b. Tambar pernanden, yaitu obat untuk kaum ibu
c. Tambar perbapan, yaitu obat untuk kaum bapak
d. Tambar sinterem, yaitu obat untuk semua kalangan umur dan jenis kelamin
atau untuk orang banyak.
2.4 Kebiasaan dan Adat Istiadat Masyarakat Karo
Manusia mengembangkan kebudayaannya selalu berorientasi kepada alam lingkungan dimana mereka bertempat tinggal. Beberapa persepsi manusia terhadap alam,
menganggap alam itu sebagai musuh, karena itu harus ditaklukkan dan dikuasai. Sedangkan persepsi yang lain yaitu bahwa alam itu adalah sahabat karena itu harus
disayangi dan dirawat Dept.P KRI, 1985. Upacara tradisional dapat didefenisikan sebagai upacara yang diselenggarakan
oleh warga masyarakat sejak dahulu sampai sekarang dalam bentuk tata cara yang relatif tetap. Pendukungan terhadap upacara itu dilakukan masyarakat karena
dirasakan dapat memenuhi suatu kebutuhan, baik secara individu maupun kelompok bagi kehidupan mereka Dept.PKRI, 1985. Salah satu hal penyebabkan besarnya
perhatian para ahli mengenai upacara atau ritus-ritus keagamaan disebabkan karena upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur
kebudayaan, sehingga lebih mudah diamati Koentjaraningrat, 1985. Upacara keagamaan itu sendiri berhubungan dengan sistem kepercayaan yang
hidup dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Upacara-upacara keagamaan tradisional dalam tulisan ini adalah upacara yang berhubungan dengan kepercayaan
tradisional Karo yang disebut dengan pemena. kepercayaan tradisional Karo yang disebut pemena atau perbegu. Penyebutan kata pemena ini disepakati sejak tahun
1946 oleh para pengetua adat dukuntabib terkenal Barus, 2009. Orang Karo meyakini bahwa selain dihuni oleh manusia alam juga merupakan
tempat bagi roh-roh gaib atau mahluk-mahluk lain yang hidup bebas tanpa terikat pada suatu tempat tertentu, untuk itu diperlukan beberapa aktivitas-aktivitas yang
dapat menjaga keseimbangan alam. Segala kegiatan yang berhubungan dengan roh-
Universitas Sumatera Utara
roh gaib dan upacara ritual, suatu kompleks penyembuhan, guna-guna dan ilmu gaib, merupakan sebagian aspek penting dalam kepercayaan tradisional Karo yang
pelaksanaanya terpusat pada guru Ginting, 1986. Ginting 1986 melanjutkan bahwa suatu peranan yang mencakup luas dan
mempunyai kaitan yang erat sekali dengan konsepsi tentang kosmos dari guru sebagai pelaksana utama, sebab mengingat bahwa titik sentral dan tujuan utama segala
aktivitas peranan guru adalah untuk mencapai kembali “equilibrium” atau keseimbangan Geertz ,1983. Baik itu keseimbangan dalam diri manusia sendiri dan
lingkungannya, maupun keseimbangan “makro-kosmos” dalam konteks yang lebih luas. Guru dianggap memilki banyak pengetahuan yang mendetail tentang berbagai
hal yang berhubungan dengan kehidupan dan kejadiankejadian dalam hubungannya dengan kehidupan.
Dalam tulisan yang berjudul “De Bataksche Guru” dalam Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap, J.H. Neumann, memandang guru
sebagai suatu “kumpulan informasi”, ahli sejarah, ahli penyembuhan, ahli theologi, ahli ekonomi dan juga merupakan suatu “ensiklopedi” yang mengembara di tengah-
tengah masyarakat. Dialah yang telah mengumpulkan, mendaftar dan memakai sebagian besar pengetahuan-pengetahuan yang ada dalam masyarakat Ginting, 1986
. Ginting 1986 melanjutkan bahwasanya untuk melakukan suatu upacara
dengan baik, guru harus mengikuti aturan-aturan tertentu, suatu hal yang memperlihatkan bahwa kemampuannya memang banyak. Dia harus mengetahui cerita
yang menjelaskan asal upacara itu sering berkaitan dengan asal mula dunia dan dia juga harus mengetahui tumbuh-tumbuhan mana yang diperlukan untuk melaksanakan
suatu upacara dan dia harus mengetahui tindakan-tindakan dan mantera-mantera yang perlu dijelaskan kepada peserta-peserta lainnya. Guru adalah juga pemellihara
ceritera-ceritera lama, tradisi-tradisi dan mitos-mitos yang merupakan harta karun
sastera Batak.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 di Desa Telagah, di dua dusun yaitu Dusun Perteguhan dan Dusun Pamah Semilir yang terdekat dengan kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat. 3.2 Deskripsi Area
3.2.1 Letak dan Luas
Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki luas area 5.000 Ha. Secara administratif Desa Telagah termasuk Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten
Langkat. Secara Geografis terletak pada koordinat 03 14” – 04
13” BT dan 97 52” –
98 45” LU. Terletak pada ketinggian 700 – 910 mdpl. Dari Binjai berjarak ± 90 KM
atau 119 KM dari kota Medan. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Gunung, sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan Taman Nasional Gunung
Leuser, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rumah Galoh.
3.2.2 Topografi
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada umumnya memiliki topografi relatif rata sampai dengan curam dengan kemiringan sekitar 35 yang rawan akan bahaya
erosi.
Universitas Sumatera Utara