Perspektif Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu

Provinsi, Panwaslu Kabupaten Kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu, diatur dalam peraturan Pemilu. 78

B. Perspektif Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu

Dalam konteks Indonesia karena luas wilayah dan jumlah penduduk yang begitu banyak, maka demokrasi yang dianut adalah demokrasi perwakilan. Untuk dapat melihat lembaga-lembaga negara sebagai pemegang kedaulatan rakyat, maka dapat diketemukan di dalam UUD 1945 hasil perubahan. 79 Ada dua peristiwa menarik yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum Pemilu tahun 2009 yang akan datang. Pertama, diajukannya judicial review terhadap Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Angota DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD oleh beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah DPD di Mahkamah konstitusi. Kedua, terjadinya pendaftaran peserta pemilihan umum partai politik dengan kepengurusan ganda. Kedua peristiwa itu berkaitan erat dengan aspek penegakan hukum, baik dalam artian penegakan aturan oleh institusi pelaksana pemilihan umum maupun penegakkan hukum dalam pengertian timbulnya sengketa yang harus diputuskan oleh kekuasan peradilan, termasuk didalamnya Mahkamah Konstitusi. 80 78 Ibid, hal 8. Pada peristiwa uji materi terhadap Undang-undang No. 10 Tahun 2008 79 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945, Edisi Revisi, Jakarta : Fokusmedia, 2009. Hal. 31 80 Abdul Fickar Hadjar, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara sesungguhnya telah terjadi silang sengketa antara regulator dengan warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan dalam hal ini berkisar pada permasalahan ketentuan persyaratan menjadi anggota DPD yang tidak membatasi hanya pada penduduk yang bertempat tinggal di suatu provinsi saja, sehingga substansi pengertian “perwakilan daerah” harus orang yang bertempat tinggal di daerah yang bersangkutan sebagaimana diamanatkan UUD 45 tidak terpenuhi, ketentuan itu dianggap telah menjadi norma sendiri yang justru bertentangan dengan norma dasarnya. Komisi Pemilihan Umum dalam menentukan kepengurusan partai yang sah menjadi peserta pemilihan umum bagi partai yang berpengurus ganda akan mendasarkan pada kepengurusan yang tercatat pada partai yang sudah berstatus badan hukum di Departemen Hukum dan HAM. Dalam konteks partai berpengurus ganda Departemen Hukum dan HAM dalam mencatat kepengurusan yang sah sebagai badan hukum akan mengacu kepada putusan pengadilan. Dua peristiwa tersebut mengindikasikan bahwa penyelengaran pemilihan umum sebagai peristiwa politik tidak mungkin dilepaskan dari persoalan-persoalan penegakan hukum, begitu banyak ketentuan dalam perundangan pemilihan umum yang mengatur tindak pidana pemilu yang penegakannya harus didasarkan pada mekanisme hukum acara pidana biasa. Problemnya adalah dapatkah tindak pidana pemilu yang bernuansa harus diselesaikan cepat penyelesaiannya didasarkan pada hukum acara dalam keadan normal. Atau sejauh mana UU Nomor 10 Tahun 2008 mengakomodir kepentingan ketepatan pemilu yang terjadwal ketat dalam Universitas Sumatera Utara penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu. UU Pemilu 10 tahun 2008 menentukan batasan penyelesaian perkara pidana pemilu dari sejak diterimanya laporan kejadian oleh Badan Pengawas Pemilu atau Panwaslu Propinsi atau Panwaslu KabupatenKota atau Panwaslu Kecamatan danatau Pengawas pemilu lapangan sampai dengan putusan pengadilan dan eksekusinya paling lama 59 hari, yang dapat diuraikan sebagai berikut: Pada tingkat Laporan di Bawaslu: a. laporan masyarakat, pemantau atau peserta pemilu paling lama 3 tiga hari sejak kejadian perkara; b. laporan ditindaklanjuti paling lama 3 sampai dengan 5 lima hari, untuk kemudian ditentukan apakah pelanggaran administrasi atau pelanggaran pidana pemilu; c. dalam hal pelanggaran administrasi diteruskan kepada KPU dan pelanggaran pidana pemilu diserahkan kepada PenyidikKepolisian; Tingkat Penyidikan di Kepolisian: a. Penyidik harus menyelesaikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum Kejaksaan paling lama 14 empat belas hari sejak menerima laporan dari Bawaslu Panwaslu; b. Dalam dianggap belum lengkap Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan kepada Penyidik paling lama 3 tiga hari dan Penyidik harus Universitas Sumatera Utara melengkapi dan mengembalikannya kepada Penuntut Umum paling lama 3 tiga hari; Tingkat Penuntutan Kejaksaan: - paling lama 5 lima hari sejak menerima berkas dari Penyidik, Penuntut Umum melimpahkan kepada pengadilan negeri; Tingkat Pemeriksaan Perkara Pengadilan Negeri: a. Pemeriksaan perkara pemilu ini dilakukan oleh hakim khusus; b. Pengadilan Negeri harus menyelesaikan pemeriksaan dan memberikan putusannya paling lama 7 tujuh hari sejak diterimanya pelimpahan dari Penuntut umum; c. Paling lama dalam waktu 3 tiga hari setelah putusan dibacakan dapat diajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi; d. Pengadilan Negeri menyerahkan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi paling lama 3 tiga hari sejak permohonan banding diterima; Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi: a. Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara paling lama 7 tujuh hari sejak diterimanya permohonan banding; b. Putusan pengadilan tinggi paling lama 3 tiga hari setelah dibacakan disampaikan kepada penuntut umum; Universitas Sumatera Utara c. Penuntut Umum mengeksekusimelaksanakan putusan paling lama 3 tiga hari setelah putusan pengadilan tinggi diterima jaksa; Putusan pengadilan pelanggaran pidana pemilu yang dapat mempengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu harus diselesaikan paling lama 5 lima hari sebelum KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional.

C. Batas Waktu Penanganan Pelanggaran Pemilu 1. Mekanisme Pelaporan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pemilu dan Proses Penyelesaian Perkaranya dalam Persfektif Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

0 31 103

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF BERDASARKAN PERATURAN KPU NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD

0 3 16

KAJIAN YURIDIS PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF BERDASARKAN PERATURAN KPU NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD

0 30 72

IMPLIKASI SISTEM PENGISIAN KEANGGOTAAN DPR MENURUT UNDANG­UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TERHADAP KUALITAS DEMOKRASI DI INDONESIA

0 4 85

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN ELECTORAL THRESHOLD DAN PARLIAMENTARY THRESHOLD MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD

0 5 125

ANALISIS PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU TAHUN 2009 DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM, DPR, DPD DAN DPRD

0 14 127

PENGATURAN TINDAK PIDANA DALAM KAMPANYE PEMILU DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1O TAHUN 2OO8 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD (STUDI KASUS DI PANWASLU KOTA PADANG).

0 0 6

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU DAN PROSES PENYELESAIAN PERKARANYA DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD.

0 0 2

uuno8tahun2012 ttgpemiluanggotadpr dpddprd pasal19hakmemilih

0 1 150

Pemilihan umum anggota DPR dpd

0 0 1