3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Pada penelitian ini menggunakan hewan coba tikus Rattus Novergicus
strain Sprague Dawley dengan kriteria jenis kelamin jantan, umur 10-12 minggu, dan berat badan 200-300 gram.
3.2.2 Sampel
Tikus Rattus Novergicus strain Sprague Dawley berjenis kelamin jantan, berumur 10-12 minggu dan berat antara 200-300 gram.
3.2.3 Perkiraan Besar Sampel
Berdasarkan rumus besar sampel Federer diperoleh hasil Supardi, 2012.
n-1 t- 1 ≥ 15
Keterangan : n
: besar sampel t : jumlah kelompok coba
Besar sampel yang dibutuhkan adalah n-1 3-
1 ≥ 15 n ≥ 9
Jadi, sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 9 hewan coba untuk tiap-tiap kelompok. Jika ditambahkan dengan perkiraan drop out 10,
besar sampel minimal yang diperlukan untuk tiap kelompok adalah 10 hewan coba. Jumlah keseluruhan hewan coba yang dibutuhkan adalah 30
ekor. 60
Universitas Sumatera Utara
3.2.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian 1.
Kelompok Penelitian
Tikus Sprague Dawley yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan randomisasi menjadi 3 kelompok perlakuan, yakni kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan kelompok yang tidak diberi Melatonin dan kelompok yang diberi Melatonin. Kelompok perlakuan diberikan anestesi ketamin,
kemudian dibuat cedera kepala dengan cara tikus yang sudah terbius dibuat kraniotomi dengan insisi koronar. Setelah duramater tampak, tikus
kemudian dijatuhi beban seberat 20 gram dari ketinggian 20 cm pada daerah tersebut Feeney et al., 1981. Kelompok perlakuan mendapat
injeksi Melatonin dengan dosis 2,5 mgkgBB intraperitoneal satu jam setelah proses cedera kepala Kerman et al., 2005. Kemudian, dosis
diulang tiap 12 jam sehingga total dosis 7,5mgkgBB, sedangkan kelompok perlakuan tanpa diberi Melatonin setelah proses cedera kepala
dijahit kulitnya dan tidak diberikan Melatonin.
Gambar 3.1 Skematik alat cedera kepala Marmarou, 1994
Universitas Sumatera Utara
Ketiga kelompok dipelihara dengan cara dan perlakuan yang sama. Setelah pemeliharaan selama tujuh hari ketiga kelompok hewan coba
diberikan injeksi fenobarbital dosis tinggi, kemudian spesimen jaringan otak diperiksa untuk ekspresi MPO, MDA, VEGF, dan AQP4 dengan
metode pewarnaan.
2. Teknik pemrosesan jaringan sumber Perhimpunan Dokter Spesialis
Patologi Indonesia, 2008 : Bahan yang telah diisolasi dari hewan coba segera difiksasi dengan
formalin buffer 10 pH: 7,4 selama 15-24 jam ketebalan jaringan sekitar 0,5 cm. Adapun tujuan fiksasi adalah untuk mempertahankan morfologi
sel seperti semula, mencegah otolisis dan mencegah pertumbuhan bakteri atau jamur. Setelah dilakukan fiksasi, jaringan tersebut dicuci dengan air
mengalir sekitar 20 menit dan kemudian dilakukan dehidrasi dengan menggunakan etanol persentase yang meningkat yaitu dari 70, 80,
masing-masing1 jam, Setelah itu etanol 95 diberikan sebanyak dua kali, yaitu etanol 95 pertama selama 2 jam dan etanol 95 berikutnya
selama 1 jam. Selanjutnya, dimasukkan lagi kedalam etanol absolute 100 masing-masing 1 jam. Setelah dilakukan dehidrasi, dilakukan
penjernihan clearing dengan menggunakan xylol. Tujuan dari penjernihan ini adalah medium mediator yang menghilangkan larutan
dehidran dari jaringan dan juga dapat saling larut dengan bahan embedding
paraffin, sehingga paraffin dapat melakukan infiltrasi didalam jaringan yang diproses. Adapun tahapannya adalah memasukkan jaringan
Universitas Sumatera Utara
ke dalam xylol tiga kali. Pada xylol pertama dan kedua masing-masing dimasukkan selama satu jam, dan pada xylol ketiga selama dua jam.
Setelah dilakukan penjernihan, jaringan tersebut dimasukkan kedalam paraffin, cair 56-58
o
C sebanyak tiga kali, masing-masing dua jam. Tujuannya adalah agar bahan embedding ini selain melarutkan bahan
xylol di dalam jaringan paraffin juga melakukan infiltrasi kedalam jaringan. Akhirnya pada saat embedding jaringan tersebut benar-benar menyatu
dan memiliki konsistensi yang hampir sama, sehingga mudah dilakukan penyayatan dengan microtome. Adapun ketebalan sayatan jaringan
dengan menggunakan microtome ini adalah sekitar 4-6 μ. Jaringan yang
telah disayat kemudian diambil dengan kuas dan diletakkan di permukaan air pada waterbath dengan temperature sekitar 45-55
o
C. Setelah itu, diambil dengan menggunakan object glass yang telah dilapisi dengan poly
L lisin. Selanjutnya, dikeringkan pada plate panas sekitar 58-60
o
C selama satu jam dan kemudian didinginkan pada suhu kamar dan siap
diwarnai.
3. Prosedur Pewarnaan a. Pewarnaan Haematoxylin Eosin HE
sumber Departemen Patologi Anatomi Fak. Kedokteran USU:
Jaringan yang telah disayat dengan microtome diletakkan pada object glass
dan kemudian dilakukan deparaffinisasi, yaitu menarik atau menghilangkan paraffin yang ada di dalam jaringan. Adapun caranya
adalah dengan memasukkan sayatan jaringan tersebut secara berturut-
Universitas Sumatera Utara
turut ke dalam xylol sebanyak tiga kali dua menit. Kemudian, secara berturut-turut dimasukkan ke dalam etanol dengan konsentrasi menurun
bertahap,yaitu mulai dari etanol 100 tiga kali satu menit, kemudian 95 dua kali satu menit, dan 90, 80, dan 70 masing-masing
satu menit. Setelah itu, dilakukan pencucian dengan air kran sekitar lima menit, dan dimasukkan kedalam Haris Haematoxylin enam menit.
Selanjutnya dibilas dengan air dan dimasukkan ke dalam alkohol asam 1 3-5 celup dan dibilas lagi dengan air. Kemudian, dicelupkan pada air
ammoniak sampai berwarna biru, dimasukkan ke dalam larutan eosin, dan berturut-turut dimasukkan ke dalam etanol 95 dua kali satu
menit, xylol tiga kali dua menit. Selanjutnya, dilakukan mounting dan diamati pada mikroskop.
b. Pewarnaan Imunohistokimia sumber Departemen Patologi Anatomi