Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, 11 sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem peradilan para ahli hukum sendiri. Jelaslah kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat. 12 Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup fakta yang luas. 13 Sedangkan kerangka teori pada penelitian hukum sosiologisempiris merupakan kerangka teoritis berdasarkan pada kerangka acuan hukum karena tanpa ada acuan hukum maka penelitian tersebut hanya berguna bagi sosiologi dan kurang relevan bagi ilmu hukum. 14 Teori yang murni tentang hukum merupakan teori hukum positif. Hal itu merupakan suatu teori hukum positif umum, dan bukan mengenai suatu tertib hukum 11 W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum legal Theory diterjemahkan oleh Mohamad Arifin, Jakarta : Rajawali Pers, 1990, halaman 2. 12 Jujun S. Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999, halaman 237. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta 1984, halaman 126. 14 Ibid, halaman 127. Universitas Sumatera Utara 15 khusus. Teori tadi merupakan teori umum tentang hukum, yang bukan merupakan suatu penafsiran terhadap kaidah-kaidah hukum nasional tertentu atau kaidah-kaidah hukum internasional, akan tetapi hal itu memberikan suatu teori penafsiran. 15 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 16 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 17 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 18 Teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaktis yaitu mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang dihadapi. 19 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Menurut D.H.M.Meuwissen, hukum bukanlah gejala yang netral, yang semata-mata merupakan hasil rekaan bebas manusia, tetapi berada dalam jalinan yang 15 Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, Bandung : Alumni, 1985, halaman 1. 16 J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : FE-UI, 1996, halaman 203. 17 Ibid, halaman 16. 18 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Bandar Maju, 1994, halaman 80. 19 Snelbecker, dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002, halaman 34-35. Universitas Sumatera Utara 16 sangat erat dengan masalah-masalah dan perkembangan kemasyarakatan. Pada satu sisi, hukum dapat dijelaskan dengan bantuan faktor-faktor kemasyarakatan, pada sisi lain gejala-gejala kemasyarakatan dapat dijelaskan dengan bantuan hukum. 20 Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia. 21 Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. 22 Pertumbuhan penduduk dan kebutuhannya yang terus meningkat, ternyata tidak mampu diimbangi oleh suplai tanah, sehingga membawa konsekuensi yang 20 Satjipto Rahardjo, Teorisasi Hukum, Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004, halaman 69-70. 21 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta : Rineka Cipta, 1995 halaman 49-50. 22 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1988, halaman 58. Universitas Sumatera Utara 17 sangat serius terhadap pola hubungan antara tanah dengan manusia, dan hubungan antara manusia dengan manusia yang berobyek tanah. 23 Ketidakseimbangan itu akan semakin timpang atau bahkan didaerah tertentu terjadi polarisasi penguasaan tanah apabila mekanisme penguasaan tanah tidak segera mendapatkan regulasi untuk mencegahnya. Berhubung kebutuhan manusia yang harus dipenuhi oleh tanah, baik sebagai basis dari terciptanya kebutuhan itu ataupun sebagai faktor produksi akan terus meningkat, meskipun seandainya pertumbuhan penduduk Indonesia akan berhenti pada titik zero population growth. Maka muncul beragam individu atau lembaga berbadan hukum yang sangat rakus tanah yang selalu berupaya dengan segala kemampuannya untuk menguasai, mengumpulkan tanah orang-orang lemah yang dihimpit oleh jeratan kemajuan ekonomi. Keserakahan yang dibiarkan bergerak bebas itu terus mendesak dan mengkondisikan orang lain menjadi miskin dan lapar tanah, bahkan menyerobot atau menduduki tanah liar, tanah terlantar dan tanah negara tanpa alas hak yang cukup kuat. Ia juga mengkondisikan orang miskin itu untuk hidup kumuh, berdesak- desakan, ditanah yang telah jenuh dan menolak kehadirannya. Atau bahkan mengkondisikan orang-orang marjinal itu untuk terpaksa merusak dalam mengolah tanah, meskipun produktivitasnya terus menurun. 24 23 Ali Sofwan Husein, Konflik Pertanahan, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997, halaman 40. 24 Ali Sofwan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995, halaman 90. Universitas Sumatera Utara 18 Filosofi dari suatu peralihan hak istilah yang lazim dipergunakan dalam hukum tanah yang sifatnya derivatif seperti jual beli, tukar menukar, hibah adalah merupakan suatu peristiwa hukum rechtsfeit berupa berpindah atau beralihnya suatu hak kepemilikan hak atas tanah disebabkan adanya perbuatan atau tindakan hukum jual beli, tukar menukar dan hibah. Didalam hukum perdata perbuatan hukum pemindahan atau peralihan hak kepemilikan atas tanah seperti jual beli, tukar menukar atupun hibah masuk dalam wilayah hukum perjanjian yang melahirkan suatu perikatan. Ketentuan hukum perjanjian pemindahan atau peralihan hak kepemilikan atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang merupakan alat dan tanda bukti adanya suatu peralihan atau pemindahan hak kepemilikan atas tanah bagi pemegang haknya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disingkat dengan PP No. 24 Tahun 1997. Suatu perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak kepemilikan harus memenuhi persyaratan agar perbuatan hukum pemindahan hak kepemilikan atas tanah yang merupakan bagian dari suatu perjanjian menjadi sah menurut hukum. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah : 1. Adanya kesepakatan toesteming dari para pihak. Hal ini merupakan cerminan dari asas konsensualitas, arti bahwa perjanjian sudah sah bila sudah adanya kata sepakat dari para pihak consensus. Menurut Subekti, asas konsensualisme pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. 25 Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan sesuatu formalitas. Kesepakatan artinya bahwa 25 R.Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 2001, halaman 15. Universitas Sumatera Utara 19 perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian pemindahan hak atas tanah harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri merupakan syarat pertama untuk sahnya perjanjian atau persetujuan pemindahan atau peralihan hak atas tanahnya. Menjadi tidak sah perjanjian tersebut bila terjadi adanya paksaan dwang, kekhilafan atau kekeliruan dwaling atau adanya penipuan atau tipu muslihat bedrog . 2. Adanya kecakapan dari pihak yang membuat perjanjian. Perbuatan atau tindakan hukum kedua belah pihak dalam melakukan perjanjian pemindahan hak atas tanah haruslah cakap bertindak menurut hukum sebagaimana ditentukan Undang-Undang. Dalam hukum, ukuran orang yang dianggap cakap dalam melakukan perbuatan hukum adalah sudah dewasa atau sudah kawin, sehat akal pikiran yang tidak dilarang oleh peraturan perundang- undangan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu. Dalam hukum ada beberapa golongan yang oleh hukum tidak cakap yakni orang yang masih dibawah umur minderjarigheid, orang dibawah pengampuan atau pengawasan. Ketentuan Pasal 1330 BW ini dicabut berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 jo. SEMA No. 3 tahun 1963. Bila terjadi perjanjian dengan mereka yang masuk dalam golongan ini maka akibat hukumnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 3. Ada obyek tertentu yang menjadi obyek perjanjian onderwerp der overeenkomst. Artinya, suatu perjanjian harus jelas jenisnya, berupa apa wujudnya dan sebagainya. Tujuannya untuk menetapkan persyaratan dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. 4. Adanya hal causa = Latin atau Oorzaak=Belanda yang tidak dilarang geoorloofde oorzaak, bahwa suatu perjanjian harus adanya suatu kausa oorzaak yang tidak dilarang, artinya sebab yang diperbolehkan oleh undang- undang, tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan hukum atau kesusilaan Pasal 1320 BW. UUPA merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah yang bertujuan terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satu aspek yang dibutuhkan untuk tujuan tersebut adalah mengenai kepastian hak atas tanah yang menjadi dasar utama dalam rangka kepastian hukum kepemilikan tanah. Universitas Sumatera Utara 20 Kepastian hukum mengenai obyek hak tergantung dari kebenaran data yang diberikan pemohon hak dan adanya kesepakatan batas-batas tanah dengan pemilik berbatasan contradictoire delimitatie yang secara fisik ditandai pemasangan patok- patok batas tanah di lapangan. Hak atas sebidang tanah disamping pemegang haknya, juga terkait kepentingan pihak lain termasuk masyarakat. Keterkaitan pihak lain dapat secara langsung misalnya dalam hubungan penggunaan, atau jaminan dan lain-lain. Dalam hal kepastian hukum subyek hak atas tanah, pemegang hak mempunyai kewenangan untuk berbuat atas miliknya, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang atau melanggar hak atau kepentingan orang lain. Disamping hak-hak dan kewenangan-kewenangan yang dimiliki tersebut, juga melekat kewajiban-kewajiban, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat. Didalam menikmati hak-hak dan kewenangan-kewenangannya, pemilik membutuhkan ketenangan dan perlindungan hukum yang lahir dari adanya kepastian hukum hak atas tanahnya. Sehubungan dengan hal itu, unsur-unsur hukum yang harus dipenuhi dalam rangka pendaftaran dan penerbitan sertipikat hak atas tanah, yaitu unsur hukum tertulis. Hukum tertulis dijumpai dalam bentuk peraturan perundang-undangan undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, yurisprudensi dan sebagainya. Dalam hukum tanah nasional, UUPA sebagaimana Universitas Sumatera Utara 21 ditegaskan dalam penjelasannya bahwa sebagai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pada pokoknya bertujuan : 26 1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. 3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dasar-dasar tersebut merupakan manifestasi dari prinsip dasar yang tercantum dalam Pasal 33 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945 yang menegaskan, ”Bumi, dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok kemakmuran rakyat sehingga harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pendaftaran tanah 27 merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti 26 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta : Kencana, 2010, halaman 1. 27 Dalam Pasal 1 ayat 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa : pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satu-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre bahasa Belanda. Kadaster adalah suatu istilah teknis suatu record rekaman yang menunjukkan kepada luas, nilai dan kemilikan atau lain-lain alas hak terhadap suatu bidang tanah. Sebenarnya kadaster ini mulanya berasal dari bahasa latin capitastrum , yang berarti register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi capotatio Torrens. Universitas Sumatera Utara 22 kepemilikan hak atas tanah. Begitu pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut sehingga UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 UUPA dinyatakan sebagai berikut : 28 1. Untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. 2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi : a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peraliha hak-hak tersebut,. c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. 3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial dan ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria. 4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah termaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Dalam pendaftaran tanah terdapat asas yang harus menjadi patokan dasar dalam melakukan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, 29 aman, 30 terjangkau, 31 mutakhir 32 dan terbuka. 28 Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, halaman 152. 29 Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksud agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama hak atas tanah. 30 Asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. 31 Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan. 32 Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Dan data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang Universitas Sumatera Utara 23 Sejalan dengan asas yang terkandung dalam pendaftaran tanah, maka tujuan yang ingin dicapai dari adanya pendaftaran tanah tersebut diatur lebih lanjut pada Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan pendaftaran tanah bertujuan : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Berkaitan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 di atas, A.P. Parlindungan mengatakan bahwa : 33 a. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. b. Dizaman informasi ini maka kantor pertanahan sebagai kantor digaris depan haruslah memelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk suatu bidang tanah, baik untuk pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan negara dan juga bagi masyarakat sendiri. Informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan dimana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya, termasuk untuk satuan rumah susun, informasi tersebut mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut pula dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat, dan itulah yang berlaku pula pada asas terbuka. 33 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997, Bandung : Mandar Maju, 1999, halaman 2. Universitas Sumatera Utara 24 bersifat terbuka untuk umum artinya dapat diberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanahbangunan yang ada. c. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan sesuatu hal yang wajar. Maka dalam hal ini dibutuhkan kinerja yang baik dari Badan Pertanahan Nasional BPN selaku Instansi yang melaksanakan tugas Pemerintahan dibidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Adapun syarat yang dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah : 1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batas- batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum. 2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. 3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum. Terhadap peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran tersebut dapat dikatakan memenuhi kaedah yuridis apabila bidang tanah yang dipetakan batas- batasnya telah dijamin kepastian hukumnya berdasarkan kesepakatan dalam penunjukan batas oleh pemilik dan pihak-pihak yang berbatasan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, ditetapkan oleh pejabat yang berwenang Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan diumumkan secara langsung kepada masyarakat setempat untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain Universitas Sumatera Utara 25 menyampaikan keberatannya Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Sedang daftar umum bidang tanah disediakan pada Kantor Pertanahan yang menyajikan data fisik dan data yuridis bidang tanah yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam daftar umum Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dengan adanya pendaftaran tanah dan penerbitan sertipikat, maka akan tercapailah kepastian hukum akan hak-hak atas tanah, karena data yuridis dan data fisik yang tercantum dalam sertipikat tanah tersebut diterima sebagai data yang benar adalah baik dalam melaksanakan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jaminan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah adalah pemerintah menjamin bahwa pemegang hak subyek benar- benar berhak atau mempunyai hubungan hukum dengan tanahnya obyeknya, dibuktikan dengan adanya pembukuan data yuridis dan data fisik bidang tanah yang diterima sebagai data yang benar dan didukung dengan tersedianya peta hasil pengukuran secara kadasteral, daftar umum bidang-bidang tanah yang terdaftar dan terpeliharanya daftar umum tersebut dengan data yang mutakhir serta kepada pemegang hak diberikan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat yang lazim disebut sertipikat tanah. Universitas Sumatera Utara 26 Secara prosedural, pemberian hak atas tanah yang dikaitkan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terlebih dahulu dilakukan pengukuran dan pemetaan, kegiatan pengukuran dan pemetaan berdasarkan Pasal 14 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 meliputi : 1. Pembuatan peta dasar pendaftaran. 2. Penetapan batas bidang-bidang tanah. 3. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran. 4. Pembuatan daftar tanah. 5. Pembuatan surat ukur. Terhadap ketentuan dalam proses pemberian hak tersebut yang penting menyangkut pemeriksaan tanahnya oleh PanitiaTimPetugas yang dibentuk untuk itu. Panitia yang dibentuk untuk melakukan pemeriksaan tanah diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah jo Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 1992 tentang Susunan dan Tugas Panitia Pemeriksaan Tanah. Dalam ketentuan tersebut terdapat 4 empat lembaga yang diberi tugas melakukan pemeriksaan tanah termasuk penelitian dan pengkajian data fisik dan data yuridis bidang tanah baik di lapangan maupun di kantor, yakni : 1. Panitia Pemeriksaan Tanah A Panitia A dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara, Hak Pengelolaan dan permohonan pengakuan hak atas tanah. Universitas Sumatera Utara 27 2. Panitia Pemeriksaan Tanah B Panitia B, dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian, perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha. 3. Tim Peneliti Tanah Tim Peneliti, dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian hak atas tanah-tanah instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 4. Petugas Pemeriksaan Tanah Petugas Konstatasi, dalam rangka pemberian hak atas tanah yang berasal dari tanah yang sudah terdaftar dan perpanjangan serta pembaharuan hak atas tanah, kecuali Hak Guna Usaha. Pada dasarnya pendaftaran hak atas tanah menimbulkan hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah, sebagaimana pendapat Pitlo yang dikutip Abdurrahman berikut ini: Pada saat dilakukannya pendaftaran tanah, maka hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah diumumkan kepada pihak ketiga atau masyarakat umum, sejak saat itulah pihak-pihak ketiga dianggap mengetahui adanya hubungan hukum antara orang dengan tanahnya dimaksud, untuk mana ia menjadi terikat dan wajib menghormati hal tersebut sebagai suatu kewajiban yang timbul dari kepatutan. 34 Hak atas tanah HAT adalah hak perorangan atas suatu bidang tanah yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah, 35 baik untuk ditanami maupun untuk dibangun. Hak atas tanah itu diakui dalam Pasal 4 ayat 1-2 UUPA yaitu : “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, 34 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, halaman 23. 35 Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta : Trisakti, 2005, halaman 19. Universitas Sumatera Utara 28 yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang lain serta badan- badan hukum ayat 1. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang- undang dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi ayat 2. Pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono adalah : 36 ”Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh negarapemerintah secara terus menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan atau data tettentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah: Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pembukuan dan penyajian data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Dengan adanya pendaftaran tanah ini barulah dapat dijamin tentang hak-hak seseorang diatas tanah. Pihak ketiga secara mudah dapat melihat hak-hak apa atau beban apa yang terletak diatas bidang tanah. Hal ini berarti terpenuhi syarat-syarat 36 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta : Djambatan, 2003, halaman 72. Universitas Sumatera Utara 29 tentang pengumuman openbaarheid, yang merupakan salah satu syarat melekat kepada hak-hak yang bersifat kebendaan. 37 Konsep pendaftaran tanah yang baik itu harus dapat mengakomodir pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, yang mana dalam hal itu dibutuhkan faktor penunjang tercapainya cita-cita pendaftaran tanah sesuai yang diharapkan oleh rakyat Indonesia, maka oleh karena itu diperlukan ketersediaannya perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten dan yang terakhir adalah terciptanya penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif. 38 Keberadaan PP Nomor 24 Tahun 1997 ini memberikan nuansa yang sangat berbeda dengan PP Nomor 10 Tahun 1961. PP Nomor 24 Tahun 1997 berusaha memberikan kepastian hukum terhadap pemilik atau yang menguasai tanah untuk melakukan pendaftaran tanah. Hal ini terlihat dengan adanya sistem pendaftaran tanah secara sporadik dan sistem pendaftaran secara sistematik. Dalam pendaftaran tanah yang dilakukan dengan cara sporadik yaitu pendaftaran mengenai bidang tanah 37 Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung : Citra Aditya, 1993, halaman 47 . 38 Boedi Harsono menjelaskan, bahwa pada tanggal 8 Juli 1997 ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, yang sejak tahun 1961 mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 57 tahun 1997, sedang penjelasannya dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 369. dalam mengkomentari atas diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, beliau menambahkan bahwa belum tersedia hukum tertulis yang lengkap dan jelas. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan : 1. tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten. 2. penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif. Universitas Sumatera Utara 30 tertentu atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran tanah yang melibatkan pemerintah Badan Pertanahan Nasional sebagai pelaksana dibantu oleh panitia independen. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 8 PP Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan sebagai berikut : a. Dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh sebuah panitia ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. b. Susunan panitia ajudikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas : 1. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan dibidang pendaftaran tanah. 2. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan dibidang hak-hak atas tanah. 3. Kepala DesaKelurahan yang bersangkutan dan atau seorang pamong desakelurahan yang ditunjuknya. c. Keanggotaan panitia ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di wilayah desakelurahan yang bersangkutan. d. Dalam melaksanakan tugasnya, panitia ajudikasi dibantu oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan administrasi yang tugas dan susunannya diatur oleh Menteri. Universitas Sumatera Utara 31 Kegiatan ajudikasi dalam pendaftaran tanah adalah untuk pendaftaran tanah yang pertama sekali merupakan prosedur khusus yang prosesnya dilakukan pada pemberian status hukum atas bagian-bagian tanah yang benar-benar oleh pemilik yang berwenang. Pada Pasal 1 ayat 8 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya. Tugas ajudikasi sebenarnya adalah tugas lembaga peradilan yakni memberikan keputusan atau putusan. Namun ditemukan dalam pendaftaran tanah diberikan kepada tugas eksekutif. Sehingga pada intinya tugas ini adalah disamping tugas investigasi yang meneliti dan mencari kebenaran formal bukti yang ada, juga adalah tugas justifikasi yakni membuat penetapan dalam pengesahan bukti yang sudah ditelitinya tersebut. Dengan kata lain, pihak eksekutif sebagai pelaksana pendaftaran tanah akan meneliti kebenaran bahwa data-data yuridis awal yang dimiliki oleh pemegang tanah tersebut. Lalu setelah kebenaran bukti-bukti itu diperiksa dengan seksama kemudian di akuilah, ditetapkan dan disahkan oleh tim ajudikasi sebagai alat bukti awal untuk dijadikan sebagai bukti yang sah, sebagai dasar pemberian hak atau untuk dapat didaftarkan haknya. 39 39 Mhd. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung : CV. Mandar Maju, 2010, halaman 128. Universitas Sumatera Utara 32

2. Kerangka Konsepsi

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Pembatalan Pernikahan Akibat Menggunakan Dokumen/Keterangan Palsu (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 776/Pdt.G/2009/PA/Mdn)

2 58 123

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Aparat Kepolisian Yang Menyebabkan Kematian(Studi Putusan Nomor : 370/Pid.B/2013/Pn.Sim)

1 112 102

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Bank Pemerintah Setelah Menjadi PT (PERSERO) Studi Kasus PT. Bank Sumut Medan

1 97 154

Tinjauan Yuridis Pembatalan Sertipikat Ganda : Studi Kasus Putusan PTUN Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN

1 49 133

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

1 41 156

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Kajian Yuridis Pembatalan Penetapan Itsbat Nikah (Studi Putusan Pengadilan Agama Lumajang Nomor 2686/Pdt.G/2009/PA.Lmj)

1 23 11

Tinjauan Yuridis Pembatalan Perkawinan Oleh Orangtua Terhadap Anaknya Di Mahkamah Syar’iyah Langsa (Studi Kasus Di Pengadilan Mahkamah Syar’iyah Kota Langsa Nomor Perkara 238/Pdtg/2010/Ms-Lgs)

0 0 8

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Bank Pemerintah Setelah Menjadi PT (PERSERO) Studi Kasus PT. Bank Sumut Medan

0 0 15