Hubungan Rasio Leverage dan Rasio Likuiditas dengan EPS Sejarah Bursa Efek Indonesia

kepada pemegang saham biasa. Para investor atau para pemegang saham menyukai perusahaan yang memiliki EPS yang tinggi untuk menanamkan modalnya, karena aakan berpengaruh pada harga saham perusahaan. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatannya kepada pemegang saham, berarti semakin besar keberhaasilan perusahaan tersebut. Naik atau turunnya harga saham suatu perusahaan di Bursa Efek menunjukkan naik turunnya nilai perusahaan tersebut di mata investor.

H. Hubungan Rasio Leverage dan Rasio Likuiditas dengan EPS

Keputusan perusahaan tentang pendanaan akan mempengaruhi leverage dan likuiditas perusahaan. Rasio leverage keuangan menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasi. Rasio leverage keuangan juga menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiiban baik jangka pendek maupun jangka panjang Harahap,2007:303; Sartono,2001:114,121; Brigham Weston,2001:613. Perusahaan yang memiliki Debt to Total Asset Ratio dan Longterm Debt to Equity Ratio yang tinggi berarti perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi dengan beban tetap yang tinggi, sehingga akan mengurangi beban pajak dan menyebabkan keuntungan bagi perusahaan. Hal tersebut akan mempengaruhi laba bersih pemegang saham biasa termasuk dividen, dilain pihak menningkatkan risiko karena kewajiban untuk membayar hutang lebih diutamakan.Harahap, 2007: 303. Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh tempo Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia Dengan demikian semakin tinggi current ratio akan dapat menurunkan EPS perusahaan Djarwanto, 2001: 130. Perusahaan yang mengunakan leverage mengharapkan dapat meningkatkan EPS, karena semakin tinggi atau rendah leverage dan likuiditas perusahaan akan mempengaruhi naik turunnya EPS yang akan diterima oleh pemegang saham biasa sehingga tujuan akhir perusahaan yaitu meningkatkan kesejahteraan kemakmuran para pemegang saham dapat tercapai Brigham Weston, 2001:613. Universitas Sumatera Utara BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Bursa Efek Indonesia

Pasar modal atau bursa efek berdiri sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal didirikan oleh pemerintah Belanda untuk kepentingan pemerintah Belanda. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, namun perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunnia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi lain yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Bursa efek Indonesia memaparkan tentang perkembangan pasar modal di Indonesia dalam situsnya www.idx.co.id pada tanggal 10 Maret 2008 adalah sebagai berikut. 1. 14 Desember 1912 : Bursa efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh pemerintah Hindia Belanda. 2. 1914-1918 : Bursa efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I 3. 1925-1942 : Bursa efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan bursa efek di Semarang dan Surabaya. Universitas Sumatera Utara 4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik Perang Dunia II bursa efek di Semarang dan Surabaya ditutup. 5. 1942-1952 : Bursa efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II. 6. 1952 : Bursa efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan Undang-Undang Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman Lukman Wiradinata dan Menteri Keuangan Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo. Instrumen yang diperdagangkan adalah Obligasi Pemerintah Republik Indonesia tahun 1950. 7. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda, Bursa efek mengalami kelesuan. 8. 1956-1977 : Perdagangan di bursa efek mengalami kevakuman. 9. 10 Agustus 1977 : Bursa efek diresmikan kembali oleh Presiden Suharto. Bursa Efek Jakarta BEJ dijalankan BAPEPAM Badan Pelaksana Pasar Modal. Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai hari berdirinya Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasr modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. 10. 1977-1987 : Perdagangan di bursa efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen pasar modal. 11. 1987 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 1987 PAKDES 87 yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia. Universitas Sumatera Utara 12. 1988- 1990 : Paket deregulasi dibidang perbankan dan pasr modal diluncurkan. Pintu Bursa Efek Jakarta BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat. 13. 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia BPI mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek PPUE, sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. 14. Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 PAKDES 88 yang memebrikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal. 15. 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya BES mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. 16. 13 Juli 1992 : Swastanisasi Bursa Efek Jakarta BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai hari berdirinya Bursa Efek Jakarta BEJ. 17. 22 Mei 1995 : Sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem comput er JATS Jakarta Automated Trading Systems 18. 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang- Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang diberlakukan mulai Januari 1996. 19. 1995 : Bursa parallel Indonesia merger denganBursa Efek Surabaya. 20. 2000 : Sistem perdagangan Tanpa Warkat scripless trading mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. 21. 2002 : Bursa Efek Jakarta BEJ mulai mengaplikasikan system perdagangan jarak jauh remote trading. Universitas Sumatera Utara 22. 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya BES ke Bursa Efek JakartaBEJ dan berubah menjadi Bursa Efek Indonesia BEI. Jogiyanto 2003: 37-43 membagi perkembangan pasar modal menjadi enam periode. Perkembangan pasar modal tersebut adalah sebagai berikut : 1. Periode Pertama 1912- 1924 : Perioe Jaman Belanda Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi 13 broker dibentuk di Batavia oleh pemerintah Hindia Belanda. Asosiasi ini diberi nama Vereniging voor Effectenhandel yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Setelah perang dunia I, pasr modal di Surabaya dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 kemudian di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Mayoritas saham- saham yang diperdagangkan disana juga merupakan saham- saham perusahaan Belanda yang tergabung dalam Dutch East Indies Trading Agencies karena masih dalam penjajahan Belanda dan pasar- pasar modal itu juga didirikan oleh Belanda maka. Pasar modal ini beroperasi sampai kedatangan Jepang di Indonesia pada tahun 1942. 2. Periode Kedua 1952-1960 : Periode Orde Lama Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, maka pada tanggal 1 September 1951 dikeluarkan Undang- Undang Darurat No. 12 yang kemudian dijadikan Undang- Undang No. 151952 tentang Pasar Modal. Melalui Keputusan Menteri Keuangan No.289737U.U. Tanggal 1 November 1951, Bursa Efek Jakarta akhirnya dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952. Tujuan dibukanya kembali bursa ini adalah untuk menampung obligasi pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun- tahun sebelumnya. Tujuan yang lain adalah untuk mencegah saham- saham perusahaan Universitas Sumatera Utara Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar modal di Jakarta berpindah ke luar negeri. Kepengurusan Bursa Efek ini kemudian diserahkan ke Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek- efek PPUK yang terdiri dari 3 bank dengan Bank Indonesia sebagai anggota kehormatan. Bursa Efek ini berkembang dengan cukup baik walaupun surat berharga yang diperdagangkan pada umumnya adalah obligasi Bank Pembangunan Indonesia. Penjualan obligasi semakin meningkat dengan dikeluarkannya obligasi pemerintah melalui Bank Industri Negara di tahun 1954, 1955, dan 1956. Semua bisnis Belanda dinasionalisasikan melalui Undang- Undang Nasionalisasi No. 86 tahun 1958 karena adanya sengketa antara pemerintah Indonesia dan Belanda mengenai Irian Barat. Sengketa itu mengakibatkan berpindahnya modal Belanda dari Indonesia. Sekuritas- sekuritas perusahaan Belanda mulai tahun 1960 sudah tidak diperdagangkan lagi di Bursa Efek Jakarta. Aktivitas di Bursa Efek Jakarta semakin menurun sejak tahun 1960. 3. Periode Ketiga 1977-1988 : Periode Orde Baru Bursa Efek Jakarta dibuka kembali pada tahun 1977 dalam periode orde baru sebagai hasil Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal, pembentukan Badan Pelaksana Pasar Modal BAPEPAM dan PT Danareksa. Presiden Suharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1977. PT Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama yang tercatat di Bursa Efek Jakarta BEJ dimana penerbitan saham perdananya disetujui pada tanggal 6 Juni 1977. Pada saat tercatat pertama sekali di bursa tanggal 10 Agustus 1977, sebanyak 178.750 lembar saham ditawarkan dengan harga Rp. 10.000 per Universitas Sumatera Utara lembar. Periode ketiga disebut juga periode tidur yang panjang, karena sampai tahun 1988 hanya sedikit perusahaan yang tercatat di BEJ yaitu 24 perusahaan. Kurang menarikya pasar modal pada periode tersebut dari segi investor disebabkan karena tidak dikenakannya pajak atas bunga deposito sedangkan penerimaan dividen dikenakan pajak penghasilan sebesar 15 . 4. Periode Keempat 1988-1995 : Periode Bangun dari Tidur yang Panjang Bursa Efek Jakarta dikatakan dalam keadaan tidur yang panjang selama 11 tahun sejak diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai dengan tahun 1988. Sebelum tahun 1988 hanya terdapat 24 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ sampai dengan tahun 1990 meningkat menjadi 127 perusahaan. Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ menjadi 238 perusahaan sampai dengan tahun 1996. Pada periode keempat ini, Initial Public Offering IPO menjadi peristiwa nasional. Periode keempat juga disebut sebagai periode kebangkitan Bursa Efek Surabaya BES karena BES dibuka kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada awalnya BES hanya mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan, akan tetapi pada kuartal ketiga tahun 1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES menigkat menjadi 116 saham. Jumlah ini terus meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham. Semua sekuritas yang tercatat dalam Bursa Efek Jakarta juga secara otomatis diperdagangkan di Bursa Efek Surabaya. 5. Periode Kelima mulai 1995 : Periode Otomatisasi Bursa Efek Jakarta BEJ memutuskan untuk mengotomatisasi kegiatan transaksi di bursa karena peningkatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas manual. Sistem otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta diberi Universitas Sumatera Utara nama Jakarta Automated Trading System JATS dan mulai dioperasikan pada hari senin tanggal 22 Mei 1995. Sistem manual hanya mampu menangani sebanyak 3.800 transaksi tiap harinya, akan tetapi dengan sistem JATS ini mampu menangani sebanyak 50.000 transaksi tiap harinya. Untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan transaksi yang meningkat di Bursa Efek Surabaya, maka pada tanggal 19 September 1996 BES menerapkan sistem otomatisasi yang disebut dengan Surabaya Market Information and Automated Remote Trading S-MART. Sistem S-MART ini diintegrasikan dengan sistem JATS di Bursa Efek Jakarta. 6. Periode Keenam mulai Agustus 1997 : Krisis Moneter Krisis moneter mulai melanda negara- negara Asia termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, dan Singapura pada bulan Agustus 1997. Krisis moneter yang terjadi ini dimulai dari penurunan nilai mata uang negara- negara Asia tersebut. Penurunan nilai mata uang ini disebabkan karena spekulasi dari pedagang- pedagang valuta asing, kurang percayanya masyarakat terhadap nilai mata uangnya sendiri dan kurang kuatnya fondasi perekonomian negara tersebut. Bank Indonesia menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI untuk mencegah perrmintaan Dollar Amerika yang berlebihan yang akan mengakibatkan meningkatnya nilai Dollar Amerika dan menurunnya nilai Rupiah. Pemerintah berharap dengan suku bunga deposito yang tinggi pemilik modal akan menanamkan modalnya di deposito sehingga mengurangi permintaan terhadap Dollar. Tingginya suku bunga deposito berakibat negatif terhadap pasar modal karena investor tidak lagi tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal. Universitas Sumatera Utara Harga- harga saham di pasar modal pun menurun drastis. Pemerintah berusaha meningkatkan aktifitas perdagangannya lewat transaksi investor asing untuk mengurangi lesunya permintaan sekuritas di pasar modal Indonesia. Pemerintah tidak memberlakukan lagi pembatasan 49 pemilikan asing mulai tanggal 3 September 1997.

B. Struktur Organisasi Bursa Efek Indonesia

Dokumen yang terkait

Pengaruh Rasio Profitabilitas dan Rasio Solvabilitas Terhadap Harga Saham Pada Industri Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 72 95

Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, dan Rasio Aktivitas dengan Return on Investment Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1 32 107

Analisis Pengaruh Financial Leverage Terhadap Earning Per Share Industri Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

9 66 110

Analisis Pengaruh Financial Leverage terhadap Earning Per Share Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.

8 122 98

Pengaruh Dividend Per Share Dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Indonesia

0 47 83

Pengaruh Rasio Leverage Dan Rasio Intensitas Modal Terhadap Profitabilitas Perusahaan Automotive Yang Go-Public Di Bursa Efek Indonesia

2 29 114

ANALISIS PENGARUH LIKUIDITAS, LEVERAGE, AKTIVITAS, DAN PROFITABILITAS TERHADAP EARNING PER SHARE PADA PERUSAHAAN REAL ESTATE AND PROPERTY YANG GO PUBLIC TAHUN 2007-2010 DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 115

ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS INDUSTRI DAN RASIO LEVERAGE KEUANGAN TERTIMBANG TERHADAP “ROE” TERHADAP PERUSAHAAN ROKOK YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 3 98

PENGARUH RASIO LEVERAGE DAN PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 16

PENGARUH RASIO LIKUIDITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PROFITABILITAS PADA PERUSAHAAN MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 14