Persepsi anak mengenai orangtua dan keluarga dari orangtua bercerai.
PERSEPSI ANAK MENGENAI ORANGTUA DAN KELUARGA DARI ORANGTUA BERCERAI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Riana Maryaningtyas
NIM : 089114053
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(2)
(3)
(4)
iv
(5)
v
Semua usahaku ini kupersembahkan untuk:
Allah.SWT
Yang menitipkan aku pada keluarga yang sempurnaKedua orangtua, kakak dan saudara-saudaraku yang kucintai
Yang senantiasa mencintaiku dan mendukungku
(6)
(7)
vii
PERSEPSI ANAK MENGENAI ORANGTUA DAN KELUARGA DARI ORANGTUA BERCERAI
Riana Maryaningtyas ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi anak mengenai orangtua dan keluarga dari orangtua bercerai. Persepsi anak mengenai orangtua dibentuk oleh kondisi keluarga, serta pengalaman anak mengenai sikap dan perilaku orangtua terhadap anak. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode proyektif. Subjek dalam penelitian ini adalah 9 anak yang berada pada masa pertengahan dan akhir anak-anak. Pengambilan data mengunakan laporan CAT dengan teknik analisis tematik. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar subjek (delapan subjek) mempersepsikan ibu relatif secara positif; sedangkan ayah, orangtua, dan keluarga dipersepsikan secara beragam yaitu dari segi positif dan negatif berdasarkan dampak perceraian orangtua yang diberikan kepada anak. Kemunculan persepsi ini dapat disebabkan oleh dampak perceraian yang membuat anak memiliki harapan dan kebutuhan kepada keluarga dan orangtua. Persepsi anak tidak hanya dipengaruhi oleh pengalaman real saja tetapi juga dari pemikiran anak itu sendiri.
(8)
viii
PERCEPTIONS OF CHILD WITH DIVORCED PARENTS AGAINST PARENTS AND FAMILY
Riana Maryaningtyas ABSTRACT
This study aims to determine the child perception of the parents and family of the divorced parents. The child perceptions about parents and family will be formed by family, as well as the child experience by parents attitude and behavior towards child. This study used a qualitative approach to a projective methods. The subject in this research were 9 children subjects in the middle and late childhood. The data was taken by CAT report used thematic analysis technique. The findings in this study indicate that the majority of subjects (8 subjects) perceive relatively positive mother; while the father, the parent, and the family is perceived in term of a variety of positive and negative based on the impact of arental divorce gie to the child. Emergence this perception can be caused by the impact of divorce that makes child has a expectation and necessities to families and parents. Perceptions of child’s are not only influenced by real experience but by child own thinking.
(9)
(10)
x
KATA PENGANTAR
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan sebagai bentuk kepedulian peneliti terhadap dampak perceraian terhadap anak.
Proses penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang memberikan bantuan dan dukungannya, oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang melimpahkan berkat dan rahmatnya. Serta kesehatan, perlindungan, dan bimbingan-Nya sampai saat ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Keluargaku tersayang, khususnya Papa, Mama, dan Taku. Nana mengucapkan banyak terima kasih karena atas perhatian, kasih sayang, doa dan dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini. Selain itu, terima kasih kepada seluruh keluarga besar supardi (Ibu Gaul, Bibi dan Paman Sempon, Pakde Pang, Budhe Niniek, Om Aryo, Anci, Mamo, Layik, Popo, Enu, Te Ai, Dita, Mak-e). Dan juga kepada seluruh keluarga besar Sukamdi.
3. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing akademik.
4. Agnes Indar Etikawati, M.Si., Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu membantu dan memberikan solusi atas kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, dan pengertian ibu kepada saya.
5. Didik Suryo Hartoko, M.si., dan MM. Nimas Eki Suprawati, M.Si., Psi., selaku dosen penguji.
6. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kaprodi
7. Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Doni, Mas Muji, dan Pak Gie, terima kasih atas bantuan yang sudah diberikan selama ini. atas bantuannya dalam peminjaman buku dan jurnal di ruang baca dan Mas Muji terima kasih atas
(11)
xi
bantuan dalam peminjaman data penelitian CAT dan dukungannya selama ini.
8. FCS, MIL, ABM, ASY, MMM, APP, TMS, F dan NSM selaku subyek dalam penelitian ini. Saya mengucapkan terima kasih.
9. Boni, Oli, Hoya, dan Mici yang selalu menemani saat mengerjakan skripsi. 10. Sahabatku Gita yang bersama-sama dan membantu menyelesaikan penelitian
ini. Serta sahabat seperjuangan Desi, Tiwi, Vita, Ayu, dan Stella yang memberikan solusi, semangat, serta terimakasih atas diskusinya selama ini. 11. Teman-teman Geng rempong, Noni, Sita, Hesti, Sari, Selly, Dian, Kak
Grace, Bora, Nina, Anggit duo, Valen, Elisa, dan semua teman seperjuangan Psikologi angkatan 2008. Terima kasih atas semangat, diskusi, dan canda tawa selama kita belajar ilmu jiwa.
12. Terima kasih semua pihak yang senantiasa memberikan dukungan dan doa untuk kesuksesan saya dalam menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa.
(12)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A. Persepsi Terhadap Keluarga dan Orangtua ... 8
1. Persepsi Sosial ... 8
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sosial ... 9
(13)
xiii
b. Interaksi Sosial ... 9
c. Perilaku ... 9
d. Pengalaman... 10
e. Hasil Pengalaman dengan Mengkategorikan Orang Lain ... 10
B. Teori Object Relations ... 10
C. Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak ... 11
1. Pengertian Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak ... 11
2. Karakteristik Perkembangan Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak ... 12
a. Perkembangan Kognitif ... 12
b. Perkembangan Sosioemosi ... 13
c. Perkembangan Relasi Keluarga ... 14
D. Perkembangan Relasi Keluarga yang Mengalami Perceraian ... 16
1. Pengertian Perceraian ... 16
2. Dampak Perceraian ... 16
E. CAT (Children’s Apperception Test) ... 19
F. Persepsi Anak Mengenai Keluarga dan Orangtua dari Orangtua Bercerai ... 21
G. Pertanyaan Penelitian ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Fokus Penelitian ... 26
(14)
xiv
D. Metode Pengumplan Data ... 27
E. Analsis Tematik ... 28
a. Tema Deskriptif ... 28
b. Tema Intepretif ... 29
c. Tema Diagnostik ... 29
F. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Pelaksanaan Penelitian ... 30
1. Pengumpulan Data ... 30
2. Analisis Data ... 30
B. Hasil Penelitian ... 31
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 31
2. Persepsi Terhadap Keluarga dan Orangtua ... 32
3. Persepsi Komposit Terhadap Orang tua dan Keluarga ... 36
C. Pembahasan ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
(15)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kartu dan Tema CAT ... 19
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ... 31
Tabel 4.2 Persepsi, Jumlah, & Kategorisasi ... 32
(16)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak dalam melaksanakan proses sosialisasi dan memperoleh pendidikan. Oleh karena itu, keluarga nantinya akan mempengaruhi perkembangan dalam pembentukan watak dan kepribadian anak (Budiningsih, 2007). Hal ini terkait dengan peran dan fungsi orangtua dalam membesarkan, merawat, dan memelihara anak (Gunarsa 2002). Akan tetapi, peran orangtua dalam keluarga dapat terganggu akibat munculnya berbagai permasalahan dalam keluarga. Putusnya perkawinan atau perceraian membuat anak tidak tinggal dan dibesarkan oleh kedua orangnya.
Pada masa sekarang keputusan untuk mengakhiri perkawinan sering ditempuh oleh pasangan suami-istri ketika masalah dalam hubungan perkawinan mereka tidak dapat diselesaikan dengan baik (Benokraitis dalam Regina dan Risnawaty, 2007). Peningkatan tersebut paling banyak disebabkan oleh faktor ketidakharmonisan keluarga, tidak adanya tanggungjawab, dan permasalahan ekonomi. Hal tersebut terlihat dari angka perceraian pasangan di Indonesia yang terus meningkat. Berdasarkan Data Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA) pada tahun 2010 terdapat 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian dan diajukan ke Pengadilan Agama se-Indonesia. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
(17)
2
berdasarkan data tersebut, peningkatan perkara yang masuk dapat mencapai
81% (“Tingkat Perceraian di Indonesia Meningkat”, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan Dariyo (2004) menjelaskan perubahan situasi akibat perceraian membuat anak-anak tidak memiliki keluarga yang utuh, dan anak merasa tidak bahagia. Hal ini dikarenakan kasus perceraian membuat perubahan dalam keluarga, yang diawali dengan konflik orangtua, kemudian membuat anak mengalami keterpisahan dengan orangtua kandungnya.
Dampak perceraian tidak selamanya membawa pengaruh negatif, bila keputusan tersebut merupakan yang terbaik untuk menempuh kehidupan selanjutnya. Akan tetapi dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa kasus perceraian lebih banyak membawa dampak negatif bagi anak. Hal tersebut disebabkan perubahan kehidupan orangtua yang akan mempengaruhi interaksi orangtua dan anak (Santrock, 2002). Selain itu, perceraian juga mempengaruhi fungsi orangtua untuk mendidik, membina dan memelihara anak (Dariyo, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan Rice dan Dolgin (dalam Dewi dan Utami, 2008) menunjukkan bahwa pada umumnya perceraian membawa resiko yang besar pada anak, dari sisi psikologis, kesehatan, maupun akademis. Menurut Heterington (dalam Dewi dan Utami, 2008) setelah 6 tahun setelah perceraian orangtua, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang merasa kesepian, tidak bahagia, mengalami kecemasan, dan perasaan tidak aman. Selain itu, Amanto dan Keith (dalam Dewi dan Utami, 2008)
(18)
3
menjelaskan bahwa konflik yang terjadi pada orangtua, terdapat berbagai emosi negatif didalamnya sehingga menyebabkan anak merasa tidak aman berada dalam situasi konflik tersebut.
Dalam hal kesehatan mental banyak anak yang dinyatakan mengalami depresi seiring dengan perceraian orangtua mereka (Mc Dermot dalam Dewi dan Utami, 2008). Dalam bidang akademis ditunjukan melalui penelitian Stevenson dan Black (dalam Dewi dan Utami, 2008) yang menyatakan efek perceraian orangtua mempengaruhi nilai performansi anak di kelas, nilai performansi anak lebih rendah jika dibandingkan dibandingkan dengan anak yang orangtuanya tidak bercerai. Hal tersebut disebabkan oleh stres keluarga akibat perceraian sehingga mempengaruhi performasi anak di sekolah.
Pernyataan di atas dijelaskan oleh Hurlock (dalam Apollo dan Ancok, 2003) bahwa kepribadian seorang anak merupakan hasil pengalaman yang didapatkan dari keluarganya. Pengalaman dan pelajaran tersebut diperoleh dari perilaku yang ditampakkan orangtua dalam keluarga. Berdasarkan pengalaman anak terhadap peristiwa perceraian dan berbagai masalah yang dapat muncul pada anak dari orangtua bercerai. Membuat peneliti merasa perlu memahami dinamika psikologis yang terjadi pada anak dari orangtua bercerai.
Secara khusus, penelitian ini ingin mengetahui persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua dari orangtua bercerai. Dengan mengetahui persepsi anak terhadap keluarga dan orangtua, maka relasi antara anak dan orangtua lebih dapat dipahami. Selain itu, persepsi yang dimiliki akan
(19)
4
mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku seseorang terhadap objek atau figur yang dipersepsikan. Hal ini dijelaskan oleh Cooper dan Blair (dalam Gross, 2013) menyatakan bahwa persepsi anak terkait perilaku merupakan hasil dari harapan perilaku. Persepsi anak diperoleh dengan mengamati lingkungan tempat tinggal dan orang lain (terutama teman sebaya dan orangtua), yang membuat anak berperilaku sesuai dengan harapan orang lain terhadap dirinya. Selain itu, persepsi juga dapat memberi informasi mengenai relasi yang terbentuk dalam keluarga. Bila persepsi yang muncul adalah persepsi positif maka dapat disimpulkan bahwa relasi yang terjalin juga baik. Sedangkan jika persepsi negatif yang muncul maka dapat disimpulkan bahwa relasi yang terjalin kurang baik.
Persepsi mengenai manusia atau figur dipengaruhi oleh penampilan, perilaku, interaksi, dan pengalaman tentang orang lain atau orang yang akan dipersepsikan. Menurut Fiske dan Taylor (dalam Gross, 2013) bahwa selain orang lain dan dirinya sendiri, faktor selanjutnya yang ikut mempengaruhi persepsi adalah situasi sosial. Hal ini didukung oleh Belsky dan Mercen (Wade dan Tavris, 2007) yang menyatakan situasi yang berubah-ubah dan penuh tekanan dalam keluarga, membuat anak menjadi tidak aman saat keluarga mereka mengalami masa penuh tekanan seperti perceraian. Kemudian segala hal yang menyangkut pengalaman tentang peristiwa perceraian dalam keluarga, serta sikap dan perilaku orangtua nantinya akan membentuk persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua.
(20)
5
Persepsi digunakan untuk memahami dunia luar. Oleh karena itu persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang nantinya akan mempengaruhi perilaku orang tersebut. Penelitian yang dilakukan Dewi dan Utami (2009) tentang persepsi anak mengenai keluarga pada anak-anak usia sekolah dasar. Ditemukan bahwa ketika anak memiliki persepsi positif mengenai orangtuanya, maka mereka akan memiliki penyesuaian diri yang positif dilingkungan sosialnya. Sebaliknya ketika persepsi negatif yang muncul nantinya akan memunculkan masalah emosi, perilaku seperti agresivitas saat dewasa, dan juga memiliki hubungan sosial yang buruk, serta memiliki kebutuhan untuk mencari perhatian (Wade dan Travis, 2007). Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Yudawati dan Agustiningsih (2003) mengenai studi tentang perilaku dan persepsi anak jalanan. Ditemukan bahwa perilaku anak sangat dipengaruhi oleh persepsi dan pemahaman mereka. Selain itu, kebutuhan anak juga mempengaruhi persepsi yang terbentuk.
Dari uraian di atas, memberikan gambaran bahwa persepsi itu bersifat individual. Dapat disimpulkan bahwa gambaran figur ayah, ibu, orangtua, dan keluarga pada anak-anak merupakan hal menarik dan cukup penting untuk diketahui. Mengingat bahwa persepsi terhadap situasi perceraian tersebut dapat dipastikan negatif, tetapi peneliti ingin mengetahui persepsi tersebut. Sebagai contoh “A mengatakan bahwa perceraian orangtuanya membuat ia memiliki ketakutan ditinggalkan oleh pasangannya seperti ayah meninggalkan keluarga keluarga. Hal itu sempat membuat A membenci dan marah terhadap lawan jenis. A sering mencari rasa dilindungi dari seorang
(21)
6
laki-laki” (dikutip dalam jurnal Ekos, Mardiana The, dan Hastuti, 2010). Pada kasus lainnya, B merasa perceraian orangtuanya membuat terguncang dan sedih. Orangtuanya tidak memberikan pemahaman tentang perceraian yang terjadi dan membuatnya sakit hati dan hubungan yang terjalin dengan orangtua membuatnya tidak puas (dikutip dalam jurnal Dewi dan Utami, 2008). Dengan mengetahui isi persepsi anak maka usaha-usaha untuk menurunkan resiko pada anak dapat lebih tepat. Ketika persepsi anak satu dan lain berbeda, maka perlu penangan dan pendampingan yang berbeda.
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak-anak yang berada pada masa perkembangan pertengahan dan akhir anak-anak. Dimana anak-anak pada masa ini telah mampu untuk mempersepsikan orang-orang disekitarnya termasuk keluarga dan orangtua. Anak-anak dan orangtua akan saling memberi cap, tidak hanya atas dasar perilaku di masa lalu tetapi juga berdasarkan atas perilaku dan harapan-harapan mereka (Santrock, 2002).
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumen dengan menggunakan instrumen CAT. CAT merupakan tes proyektif, yang sesuai untuk menilai relasi interpersonal dan intrapersonal
object relations anak. Peneliti memilih instrumen CAT dengan alasan CAT
dapat menggali tentang relasi interpersonal, konflik, kebutuhan, dan figur-figur penting dalam kehidupan anak; sehingga peneliti dapat melihat gambaran relasi dalam keluarga dan melihat persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua. Selain itu, instrumen CAT memiliki keunggulan yaitu anak lebih bebas dan nyaman untuk mengungkapkan perasaan melalui figur yang
(22)
7
ada di gambar daripada jika anak diminta untuk menggambarkan dirinya atau figur-figur di dalam keluarga secara langsung (Bellack dan Abrams, 1997). Selain itu, CAT dapat mengali data yang tidak dapat diperoleh melalui metode lain (wawancara dan observasi), mengekspresikan ide-ide yang terlalu mengancam dengan berbicara secara langsung (Wenar dan Kerig, 2000).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana persepsi anak mengenai figur keluarga dan orangtua dari orangtua bercerai berdasarkan hasil CAT?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran persepsi anak mengenai figur keluarga dan orangtua dari orangtua bercerai berdasarkan hasil CAT.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang psikologi kepribadian dan psikologi perkembangan anak. Khususnya persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran persepsi mengenai keluarga dan orangtua dari anak yang mengalami perceraian orangtua, sehingga dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam mengenai dampak perceraian yang dapat mempengaruhi relasi anak dengan keluarga dan orangtua.
(23)
8 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Persepsi Terhadap Keluarga dan Orangtua 1. Persepsi Sosial
Persepsi yang ditujukan pada figur-figur atau manusia disebut sebagai persepsi sosial. Menurut Fiske dan Taylor (dalam Gross, 2013) persepsi sosial merupakan proses bagaimana orang memikirkan dan memahami tentang orang lain, dirinya sendiri, dan situasi sosial. Menurut Gross (2013) persepsi sosial adalah orang mempersepsikan orang lain sebagai objek fisik, dengan membentuk kesan tentang penampilan fisik atau perilaku, dan tidakan orang tersebut. Kemudian mengatribusi berbagai karakteristik pada seseorang sebagai kategori sosial.
Selain itu,menurut Hurlock (1990) bahwa perlakuan orangtua terhadap anak mempengaruhi bagaimana anak itu memandang, menilai, dan mempengaruhi sikap anak terhadap orangtua, serta mempengaruhi kualitas hubungan orangtua dan anak.Persepsi sosial terhadap anak pernah diteliti oleh Dubin Robert dan Dubin Elisabeth (1965); penelitian tentang persepsi anak yang meliputi diri sendiri, peran orangtua, perilaku orangtua, dan figur dewasa lainnya.Anak mempersepsikan orangtua dengan membedakan peran sosial ayah dan ibu, serta karakteristik fungsi peran orangtua. Selain fungsi peran orangtua, perilaku orangtua dalam interaksi antara anak dan orangtua, akan mempengaruhi persepsi anak.
(24)
9
Persepsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah gambaran persepsi anak terhadap figur ayah, ibu, orangtua, dan keluarga.Dalam area metode proyektif, persepsi lebih disebut sebagai apersepsi. Apersepsi merupakan suatu proses dimana pengalaman-pengalaman baru yang diterima individu akan diasimilasikan dan ditransformasikan dari pengalaman masa lalu individu menjadi suatu bentuk keseluruhan yang baru. Persepsi yang dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lampau atau pengalaman sebelumnya dan bersifat subjektif disebut sebagai apersepsi. Apersepsi merupakan proses dinamis dan penuh makna dari individu terhadap suatu persepsi (Bellak dan Abrams, 1997).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sosial
Menurut Gross (2013) dalam melakukan persepsi sosial yaitu persepsi mengenai orang atau figur dipengaruhi oleh:
a. Penampilan Fisik
Sering kali hal pertama yang dilihat tentang orang lain adalah aspek tertentu dari penampilannya.
b. Interaksi Sosial
Dalam beriteraksi dengan orang lain, seseorang dapat mempelajari tentang informasi-informasimengenai orang tersebut. c. Perilaku
Persepsi seseorang dapat mempengaruhi persepsi orang lain khususnya perilaku nonverbal.
(25)
10 d. Pengalaman
Seseorang mempersepsikan orang lain berdasarkan pengalaman tentang orang tersebut. Pengalaman dalaminteraksi yang terjalin.
e. Hasil Pengalaman dengan Mengkategorikan Orang Lain
Berdasarkan penampilan, perilaku, interaksi, dan pengalaman tentang orang lain akan membentukan kesan tentang oranglain. Pembentukan kesan dengan menyimpulkan perasaan, motif, dan ciri kepribadian orang lain.
B. Teori Object Relations
Object relation dipandang sebagai salah satu fungsi ego (Bellack dan
Abrams, 1997). Object relation adalah relasi dengan orang-orang sekitar lingkungan anak, relasi dengan orangtua, dan pengasuh.Menurut Melanie Klein dan W.R.D. Fairbairn (dalam Bellack dan Abrams, 1997), bahwa relasi atau pengalaman awal anak mengenai keluarga (terutama dengan ibu)akan membentuk inner imager tentangfigur-figur penting di dalam keluarga. Kemudian persepsi anak yang terbentuk akanmempengaruhi hubungan atau relasinya terhadap orang lain di luar keluarganya.
Dalam variabel Bellak teori object relation menjadi dasar pikiran, yaitu pandangan dan reaksi terhadap figur-figur penting. Melalui cerita-cerita anak akanmemunculkan gambaran-gambaran yang dapat mengali object
(26)
11
tersebut, mengungkap bagaimana tokoh utama atau hero dalam cerita berelasi dengan karakter figur ayah, ibu, sebaya atau saudara kandung dan orang yang lebih kecil (Bellack dan Abrams, 1997).
Contoh kasus perceraian dalam teori object relation dijelaskan oleh Wade dan travis (2007).Cara anak berinteraksi terhadap perpisahan sangat ditentukan oleh pengalaman-pengalaman selama satu sampai dua tahun kehidupan anak dengan orangtua. Anak menciptakan representasi mental dari ibu, apakah ibu sebagai seseorang yang baik atau tegas, melindungi atau menolak dirinya. Representasi anak dari ibu (orang dewasa yang penting bagi dirinya) baik realistis atau tidak, akan mempengaruhi kepribadian anak seumur hidup dan selanjutnya mempengaruhi bagaimana anak berinteraksi dengan orang lain yaitu (kepercayaan atau kecurigaan, dan penerimaan atau keritikan). Hasil pemikiran atau proses mental seoang anak menghasilkan representasi yang menceritakan kembali tentang ibunya.
C. Masa Pertengahan dan Akhir anak-anak
3. Pengertian Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak
Masa pertengahan dan akhir anak-anak adalah periode perkembangan dengan rentang usia kira-kira 7 sampai 12 tahun, yang ditandai ketika anak memasuki sekolah dasar dan berakhir ketika anak mengalami kematangan seksual (Papalia, Olds, dan Feldman, 2010). Perkembangan keterampilan-keterampilan fundamental pada tahap ini seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai.Anak secara
(27)
12
formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaaannya.Prestasi menjadi tema yang sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat.
4. Karateristik Perkembangan Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak
Karakteristik perkembangan masa pertengahan dan akhir anak-anak atau anak-anak usia sekolah dasar, sebagai berikut:
a. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002) pada masa pertengahan dan akhir anak-anak berada dalam tahap oprasional konkret.Hal ini berarti anak sudah mampu melakukan pengoprasian dengan mengubah tindakan secara mental dan memperlihatkan keterampilan-keterampilan konservasi.Penalaran secara logis menggantikan pemikiran intuitif, tetapi hanya keadaan-keadaan konkret, dan tidak abstrak.Keterampilan-ketrampilan klasifikasi yaitu dapat menggolongkan benda-benda ke dalam prangkat-perangkat dan bernalar tentang keterkaitan.Menurut Erikson (dalam Santrock, 2002) bahwa anak-anak dalam tahap ini banyak memperoleh pengalaman-pengalaman baru, tentang pengetahuan atau informasi dan keterampilan intelektual.
(28)
13 b. Perkembangan Sosioemosi
Dalam perkembangan psikososial anak-anak pada masa pertengahan dan akhir mengalami perkembangan pemahaman diri, perubahan-perubahan dalam gender, dan perkembangan moral yang menandai perkembangan anak-anak selama tahun-tahun sekolah dasar.Anak mulai membandingan kemampuan mereka dengan teman-teman sebayanya.Jika mereka merasa tidak mampu, mereka dapat menarik diri ke dalam keluarga yang melindunginya.Oleh karena itu pada masa ini, dukungan sosial dari orangtua, teman sebaya, dan guru menjadi hal yang penting bagi anak (Papalia, Olds, dan Feldman, 2010).
Anak-anak mempelajari perbedaan antara memiliki emosi dan mengungkapkannya. Mereka mempelajari apa yang membuat mereka marah, takut, atau sedih, serta mempelajari emosi orang lain. Selain itu, mereka belajar untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan situasi dimana anak berada.Pengendalian emosi melibatkan usaha untuk menggontrol emosi, perhatian, dan perilaku (Eisenberg dalam Papalia dkk, 2010).
Menurut Santrock (2002) bahwa dunia sosioemosi anak menjadi lebih kompleks, yaitu relasi keluarga, relasi teman-teman sebaya, dan lingkungan anak.Sekolah dan relasi dengan para guru merupakan aspek-aspek kehidupan anak yang semakin terstruktur.
(29)
14
Keterampilan-keterampilan yang meningkat yaitu proses informasi sosial dan pengetahuan sosial. Selain itu, anak sadar orang lain memiliki suatu perspektif sosial yang disadari atas pemikiran orang itu, yang mungkin sama atau tidak dengan pikiran anak. Akan tetapi anak cenderung berfokus pada perspektifnya sendiri dan bukan mengkoordinasikan sudut pandang (Santrock, 2002).
c. Perkembangan Relasi Keluarga
Ketika anak-anak memasuki masa pertengahan dan akhir anak-anak, para orangtua hanya memberi sedikit waktunya untuk mereka, namun orangtua tetap menjadi pelaku sosialisasi yang sangat penting dalam kehidupan anak.Orangtua bertugas memantau kehidupan anak-anak di luar keluarga, di sekolah, dan disekitar teman sebaya.Anak-anak harus belajar berhubungan dengan orang-orang dewasa di luar keluarga, dalam berinteraksi anak-anak melibatkan orientasi pengendalian dan prestasi yang lebih formal.Kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan sekolah (Santrock, 2002).
Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka. Orangtua mengarahkan tindakan-tindakan anak dan menerapkan disiplin, orangtua terus memjalankan pengawasan umum dan mengunakan
(30)
15
kendali, meskipun anak diperbolehkan terlibat dalam pengaturan (Santrock, 2002).
Pada masa pertengahan dan akhir, orangtua dan anak-anak cenderung saling memberi cap kepada satu sama lain. Orangtua dan anak tidak bereaksi terhadap satu sama lain hanya atas dasar atas perilaku masing-masing di masa lalu, tetapi reaksi didasarkan atas bagaimana mereka menginterpretasikan perilaku dan harapan-harapan mereka atas perilaku itu (Santrock, 2002).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa masa pertengahan dan akhir anak-anak adalah di mana anak memasuki sekolah dasar.Usia mereka berkisar antara 6 sampai 11 tahun. Perkembangan kognitif anak pada usia ini memasuki tahap oprasional konkret. Anak sudah mampu melakukan penalaran konkrit mengenai hal-hal disekitarnya dan yang di alami sehingga anak sudah mampu mempersepsikan seseorang berdasarkan pengalaman yang diterima dari orang tersebut.
(31)
16
D. Perkembangan Relasi Keluarga yang Mengalami Perceraian
Perceraian merupakan perubahan utama dalam kehidupan keluarga yang sangat mempengaruhi anak-anak pada masa pertengahan dan akhir anak-anak.
1. Pengertian perceraian
Pengertian bercerai atau perceraian dapat dikatakan sebagai berakhirnya suatu pernikahan.Menurut Benokraititis (dalam Regina dan Risnawaty, 2007) perceraian dimaknai sebagai putusnya ikatan perkawinan secara sah dan resmi. Atwater dan Duffy (dalam Regina dan Risnawaty, 2007) mengungkapkan bahwa perceraian disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keterbatasan finansial, ketidakpuasan dalam hubungan intim, harapan yang tidak realistis terhadap perkawinan maupun pasangan, keingin saling menguasai dan mengatur, serta ketidaksamaan pandangan dalam pengasuhan dan pendidikan anak.Selain itu, perselingkuhan merupakan salah satu faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya perceraian.
2. Dampak Perceraian
Perceraian tidak hanya berdampak pada orangtua, akan tetapi anak dari orangtua bercerai juga merasakan dampak dari keputusan yang dibuat orangtuanya. Perceraian dapat berdampak positif, namun sering kali perceraian lebih banyak berdampak negatif pada anak dari segi psikologis, kesehatan, dan akademis.
(32)
17
Beberapa sumber menyatakan bahwa perceraian memiliki dampak negatif bagi anak.Hal ini ditunjukkan dalam penelitian Rice dan Dolgin (dalam Dewi dan Utami, 2008) pada umumnya perceraian membawa resiko yang besar pada anak, dari sisi psikologis, kesehatan maupun akademis. Dari sisi psikologis, perceraian orangtua mengakibatkan anak merasa kehilangan perhatian dari orangtua mereka (Ekos, Mardiana The, dan Hastuti, 2010). Menurut Heterington (dalam Dewi dan Utami, 2008) setelah 6 tahun setelah perceraian orangtua, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang merasa kesepian, tidak bahagia, mengalami kecemasan, dan perasaan tidak aman. Menurut Amanto dan Keith (dalam Dewi dan Utami, 2008) konflik yang terjadi pada orangtua, didalamnya terdapat berbagai emosi negatif sehingga menyebabkan anak merasa tidak aman berada dalam situasi konflik tersebut.
Menurut Dewi dan Utami (2008) bahwa anak dari keluarga bercerai merasa berbagai afek negatif dan tidak merasa puas dalam hidupnya akibat perceraian yang terjadi pada orangtuanya.Hal ini didukung oleh penelitian Amato dan Keith (dalam Dewi dan Utami, 2008) yang mengungkapkan bahwa individu yang mempunyai pengalaman perceraian orangtua di masa kecilnya, memiliki kualitas hidup yang rendah di masa dewasanya dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki pengalaman perceraian orangtua.Dalam bidang kesehatan banyak anak yang dinyatakan mengalami depresi seiring
(33)
18
dengan perceraian orangtua mereka (Mc Dermot dalam Dewi dan Utami, 2008).
Dalam bidang akademis ditunjukan melalui penelitian efek perceraian orangtua terhadap nilai performansi anak di kelas yang menyimpulkan nilai performansi anak lebih rendah jika dibandingkan dibandingkan dengan anak yang orangtuanya tidak bercerai. Hal tersebut disebabkan oleh stress keluarga akibat perceraian sehingga mempengaruhi performasi anak di sekolah (Stevenson dan Black dalam Dewi dan Utami, 2008).
Dalam penelitian Bukatko perceraian memiliki dampak negatif pada anak usia sekolah terkait area akademik dan sosial. Hal ini terlihat dari prestasi sekolah anak yang menurun dan adanya penarikan diri.Menurut Dewi dan Utami (2008) sikap anak yang membandingkan keadaan dirinya dengan temannya yang mempunyai keluarga harmonis membuat anak merasa iri dan juga membuat anak semakin tidak merasakan kepuasan dalam domain keluarganya.
Berdasarkan pernyataan di atas, dampak perceraian orangtua terhadap anak dapat berdampak positif, bila setelah perceraian terjadi relasi anak dan orangtua berlangsung dengan baik.Akan tetapi dari beberapa sumber lebih banyak yang menyatakan bahwa perceraian memiliki dampak negatif bagi anak.Hal ini tampak dari anak memiliki perasaan sedih, kehilangan, kesepian, tidak dicintai, merasa tidak aman, tidak diinginkan atau ditolak oleh orangtua yang pergi.Selain itu, anak
(34)
19
dari keluarga bercerai juga memiliki perasaan berbeda dari anak-anak lain membuat anak kehilangan jati diri sosialnya atau identitas sosialnya dan anak merasa iri kepada temannya yang memiliki keluarga harmonis.
E. CAT (Children’s Apperception Test)
CAT dirancang untuk subjek anak-anak usia 3 sampai 11 tahun. CAT merupakan alat dengan idiographic approach, dasar pemikiran konsep yaitu teknik proyektif mengunakan teknik konstruktif yaitu meminta subjek menyusun cerita, dengan metode analisis tematik.CAT digunakan untuk melihat bagaimana anak bereaksi atau mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam perkembangannya (Bellak dan Abrams, 2007).
CAT terdiri dari 10 kartu-kartu bergambar dengan dua jenis gambar, figur binatang dan figur manusia. Berikut ini deskripsi gambar-gambar dan tema yang dapat muncul sebagai respon pada tiap kartu:
Tabel 2.1 Kartu dan Tema CAT
No. Penjelasan Kartu
1 Kartu 1
Pada kartu tergambar tiga anak duduk di sekitar meja, diatasnya terdapat mangkuk besar berisi makanan. Disatu sisi ada ayam besar yang gambarnya tampak kabur.
Kartu 1 sering memunculkan tema sibling rivalry atau persaingan antar saudara, oralitas, situasi sebagai pemberian hadiah atau hukuman. 2 Kartu 2
Pada kartu menggambarkan tentang seseorang menarik tambang pada satu ujung, sementara seorang lain dengan seorang anak menarik ujung tambang yang lain.
Kartu 2 sering memunculkan tema tentang anak dapat bekerjasama dengan ayah atau ibu, masalah yang berkaitan dengan ketakutan akan agresi, sikap agresi anak atau otonomi.
(35)
20 3 Kartu 3
Menggambarkan tentang seseorang dengan pipa dan tongkat duduk di kursi, di sudut kanan bawah ada seorang anak yang duduk dilantai.
Kartu memunculkan tema berkaitan kebingungan mengenai peran, konflik antara pemenuhan kebutuhan dan otonomi. Ayah dilihat sebagai ayah yang kuat, gagah, tua, atau tidak berdaya.
4 Kartu 4
Kartu mengambarkan seorang wanita memakai topi, membawa keranjang berisi botol susu, mengendong anak yang sedang memegang balon, sedangkan anak yang lebih besar sedang mengendarai sepeda.
Tema cerita menyangkut sibling rivalry, hubungan antara ibu-anak, keinginan untuk mandiri dan berkuasa.
5 Kartu 5
Pada kartu menggambarkan tentang sebuah kamar yang gelap dengan tempat tidur besar pada latar belakang, di latar depan terdapat tempat tidur bayi dengan 2 bayi di dalamnya.
Tema kartu memunculkan hal yang berkaitan dengan dugaan, pengamatan, kebingungan dan keterlibatan emosi pada anak, seperti ketakutan atau ketergantungan.
6 Kartu 6
Kartu menggambarkan sebuah gua yang gelap dengan gambaran yang samara dari dua orang di latar belakang dan seorang anak sedang berbaring di latar depan.
Tema dapat memunculkan perasaan cemburu, sikap orangtua, kecemasan, ketakutan berpisah dengan orangtua.
7 Kartu 7
Pada kartu menggambarkan tentang seeorang besar atau raksasa menunjukkan taring dan tangan yang besar, menerkam seorang anakyang sedang memanjat pohon.
Tema yang diungkap hal yang berkaitan dengan tingkat kecemasan anak yang berkaitan dengan adanya agresi.
8 Kartu 8
Pada kartu tergambar Dua orang dewasa duduk di sofa, meminum secangkir teh. Di depan, seorang dewasa tengah bicara dengan seorang anak.
Tema yang muncul berkaitan dengan peran anak di dalam keluarga. Di samping itu juga menggambarkan konsep anak mengenai kehidupan sosial orang dewasa, yang bertujuan melihat suasanya keluarga, hubungan antar anggota keluarga. Orangtua medorong atau hambatan subjek.
9 Kartu 9
Kartu mengambarkan sebuah kamar yang gelap terlihat melalui pintu terbuka dari kamar yang terang. Dalam kamar gelap terdapat tempat tidur anak-anak yang di dalamnya berdiri seorang anak yang memandang melalui pintu.
(36)
21
Kartu memunculkan tema tentang ketakutan akan kegelapan, ditinggal sendiri, dipisahkan oleh orangtua, rasa ingin tahu yang besar mengenai sesuatu hal yang terjadi.
10 Kartu 10
Kartu mengambarkan seorang anak yang telungkup di atas lutut orang dewasa dengan latar belakang situasi kamar mandi.
Cerita mengarah ke tema kejahatan dan hukuman, memperlihatkan mengenai konsep moral anak, toilet training, dan kecenderungan regresi.
F. Persepsi Anak Mengenai Keluarga dan Orangtua dari Orangtua Bercerai
Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak sudah mulai berhubungan secara formal dengan lingkungan ditandai dengan masuknya anak ke sekolah dasar.Dengan lingkungan anak yang bertambah komplek membuat anak memiliki kebutuhan yang tinggi untuk diterima lingkungan.Seperti kebutuhan aka dukung, cintai, dan memperoleh rasa aman dari keluarga serta lingkungan.
Anak mulai membandingan kemampuan mereka dengan teman-teman sebayanya. Jika mereka merasa tidak mampu atau berbeda, maka anak akan melakukan penarikan diri. Dalam hal ini, anak membutuhkan dukungan sosial dari orangtua, teman sebaya, dan guru menjadi hal yang penting bagi anak (Papalia, Olds, dan Feldman, 2010).Walaupun pada masa ini, anak lebih banyak menghabiskan waktu luang diluar rumah untuk bersosialisasi dengan teman-teman sebaya, namun peran orangtua tetap menjadi pelaku yang penting dalam sosialisasi dan kontrol perilaku anak.
Untuk memahami anak di dalam keluarga, kita perlu melihat pada lingkungan keluarga dari suasana dan strukturnya.Apakah suasana didalam
(37)
22
rumah bersifat mendukung dan penuh kasih sayang atau didorong oleh konflik (Papalia dkk, 2010).Salah satu perubahan struktur keluarga yang mempengaruhi anggota di dalam keluarga tersebut adalah perceraian.
Perceraian membuat anak harus menyesuaikan diri dengan situasi keluarga yang mengalami perubahan.Situasi dalam perceraian diawali dengan konflik, keterpisahan orangtua, dan anak tidak lagi tinggal bersama kedua orangtua, ketika hak asuh ditetapkan pada satu orangtua.Anak-anak pada masa pertengahan akhir sulit menerima kondisi dimana orangtuanya tidak lagi utuh, dimana tidak ada ayah atau ibu dalam satu keluarga.
Perceraian orangtua mengakibatkan anak merasa kehilangan perhatian dari orangtua, merasa kesepian, tidak bahagia, mengalami kecemasan, dan perasaan tidak aman.Selain itu, beberapa anak mengalami stress akibat perceraian, yang membuat menurunnya performasi anak di sekolah.Dampak lainnya adalah ketika anak melihat temannya yang mempunyai keluarga yang harmonis, sikap anak cenderung membandingkan keadaan dirinya.Hal ini membuat anak merasa iri dan juga membuat anak semakin tidak merasakan kepuasan dalam domain keluarganya.
Perceraian yang terjadi akan mempengaruhi interaksi dengan lingkungan yaitu relasi anak dengan keluarga dan orangtua. Informasi-informasi yang diberikan oleh lingkungannya dari tingkah laku nonverbal dan verbal yang ditampilkan orang terhadap dirinya. Informasi-informasi tersebut kemudian digunakan untuk membentuk persepsi terhadap orang lain. Pengalaman dan relasi antara anak dengan keluarga dan orangtua akan
(38)
23
membentuk inner image anak tentang anggota keluarga (Klein dalam Bellack dan Abrams, 1997).
Kondisi keluarga akan sangat mempengaruhi cara pandang anak terhadap keluarga (Budiningsih, 2007). Dalam melakukan persepsi sosial, anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keadaan orang yang mempersepsikan berupa pengalaman dan harapan, keadaan stimulus atau orang yang akan dipersepsi, serta situasi atau keadaan sosial yang melatar belakangi stimulus.
Dalam penelitian ini, objek yang dipersepsi adalah figur ayah, ibu, orangtua, dan keluarga. Perubahan situasi akibat perceraian tentunya akan mempengaruhi persepsi anak terhadap ayah, ibu, orangtua, dan keluarga tersebut. Ketika seorang anak mempersepsi keluarga dan orangtua, anak itu memiliki ingatan-ingatan tentang figur keluarga dan orangtua. Ingatan tentang tentang relasi, kehadiran, kedekatan, cara pengasuhan, sikap, dan perilaku orangtua serta keluarga terhadap dirinya yang kemudian diintegrasikan dalam diri anak tersebut sehingga memunculkan persepsi terhadap figur keluarga dan orangtua.
Terbentuknya pandangan anak mengenai keluarga dan orangtuanya merupakan hasil dari pengalaman yang diperoleh dari interaksi dalam keluarga. Selain itu, cara-cara orang lain bertindak yaitu sikap dan perilaku orangtua terhadap anak juga turut membentuk gambaran anak terhadap dirinya juga membentuk gambaran terhadap keluarga dan orangtua. Dalam penelitian ini persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua sebagai
(39)
24
pengalaman mengenai tanggapan terhadap sikap dan perilaku orangtua terhadap anak. Berdasar hal tersebut, peneliti akan melihat lebih dalam tentang bagaimana persepsi anak mengenai ayah, ibu, orangtua, dan keluarga dari orangtua bercerai berdasarkan hasil CAT.
Skema Gambaran Umum Tentang Persepsi Anak Mengenai Keluarga dan Orangtua dari Orangtua Brcerai
G. Pertanyaan Penelitian
Dari uraian di atas maka muncul pertanyaan dalam penelitian ini bagaimana gambaran persepsi anak mengenai orangtua, dan keluarga dari orangtua bercerai?
Dampak Terhadap Anak:
Inner Image/Persepsi Mengenai
keluarga dan orangtua ?
Pengalaman Terkait Situasi Perceraian:
Konflik Orangtua Keterpisahan Orangtua
Ketika hak asuh ditetapkan pada satu orangtua
Ketidak Utuhan Keluarga
Anak Usia Pertengahan dan Akhir:
Kebutuhan yang tinggi pada anak untuk diterima lingkungan:
kehadiran dan bantuan orangtua.
(40)
25 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, fokus penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, analisis tematik, dan pemeriksaan keabsahan data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode proyektif. Menurut Moleong (2009) penelitian kualitatif dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek, seperti masalah perilaku, persepsi motivasi, dan tindakan subjek secara holistik. Van Manen (dalam Nasution, 2005) menyatakan bahwa penelitian kualitatif bersifat alamiah, dimana peneliti tidak berusaha memanipulasi situasi penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif menekankan pada aspek pengalaman subjek dalam suatu kejadian, proses, dan struktur kehidupan mereka yang terdiri dari persepsi, asumsi, penilaian, dan dugaan yang seluruhnya dihubungkan dengan yang ada dalam lingkungan sosial. Poerwandari (2005) memaparkan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya.
(41)
Terdapat keunggulan dalam metode proyektif yaitu metode ini dapat memunculkan respon spontan, karena pada umumnya stimulus tes proyektif bersifat ambigu. Hal ini dapat merangsang orang untuk memberikan respon yang sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa merasa terpaksa atau khawatir terhadap aktifitas dari respon yang diberikan (Wenar dan Kerig, 2000). Dengan kata lain teknik proyektif sangat efektif digunakan untuk memunculkan respon anak yang berupa pandangan anak mengenai keluarga dan orangtua.
B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin meihat persepsi anak mengenai ayah, ibu, orangtua, dan keluarga, dimana anak merupakan anak dari orangtua bercerai. Data persepsi anak terhadap figur ayah, ibu, orangtua, dan keluarga ditemukan dari sebagian atau keseluruhan dalam cerita atau respon terhadap gambar-gambar CAT yang mengandung cerita tentang figur ayah, ibu, orangtua, dan keluarga.
C. Subjek Penelitian
Kriteria subjek dalam penelitian:
1. Subjek berada pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, diusia 7 sampai 12 tahun.
(42)
3. Perceraian orangtua terjadi dalam masa kehidupan anak. Perceraian tidak terjadi sebelum subjek lahir.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen. Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa (Moleong, 2009). Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan pengetesan CAT.
CAT merupakan tes proyektif dengan teknik konstruksi yang menghasilkan cerita. Melalui gambar-gambar CAT anak dapat memproyeksikan dan akan lebih mudah mengekspresikan kebutuhan, konflik, pandangan-pandangan anak terhadap figur penting, serta dinamika hubungan interpersonal. Informasi tersebut ditunjukkan oleh tindakan tokoh utama terhadap figur-figur dalam cerita.
Prosedur dalam pengetesan CAT, yaitu 10 kartu akan diperlihatkan kepada anak satu per satu secara berurutan. Cerita setiap kartu meliputi apa yang terjadi, apa yang sedang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan oleh tokoh, serta bagaimana akhir cerita. Setelah seluruh cerita disampaikan, anak diberi pertanyaan tentang sumber cerita, apakah berasal dari pengalaman, cerita dari buku, atau film (Prihanto, 1993).
CAT memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode yang lain seperti wawancara. Hal tersebut dikarenakan tes proyektif bersifat ambigu
(43)
yang memungkinkan anak mengungkapkan pendapat tanpa membuat anak terancam untuk membicarakan secara langsung (Wenar dan Kerig, 2000). Keunggulan lainnya adalah gambar-gambar yang disajikan menarik, dan suasana pengetesan terkesan seperti melakukan permainan yang membuat anak merasa lebih nyaman.
Persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua diperoleh dari hasil intepretasi CAT. Selain cerita CAT, penelitian ini mengunakan latar belakang yang tersedia dalam laporan pengetesan CAT. Latar belakang sebagai informasi mengenai keadaan diri subjek, pola asuh orang tua, hubungan ayah dan ibu, orang tua dan anak, peran anggota keluarga, serta relasi sosial anak. Selain itu, digunakan melihat persepsi yang muncul pada subjek.
E. Analisis Tematik
Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam menganalisis cerita CAT adalah metode analisis tematik. Kemudian dilanjutkan dengan penyimpulan secara menyeluruh terhadap hasil interpretasi yang mengandung persepsi terkait dengan keluarga dan orangtua. Metode analisis tematik merupakan analisis yang bertujuan untuk memecah tema menjadi tiga tema, yaitu:
1. Tema Deskriptif
Merupakan ringkasan cerita yang mempunyai arti untuk menjelaskan psikodinamika subjek. Untuk mendapatkan tema ini, peneliti meringkas atau memilih bagian-bagian cerita yang pokok.
(44)
2. Tema Intepretif
Tema intepretif merupakan tema yang diperoleh dari rumusan dalam tema deskriptif yang digeneralisasikan atau menjadi kalimat yang lebih umum.
3. Tema Diagnostik
Tema diagnostik merupakan pernyataan yang definitif. Pada tahap ini peneliti menentukan pandangan atau persepsi anak terhadap ayah, ibu, orangtua, dan keluarga, yang dilihat dari sudut pandang tokoh dalam cerita (Bellack dan Abrams, 1997).
F. Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini keabsahan data mengunakan teknik diskursus dimana peneliti mendiskusikan temuan dan analisi dengan orang lain (Sarantakos dalam Poerwardari, 2005). Peneliti mengintepretasikan cerita dan didiskusikan kepada dosen pembimbing yang menguasai intepretasi CAT. Diskursus dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Peneliti melakukan analisis tematik terhadap cerita dalam laporan CAT,
yaitu tema deskriptif, tema interpretif, dan tema diagnostik.
2. Peneliti kemudian melakukan diskusi dengan pembimbing skripsi yang juga melakukan analisis tematik, hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh kesepakatan intepretasi atau makna persepsi.
(45)
30 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat jawaban atas masalah penelitian, bagaimana persepsi anak mengenai keluarga dan orangtua dari orangtua bercerai.
A. Pelaksanaan Penelitian
Berikut adalah penjelasan proses pelaksanaan penelitian: 1. Pengumpulan Data
Penelitian ini mengunakan dokumen laporan praktikum tes CAT, yang tersedia di Laboratorium Fakultas Psikologi Sanata Dharma. Peneliti mengambil laporan tes CAT dengan pelaksaan pengetesan tahun 2005 hingga tahun 2011 dengan usia enam sampai sebelas tahun dan berasal dari orangtua bercerai. Berdasarkan kriteria subjek, peneliti memperoleh sembilan laporan CAT.
2. Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
a. Analisis data dengan melakukan intepretasi atau analisis tematik terhadap cerita-cerita yang mengandung persepsi atau pandangan anak terhadap keluarga dan orangtua.
(46)
b. Setelah peneliti melakukan intepretasi lalu didiskusikan kepada dosen pembimbing sebagai ahli. Selanjutnya hasil intepretasi dikompositkan atau dilihat secara menyeluruh untuk setiap subjek.
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Berikut adalah tabel uraian deskripsi pada masing-masing subjek dan data latar belakang keluarga.
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian No. Nama Jenis
Kelamin
Usia Urutan
Kelahiran
Usia Perceraian 1 FCS Laki-laki 11 tahun Anak pertama dari
dua bersaudara
3 tahun 2 MIL Perempuan 10 tahun Anak kedua dari
dua bersaudara
(tidak ada informasi) 3 ABM Laki-laki 10 tahun Anak ketiga dari
empat bersaudara
4 tahun
4 ASY Perempuan 7 tahun Anak tunggal 1 tahun
5 MMM Laki-laki 10 tahun Anak pertama dari dua bersaudara
1 tahun 6 APP Laki-laki 11 tahun Anak pertama dari
tiga bersaudara
(tidak ada informasi)
7 TMS Laki-laki 7 tahun Anak tunggal (tidak ada
informasi)
8 F Perempuan 11 tahun Anak tunggal 3 tahun
(47)
2. Persepsi Terhadap Keluarga dan Orangtua
Berdasarkan interpretasi yang telah dilakukan, maka ditemukan hasil yang terdapat pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Persepsi, Jumlah, dan Kategorisasi
No. Persepsi Jumlah
Kemunculan Persepsi (subjek)
Kategori Jumlah
Kemunculan subjek Persepsi Terhadap Keluarga
1. Keluarga yang melakukan kegiatan bersama
6 (S1, S3, S6, S7, S9)
Keluarga yang melakukan kegiatan
bersama
5 Subjek 2. Keluarga yang bahagia 3 (S3, S7,
S9)
Keluarga yang bahagia
3 Subjek 3. Keluarga yang tidak
harmonis
2 (S2, S5) Keluarga yang tidak harmonis
2 Subjek 4. Keluarga yang
berkurangan
2(S1, S9) Keluarga yang berkurangan
2 Subjek 5. Keluarga yang tidak
melakukan kebohongan
1 (S5)
Keluarga yang berbohong-mengalami masalah
atau kesulitan - membutuhkan
bantuan
2 Subjek 6. Keluarga yang tidak
terbuka satu sama lain
1 (S5) 7. Keluarga yang mengalami
kesulitan
1 (S9) 8. Keluarga yang
membutuhkan bantuan
1 (S9) 9. Keluarga yang sulit
mendapatkan bantuan dari orang lain
1 (S9)
10. Keluarga yang lebih berkesusahan dibanding keluarga lain
1 (S9)
Persepsi Terhadap Orangtua
11. Orang tua yang bersama-sama menjaga anak
1 (S2)
Orangtua yang menemani- melindungi anak
3 Subjek 12. Orang tua yang
menemani anak
1 (S.7) 13. Orang tua yang
membantu anak
1 (S.3) 14. Orang tua yang melarang
agar anak tidak
mengalami hambatan atau bahaya
1 (S.3)
15. Orang tua yang memenuhi kebutuhan
(48)
anak dan keluarga Orangtua yang memenuhi kebutuhan anak dan
keluarga
2 Subjek 16. Orang tua yang terpaksa
meninggalkan anak karena suatu keperluan (Bekerja)
1 (S.2)
17. Orang tua yang mengutamakan anak
1 (S.2) Orangtua yang menyayangi -mengutamakan
anak
2 Subjek 18. Orang tua yang rukun
demi anak
1 (S.9) 19. Orang tua yang
bersama-sama merawat anak
1 (S.2) Orang tua yang merawat
1 Subjek 20. Orang tua yang tidak
harmonis
2 (S2, S8)
Orangtua yang melakukan
kesalahan
4 Subjek 21. Orang tua yang tidak mau
saling mengalah
1 (S9) 22. Orang tua yang
berbohong
1 (S5) 23. Orang tua yang
menyesali kesalahan yang mengakibatkan masalah bagi anak
1 (S7)
24. Orang tua yang tidak menjalankan perannya
1 (S.3, S.9) Orangtua tidak menjalankan peran
2 Subjek 25. Orang tua yang tidak
memperhatikan anak
2 (S.9) Orangtua yang tidak memperhatikan
1 Subjek
26. Orang tua yang tidak ada saat anak membutuhkan
1 (S.8) Orangtua yang tidak hadir atau
bersama anak
1Subjek 27. Orang tua yang
melakukan kegiatan tanpa sepengetahuan anak
1 (S8)
Persepsi Terhadap Ayah
28. Ayah yang melakukan kegiatan bersama anak dan keluarga
4 (S6, S7, S8, S9)
Ayah yang melakukan kegiatan
bersama keluarga
4 Subjek
29. Ayah yang bekerja 1 (S4) Ayah yang mencari nafkah atau
memenuhi kebutuhan keluarga
2 Subjek 30. Ayah yang memenuhi
kebutuhan anak
1 (S9)
31. Ayah yang memarahi anak karena tidak patuh
1 (S9) Ayah yang memarahi anak karena tidak patuh
1 Subjek
32. Ayah yang melakukan kesalahan
1 (S1)
Ayah yang 4 Subjek 33. Ayah yang mempunyai
sifat tidak baik
4 (S3, S8) 34. Ayah yang tidak harus
ditiru
1 (S3) 35. Ayah yang pernah
kehilangan keluarga
(49)
karena melakukan kesalahan
melakukan kesalahan 36. Ayah yang menyadari
kesalahan
1 (S9) 37. Ayah yang tidak dapat
dimaafkan ibu
1 (S9) 38. Ayah yang tidak akan
mengulangi kesalahan
1 (S9) 39. Ayah yang tidak
mengalah kepada ibu
2 (S9) 40. Ayah yang berusaha
mengatasi kesulitan sendiri
1 (S1)
Ayah yang tidak berdaya
2 Subjek 41. Ayah yang sendiri 1 (S9)
42. Ayah yang tidak memperhatikan anak
1 (S5)
Ayah yang tidak memperhatikan – tidak merawat – tidak menjalankan
peran
2 Subjek 43. Ayah yang tidak
memperdulikan anak
1 (S8) 44. Ayah yang tidak mau
merawat
1 (S8) 45. Ayah yang tidak
bertanggung jawab
1 (S8)
Persepsi Terhadap Ibu
46. Ibu yang menyayangi anak
3(S3, S8) Ibu yang menyayangi – merawat anak
8 Subjek 47. Ibu yang merawat anak 10 (S1, S3,
S4, S6, S7, S9) 48. Ibu yang memperhatikan
anak
1 (S2) 49. Ibu yang menyuruh anak
melakukan sesuatu
1 (S1, S9)
Ibu yang mengarahkan anak
4 Subjek 50. Ibu yang memperingatkan
anak
2 (S4, S8) 51. Ibu yang mengarahkan
anak
1 (S4)
52. Ibu yang kesal 3 (S8, S9) Ibu yang kesal- marahi karena anak
tidak patuh
4 Subjek 53. Ibu yang marahi anak
karena tidak patuh
7 (S1, S2, S8, S9) 54. Ibu yang membantu anak 1 (S1)
Ibu yang
melindungi anak 3 Subjek 55. Ibu yang menjaga anak 1 (S1)
56. Ibu yang
menyembunyikan masalah keluarga pada anak untuk melindungi anak
1 (S8)
57. Ibu yang tidak mau membuat anak sedih
1 (S8) 58. Ibu yang menanggung 1 (S2)
(50)
beban/bertanggung jawab
59. Ibu yang menemani anak 2 (S2, S6) Ibu yang hadir atau menemani – melakukan kegiatan
bersama anak
3 Subjek 60. Ibu yang melakukan
kegiatan bersama anak
2 (S4, S6)
61. Ibu yang menyiapkan kebutuhan keluarga
2(S4, S9) Ibu yang memenuhi kebutuhan keluarga
2 Subjek 62. Ibu yang menanggung
beban masalah
1 (S8) Ibu yang memiliki masalah
1 Subjek 63. Ibu mengalami kesulitan
dalam mengurus anak
1 (S5) Ibu mengalami kesulitan dalam mengurus anak
1 Subjek
64. Ibu sulit memaafkan anak 1 (S9) Ibu yang tidak menyayai anak
1 Subjek 65. Ibu yang tidak mau
mengalah
1 (S9) Ibu yang melakukan
kesalahan
1 Subjek 66. Ibu yang memahami
kesalahannya
1 (S9) 67. Ibu yang mengiginkan
ayah menyadari kesalahannya 1 (S9) Ibu yang membutuhkan bantuan dan perhatian ayah 1 Subjek
68. Ibu yang memperingatkan ayah
1 (S9) 69. Ibu yang marah karena
ayah tidak mau mengalah
1 (S9) 70. Ibu yang membutuhkan
bantuan ayah
1 (S9) 71. Ibu yang mengkhwatirkan
keadaan keluarga
1 (S8) Ibu yang memperhatikan
keluarga
1 Subjek
72. Ibu yang meninggalkan anak karena suatu keperluan
3 (S4, S9)
Ibu yang tidak hadir- tidak melindungi anak
5 Subjek 73. Ibu yang tidak bersama
anak ketika anak membutuhkan
5 (S1, S4, S5, S8) 74. Ibu yang tidak memahami
keadaan anak
1 (S5) 75. Ibu yang mengabaikan
anak (keinginan anak)
3 (S8, S9) 76. Ibu tiri yang tidak
menyukai anak
1 (S8) Ibu tiri yang tidak menyukai anak
1 Subjek 77. Ibu tiri yang akan
memperlakukan anak dengan tidak baik
(51)
3. Persepsi Komposit Terhadap Orangtua dan Keluarga
Persepsi komposit tiap-tiap subjek dan latar belakang subjek dapat dilihat dari table berikut:
Tabel 4.3. Latar Belakang dan Persepsi komposit
Subjek Latar belakang keluarga Persepsi yang muncul 1
(FCS)
Subjek kini tinggal bersama eyangnya karena rumah eyangnya dekat dengan sekolah. Orangtua subjek bercerai pada saat subjek berumur 8 tahun, karena ayah tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat menghidupi keluarga.
Subjek pulang ke rumah
orangtuanya padahari sabtu dan minggu. Ibu adalah orang yang baik dan tidak suka marah, ayah tiri subjek adalah orang yang baik dan senang mengajak subjek memancing bersama.
Keluarga dipersepsikan sebagai keluarga yang melakukan kegiatan bersama, namun kekurangan.
Ayah dilihat sebagai ayah yang melakukan kesalahan. Ibu dilihat sebagai ibu yang merawat, membantu, dan menjaga anak. Akan tetapi ibu juga dilihat sebagai ibu yang tidak bersama anak ketika anak membutuhkan. 2
(MIL)
Subjek tinggal bersama ibu dan subyek sangat tergantung pada figur ibu. Ayah dan ibu subyek telah bercerai. Ayah sama sekali tidak pernah menemui subyek,
namun subjek merindukan
kehadiran ayahnya. Perceraian membuat keluarga menjadi kurang harmonis, subjek dan kakak kandungnya sering kali bertengkar.
Keluarga dipandang sebagai keluarga yang tidak harmonis Orang tua dilihat sebagai orangtua yang tidak harmonis, meninggalkan anak, dan seharusnya memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
Ayah dilihat sebagai ayah yang seharusnya memenuhi kebutuhan anak.
Ibu dipandang sebagai ibu yang memperhatikan anak dan bertanggung jawab. 3
(ABM)
Subjek dan kakaknya, tinggal bersama budhe dan nenek. Orang tua subjek bercerai, ketika subjek berusia 6 tahun, disebabkan oleh ayah yang pergi dari rumah. Subjek paling dekat dengan ibu, namun sekaligus takut dengan ibu. Setiap hari ibu menengok dan
Keluarga dilihat sebagai keluarga yang hidup bahagia dan melakukan kegiatan bersama.
Orangtua dipandang sebagai orangtua yang tidak
menjalankan peran, orang tua melarang agar anak tidak
(52)
membantu persiapan sekolah subjek. Ibu subyek menikah kembali dan dikaruniai seorang putra dari ayah tiri subyek.
mengalami hambatan atau bahaya, dan seharusnya membantu anak.
Ayah dipandang sebagai ayah yang memiliki sifat tidak baik dan tidak harus ditiru.
Ibu dilihat sebagai ibu yang menyayangi dan merawat anak.
4 (ASY)
Subjek kini tinggal bersama ibu. Sebelum bercerai, orangtua subjek sering bertengkar di hadapan subjek. Perceraian yang terjadi membuat subjek yang dekat dengan ayah, merasa sangat kehilangan ayah. Saat ini ayah tinggal di malang, walaupun setiap malam ayah menelpon subjek, namun subjek tetap ingin bertemu dengan ayah. Jika ibu bekerja subjek dititipkan pada kakek dan nenek. Ibu bekerja setiap hari dan hanya memiliki waktu untuk bermain bersama subjek di akhir pekan.
Ayah dipandang sebagai ayah yang memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
Ibu dilihat sebagai ibu yang merawat dan melakukan kegiatan bersama anak. Akan tetapi, ibu juga dilihat sebagai ibu yang meninggalkan dan tidak bersama anaknya ketika anak membutuhkan.
5 (MMM)
Subjek tinggal bersama pakde dan budhe. Sebelum bercerai, orangtua subjek sering bertengkar, sehingga subjek dan adiknya kurang memperoleh perhatian dari orangtua. Subjek dan adiknya sempat menunda sekolah selama 2 tahun. Subjek tidak mengetahui bahwa orang tuanya telah bercerai, pakde dan bude mengatakan bahwa orangtuanya bekerja di suatu daerah. Ibu hanya mengunjungi subjek ketika hari raya.
Keluarga dipersepsikan sebagai keluarga yang tidak terbuka, berbohong dan tidak harmonis.
Persepsi ayah yang tidak memperhatikan anak. Ibu yang dipersepsikan sebagai ibu yang menjaga anak, namun ibu tidak
bersama anaknya ketika anak membutuhkan, dan
mengalami kesulitan dalam mengurus anak.
6 (APP)
Saat ini, subjek tinggal bersama ibu, adik perempuan dan kakeknya, sedangkan adik laki-lakinya bersama kakek dari ayahnya di flores. Sebelum perceraian keluarga subjek kurang harmonis. Subjek mengalami
Keluarga dipersepsikan sebagai keluarga yang
melakukan kegiatan bersama. Ayah dipersepsikan sebagai ayah yang melakukan kegiatan bersama keluarga. Ibu dilihat sebagai ibu yang
(53)
pengalaman kurang menyenangkan tentang ayah, ayah pergi meninggalkan keluarga dengan tidak bertanggung jawab. Ibu memberikan kasih sayang yang cukup kepada subjek.
merawat menemani, dan melakukan kegiatan bersama anak.
7 (TMS)
Subjek diasuh oleh ibu, subjek sangat dekat dengan ibu. Ayah
dan ibu subjek baru
menyelesaikan masalah percerai. Ayah dulu sering memarahi ibu, dan sekarang ayah tinggal di luar kota dan jarang berkomunikasi
dengan subjek.Ibu dalam
mengasuh cukup keras, namun demokratis terhadap subjek.
Keluarga yang melakukan kegiatan bersama dan hidup bahagia.
Orangtua dipersepsikan sebagai orangtua yang tidak menjalankan perannya dan menyadari kesalahannya. Ayah dipersepsikan sebagai ayah yang melakukan kegiatan bersama anak Ibu dilihat sebagai ibu yang merawat anak.
8 (F)
Subjek tinggal bersama ayah. Orangtua subjek telah bercerai, karena ayah tidak dapat memenuhi kebutuhan ibu dan subjek. Ibu yang tidak senang dengan ayahnya membuat subjek memiliki perasaan yang sama dengan ibu. Setelah perceraian subjek tinggal dengan ibu, namun ibu memiliki masalah ekonomi. Ibu dan subjek harus pindah ke rumah bude. Karena ibu dan bude tidak pernah akur, membuat subjek sulit menyesuaikan diri. Ayah yang mengetahui kondisi yang terjadi mulai memperhatikan subjek dan ibu. Akan tetapi ibu sulit memaafkan ayah. Masalah ekonomi yang dialami ibu, embuat subjek harus tinggal dengan ayah. Subjek harus penyesuaian diri lagi dengan cara pengasuhan ayah yang berbeda. Subjek diminta untuk menjadi mandiri karena ayah bekerja dan subjek sering ditinggal sendiri.
Keluarga dilihat sebagai keluarga yang tidak harmonis dan bahagia.
Subjek melihat orangtua sebagai orangtua yang tidak harmonis dan tidak bersama anak.
Ayah dipersepsikan sebagai ayah melakukan kegiatan bersama keluarga, namun ayah yang mempunyai sifat tidak baik, tidak
memperhatikan, merawat, tidak bertanggung jawab. Ibu dilihat sebagai ibu yang melindungi dan menyayangi anak. Akan tetapi ibu juga dilihat sebagai ibu yang menanggung beban masalah, mengabaikan, tidak
memperhatikan, dan tidak bersama anak ketika anak membutuhkan.
(54)
(NSM) ayah menitipkan kepada budhe karena ayah percaya dapat mengasuh subjek dengan baik dibandingkan dengan ibu subjek. Sebelum orangtua subjek bercerai ayah pergi ke Jepang untuk bekerja. Ekonomi keluarga menjadi sangat baik, namun tidak
demikian halnya dengan
keharmonisan keluarga.
Kemudian orangtua subjek memutuskan untuk bercerai. Hubungan subjek dan ayah sangat baik, ayah sangat memperhatikan subjek dengan
menelpon tiap hari dan
mengirimkan banyak barang dari jepang. Ibu pindah ke semarang, ibu subjek kurang merawat, memperhatikan subjek, dan jarang sekali menghubungi subjek.
sebagai keluarga yang
melakukan kegiatan bersama, dan bahagia, serta keluarga yang kekurangan. Orangtua sebagai orangtua yang tidak memperhatikan anak dan tidak mau saling mengalah. Persepsi ayah yang
memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagai ayah yang melakukan kegiatan bersama keluarga.
Ibu meaami anak, namun meninggalkan, mengabaikan, dan tidak ada ketika
(55)
Berdasarkan tabel diatas, persepsi komposit yang muncul meliputi:
1. Keluarga dipandang sebagai keluarga yang melakukan kegiatan bersama dan bahagia. Akan tetapi, keluarga juga dipandang tidak harmonis, berbohong, berkurangan, kesulitan, dan mengalami masalah, serta membutuhkan bantuan.
2. Orangtua dilihat sebagai orangtua yang menemani, melindungi, memenuhi kebutuhan anak dan keluarga. Orangtua yang menyayangi, merawat, dan mengutamakan anak. Akan tetapi, orangtua juga dilihat tidak hadir atau tidak bersama anak melakukan kesalahan, tidak menjalankan peran, dan tidak memperhatikan
3. Ayah dilihat sebagai ayah yang melakukan kegiatan bersama keluarga, mencari nafkah atau memenuhi kebutuhan keluarga, memarahi anak karena tidak patuh. Selain itu, ayah juga dilihat sebagai ayah yang melakukan kesalahan, tidak berdaya, dan tidak memperhatikan, tidak merawat, dan tidak menjalankan peran. 4. Ibu dipandang sebagai ibu yang menyayangi, merawat, melindungi,
mengarahkan anak. Ibu yang kesal atau marahi karena anak tidak patuh, ibu yang hadir atau menemani dan melakukan kegiatan bersama anak. Ibu yang memenuhi kebutuhan keluarga dan memperhatikan keluarga. Akan tetapi ibu juga dipandang sebagai
(56)
ibu yang tidak hadir dan tidak melindungi anak, memiliki masalah, mengalami kesulitan dalam mengurus anak
5. Ibu yang tidak menyayangi anak 6. Ibu yang melakukan kesalahan
7. Ibu yang membutuhkan bantuan dan perhatian ayah 8. Ibu tiri yang tidak menyukai anak.
(57)
C. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan terhadap 9 subjek yang merupakan anak dari orangtua bercerai, yang berada pada masa pertengahan dan akhir anak-anak. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beragam persepsi mengenai keluarga dan orangtua. Sebagian besar subjek (subjek 1, 2, 3, 4, 6 , 7, 8, dan 9), ibu relatif dipersepsikan secara positif. Tiga subjek lainnya (subjek 6, 7, dan 8) mempersepsikan ayah secara positif, sedangkan tiga subjek (subjek 1, 3, 5) mempersepsikan ayah secara negatif. Pada dua subjek (subjek 7 dan 9) melihat keseluruhan mengenai keluarga dan orangtua secara positif. Dua subjek (subjek 8 dan 5) memandang keseluruhan mengenai keluarga dan orangtua secara negatif. Selain itu, ditemukan satu subjek yang tampak khusus yaitu subjek 5 memandang keluarga dan orangtua seluruhnya secara negatif. Persepsi-persepsi positif maupun negatif yang muncul tersebut dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan pengetahuan pada anak (Wade dan Tavris, 2008).
Sebagian besar subjek yaitu delapan dari sembilan subjek (subjek 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9), ibu relatif dipersepsikan secara positif. Persepsi positif yang paling dominan muncul mengenai ibu yaitu ibu yang menyayangi, merawat, melindungi, mengarahkan anak, menemani, dan melakukan kegiatan bersama anak, serta memenuhi kebutuhan keluarga. Persepsi positif tersebut dipengaruhi oleh kehadiran ibu, walaupun subjek tidak tinggal dan diasuh oleh ibu (tinggal ayah ataupun sanak saudara, seperti kakek dan nenek,
(1)
Meminta pertolongan kepada
keluaga
babi
lain.
Tetapi
keluarga
babi
lain
tidak
mendengar tangisan merka
Anak babi itu berkata Mengapa
keluarga babi lain bisa makan
minum
yang
enak-enak
sementara kita tidak , jawab
ibu
karena
desa
kita
tanamannya juga kurus kering
Bagaimana kalau kita berjalan
ke desa babi-babijadikita bisa
makan dan minum sepuasnya‟.
Meminta
bantua
kepada orang lain
untuk
memecahkan
masalah
Anak
memiliki
pandangan
orangtuanya tidak
dapat memenuhi
kebutuhan
anak
seperti
keluarga
lainnya
Orangtua
yang
mencari
solusi
dari permasalahan
Keluarga
yang
sulit
mendapatkan
bantuan
dari
orang lain
Keluarga
yang
lebih
berkesusahan
dibanding
keluarga lain
Persepsi keluarga
yang
membutuhkan
bantuan
Kartu 8
Di suatu desa tinggalah suatu keluarga kuda yang.. E.. Hidup dengan gembira. E.. Pada hari itu..em.. Adalah hari minggu dan mereka pun e.. Tidak berlibur kemana-mana tetapi mereka hanya di rumah saja. E.. Em.. Kedua suami istri itu bernama..e..pak horse dan bu horse dan anak-anaknya ada dua yang e.. Betina bernama Herlin dan yang jantan bernama Horgen. Mereka menikmati hari libur degan suka cita e... Di pagi hari bu Horse sudah membuatkan kopi untuk pak Horse. Pak Horse masih tidur dan kedua anaknya juga masih tidur. Bu horse sudah membuatkan susu untuk anak-anaknya. Lalu pak Horse pun bangun dari tidurnya dan Pak Horse langsung mandi dan setelah itu meminum kopi buatan bu Horse. Setelah pak Horse yang bangun, Herlin pun bangun dan Herlin membangunkan Horgen. Kedua anak pak Hoese dan bu Horse tadi bangun dan mereka langsung mandi. Setelah mereka mandi mereka langsung minum susu dan mereka meminum susu dengan roti tawar yang sudah disiapkan bu Horse. Setelah mereka selesai dengan kegiatan paginya mereka pun berbicang-bincang dan Herlin dan Horgen bermain bersama. Saat Horgen akan mengambil mainan Herlin, Herlin tidak boleh membolehkannya karena Herlin tau kalau Horgen mengambil mainannya pasti mainannya akan dirusak jadi Horgen langsung dimarahi oleh Herlin. Kamu tidak boleh mengambil mainan kakak, kamu ambil saja mainanmu sendiri. Lalu Horgen bertanya,‟Mengapa aku tidak boleh bermain dengan mainan kakak? Kan sama saja. Lalu Herlin menjawab,‟ karena kakak tahu kalau.. Kalau meminjam mainan kakak kepada kamu pasti kamu akan merusaknya jadi kakak takut kalau mainan kakak dirusak. Lalu Horgen langsung marah dan mengambil mainannya sendiri. Lalu setelah Herlin dan Horgen bermain, Pak Horse dan Bu Horse berbincang-bincang di luar. Bu Horse mengatakan pada pak Horse begini,‟ em,, barusan aku melihat anak kita sedang berantem karena Horgen..e.. Akan mengambil mainan Herlin dan Herlin tidak membolehkan. E.. Aku tidak mau kalau anak kita terus berantem hanya karena masalah mainan,‟. Lalu pak Horse menjawab, „ Ya itu kan anak-anak kita masih kecil jadi harusnya kamu maklum dong dengan keadaan mereka. Ya aku sih tau kalau mereka berantem tidak baik tetapi biarkan sajalah‟. „ Ayah ini lho kok anak-anak kita berantem dibiarkan saja, bukannya dibilangin malah dibiarkan saja. Nanti mereka terus berantem begitu ayah..hehe..‟. Lalu Herlin dan Horgen bermain bersama dan Horgen diam-diam megambil mainan Herlin. Tanpa Herlin
(2)
tau, mainan Herlin sudah dirusak oleh Horgen dan setelah Herlin tahu mainannya dirusak Horgen, Herlin marah besar karena mainan itu baru saja dibelikan oleh ayah dan ibunya. Herlin marah kepada Horgen, „ Horgern kamu ini kan sudah kakak bilang jangan mengambil mainan kakak? Coba kalo kakak mengambil mainanmu dan kakak rusak pasti kamu tidak mau kan? Heeh.. Padahal kalu liat kan kemarin baru saja ayah dan ibu memberikannya pada kakak. Heeh..malah kamu merusaknya.. Heeh..he..kamu tidak tau perasaan kakak, kakaksedih sekali. Begitu marah Herlin..he.. Herlin langsung menangis dan masuk ke kamar. Karena Horgen masih kecil, Horgen tidak tahu apa-apa jadi Horgen pun tanpa menyesal tetap saja bermain. Lalu bu Horse mauk ke dalam rumah untuk melihat keadaan Herlin dan Horgen. Ternyata Horgen merusakkan mainan Herlin yang baru saja ia dan suaminyya belikan untuk Herlin, jadi akhir ceritana gimana? Sebentar. Masih panjang? Nggak. Lalu bu Horse memarahi Horgen, em.. Kan kemarin sudah ibu dan ayah belihan mainan untuk kamu, mengapa kamu mengambil mainan yang ibu dan ayah belikan untuk kakak? Em.. Kamu bermain dengan mainanmu sendiri‟. Lalu setelah Horgen tahu kalo dia salah, dia langsung menyesal dan meminta maaf kepada kakaknya. Dan setelah ayah dan ibu Horgen menasihati Horgen agar tidak mengambil mainan Herlin lagi, Horgen tidak pernah mengambil mainan Herlin lagi dan merekapun hidup bahagia selamanya.
Tokoh
: Herlin, kakak perempuan yang mainannya dirusak
adiknya
Sumber cerita: dari khayalan anak
Tema Deskriptif
Tema Interpretif
Tema Diagnostik
Bu
horse
sudah
membuatkan susu untuk
anak-anaknya. Pak Horse
langsung
mandi
dan
meminum kopi buatan bu
Horse.
Mereka
selesai
dengan
kegiatan paginya mereka
pun berbicang-bincang dan
Herlin dan Horgen bermain
bersama.
Bu Horse mengatakan pada
pak Horse begini,‟ barusan
aku melihat anak kita
sedang berantem, aku tidak
mau kalau anak kita terus
berantem
hanya
karena
masalah mainan. Ayah ini
lho kok anak-anak kita
berantem dibiarkan saja,
bukannya dibilangin malah
dibiarkan
saja.
Nanti
mereka
terus
berantem
begitu ayah.
Jika ada ibuyang
menyiapkan
kebutuhan keluarga
Keluarga
yang
berkumpul
bersama-sama
Ibu yang meminta
bantuan ayah dalam
mengurus anak
Terdapat
persepsi
tentang ibu yang
menyiapkan
kebutuhan keluarga
Persepsi
keluarga
yang
melakukan
kegiatan bersama
Ibu
yang
membutuhkan
bantuan ayah
Ibu
yang
memperingatkan
ayah
(3)
Bu
Horse
memarahi
Horgen, kamu bermain
dengan main
anmu sendiri‟.
Ibu yang memarahi
kesalahan
yang
dilakukan anaknya
Ibu yang marahi
anak
Kartu 9
Pada suatu malam ada satu keluarga gajah e..sedang menikmati malam. Ayah dan ibu gajah itu menyuruh gajah kecil itu untuk tidur. E.. Tetapi gajah kecil itu tidak mau tidur. Ia pun dimarahi oleh ayahnya oleh ayahnya. Em..mere..e..anak gajah itu harus tidur sekarang karena kalau tidak em.. Besok ia bangun kesiangan. Em..akhirnya gajah kecil itu masuk ke kamar tetapi ia tidak tidur, melainkan ia hanya mengintip dan melihat TV di depan kamarnya. Ayah dan ibunya tidak tahu kalau gajah kecil itu tidak tidur. Lalu e.. Saat ayahnya melihat ke kamar gajah kecil itu, gajah kecil itu berpura-pura tidur lelap padahal ia.. E.. Bukan tidur tetapi menonton TV. Setelah ayahnya.. Setelah ayahnya melihat TV lagi gajah kecil itu juga ikut nmelihat TV. Nah.. Ee.. Terus akhirnya gimana? Saat ayah dan ibunya mau tidur, gajah kecil itu tidak tahu kalo ayah dan ibunya mau tidur karena gajah kecil itu melamun di kamarnya. Dan ibunya melihat bahwa gajah kecil itu tidak tidur dan ibunya memarahi gajah kecil itu. Lalu gajah kecil itu menyesal dan gajah kecil itu tidak mengulangi lagi. Dan besoknya e.. Gajah kecil itu bangun kesiangan dan e.. Dia terlambat untuk masuk ke sekolah dan jadi gajah kecil itu tidak masuk sekolah pada hari itu karena e.. Sudah sangat terlambat untuk sekolah.
Tokoh
: seekor gajah kecil yang disuruh tidur
Sumber cerita: khayalan anak
Tema Deskriptif
Tema Interpretif
Tema Diagnostik
Tetapi gajah kecil itu
tidak mau tidur. Ia pun
dimarahi oleh ayahnya
Ibunya melihat bahwa
gajah kecil itu tidak tidur
dan
ibunya
memarahi
gajah kecil.
Jika
seorang
ayah
memarahi
anaknya
karena tidak patuh
Ibu yang memarahi
anak
karena
tidak
patuh
Terdapat
persepsi
tentang ayah yang
marahi anak
Ibu yang marahi
anak
Kartu 10
Em.. Pada suatu hari hiduplah induk sapi dan anak sapi. Induk sapi itu menyuruh anak sapi itu untuk mandi tetapi e.. Anak sapi tersebut malas untuk mandi. Akhirnya induk sapi tersebut menggendongnya ke kamar mandi dan induk sapi itu memendikan anak sapi itu. Dengan perasaan kesal, anak sapi tadi dalam hatinya marah dengan ibunya. E.. E.. Ia merasa ia terlalu dipaksa untuk mandi jadi ia kesal dengan ibunya. Setelah anak sapi tiu selesai dimandikan.e.. Anak sapi tersebut masi marah dengan ibunya dan ia melamun di kamar. Induk sapi itu tau kalau anakanya masij marah dengan dia karena emm.. Induk sapi itu terlalu memaksa untuk anak sapi itu untuk mandi. Induk sapi tau kalau anaknya tidak suka mandi e.. Dan anaknya lebih suka bermain lumpur jadi induk sapi tadi menemaninya di kamar. Dan induk sapi tadi minta maaff kepada anaknya dan anaknya bisa memaafkannyya. Dan e.. Setelah anaknya memaafkan ibunya, anaknya langsung keluar dan bermain lumpur. Ibunya pun jengkel karena setelah dimandikan malah bermain lumpur. Jai kotor lagi. Setelah itu anak sapi tadi tetap tidak mau mandi lagi. Emm.. Ya lalu induk sapi tadi mendiamkan saja anaknya untuk main di lumpur dan besoknyya e.. Anak sapi tau kalau nanti pasti ibunya menyuruh dia mandi jadi dia
(4)
mandi sendiri dengan tidak disuruh walaupun setelah mandi, ia bermain di lumpur lagi. Emm tapi induk sapi sangat senang karena anaknya sudah..sudah mau untuk mandi tanpa disuruh. E.. Tetapi e.. Anak sapi tadi setelah bermain lumpur ia mandi lagi dan induk sapi tadi sangat senang jadi sekarng anak sapi tadi e.. Selalu menaati perintah ibunya.
Tokoh
: seekor anak sapi yang disuruh mandi ibunya
Sumber cerita
: khayalan
Tema Deskriptif
Tema Interpretif
Tema Diagnostik
Induk sapi menyuruh anak
sapi itu untuk mandi tetapi
anak sapi tersebut malas
untuk mandi.
Induk
sapi
menggendongnya
ke
kamar mandi dan induk
sapi itu memandikan anak
sapi itu.
Induk sapi itu tau kalau
anaknya
masih
marah,induk
sapi
tau
kalau anaknya tidak suka
mandi
Induk sapi tadi minta
maaff kepada anaknya dan
anaknya
bisa
memaafkannya.
Ibunya pun jengkel karena
setelah dimandikan malah
bermain lumpur. Induk
sapi tadi mendiamkan saja
anaknya untuk main di
lumpur.
Jika
seorang
ibu
memberi perintah dan
anak
malas
untuk
memenuhinya
Ibu yang merawat
anak
Ibu yang memahami
keinginan anak
Ibu
yang
merasa
bersalah
Ibu
yang
jengkel
melihat
perbuatan
anaknya
Terdapat
persepsi
ibu yang menyuruh
anaknya melakukan
sesuatu
Persepsi ibu yang
merawat anak
Ibu
yang
mengabaikankeingin
an anak
Ibu yang memahami
kesalahannya
Persepsi ibu yang
kesal
(5)
vii
PERSEPSI ANAK MENGENAI ORANGTUA DAN KELUARGA
DARI ORANGTUA BERCERAI
Riana Maryaningtyas
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi anak mengenai orangtua dan keluarga dari orangtua bercerai. Persepsi anak mengenai orangtua dibentuk oleh kondisi keluarga, serta pengalaman anak mengenai sikap dan perilaku orangtua terhadap anak. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode proyektif. Subjek dalam penelitian ini adalah 9 anak yang berada pada masa pertengahan dan akhir anak-anak. Pengambilan data mengunakan laporan CAT dengan teknik analisis tematik. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar subjek (delapan subjek) mempersepsikan ibu relatif secara positif; sedangkan ayah, orangtua, dan keluarga dipersepsikan secara beragam yaitu dari segi positif dan negatif berdasarkan dampak perceraian orangtua yang diberikan kepada anak. Kemunculan persepsi ini dapat disebabkan oleh dampak perceraian yang membuat anak memiliki harapan dan kebutuhan kepada keluarga dan orangtua. Persepsi anak tidak hanya dipengaruhi oleh pengalaman real saja tetapi juga dari pemikiran anak itu sendiri.
(6)
viii
PERCEPTIONS OF CHILD WITH DIVORCED PARENTS
AGAINST PARENTS AND FAMILY
Riana Maryaningtyas
ABSTRACT
This study aims to determine the child perception of the parents and family of the divorced parents. The child perceptions about parents and family will be formed by family, as well as the child experience by parents attitude and behavior towards child. This study used a qualitative approach to a projective methods. The subject in this research were 9 children subjects in the middle and late childhood. The data was taken by CAT report used thematic analysis technique. The findings in this study indicate that the majority of subjects (8 subjects) perceive relatively positive mother; while the father, the parent, and the family is perceived in term of a variety of positive and negative based on the impact of arental divorce gie to the child. Emergence this perception can be caused by the impact of divorce that makes child has a expectation and necessities to families and parents. Perceptions of child’s are not only influenced by real experience but by child own thinking.