Bagan diatas mengkaji praktek kekuasaan yang berhubungan dengan praktik-praktik budaya dan sejarah dalam institusi sekolah. Meminjam bahasa
Paulo Freire, mengindikasikan keyakinan akan kekuatan potensi pendidikan untuk melakukan perubahan sosial lewat agen manusia, dan pendidikan menghubungkan
kekuasaan dan politik, ketiganya terkait satu sama lain. Pada dasarnya, semua aktifitas pendidikan memang bersifat politis dan mempunyai konsekuensi dan
kualitas politis. Wacana Tragedi Kemanusiaan 1965 mempunyai dua versi, yaitu versi
resmi dari pemerintahan Orde Baru dan versi alternatif dari berkembangnya hasil penelitian pasca Orde Baru. Versi resmi dari pemerintah mempunyai sifat
yang mono-naratif karena apa yang mereka katakan mengenai peristiwa tersebut tidak bisa dibantah kebenarannya dan semua lapisan masyarakat didoktrin oleh
wacana tersebut. Sedangkan versi alternatif sifatnya sangat multi-naratif yang merupakan penelitian bertahun-tahun beberapa institusi dan individu, juga tidak
menutup kemungkinan untuk mendiskusikan lebih lanjut secara terbuka mengenai fakta dan kebenarannya. Hegemoni tandingan yang diciptakan oleh wacana
alternatif ini merupakan reaksi atas ketidakpercayaan mereka terhadap kekuasaan negara dalam menciptakan narasi sejarah. Sebelum tumbangnya Orde Baru,
pendidikan baca:sekolah hanya boleh mengajar sejarah topik Tragedi 65 dengan satu versi saja. Tetapi pasca Orde Baru, guru seharusnya mempunyai kebebasan
untuk memberi banyak versi-versi narasi kepada muridnya.
7. Metode Penelitian
Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat interpretatif dan action research dengan menggunakan dua pendekatan. Pertama,
analisa tekstual terhadap materi pendidikan sejarah sekolah menengah atas yang membahas wacana Tragedi Kemanusiaan 1965. Materi ini dianalisa untuk
menentukan perkembangan materi ajar yang digunakan untuk proses belajar mengajar di kelas sejak masa Orde Baru sampai dengan pasca Orde Baru. Kedua,
metode wawancara guru mengenai perubahan dan dinamika materi wacana Tragedi Kemanusiaan 1965. Penelitian ini menempatkan film dokumenter sebagai
wacana budaya yang tertekstualisasikan sehingga harus dipahami sebagai teks budaya. Subjek penelitian ini terdiri guru-guru sejarah dari beberapa sekolah
menengah atas, yaitu SMA Negeri, SMA swasta berbasis agama dan SMA nasional tidak berbasis agama. Alasan penulis untuk mengambil data dari sekolah-
sekolah tersebut adalah ingin memberi banyak alternatif pengumpulan data,
bahwa yang diteliti tidak hanya sekolah swasta atau negeri saja, tetapi keduanya. Ada empat cara pengumpulan data yang ditempuh dalam penelitian ini. Pertama,
penulis meneliti buku-buku yang digunakan oleh sekolah-sekolah tersebut dan menganalisa apakah ada perubahan mengenai pembahasan teks terkait dengan
tema Tragedi Kemanusiaan 1965. Kedua, mewawancarai guru sejarah untuk mengetahui bagaimana respon mereka dinamika perubahan buku teks sejarah
selama Orde Baru dan pasca Orde Baru. Ketiga, penyajian film dokumenter 40 Years of Silence yang kemudian ditonton oleh guru sejarah dari sekolah-sekolah
yang telah ditunjuk sebagai data dan mewawancarai guru sejarah setelah menonton film tersebut untuk mengetahui repon mereka terhadap penyajian
wacana sejarah alternatif. Keempat, masih sejajar dengan metode ketiga yaitu mewawancarai guru mengenai bagaimana mereka menegosiasikan versi sejarah
alternatif tersebut dengan institusi sebagai bentuk pengajaran baru.
8. Sumber Data
Ada dua macam sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini, sumber data primer adalah analisa buku teks untuk mengetahui perkembangan
buku sejarah terkait wacana Tragedi Kemanusiaan 65 sebelum dan sesudah
Reformasi 98. kemudian data sekundernya adalah hasil wawancara dengan guru- guru sejarah tersebut untuk mengetahui respon mereka terhadap perubahan teks-
teks sejarah sejak Orde Baru sampai Paska Orde Baru di buku pelajaran sejarah. Sumber data sekundernya adalah hasil wawancara dengan para guru sejarah untuk
mengetahui respon mereka terkait dengan sumber data primer berikut respon mereka terhadap munculnya bentuk-bentuk alternatif pengajaran sejarah setelah
Reformasi 98. Data sekunder digunakan untuk mengetahui bagaimana guru-guru sejarah menegosiasikan bentuk pengajaran baru yang alternatif terhadap institusi.
9. Teknik Pengumpulan Data
Untuk teknik pengumpulan data dari para guru sejarah, dipakai dua jenis metode: analisa buku teks sejarah dari sebelum Reformasi 98 dan sesudahnya.
Buku-buku yang didapat antara lain adalah buku yang telah disusun oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah Yogyakarta pada tahun 1996, buku
Sejarah untuk SMA Kelas XII penerbit Erlangga tahun 2006, buku Sejarah untuk SMA Kelas XII penerbit Yudhistira, dan Diktat Jurnal Pelajaran Sejarah Kelas
XII yang disusun oleh salah satu guru dari sekolah Katolik. Beberapa wawancara dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah menonton film untuk memperoleh
segi pandang mereka tentang perbedaan wacana Tragedi Kemanusiaan versi umum dan versi alternatif dan bagaimana respon mereka terhadap polemik
perubahan wacana setelah Reformasi 98. Wawancara sebelum nonton film dilakukan untuk mengetahui respon mereka terhadap dinamika perubahan materi
pengajaran sejarah. Wawancara kedua dilakukan setelah mereka menonton film 40 Years of Silence yang kemudian akan mengetahui bagaimana apakah versi
alternatif yang beredar akan mempengaruhi cara mengajar mereka pada peserta didik dan bagaimana mereka menegosisasikan bentuk pengajaran sejarah
alternatif kepada institusi.
10. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan hasil penelitian ini terdiri atas enam bab. Bab pertama berupa deskripsi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab kedua dibahas mengenai wacana kekuasaan
dalam historiografis Indonesia tentang Tragedi Kemanusiaan 65 dan perubahan penulisan atau penyajian sejarah dari masa Orde Baru sampai pasca Orde Baru.
Bab tiga menganalisa buku-buku teks pelajaran sejarah resmi yang digunakan
para guru Sekolah Menengah Atas sebagai medium pengajaran dan mengetahui ada atau tidaknya perubahan setelah Reformasi 98. Bab empat menganalisa hasil
wawancara dengan beberapa guru sejarah untuk mengetahui respon mereka terhadap polemik perubahan kurikulum yang mengacu pada pembahasan Tragedi
Kemanusiaan 1965 dan posisi sejarah alternatif di tengah pengajaran sejarah resmi. Bab lima membahas bagaimana negosiasi guru sejarah dengan institusi
pendidikan terhadap bentuk-bentuk pengajaran Tragedi Kemanusiaan 1965 dengan berbagai versi. Bab enam merupakan kesimpulan tentang bagaimana
posisi sejarah resmi dan sejarah alternatif di dunia pendidikan.