dengan sambungan baut
Tambunan, 2005. Selain itu, kebisingan dapat dikendalikan dengan memberikan alat
pelindung telinga ear plug pada pekerja. Alat pelindung telinga tersebut dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10
– 25 dB Sumakmur, 2009. Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di
perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas biayanya relatif lebih murah. Tarwaka, 2004.
Perusahaan telah menyediakan APD Alat Pelindung Diri bagi pekerja, khususnya alat pelindung telinga. Namun demikian ada kendala yang ditemukan
dalam pelaksanaannya seperti kedisiplinan pekerja dalam memakai alat pelindung telinga serta ketidaknyamanan pekerja dalam menggunakannya.
Universitas Sumatera Utara
54
5.2 Stres Kerja