Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak dalam melaksanakan proses sosialisasi dan memperoleh pendidikan. Oleh karena itu, keluarga nantinya akan mempengaruhi perkembangan dalam pembentukan watak dan kepribadian anak Budiningsih, 2007. Hal ini terkait dengan peran dan fungsi orangtua dalam membesarkan, merawat, dan memelihara anak Gunarsa 2002. Akan tetapi, peran orangtua dalam keluarga dapat terganggu akibat munculnya berbagai permasalahan dalam keluarga. Putusnya perkawinan atau perceraian membuat anak tidak tinggal dan dibesarkan oleh kedua orangnya. Pada masa sekarang keputusan untuk mengakhiri perkawinan sering ditempuh oleh pasangan suami-istri ketika masalah dalam hubungan perkawinan mereka tidak dapat diselesaikan dengan baik Benokraitis dalam Regina dan Risnawaty, 2007. Peningkatan tersebut paling banyak disebabkan oleh faktor ketidakharmonisan keluarga, tidak adanya tanggungjawab, dan permasalahan ekonomi. Hal tersebut terlihat dari angka perceraian pasangan di Indonesia yang terus meningkat. Berdasarkan Data Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Ditjen Badilag MA pada tahun 2010 terdapat 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian dan diajukan ke Pengadilan Agama se-Indonesia. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir 2 berdasarkan data tersebut, peningkatan perkara yang masuk dapat mencapai 81 “Tingkat Perceraian di Indonesia Meningkat”, 2011. Hasil penelitian yang dilakukan Dariyo 2004 menjelaskan perubahan situasi akibat perceraian membuat anak-anak tidak memiliki keluarga yang utuh, dan anak merasa tidak bahagia. Hal ini dikarenakan kasus perceraian membuat perubahan dalam keluarga, yang diawali dengan konflik orangtua, kemudian membuat anak mengalami keterpisahan dengan orangtua kandungnya. Dampak perceraian tidak selamanya membawa pengaruh negatif, bila keputusan tersebut merupakan yang terbaik untuk menempuh kehidupan selanjutnya. Akan tetapi dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa kasus perceraian lebih banyak membawa dampak negatif bagi anak. Hal tersebut disebabkan perubahan kehidupan orangtua yang akan mempengaruhi interaksi orangtua dan anak Santrock, 2002. Selain itu, perceraian juga mempengaruhi fungsi orangtua untuk mendidik, membina dan memelihara anak Dariyo, 2004. Hasil penelitian yang dilakukan Rice dan Dolgin dalam Dewi dan Utami, 2008 menunjukkan bahwa pada umumnya perceraian membawa resiko yang besar pada anak, dari sisi psikologis, kesehatan, maupun akademis. Menurut Heterington dalam Dewi dan Utami, 2008 setelah 6 tahun setelah perceraian orangtua, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang merasa kesepian, tidak bahagia, mengalami kecemasan, dan perasaan tidak aman. Selain itu, Amanto dan Keith dalam Dewi dan Utami, 2008 3 menjelaskan bahwa konflik yang terjadi pada orangtua, terdapat berbagai emosi negatif didalamnya sehingga menyebabkan anak merasa tidak aman berada dalam situasi konflik tersebut. Dalam hal kesehatan mental banyak anak yang dinyatakan mengalami depresi seiring dengan perceraian orangtua mereka Mc Dermot dalam Dewi dan Utami, 2008. Dalam bidang akademis ditunjukan melalui penelitian Stevenson dan Black dalam Dewi dan Utami, 2008 yang menyatakan efek perceraian orangtua mempengaruhi nilai performansi anak di kelas, nilai performansi anak lebih rendah jika dibandingkan dibandingkan dengan anak yang orangtuanya tidak bercerai. Hal tersebut disebabkan oleh stres keluarga akibat perceraian sehingga mempengaruhi performasi anak di sekolah. Pernyataan di atas dijelaskan oleh Hurlock dalam Apollo dan Ancok, 2003 bahwa kepribadian seorang anak merupakan hasil pengalaman yang didapatkan dari keluarganya. Pengalaman dan pelajaran tersebut diperoleh dari perilaku yang ditampakkan orangtua dalam keluarga. Berdasarkan pengalaman anak terhadap peristiwa perceraian dan berbagai masalah yang dapat muncul pada anak dari orangtua bercerai. Membuat peneliti merasa perlu memahami dinamika psikologis yang terjadi pada anak dari orangtua bercerai. Secara khusus, penelitian ini ingin mengetahui persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua dari orangtua bercerai. Dengan mengetahui persepsi anak terhadap keluarga dan orangtua, maka relasi antara anak dan orangtua lebih dapat dipahami. Selain itu, persepsi yang dimiliki akan 4 mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku seseorang terhadap objek atau figur yang dipersepsikan. Hal ini dijelaskan oleh Cooper dan Blair dalam Gross, 2013 menyatakan bahwa persepsi anak terkait perilaku merupakan hasil dari harapan perilaku. Persepsi anak diperoleh dengan mengamati lingkungan tempat tinggal dan orang lain terutama teman sebaya dan orangtua, yang membuat anak berperilaku sesuai dengan harapan orang lain terhadap dirinya. Selain itu, persepsi juga dapat memberi informasi mengenai relasi yang terbentuk dalam keluarga. Bila persepsi yang muncul adalah persepsi positif maka dapat disimpulkan bahwa relasi yang terjalin juga baik. Sedangkan jika persepsi negatif yang muncul maka dapat disimpulkan bahwa relasi yang terjalin kurang baik. Persepsi mengenai manusia atau figur dipengaruhi oleh penampilan, perilaku, interaksi, dan pengalaman tentang orang lain atau orang yang akan dipersepsikan. Menurut Fiske dan Taylor dalam Gross, 2013 bahwa selain orang lain dan dirinya sendiri, faktor selanjutnya yang ikut mempengaruhi persepsi adalah situasi sosial. Hal ini didukung oleh Belsky dan Mercen Wade dan Tavris, 2007 yang menyatakan situasi yang berubah-ubah dan penuh tekanan dalam keluarga, membuat anak menjadi tidak aman saat keluarga mereka mengalami masa penuh tekanan seperti perceraian. Kemudian segala hal yang menyangkut pengalaman tentang peristiwa perceraian dalam keluarga, serta sikap dan perilaku orangtua nantinya akan membentuk persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua. 5 Persepsi digunakan untuk memahami dunia luar. Oleh karena itu persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang nantinya akan mempengaruhi perilaku orang tersebut. Penelitian yang dilakukan Dewi dan Utami 2009 tentang persepsi anak mengenai keluarga pada anak-anak usia sekolah dasar. Ditemukan bahwa ketika anak memiliki persepsi positif mengenai orangtuanya, maka mereka akan memiliki penyesuaian diri yang positif dilingkungan sosialnya. Sebaliknya ketika persepsi negatif yang muncul nantinya akan memunculkan masalah emosi, perilaku seperti agresivitas saat dewasa, dan juga memiliki hubungan sosial yang buruk, serta memiliki kebutuhan untuk mencari perhatian Wade dan Travis, 2007. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Yudawati dan Agustiningsih 2003 mengenai studi tentang perilaku dan persepsi anak jalanan. Ditemukan bahwa perilaku anak sangat dipengaruhi oleh persepsi dan pemahaman mereka. Selain itu, kebutuhan anak juga mempengaruhi persepsi yang terbentuk. Dari uraian di atas, memberikan gambaran bahwa persepsi itu bersifat individual. Dapat disimpulkan bahwa gambaran figur ayah, ibu, orangtua, dan keluarga pada anak-anak merupakan hal menarik dan cukup penting untuk diketahui. Mengingat bahwa persepsi terhadap situasi perceraian tersebut dapat dipastikan negatif, tetapi peneliti ingin mengetahui persepsi tersebut. Sebagai contoh “A mengatakan bahwa perceraian orangtuanya membuat ia memiliki ketakutan ditinggalkan oleh pasangannya seperti ayah meninggalkan keluarga keluarga. Hal itu sempat membuat A membenci dan marah terhadap lawan jenis. A sering mencari rasa dilindungi dari seorang 6 laki- laki” dikutip dalam jurnal Ekos, Mardiana The, dan Hastuti, 2010. Pada kasus lainnya, B merasa perceraian orangtuanya membuat terguncang dan sedih. Orangtuanya tidak memberikan pemahaman tentang perceraian yang terjadi dan membuatnya sakit hati dan hubungan yang terjalin dengan orangtua membuatnya tidak puas dikutip dalam jurnal Dewi dan Utami, 2008. Dengan mengetahui isi persepsi anak maka usaha-usaha untuk menurunkan resiko pada anak dapat lebih tepat. Ketika persepsi anak satu dan lain berbeda, maka perlu penangan dan pendampingan yang berbeda. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang berada pada masa perkembangan pertengahan dan akhir anak-anak. Dimana anak-anak pada masa ini telah mampu untuk mempersepsikan orang-orang disekitarnya termasuk keluarga dan orangtua. Anak-anak dan orangtua akan saling memberi cap, tidak hanya atas dasar perilaku di masa lalu tetapi juga berdasarkan atas perilaku dan harapan-harapan mereka Santrock, 2002. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumen dengan menggunakan instrumen CAT. CAT merupakan tes proyektif, yang sesuai untuk menilai relasi interpersonal dan intrapersonal object relations anak. Peneliti memilih instrumen CAT dengan alasan CAT dapat menggali tentang relasi interpersonal, konflik, kebutuhan, dan figur- figur penting dalam kehidupan anak; sehingga peneliti dapat melihat gambaran relasi dalam keluarga dan melihat persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua. Selain itu, instrumen CAT memiliki keunggulan yaitu anak lebih bebas dan nyaman untuk mengungkapkan perasaan melalui figur yang 7 ada di gambar daripada jika anak diminta untuk menggambarkan dirinya atau figur-figur di dalam keluarga secara langsung Bellack dan Abrams, 1997. Selain itu, CAT dapat mengali data yang tidak dapat diperoleh melalui metode lain wawancara dan observasi, mengekspresikan ide-ide yang terlalu mengancam dengan berbicara secara langsung Wenar dan Kerig, 2000.

B. Rumusan Masalah