17
direalisasikan dalam bentuk permintaan maaf dan ganti rugi terhadap para korban Jugun Ianfu tersebut.
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep budaya malu sebagai karakteristik masyarakat Jepang?
2. Bagaimana  realisasi  budaya  malu  masyarakat  Jepang  dalam
mempertanggungjawabkan  perbuatannya  terhadap  para  korban  Jugun Ianfu di Indonesia pasca Perang Dunia II?
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Untuk  memudahkan  dalam  menganalisa  topik  permasalahan,  penulis membatasi ruang lingkup pembahasan. Sehingga masalah yang akan dibahas lebih
terarah. Di  dalam  penelitian  ini,  pembahasan  akan  difokuskan  pada  penerapan
budaya  malu  masyarakat  Jepang  dilihat  dari  pertanggungjawaban  terhadap  para korban  jugun  ianfu  pasca  Perang  Dunia  II  yang  diwujudkan  dalam  bentuk
permintaan  maaf  dan  memberikan  ganti  rugi  terhadap  para  korban  Jugun  Ianfu. Selain  itu,  agar  lebih  jelas  penulis  juga  menjelaskan  konsep  budaya  malu  yang
tertanam di dalam diri masyarakat Jepang sebagai karakteristik bangsa Jepang.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1.  Tinjauan Pustaka
Budaya malu merupakan suatu konsep yang tertanam di dalam diri orang Jepang  sejak  dahulu  kala.  Konsep  ini  sangat  berperan  besar  dalam  mengontrol
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
atau  mengendalikan  pola  hidup  masyarakat  Jepang.  Konsep  malu  yang  khas  ini telah membentuk suatu pola tingkah laku   yang memiliki karakteristik tersendiri
dan berbeda dengan pola dalam masyarakat lain. Sebuah filsuf konfusius kuno di Jepang mengatakan “kesalahan mendasar
kita adalah mempunyai kesalahan dan tidak sudi memperbaikinya” the real fault
is  to  have  faults  and  not  to  amend  it.  Setiap  kali  seorang  Jepang  membuat kesalahan fatal, karena malu ia akan menggugat diri dengan melakukan meditasi
dan kemudian memperbaiki diri atau mengundurkan diri bahkan ada yang sampai bunuh diri karena malu
http:www.antaranews.com .
Ajaran  Konfusianisme  di  Jepang  sebagai  falsafah  hidup  dijunjung  tinggi sebagai panduan yang menjiwai identitas dan tanggung jawab tidak hanya dalam
keseharian keluarga, tapi juga dalam keseharian bersosialisasi dengan masyarakat. Petuahnya  dijunjung  tinggi  dan  diwujudkan  sebagai  panduan  perilaku
bermasyarakat  dalam  memahami  konsep  respect  dan  rasa  malu.  Respect  berarti tahu diri dan menghargai orang lain tidak hanya dalam keseharian keluarga, tetapi
juga  dalam  berinteraksi  dengan  masyarakat.  Dan  rasa  malu  merupakan  sebuah tolak  ukur  dalam  menentukan  kualitas  seseorang.  Mereka  yang  tidak  memiliki
rasa  malu  dianggap  memiliki  kualitas  minimal  minimum  quality  of  a  human being.
Ruth  Benedict  1989:223  mengatakan  bahwa  malu  adalah  suatu  reaksi terhadap  kritik  orang  lain.  Seseorang  merasa  malu  apabila  ia  dijadikan  bulan-
bulanan  atau  ditolak  dihadapan  orang  lain,  atau  dengan  membayangkan  bahwa dirinya  telah  dijadikan  bulan-bulanan.  Dalam  kasus  manapun,  malu  merupakan
sanksi yang berat. Namun malu mengharuskan adanya kehadiran orang lain, atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
setidaknya bayangan adanya kehadiran orang lain. Sementara rasa berdosa tidak memerlukan hal tersebut.
Sementara Sakuta menyatakan dengan lebih luas bahwa kita merasa malu tidak saja  ketika dihadapkan pada penolakan dari orang lain. Baik itu merupakan
penolakan maupun pujian, atau pada saat kita mendapatkan perhatian khusus dari orang  lain  kita  juga  akan  merasakan  malu.  Menurut  Sakuta  dalam  Raphaela
Dwianto  1991:55-59,  rasa  malu  mempunya  pengaruh  positif  dan  pengaruh negatif.  Pengaruh  malu  yang  bersifat  positif  adalah  malu  yang  mendorong
seseorang  untuk  melakukan  suatu  tindakan  atau  di  sebut  dengan  jiko  kenji. Sedangkan  pengaruh  malu  yang  bersifat  negatif,  adalah  pengaruh  malu  yang
mencegah seseorang dalam bertindak atau di sebut dengan sifat teishisei dan sifat hikaeme. Serta dianggap sebagai dampak dari penerapan budaya malu masyarakat
Jepang.
1.4.2.  Kerangka Teori