Hambatan Yang Dihadapi Para Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Pemilu

B. Hambatan Yang Dihadapi Para Penegak Hukum Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Pemilu

Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan yang dihadapi, yaitu : a Waktu Terjadinya Pelanggaran. Laporan pelanggaran pemilu oleh peserta pemilu, pemantau dan pemilih harus disampaikan kepada Bawaslu paling lama 3 hari sejak terjadinya pelanggaran. Dalam konteks hukum pidana, waktu kejadian perkara tempos delicti terhitung sejak suatu tindak pidana atau kejadian dilakukan oleh si pelaku dan bukan pada saat selesainya suatu perbuatan atau timbulnya dampakakibat hukum. Ketentuan ini secara sengaja telah menutup celah bagi proses hukum terhadap pelanggaran pemilu yang tidak terjadi di ruang terbuka. b Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi. Sampai saat ini KPU belum menerbitkan Peraturan tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Administrasi yang diamanatkan UU 10 Tahun 2008. Belum adanya aturan mengenai masalah ini akan mengakibatkan penanganan pelanggaran administrasi yang berbeda antara kasus satu dengan yang lain bergantung kepada kemauan KPU sehingga tidak memberikan kepastian hukum dan dapat mencederai rasa keadilan. Karena itu KPU harus segera membuat aturan tersebut sesegera mungkin sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan dengan penyelenggaraan pemilu. Peraturan tentang tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi setidaknya mengatur mengenai kategorisasi tingkat pelanggaran, pemanggilan pelaku, pembuktian, adanya Universitas Sumatera Utara kesempatan pelaku untuk membela diri, jenis sanksi yang dapat dijatuhkan berdasar tingkat pelanggaran atau kesalahan, proses pelaksanaan sanksi, dan ketersediaan waktu yang cukup dan pasti. d Penegasan wewenang dan tanggung jawab penyelesaian pelanggaran administrasi. Terjadi kerancuan pengaturan dalam ketentuan UU Pemilu antara pasal 248-251 dengan pasal 113 ayat 2, pasal 118 ayat 2, dan 123 ayat 2 serta UU KPU pasal 78 ayat 1 huruf c. Beberapa ketentuan yang bertolak belakang ini menyebabkan ketidakpastian proses penanganan pelanggaran pemilu yang tidak mengandung unsur pidana. Dikhawatirkan KPU dan Bawaslu saling melepaskan tanggung jawab untuk menangani pelanggaran tersebut. Perlu ada kesepakatan antara KPU dan Bawaslu mengenai pembagian tugas dan wewenang penyelesaian pelanggaran administrasi. Wewenang Panwaslu KabupatenKota untuk menangani pelanggaran administrasi pada tahap kampanye apakah merupakan suatu pengecualian, atau disepakati untuk dikesampingkan karena bertentangan dengan asas kepastian dan keadilan. Kalau dianggap pengecualian, maka bagaimana tata cara penyelesaiannya. e Pengertian hari. UU Pemilu tidak meberikan definisi dan penjelasan mengenai hari untuk menangani pelanggaran pemilu. Yang dimaksud apakah hanya hari kerja atau termasuk hari libur dan yang diliburkan cuti bersama. Akibatnya terjadi perbedaan pemahaman antar instansi penegak hukum pemilu. Bawaslu, Universitas Sumatera Utara Kepolisian dan Kejaksaan telah bersepakat bahwa yang dimaksud dengan hari adalah 1 x 24 jam termasuk di dalamnya hari libur tetapi MA dan MK menegaskan bahwa hari adalah hari kerja. KPU, meski beberapa tahapan penyelenggaraan pemilu juga dibatasi dengan hari, tidak mengatur mengenai hal tersebut. Tidak adanya pengertian yang sama mengenai masalah ini akan berpotensi mengganggu proses penanganan pelanggaran khususnya menyangkut batas waktu daluarsa f Gakkumdu. Pembuatan nota kesepahaman antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan dan kesepakatan pembentukan Sentra Penegakan Hukum Terpadu Gakkumdu belum menjawab kebutuhan terhadap kecepatan penanganan perkara. Pasal 12 MOU menyangkut proses pengembalian berkas perkara dari PU kepada Penyidik untuk diperbaiki dimungkinkan terjadi 2 kali masing-masing 3 hari. Kesepakatan ini dapat dianggap bertentangan ketentuan Pasal 253 UU Pemilu yang memberikan kesempatan pengembalianperbaikan berkas dari PU ke Penyidik hanya satu kali 3 hari. Pengulangan ini akan mengakibatkan perkara yang sampai ke PU telah melampaui tenggang waktu dari yang telah ditentukan dalam UU Pemilu. h Banding. Proses penanganan banding atas putusan PN dilakukan dalam waktu 7 tujuh hari yang terhitung sejak permohonan banding diterima. Sementara proses pelimpahan berkas perkara banding dari PN ke PT dapat dilakukan paling lama 3 tiga hari yang dihitung sejak permohonan banding diterima. Adanya titik hitung yang sama Universitas Sumatera Utara untuk dua persoalan yang berkelanjutan mengakibatkan waktu pemeriksaan di tingkat banding berkurang menjadi 4 empat hari. Dengan pemeriksaan yang sangat singkat dikhawatirkan PT tidak cukup waktu untuk menangani perkara. i Jumlah aparat. Khusus untuk menangani perkara pemilu Kejaksaan telah menugaskan 2 dua orang jaksa sementara PN dan PT harus menyediakan hakim khusus 3-5 orang sebagaimana diatur dalam Perma No. 03 tahun 2008 dan SEMA 07A2008. Jumlah aparat tersebut dapat menyebabkan proses penanganan perkara terbengkalai apabila terjadi penumpukan perkara pada tahapan tertentu karena batasan waktu yang singkat dalam penanganannya termasuk apabila pelanggaran yang terjadi pada wilayah yang memiliki kendala geografis. j Jenis Pidana dan Hukum Acara Pemeriksaan. KUHP membedakan tindak pidana sebagai pelanggaran tindak pidana yang ancaman hukumannya kurang dari 12 dua belas bulan dan kejahatan ancaman hukumannya 12 dua belas bulan ke atas. Dalam KUHAP pelanggaran menggunakan hukum acara singkat dan kejahatan dengan hukum acara biasa. tetapi UU Nomor 10 Tahun 2008 tidak membedakannya. Tidak ada penjelasan acara apa yang akan digunakan untuk mengadili, apakah pelimpahan dengan menggunakan acara pemeriksaan singkat atau dengan pemeriksaan biasa. Karena menyangkut tanggung jawab dari perkara inklusif perkara dan barang bukti. Apabila acara pemeriksaan singkat maka meski berkas perkara telah dilimpahkan tetapi tanggungjawab tersangka tetap ada pada jaksa sampai proses persidangan. Universitas Sumatera Utara Tetapi apabila menggunakan acara pemeriksaan biasa, maka sejak pelimpahan berkas tanggung jawab terhadap barang bukti dan tersangka menjadi tanggung jawab pengadilan. Selain itu sanksi pidana pemilu berbentuk komulatif dengan rentang perbedaan yang cukup tinggi sehingga dapat memunculkan disparitas putusan. k Pelaksanaan putusan. UU memerintahkan 3 hari sejak putusan PNPT dijatuhkan maka harus segera dilaksanakan oleh jaksa selaku eksekutor. Permasalahannya untuk melakukan eksekusi mengharuskan jaksa memperoleh salinan putusan dari pegadilan. Kalau dalam waktu 3 hari salinan putusan belum disampaikan apakah eksekusi tetap dapat dilaksanakan? Karena terhadap tersangka jaksa tidak dapat melakukan penahanan seperti Pasal 21 KUHAP. Selain itu perlu juga ditegaskan mengenai bentuk salinan putusan dimaksud, apakah salinan putusan yang diketik, kutipan atau petikan putusan. l Sengketa Putusan KPU. UU KPU dan UU Pemilu tidak menegaskan bahwa Keputusan KPU bersifat final dan mengikat. Padahal Keputusan KPU berpotensi menimbulkan sengketa. Namun begitu UU juga tidak mengatur mekanisme untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Sementara mekanisme gugatan melalui PTUN sulit dilakukan. Pasal 2 huruf g UU PTUN UU No. 5 Tahun 1986 yang telah dirubah dengan UU No. 9 tahun 2004 menegaskan tidak termasuk ke dalam pengertian Keputusuan TUN adalah Keputusan KPU baik di Pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilu. Universitas Sumatera Utara Sekalipun yang dicantumkan secara eksplisit dalam ketentuan pasal tersebut adalah mengenai hasil pemilu, tetapi SEMA Nomor 8 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Sengketa Pilkada mengartikan hasil pemilu meliputi juga keputusan-keputusan lain yang terkait dengan pemilu. Selain itu dalam berbagai Yurisprudensi MA, telah digariskan bahwa keputusan yang berkaitan dan termasuk dalam ruang lingkup politik dalam kasus pemilihan tidak menjadi kewenangan PTUN untuk memeriksa dan mengadilinya. Untuk mengisi kekosongan hukum dan menghindari penafsiran menyimpang tersebut maka SEMA No. 8 Tahun 2005 sebaiknya dicabut. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pemilu dan Proses Penyelesaian Perkaranya dalam Persfektif Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

0 31 103

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF BERDASARKAN PERATURAN KPU NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD

0 3 16

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF BERDASARKAN PERATURAN KPU NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD

0 30 72

IMPLIKASI SISTEM PENGISIAN KEANGGOTAAN DPR MENURUT UNDANG­UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TERHADAP KUALITAS DEMOKRASI DI INDONESIA

0 4 85

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN ELECTORAL THRESHOLD DAN PARLIAMENTARY THRESHOLD MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD

0 5 125

ANALISIS PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU TAHUN 2009 DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM, DPR, DPD DAN DPRD

0 14 127

PENGATURAN TINDAK PIDANA DALAM KAMPANYE PEMILU DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1O TAHUN 2OO8 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD (STUDI KASUS DI PANWASLU KOTA PADANG).

0 0 6

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU DAN PROSES PENYELESAIAN PERKARANYA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD.

0 0 2

uuno8tahun2012 ttgpemiluanggotadpr dpddprd pasal19hakmemilih

0 1 150

Pemilihan umum anggota DPR dpd

0 0 1