Kesimpulan Kebisingan Gejala Interpersonal

60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja pabrik tapioka PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli Kecamatan Laguboti Tahun 2016 dapat disimpulkan: a. Pengukuran kebisingan dilakukan di 9 titik dimana 5 titik memiliki nilai kebisingan ≥ 85 dB dan 4 titik lainnya memiliki nilai kebisingan 85 dB. b. Penilaian stres pada pekerja pabrik tapioka dengan sampel sebanyak 36 orang, diperoleh 12 orang pekerja mengalami stres kerja sedangkan 24 orang tidak mengalami stres kerja. c. Hasil uji statistik p value = 0,029 0,05 diperoleh adanya hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja pabrik tepung tapioka PT. Hutahaean Wilayah Tapanuli Kecamatan Laguboti.

6.2 Saran

a. Sebaiknya dilakukan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri APD khususnya pelindung telinga pada pekerja pabrik agar pekerja mengerti dan menyadari bahwa alat pelindung tersebut merupakan suatu kebutuhan perlindungan untuk menghindari terjadinya peningkatan gangguan kesehatan yang salah satunya adalah stres kerja. b. Sebaiknya dilakukan pengawasan terhadap pekerja agar selalu menggunakan alat pelindung telinga atau ear plug saat bekerja di pabrik. Universitas Sumatera Utara 61 c. Diharapkan agar pekerja menaati aturan yang telah di tetapkan oleh perusahaan yaitu dalam hal penggunaan alat pelindung telinga. Universitas Sumatera Utara 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebisingan

2.1.1. Defenisi Kebisingan

Bising noise adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri, bising berarti bunyi yang sangat mengganggu dan menjengkelkan serta sangat membuang energi Harrianto, 2008. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Per.13MENX2011. Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja, kebisingan diartikan sebagai semua suarabunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran Suma‟mur, 2013 Kebisingan adalah salah satu faktor fisik berupa bunyi yang dapat menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Sedangkan dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia “Bising adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat- alat kerja pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran”. Dari kedua defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat menggangu kesehatan dan keselamatan Anizar, 2009. Universitas Sumatera Utara 7

2.1.2. Sumber Kebisingan

Menurut Wisnu, sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua yaitu: Subaris Haryono, 2008 a. sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya. b. sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya. Sedangkan menurut Men.KLH, sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua, yaitu: Subaris Haryono, 2008 a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titikbolalingkaran. Contoh: sumber bising dari mesin-mesin industrimesin yang tak bergerak b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak. Di tempat kerja, disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya: Tambunan, 2005 a. Mengoperasikan mesin- mesin produksi “ribut” yang sudah cukup tua. b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalm periode operasi cukup panjang. c. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin mengalami kerusakan parah. Universitas Sumatera Utara 8 d. Melakukan modifikasiperubahanpenggantian secara parsial pada komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah- kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen- komponen mesin tiruan. e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat terbalik atau tidak rapatlonggar, terutama pada bagian penghubung antara modul mesin bad connection. f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu hammeralat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebisigan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain : a. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di ukur dengan logaritma dalam decibel dB. b. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250-4000 Hertz. c. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. Universitas Sumatera Utara 9 d. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu stabil, berfluktuasi, intermiten. Bising impulsive satulebih lonjakan energi bunyi, dengan durasi kurang dari 1 detik sangat berbahaya. Menurut Anizar, bagian yang paling penting adalah: 1. intensitas kebisingan tingkat tekanan suara 2. jenis kebisingan wide band, narrow band, impulse 3. lamanya terpapar per hari 4. jumlah lamanya terpapar dalam tahun 5. usia yang terpapar 6. masalah pendengaran yang telah diderita sebelumnya 7. lingkungan yang bising 8. jarak pendengaran dengan sumber kebisingan

2.1.4. Jenis Kebisingan

Menurut Suma‟mur, kebisingan yang sering ditemukan adalah: a. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar steady state,wide band noise, misalnya bising mesin, kipas angin dapur pijar dan lain-lain b. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis steady state, narrow band noise, misalnya bising gergaji sirkuler, kutup gas, dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus intermittent noise, misalnya bising lalu lintas, suara kapal terbang di bandara. Universitas Sumatera Utara 10 d. Kebisingan impulsif impact or impulsive noise, seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, dan ledakan. e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan. Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu kebisingan tetap steady noise dan kebisingan tidak tetap non-steady noise Tambunan, 2005. Kebisingan tetap steady noise dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Kebisingan dengan frekuensi terputus discrete frequency noise Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya. b. Broad band noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama- sama digolongkan sebagai kebisingan tetap steady noise. Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi bukan “nada” murni Sementara itu, kebisingan tidak tetap unsteady noise dibagikan lagi menjadi: a. Kebisingan fluktuatif fluctuating noise Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu b. Intermittent noise Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan Universitas Sumatera Utara 11 yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi memekakkan telinga dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya. Sedangkan menurut Anizar 2009, kebisingan dapat dikelaskan kepada beberapa jenis yaitu: a. Bising secara terus menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan tingkat intensitas bunyi di antara maksimum dan minimum yang kurang dari 3 dBA. Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun tekstil. b. Bising fluktuasi ialah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat di antara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3 dBA. c. Bising impuls ialah bising yang mempunyai intensitas yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakam senjata api, lagan besi dan sebagainya. d. Bising bersela ialah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu serta berulang. Contohnya bising ketika memotong besi akan berhenti apabila gergaji itu dihentikan. Terdapatnya kombinasi daripada jenis bunyi di atas, contohnya kebisingan berterusan dan bersela dapat terjadi secara serentak. Universitas Sumatera Utara 12

2.1.5. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Nilai Ambang Batas NAB untuk Kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu Soeripto, 2008. NAB kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari- hari untuk waktu tidak melebihi 8 delapan jam sehari dan 5 lima hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu Suma‟mur, 2013 NAB kebisingan adalah 85 dBA. NAB kebisingan tersebut merupakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : Kep-51Men1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik di Tempat Kerja dan merupakan standar dalam Standar Nasional Indonesia SNI 16-7063-2004 Nilai Ambang Batas iklim kerja panas, kebisingan, getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultra ungu di tempat kerja Suma‟mur, 2013 Universitas Sumatera Utara 13 Berikut ini adalah tabel Nilai Ambang Batas Kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.3 tahun 2011: Tabel 1.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.3 tahun 2011

2.1.6. Pengukuran Kebisingan

Telinga manusia sama sekali tidak dapat dijadikan “referensi” tingkat kebisingan yang terdapat pada sebuah temapat. Berdasarkan hasil percobaan, pada intensitas kebisingan sesungguhnya berkurang 2 dB dari tingkat kebisingan awal, pengurangan kebisingan yang dirasakan oleh telinga manusia adalah sekitar 15, sedangkan pada saat pengurangan actual sebesar 20 maka kebisingan yang dirasakan akan berkurang sebesar 81. Untuk mendapatkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus Tambunan, 2005. Universitas Sumatera Utara 14 Bunyi diukur dengan satuan yang disebut decibel. Dalam hal ini mengukur besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan decibel diukur dari 0 sampai 140, atau bunyi terlemah yang masih dapat didengar oleh manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada telinga manusia. Desibel biasa disingkat dB dan mempunyai skala A, B, dan C. Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA Anies, 2009. Dua suara atau lebih dengan intensitas sama, jika digabungkan akan menghasilkan intensitas kebisingan yang lebih tinggi. Untuk memperoleh hasil pengukuran kebisingan di tempat kerja yang teliti, maka kebisingan dari setiap sumber sebaiknya diukur secara terpisah atau satu per satu Subaris dan Haryono, 2008. Menurut Suma‟mur 2013, maksud dilakukannya pengukuran kebisingan ada dua dua hal, yaitu: a. Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau di mana saja b. Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi pendengaran tenaga kerja, atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya. Anizar 2009 berpendapat bahwa pengukuran ada yang hanya bertujuan untuk pengendalian terhadap lingkungan kerja namun ada juga pengukuran yang Universitas Sumatera Utara 15 bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja yang bersangkutan di mana: a. Pengukuran dilakukan di tempat kerja, tempat si pekerja berada dan menghabiskan waktu kerjanya. Pengukuran ini dilakukan pada pagi hari, siang dan sore hari. b. Pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan tingkat kebisingan rata- rata yang diterima tenaga kerja selama 8 jam kerja berturut-turut, sehingga hasilnya dapat dihubungkan dengan penelitian terhadap tenaga kerja yang bersangkutan. Oleh karena itu, pengukuran harus dilakukan selama jam kerja secara intensif dan bila tenaga kerja selalu berpindah tempat maka harus dilakukan pengukuran tingkat kebisingan pada tempat di mana tenaga kerja itu berada dan pencatatan waktu selama tenaga kerja berada di tempat-tempat tersebut, selanjutnya diperhitungkan tingkat kebisingan rata-rata yang diterima tenaga kerja selama 8 jam kerja. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan antara 30 – 130 dB dan dari frekuensi 20 -20.000 Hz. Suatu sistem kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh amplifier. Atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut yang tergantung pada tekanan udara, sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer. Kalibrator dengan intensitas tinggi 125 dB lebih disukai oleh Universitas Sumatera Utara 16 karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang intensitasnya tinggi Suma‟mur, 2013. Adapun bagian-bagian yang terdapat pada Sound Level Meter adalah sebagai berikut Subaris Haryono, 2008: a. Tombol pengatur hidupmati atau power onoff b. Tombol pengontrol battery c. Tombol pengatur penunjuk cepat lambat slowfast d. Tombol pengukur skala angka puluhan e. Tombol pengatur penunjuk maksimum max hold f. Microphone g. Filter microphone h. Kalibrator i. Display Komponen dasar sebuah Sound Level Meter adalah sebuah microphone, penguat suara amplifier dengan pengatur frekuensi dan sebuah layar indikator. Sesuai namanya, fungsi dasar minimum yang harus ada pada sebuar Sound Level Meter adalah sebagai alat ukur tingkat suara dB. Fungsi – fungsi tambahan lain cukup bervariasi, seperti fungsi pengukuran TWA Time Weigted Average secara otomatis dan pengukuran dosis kebisingan Tambunan, 2005. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengukuran adalah sebagai berikut Subaris Haryono, 2008: a. Sebelum pengukuran dilaksanakan, battery harus diperiksa untuk mengetahui apakah masih berfungsi atau tidak. Universitas Sumatera Utara 17 b. Agar peralatan SLM yang akan digunakan benar-benar tepat, maka terlebih dahulu harus dicek dengan menggunakan kalibrator, yaitu dengan meletakkanmemasang alat tersebut di atas microphone dari SLM, kemudian dengan tombol pada alat tersebut dikeluarkan nada murni pure tone dengan intensitas tertentu, maka jarum penunjukdisplay SLM tersebut harus menunjukkan sesuai dengan intensitas suara dari kalibrator. c. Meletakkan sejauh mungkin SLM sepanjang tangan paling dekat 0,5 meter dari tubuh pengukur. Bila perlu gunakan tripod untuk meletakkannya. Hal ini dilakukan karena selain operator dapat merintangi suara yang datang dari salah satu arah operator tersebut juga dapat memantulkan suara sehingga menyebabkan kesalahan pengukuran. d. Pengukuran di luar gedunglingkungan harus dilakukan pada ketinggian 1,2 – 1,5 meter di atas tanah dan bila mungkin tidak kurang dari 3,5 meter dari semua permukaan yang dapat memantulkan suara. Sebaliknya digunakan WindsScreen terbuat dari karet busa berpori yang dipasang pada microphone untuk mengurangi turbulensi aliran udara di sekitar diafragma microphone. e. Bila ingin diketahui dengan tepat sumber suara yang sedang diukur dapat digunakan headphone yang dihubungkan dengan output dari SLM f. Hindarkan pengukuran terlalu dekat dengan sumber bunyi, karena hasil pengukuran akan menunjukkan perbedaan yang bermakna pada posisi SLM yang berubah-ubah. Universitas Sumatera Utara 18 g. SLM ini dapat digunakan pada suasana kelembapan sampai dengan 90 dan pada suhu antara 10 – 50 C. Dalam merencanakan pengukuran, perlu untuk menginvestigasi: a. Titik-titik pengukuran b. Personalia c. Peralatan pengukuran d. Proses pengukuran e. Metode komunikasi, dan sebagainya Waktu memilih alat-alat pengukuran, perlu untuk mengingat tujuan dari hasil-hasil pengukuran. Terutama, bila pengukuran adalah bagian dari investigasi untuk langkah-langkah penanggulangan, maka perlu diadakan pengukuran- pengukuran pada titik-titik di mana suara-suara mudah bocor seperti jendela- jendela, pintu-pintu, kipas angin, dan sebagainya.

2.2. Stres Kerja