Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Ekonomi Makro 5
triwulan I-2009 adalah 2,49. Nilai konsumsi triwulan II-2009 mencapai 6,168 milyar rupiah dimana nilainya pada triwulan I-2009 adalah 6,135 milyar rupiah.
Gambar 1.4 Konsumsi Riil Masyarakat Maluku Utara Milyar Rupiah
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
B. Investasi
Pertumbuhan investasi di Maluku Utara pada triwulan II-2009 masih cukup tinggi meskipun mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II-2009 investasi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 33,51 y-o-y dimana pada triwulan I-2009 pertumbuhan yang terjadi adalah 37,68 y-o-
y. Masih tingginya investasi disebabkan karena pelaksanaan proyek-proyek pembangunan Pemerintah Daerah, baik itu untuk daerah lama seperti Ternate dan
Tidore, maupun pembangunan di daerah-daerah yang baru saja mengalami pemekaran. Pembangunan kompleks perkantoran Gubernur di Sofifi, Kantor Bupati
Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, pembangunan rumah-rumah dinas, dan pembangunan maupun perbaikan jalan dan jembatan menjadi penggerak sektor
investasi. Investasi masih akan terus mengalami pertumbuhan seiring rencana investasi kedepan, seperti pembangunan pelabuhan alternatif bagi pelabuhan
Ahmad Yani dan perluasan bandara Babullah.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Ekonomi Makro 6
Gambar 1.5 Perkembangan Investasi Riil Maluku Utara
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Masih dominannya peran pemerintah dalam hal investasi juga terbukti dalam survei
pemeringkatan iklim usaha di 33 provinsi pada tahun 2008, yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM dan Komite Pemantauan Pelaksanaan
Otonomi Daerah KPPOD, dimana Maluku Utara termasuk dalam lima daerah terbawah pada: a peranan dunia usaha dalam perekonomian daerah, b
infrastruktur, dan c kondisi keamanan usaha. Rendahnya peranan dunia usaha dalam perekonomian daerah terlihat pada tiga
aspek, yaitu sektor perbankan, peran swasta dalam keuangan daerah, dan peran swasta dalam investasi dan penciptaan lapangan kerja. Seperti yang dapat dilihat
pada data LDR
1
, penyaluran kredit oleh perbankan di Maluku Utara masih tergolong rendah, yakni hanya sebesar 52,82, yang menunjukan bahwa perbankan belum
secara optimal menjalankan fungsi intermediasinya. Selain itu penyaluran kredit perbankan masih didominasi oleh kredit konsumsi, dimana idealnya porsi lebih besar
diberikan kepada kredit yang sifatnya produktif, sehingga bank dapat berperan dalam menggerakan perekonomian daerah.
Dalam kaitannya dengan keuangan daerah, peran swasta tampaknya masih kecil. Hal ini terlihat dari struktur APBD, dimana dalam RAPBD 2009 pendapatan daerah
masih didominasi oleh dana alokasi umum dengan porsi sebesar 63,56 dari total anggaran pendapatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa Maluku Utara sebagai
1
Pembahasan sektor perbankan dapat dilihat lebih rinci pada Bab III
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Ekonomi Makro 7
Provinsi yang sekitar satu dekade telah menikmati otonomi daerah, masih belum dapat mewujudkan kemandirian ekonomi.
Rendahnya peran swasta dalam investasi dan penciptaan lapangan kerja, terlihat dari masih dominannya tenaga kerja di Maluku Utara yang bekerja pada sektor
informal. Sektor formal hanya mampu menyerap sebanyak 20,16 jumlah tenaga di Maluku Utara.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, Maluku Utara juga masih dianggap belum memiliki infrastruktur yang memadai. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur sangat
penting untuk diperhatikan dalam rangka pembangunan perekonomian dan menarik investor. Tersedianya akses jalan darat ke provinsi terdekat, ketersediaan
pelabuhan dan bandara, ketersediaan sambungan listrik hingga ke pelosok desa, frekuensi pemadaman, sambungan telepon dan sambungan internet, merupakan
indikator baik atau tidaknya infrastruktur suatu daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi bandara di Kota Ternate memang belum
memadai. Sebagai pusat aktivitas ekonomi Maluku Utara sudah sewajarnya apabila Ternate memiliki bandara udara yang representatif. Perluasan dan pembangunan
fasilitas bandara yang telah dilaksanakan saat ini diharapkan dapat segera terealisasi, sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para
pengguna jasa penerbangan, apalagi saat ini telah masuk maskapai baru, dan diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerja perekonomian Maluku Utara.
Masalah urgen lainnya yang perlu diatasi adalah ketersediaan listrik. Masih banyaknya daerah yang belum teraliri listrik dan tingginya frekuensi pemadaman
menjadi penghambat masuknya investasi. Investasi dalam bentuk pendirian pabrik tentu saja akan membutuhkan pasokan listrik yang cukup dan lancar. Tingginya
frekeuensi pemadaman merupakan disinsentif bagi investor karena akan meningkatkan biaya pemeliharaan mesin, maupun biaya
overhead
karena harus menyediakan tenaga listrik alternatif berupa genset. Kedepan diharapkan hal ini
dapat diatasi, mengingat listrik tidak saja penting bagi kehidupan masyarakat, tetapi juga bagi keberlangsungan usaha para pelaku ekonomi.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Ekonomi Makro 8
Meskipun kondisi Maluku Utara saat ini relatif lebih kondusif, namun hasil survei menemukan bahwa kondisi keamanan usaha di daerah Maluku Utara masih rendah,
dimana hal ini dikaitkan dengan upaya Pemda dalam menjamin keamanan berusaha. Hal ini mengindikasikan bahwa masih adanya stereotipe negatif dimana
masyarakat luar menganggap Maluku Utara merupakan daerah rawan konflik. Untuk merubah hal ini diperlukan kerjasama seluruh pihak, misalnya melalui
penciteraan media, agar tercipta
image
bahwa Maluku Utara adalah daerah yang bersahabat dan memiliki iklim usaha yang kondusif.
C. Pengeluaran Pemerintah