Lembaga - Lembaga Yang Berwenang dalam Proses Penanganan dan Kepolisian

commit to user 26 destructive relationship between corruption and human rights and find ways to mitigate its negative impacts, which can be direct, indirect and remote 25 .

2. Lembaga - Lembaga Yang Berwenang dalam Proses Penanganan dan

Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi 1. Lembaga Kejaksaan Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI memberikan penegasan dasar hukum kewenangan penyidikan Tindak Pidana Korupsi bagi Kejaksaan antara lain : Dalam Penjelasan Umum Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI sebagai berikut : “ Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menempuh beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”. Pasal 30 ayat 1 huruf d undang-undang Nomor 16 tahun 2004 secara implisit menyebutkan : Di bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-undang. Hal ini ditegaskan pula dalam penjelasan pasal 30 ayat 1 huruf d sebagai berikut : Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang- undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo 25 Corruption and Human Rights: Making the Connection, 2009. International Council on Human Rights Policy. Versoix, Switzerland. www.google.com. Download Tanggal 3 Juli 2010 commit to user 27 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Kepolisian

Kepolisian Republik Indonesia POLRI mempunyai kewenangan sebagai penyidik dalam tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan pasal 1 butir ke 1 KUHAP dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas 26 dan wewenang 27 kepolisian negara republik Indonesia tersirat dalam ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai berikut : Pasal 13 : Tugas pokok Kepolisian Negara Indonesia adalah: a. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam pasal 14 : 1. Dalam pelaksanaan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, kepolisian negara republik indenesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; 26 Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 27 Pasal 14 UU Nomor 2 tahun 2002 commit to user 28 c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjaga keamanan masyarakat umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk- bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan peundang-undangan lainnya; h. Menyelenggaraka identifikasi kepolosian, kedokteran kkepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan kepolisian; i. Melindungi keselmatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasai manusia. j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang. k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dan lingkup tugas kepolisian; serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 2. Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf f diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 16 : 1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk ; a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; commit to user 29 b. Melarang setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a, adalah tindakan penyidikan dan penyelidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut : a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. Menghormati hak asasi manusia. Dalam proses pemeriksaan tindak pidana korupsi memang mendapatkan prioritas utama dalam penyelesaian dibandingkan dengan perkara lainnya, hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 25 Undang- undang Nomor 31 tahun 1999 sebagai berikut : “ penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.” commit to user 30 Oleh karena dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak mengatur mengenai proses penyidikan dan pemeriksaan perkara secara khusus, maka proses pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana korupsi tetap mengacu kepada ketentuan pasal 7 ayat 1 kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tentang wewenang Penyidikan POLRI. Wewenang tersebut antara lain adalah : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan terdakwa; i. Mengadakan penghentian penyidikan; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dalam melakukan tugasnya maka penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku, antara lain membuat berita acara pelaksanaan tentang : 1. Pemeriksaan tersangka; 2. Penangkapan; 3. Penahanan; 4. Penggeledahan; 5. Pemasukkan rumah; 6. Penyitaan benda; 7. Pemeriksaan surat; 8. Pemeriksaan ditempat kejadian; 9. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; 10. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan KUHAP pasal 75 KUHAP. Penyidikan menurut pasal 1 angka 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang- commit to user 31 undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya. Dari rumusan tersebut maka unsur-unsur pengertian penyidikan itu sebagai berikut 28 : 1. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang mengandung berbagai kegiatan pekerjaan yang antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan atau yang satu merupakan kelanjutan dari yang lainnya. 2. Pekerjaan penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut dengan penyidik yang oleh pasal 1 angka 1 didefinisikan sebagai “ Pejabat Negara Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan”. 3. Pekerjaan-pekerjaan dalam penyidikan itu didasarkan dan diatur menurut Undang-undang. 4. Tujuan dari pekerjaan penyidik ialah 1 mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi 2 menemukan tersangkanya. Dari unsur keempat dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan penyidikan telah diketahui adanya tindak pidana, tetapi tindak pidana tersebut belum terang dan belum diketemukan siapa pembuatnya pelakunya. Jadi masih bersifat dugaan terjadinya tindak pidana berdasarkan hasil penyelidikan sehingga dasar untuk menarik dugaan adanya terjadinya tindak pidana tersebut adalah adanya alat bukti permulaan, yang dalam praktek didasarkan pada adanya laporan polisi atau hasil temuan penyidik. Dalam proses penyelesaian kasus korupsi maka terdapat penyimpangan perbedaan mengenai kewenangan penyidik antara lain 28 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana commit to user 32 dalam ketentuan pasal 30 UU Nomor 31 tahun 1999 yang disebutkan antara lain “ “ Penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana yang sedang diperiksa”.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK