Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus) dan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat
PERTUMBUHAN DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN
BETOK (
Anabas testudineus
) DAN MUJAIR (
Oreochromis mossambicus
)
DI DANAU TALIWANG, SUMBAWA BARAT
Rahmat Mawardi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahawa tesis “
PERTUMBUHAN DAN
ASPEK REPRODUKSI IKAN BETOK (
Anabas testudineus
) DAN
MUJAIR (
Oreochromis mossambicus
)
DI DANAU TALIWANG,
SUMBAWA BARAT” adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Rahmat Mawardi
C251080081
(3)
RINGKASAN
Ikan betok dan mujair adalah jenis ikan yang dominan dari hasil tangkapan
nelayan. Ikan betok umumnya tertangkap pada daerah tumbuhan air sedangkan
ikan mujair pada perairan terbuka. Permintaan terhadap ikan betok dan mujair
bagi masyarakat Sumbawa Barat cukup tinggi, sehingga kedua jenis ikan ini
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Upaya dalam memenuhi permintaan pasar
masih sepenuhnya tergantung pada hasil tangkapan di alam. Potensi produksi
ikan-ikan di Danau Taliwang termasuk ikan betok dan mujair cenderung
mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan oleh semakin berkurangnya hasil
tangkapan nelayan di daerah tersebut, akibat tingkat eksploitasi yang berlebihan
dan perubahan hidrodinamika danau terkait dengan kondisi volume air danau
yang semakin berkurang. Terutama pada musim kemarau yang menyebabkan
berkurangnya ruang gerak atau habitat bagi ikan. Dengan adanya berbagai tekanan
terhadap populasi ikan betok dan mujair, dikhawatirkan populasi kedua jenis ikan
ini akan semakin terancam. Oleh sebab itu, pengelolaan terhadap ikan betok dan
mujair di Danau Taliwang pada masa mendatang perlu dilakukan didasarkan pada
informasi biologis kedua jenis ikan ini di perairan tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2010 di perairan
Danau Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat
dengan metode deskripsi analitik. Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan
pertimbangan karakteristik habitat masing-masing stasiun dan efisiensi
operasional pelaksanaan. Adapun karakterisitk stasiun penelitian sebagai
berikut:
1)
Stasiun 1, 3, dan 5 merupakan daerah perairan terbuka. Stasiun ini
memiliki kondisi permukaan air danau yang terbuka, terletak di
tengah-tengah danau, kedalaman relatif lebih dalam (± 4 m). Diduga merupakan
preferensi habitat bagi ikan mujair.
2)
Stasiun 2 dan 4 merupakan daerah tumbuhan air. Stasiun ini memiliki
kerapatan tumbuhan air yang tinggi (pada stasiun 2 didominasi oleh
Hydrilla verticillata
dan stasiun 4 didominasi oleh
Nelumbo
sp.). Kedua
stasiun ini terdapat di tepi danau, warna air jernih kehitaman, relatif
dangkal (± 2 m) dan airnya stagnan. Kedua stasiun ini diduga merupakan
preferensi habitat ikan betok.
Data yang dikumpulkan berupa parameter biologi meliputi jenis kelamin,
panjang dan bobot total serta jumlah telur. Analisis data meliputi hubungan
panjang dan bobot, faktor kondisi, dugaan parameter pertumbuhan, nisbah
kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas, indeks kematangan gonad,
ukuran pertama matang gonad dan kebiasaan makanan.
Ikan betok jantan yang tertangkap pada bulan April dan Mei masing-masing
21 ekor dan pada bulan Juni dan Juli ikan betina yang tertangkap masing-masing
23 ekor. Ikan betok betina pada bulan April tertangkap sebesar 37 ekor yang
merupakan tangkapan tertinggi, pada bulan Mei jumlah yang tertangkap 30 ekor
dan pada bulan Juni dan Juli masing-masing sebesar 28 dan 22 ekor. Koefisien
regresi (b) ikan betok jantan dan betina masing-masing 3,0860 dan 2,9240 yang
mengindikasikan pola pertumbuhan ikan betok jantan adalah isometrik, sedangkan
pola pertumbuhan ikan betok betina adalah allometrik negatif. Rata-rata faktor
(4)
kondisi ikan jantan berkisar antara 0,5871-0,6542 dan ikan betinanya
0,9422-1,0054. Nilai faktor kondisi rata-rata tertinggi ditemui pada bulan Mei
(masing-masing 0,6542 untuk ikan jantan dan 1,0054 untuk ikan betina. Panjang infiniti
(L
∞) ikan jantan (171,68 mm) lebih kecil dari ikan betina (182,18). Dengan
persamaan pertumbuhan untuk ikan jantan adalah L
t= 171,68 mm (1- e
-0,530(t-0,1117)) dan ikan betina L
t= 182,18 mm (1- e
-0,54(t-0,1131)Nilai indeks kematangan gonad tertinggi pada bulan Mei, yang diduga
puncak pemijahan ikan. Fekunditas rata-rata dari ikan betok berkisar antara
1.128-13.218 butir telur pada kisaran panjang total 86-175 mm dan bobot total
11,22-93,80 gram. Ikan jantan dan betina memiliki makanan utama yang sama
masing-masing dari kelompok tumbuhan air, makanan tambahan terdiri dari kelompok
plankton dan dari kelompok potongan crustacea/invertebrata. Hal ini
menunjukkan ikan betok bersifat omnivora.
). Nilai koefisien
pertumbuhan (K) atau kecepatan pertumbuhan ikan betina lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan jantan. Artinya ikan betina lebih cepat mencapai
panjang asimtotik dibandingkan dengan ikan jantan.
Komposisi ikan mujair yang tertangkap setiap bulan juga cukup bervariatif,
bulan April ikan jantan dan betina yang tertangkap masing-masing 35 dan 26
ekor. Bulan Mei jumlah ikan yang tertangkap baik pada ikan jantan dan betina
masing 42 dan 24 ekor. Pada bulan Juni jumlah ikan tertangkap
masing-masing 41 dan 26 ekor untuk jantan dan betina, dan pada bulan Juli jumlah ikan
yang tertangkap masing-masing 40 ekor ikan jantan dan 28 ekor ikan betina.
Koefisien regresi (b) ikan mujair jantan dan betina masing-masing 2,756 dan
2.858 yang mengindikasikan pola pertumbuhan ikan betok jantan dan betina
adalah allometrik negatif. Berdasarkan waktu maupun stasiun penelitian, nilai
faktor kondisi ikan betina lebih tinggi dari pada ikan jantan.
Rata-rata faktor kondisi ikan jantan berkisar antara 0,9344-1,0015 dan ikan
betina berkisar antara 0,9108-1,0393. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan dan
ikan betina tettinggi ditemukan pada Mei. Panjang infiniti (L
∞) ikan jantan
(231,00 mm) lebih kecil dari ikan betina (266,70). Dengan persamaan
pertumbuhan untuk ikan jantan adalah L
t= 231,6800 mm (1- e
-1.10(t-0,0683)) dan
ikan betina L
t= 266,70 mm (1- e
-0,62(t-0,1070)Nilai indeks kematangan gonad tertinggi pada bulan Mei, yang diduga
merupakan puncak pemijahan ikan. Fekunditas rata-rata dari ikan mujair berkisar
antara 336-9.908 butir telur
.
Ikan jantan dan betina memiliki makanan utama yang
sama masing-masing dari kelompok plankton, dengan makanan utama dari kelas
Bacillariophyceae yang menunjukkan bahwa ikan mujair adalah ikan herbivora.
). Nilai K ikan jantan lebih cepat
dibandingkan dengan ikan betina. Artinya ikan jantan lebih cepat mencapai
panjang asimtotik dibandingkan dengan ikan betina.
Kata kunci : Betok, mujair, Danau Taliwang, pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan
makan
(5)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin dari IPB.
(6)
(7)
PERTUMBUHAN DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN
BETOK (
Anabas testudineus
) DAN MUJAIR (
Oreochromis mossambicus
)
DI DANAU TALIWANG, SUMBAWA BARAT
Rahmat Mawardi
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(8)
(9)
Judul Tesis
: Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok
(
Anabas testudineus
) dan Mujair (
Oreochromis
mossambicus
) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat.
Nama
:
Rahmat Mawardi
NRP
:
C251080081
Program Studi
:
Pengelolaan Sumber Daya Perairan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. MF. Rahardjo, DEA
Ketua
Anggota
Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc
Diketahui
Ketua Progran Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Pengelolaan Sumber Daya
Perairan
Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
(10)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunianya sehingga tesis dapat diselesaikan. Judul yang dipilih adalah
Pertumbuhan dan Aspek Reproduksi Ikan Betok (
Anabas testudineus
) dan
Mujair (
Oreochromis mossambicus
) di Danau Taliwang, Sumbawa Barat
yang dimulai dari bulan April sampai Juli 2010.
Terima Kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sutrisno Sukimin,
DEA (alm), Bapak Prof. Dr. Ir. MF. Rahardjo DEA, selaku ketua komisi
pembimbing dan Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc selaku anggota komisi
pembimbing, serta Dr. Ir. Syahroma Husni Nasution, M.Si selaku penguji
luar komisi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama dalam
penulisan tesis ini. Keluarga (ayahanda Margasih, SH, ibunda Kalsom,
adik-adik ku Edi Sumardi, SP, Sri wahyuningsih dan Muhammad
Iksanudin) yang tetap memberikan semangat dan dukungan terhadap
kelancaran penulisan tesis ini. Serta teman-teman SDP Angkatan 2008 (pak
Budi, pak Ali, bang Juli, bang Karmon, Supri, Ibu Pelita, Wati, Dillah,
Desrita dan ibu Ratna) atas kebersamaan selama di kampus IPB.
Bogor, Agustus 2012
(11)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dompu, pada tanggal 27 November 1984 dari
pasangan Bapak Margasih, SH dan Ibu Kalsom. Penulis merupakan anak pertama
dari empat bersaudara. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1988 di Taman
Kanak-Kanak Bayangkari Dompu. Pada tahun 1990 penulis bersekolah di Sekolah
Dasar Negeri (SDN) 3 Dompu dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1996-1999
penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
Negeri 1 Dompu. Pada tahun yang sama yaitu tahun 1999 penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Dompu dan lulus tahun
2002. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2002 melalui jalur
USMI (undangan Seleksi Mahasiswa IPB) pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Tahun 2008 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan program S2
(Magister Sains) pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
(12)
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...
xiii
DAFTAR GAMBAR ...
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...
xvii
BAB I PENDAHULUAN ...
1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan ... 4
1.4. Kerangka Pemikiran ... 4
1.5.Hipotesis ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
6
2.1. Danau dan Pengelolaannya ... 6
2.2. Deskripsi Ikan... 7
2.2.1.
Ikan Betok ... 7
2.2.2.
Ikan Mujair ... 8
2.3. Pertumbuhan Ikan... 9
2.3.1.
Hubungan Panjang Bobot ... 9
2.3.2.
Faktor Kondisi ... 10
2.3.3.
Pertumbuhan ... 11
2.4. Reproduksi Ikan ... 11
2.4.1.
Waktu dan Tempat Pemijahan ... 11
2.4.2.
Fekunditas ... 12
2.4.3.
Ukuran Pertama Ikan Matang Gonad ... 12
2.5.Kebiasaan Makanan ... 13
2.6.Sifat Fisik, Kimiawi, dan Biologi Air ... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...
15
3.1. Waktu, Tempat dan Lokasi Penelitian ... 15
3.2. Analisis Data ... 18
(13)
xi
3.2.1.1. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan ... 18
3.2.1.2. Faktor Kondisi ... 19
3.2.1.3.Dugaan Pertumbuhan ... 19
3.2.2.
Aspek Reproduksi ... 20
3.2.2.1. Nisbah Kelamin ... 20
3.2.2.2. Tingkat Kematangan Gonad ... 20
3.2.2.3. Indeks Kematangan Gonad ... 21
3.2.2.4. Ukuran Pertama Matang Gonad ... 22
3.2.2.5. Fekunditas ... 22
3.2.3.
Makanan ... 22
3.2.3.1. Komposisi Isi Lambung ... 22
3.2.4.
Kerapatan Tumbuhan Air ... 23
3.2.5.
Kelimpahan Plankton ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
24
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 24
4.2. Ikan Betok ... 26
4.2.1.
Komposisi dan Distribusi Ikan ... 26
4.2.2.
Nisbah Kelamin ... 28
4.2.3.
Pertumbuhan ... 29
4.2.3.1.
Hubungan Panjang dan Bobot ... 29
4.2.3.2.
Faktor Kondisi ... 30
4.2.3.3.
Dugaan Pertumbuhan ... 33
4.2.4.
Reproduksi ... 35
4.2.4.1.
Tingkat Kematangan Gonad ... 35
4.2.4.2.
Ukuran Pertama Matang Gonad ... 37
4.2.4.3.
Preparat Histologis ... 38
4.2.4.4.
Indeks Kematangan Gonad ... 40
4.2.4.5.
Fekunditas ... 42
4.2.5.
Kebiasaan Makanan ... 45
4.2.5.1.
Komposisi Makanan ... 45
4.2.5.2.
Hubungan Kebiasaan Makanan Dengan
Reproduksi ... 47
(14)
xii
4.3.Ikan Mujair ... 48
4.3.1.
Komposisi dan Distribusi Ikan ... 48
4.3.2.
Nisbah Kelamin ... 50
4.3.3.
Pertumbuhan ... 51
4.3.3.1.
Hubungan Panjang dan Bobot... 51
4.3.3.2.
Faktor Kondisi ... 52
4.3.3.3.
Dugaan Pertumbuhan ... 55
4.3.4.
Reproduksi ... 57
4.3.4.1.
Tingkat Kematangan Gonad ... 57
4.3.4.2.
Ukuran Pertana Matang Gonad ... 59
4.3.4.3.
Preparat Histologis ... 60
4.3.4.4.
Indeks Kematangan Gonad ... 62
4.3.4.5.
Fekunditas ... 64
4.3.5.
Kebiasaan Makanan ... 66
4.3.5.1.
Komposisi Makanan ... 66
4.3.5.2.
Hubungan Kebiasaan Makanan
Dengan Reproduksi ... 68
4.4. Kerapatan Tumbuhan Air ... 69
4.5. Kelimpahan Plankton ... 70
4.6. Aspek Pengelolaan Danau Taliwang ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
68
5.1.
Kesimpulan ... 68
5.1.1.
Ikan Betok ... 68
5.1.2.
Ikan Mujair ... 68
5.2.
Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ...
71
(15)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
Hal
1.
Metode dan Alat ... 17
2.
Perbandingan Tingkat Kematangan Gonad Ikan ... 21
3.
Kualitas Air Danau Taliwang di Daerah Tengah Perairan ... 24
4.
Kualitas Air Danau Taliwang di Daerah Tepi Perairan ... 24
5.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Jantan dan Betina ... 40
6.
Nilai Fekunditas Ikan Betok ... 43
7.
Komposisi Jenis Makanan Ikan Betok ... 45
8.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Jantan dan Betina ... 62
9.
Nilai Fekunditas Ikan Mujair ... 64
10.
Komposisi Jenis Makanan Ikan Mujair ... 66
11.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 42
(16)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Hal
1.
Alur Kerangka Pemikiran ... 5
2.
Ikan Betok ... 7
3.
Ikan Mujair ... 8
4.
Peta Lokasi Penelitian ... 15
5.
Komposisi Tangkapan Ikan Betok Berdasarkan Stasiun Pengamatan... 26
6.
Distribusi Tangkapan Ikan Betok ... 27
7.
Distribusi Tangkapan Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 28
8.
Nisbah Kelamin Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 28
9.
Nisbah Kelamin Ikan Betok Berdasarkan Kelas Panjang ... 29
10.
Hubungan Panjang dan Bobot Total Ikan Betok ... 30
11.
Faktor Kondisi Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 31
12.
Faktor Kondisi Ikan Betok Berdasarkan TKG Pada Stasiun Penelitian . 32
13.
Pertumbuhan dan Distribusi Frekwensi Panjang Ikan Betok
Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 34
14.
Kurva Pertumbuhan Panjang Total Ikan Betok Jantan dan Betina ... 35
15.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 36
16.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan
Selang Kelas Panjang ... 37
17.
Hasil Preparat Histologis Gonad Ikan Betok ... 39
18.
Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 41
19.
Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan
Stasiun Pengamatan ... 42
20.
Hubungan Fekunditas Ikan Betok dengan Bobot dan Panjang Total ... 44
21.
Komposisi Makanan Ikan Betok Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46
22.
Komposisi Makanan Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan... 46
23.
Komposisi Makanan Ikan Betok Jantan Berdasarkan TKG ... 47
(17)
xv
25.
Komposisi Tangkapan Ikan Mujair Berdasarkan Stasiun Pengamatan . 49
26.
Distribusi Tangkapan Ikan Mujair ... 49
27.
Distribusi Tangkapan Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 50
28.
Nisbah Kelamin Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 51
29.
Nisbah Kelamin Ikan Mujair Berdasarkan Kelas Panjang... 51
30.
Hubungan Panjang dan Bobot Total Ikan Mujair ... 52
31.
Faktor Kondisi Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 53
32.
Faktor Kondisi Ikan Mujair Berdasarkan TKG Pada Stasiun Penelitian 54
33.
Pertumbuhan dan Distribusi Frekwensi Panjang Ikan Mujair
Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 56
34.
Kurva Pertumbuhan Panjang Total Ikan Mujair Jantan dan Betina ... 57
35.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 58
36.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
Selang Kelas Panjang ... 59
37.
Hasil Preparat Histologis Gonad Ikan Mujair ... 61
38.
Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 63
39.
Indeks Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
Stasiun Pengamatan ... 64
40.
Hubungan Fekunditas Ikan Mujair dengan Bobot dan Panjang Total .... 65
41.
Komposisi Makanan Ikan Mujair Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67
42.
Komposisi Makanan Ikan Mujair Berdasarkan Waktu Pengamatan ... 68
43.
Komposisi Makanan Ikan Mujair Jantan Berdasarkan TKG ... 68
44.
Komposisi Makanan Ikan Betok Betina Berdasarkan TKG ... 69
45.
Kerapatan Tumbuhan Air... 70
46.
Kondisi Tumbuhan Air ... 70
47.
Kelimpahan Plankton ... 71
48.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan Waktu Pengamatan 73
49.
Indeks Kematangan Gonad Ikan Betok Berdarkan Waktu Pengamatan . 74
50.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 75
(18)
xvi
51.
Indeks Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
(19)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Hal
1.
Pembuatan Preparat Histologi Gonad Dengan Metode Mikroteknik ... 88
2.
Kondisi Lokasi Stasiun Penangkapan di Danau Taliwang... 90
3.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 91
4.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Betok Berdasarkan
Stasiun Pengamatan ... 91
5.
Tingkat Kematangan Gonad Ikan Mujair Berdasarkan
Waktu Pengamatan ... 91
6.
Komposisi Makanan Ikan Betok ... 92
7.
Komposisi Makanan Ikan Mujair ... 96
(20)
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Danau Taliwang merupakan perairan tergenang yang terletak bagian barat
daya Pulau Sumbawa yaitu pinggir Kota Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat
(KSB), pada ketinggian 13 m di atas permukaan laut (BPS KSB 2005).
Lingkungan Danau Taliwang merupakan salah satu tipe ekologi lahan basah yang
berada di Pulau Sumbawa dengan status
Taman Wisata Alam (TWA) yang
ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor
418/Kpts-II/1999. Kawasan ini berada di bawah Departemen Kehutanan c.q. Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat (Wahyuni & Kurniawan
2004).
Secara ekologi perairan Danau Taliwang terbagi menjadi tiga tipe biotop
(Praptokardiyo
et al.
1996) yaitu:
1.
Daerah persawahan yang terdapat di sepanjang tepi perairan.
2.
Daerah tumbuhan air meliputi :
a)
Tumbuhan air darat yang senang dekat air yaitu
Aeschyonome
sp.,
Phragmintes
sp
.
,
Cyperus haspan
,
Cyperus
sp., dan
Alternantheria
sp.
b)
Tumbuhan air berakar di dasar, mengapung di permukaan yaitu
Polygonum
sp.,
Nelumbo
sp.,
Nymphaea
sp., dan
Alisma
sp.
c)
Tumbuhan air tenggelam yaitu
Hydrilla verticillata
,
Utricularia
sp.,
Myriophyllum
sp.,
Ceratophyllum demersum
L. dan
Najas indica
W.
3.
Daerah perairan terbuka, berada di bagian tengah perairan.
Danau Taliwang merupakan perairan yang banyak ditumbuhi oleh berbagai
jenis tumbuhan air seperti yang telah disebutkan di atas. Tumbuhan air ini
berperan penting dalam ekosistem perairan antara lain sebagai makanan,
pelindung, dan habitat bagi sejumlah organisme perairan. Walaupun tumbuhan air
ini banyak kegunaannya, namun apabila pertumbuhannya meluas dan menutupi
sebagian permukaan danau menyebabkan terjadinya sedimentasi, sehingga
mengakibatkan pendangkalan yang berpengaruh terhadap luasan area danau
maupun organisme yang ada didalamnya. Proses tersebut juga didukung oleh
aktivitas masyarakat sekitar danau baik dari limbah domestik maupun limbah
(21)
2
pertanian. Apabila dibiarkan dikhawatirkan akan terjadi suksesi ekologi menjadi
daratan.
Pada musim penghujan air akan meluap menggenangi daerah paparan
Danau Taliwang, sehingga mengakibatkan beragamnya habitat yang tersedia.
Besarnya keragaman habitat yang tersedia (daerah rawa dan perairan terbuka)
memungkinkan banyak spesies ikan memanfaatkan daerah ini dalam berbagai
cara dalam menunjang proses kehidupan mereka seperti untuk pemijahan,
pembesaran, dan tempat untuk mencari makanan. Habitat yang bervariasi tersebut
akan menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan bagi anak-anak
ikan.
Jenis-jenis ikan air tawar yang asli hidup pada daerah ini yaitu lele (
Clarias
batrachus
), gabus (
Chana striata
), belut (
Monopterus albus
), belukis
(
Eugnathogobius microps
) dan betok (
Anabas testudineus
), sedangkan jenis
ikan-ikan yang diintroduksi yaitu nilem (
Osteochilus vittatus
), karper (
Cyprinus
carpio
), mujair (
Oreochromis mossambicus
), tawes (
Puntius javanicus
), sepat
siam (
Trichogaster pectoralis
), dan gurame (
Osphronemus gourame
) (Sarnita dan
Jangkaru 1977
in
Praptokardiyo
et al.
1996). Jenis ikan introduksi lain yang
ditemukan adalah ikan koan (
Ctenopharyngodon idella
Ikan betok dan mujair adalah jenis ikan yang dominan dari hasil tangkapan
nelayan. Ikan betok umumnya tertangkap pada daerah tumbuhan air sedangkan
ikan mujair pada perairan terbuka. Permintaan terhadap ikan betok dan mujair
bagi masyarakat Sumbawa Barat cukup tinggi, sehingga kedua jenis ikan ini
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Upaya dalam memenuhi permintaan pasar
masih sepenuhnya tergantung pada hasil tangkapan di alam. Potensi produksi
ikan-ikan di Danau Taliwang termasuk ikan betok dan mujair cenderung
mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan oleh semakin berkurangnya hasil
tangkapan nelayan di daerah tersebut, akibat tingkat eksploitasi yang berlebihan
dan perubahan hidrodinamika danau terkait dengan kondisi volume air danau
yang semakin berkurang. Terutama pada musim kemarau yang menyebabkan
berkurangnya ruang gerak atau habitat bagi ikan. Selain itu penggunaan alat
tangkap yang tidak selektif juga memberikan pengaruh terhadap penurunan dan
kelangsungan hdup ikan-ikan tersebut.
(22)
3
Dengan adanya berbagai tekanan terhadap populasi ikan betok dan mujair,
dikhawatirkan populasi kedua jenis ikan ini akan semakin terancam. Oleh sebab
itu, pengelolaan terhadap ikan betok dan mujair di Danau Taliwang pada masa
mendatang perlu dilakukan mengingat informasi biologis serta populasi kedua
jenis ikan ini di perairan Danau Taliwang masih sangat terbatas.
1.2
Perumusan Masalah
Ikan betok dan mujair merupakan ikan dominan yang ditangkap oleh
nelayan. Populasi kedua jenis ikan ini diperkirakan cenderung mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini diduga karena adanya tekanan
penangkapan yang tinggi, perubahan kondisi lingkungan danau, serta interaksi
antara tekanan penangkapan dan perubahan lingkungan Danau Taliwang.
Usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan sekitar Danau Taliwang
menggunakan alat tangkap yang tidak selektif, seperti jala lempar dan jaring
insang yang ukuran mata jaringnya semakin kecil (dari 2,5 dan 3 inci menjadi 1,5
inci), yang diduga menyebabkan ukuran ikan yang tertangkap cenderung
mengecil.
Selain alat tangkap yang tidak selektif, penurunan populasi ikan diduga juga
disebabkan oleh kondisi lingkungan danau. Semula Danau Taliwang merupakan
daerah genangan banjir yang secara musiman terendam luapan air banjir
(Praptokardiyo
et al.
1996). Namun sejak tahun 1999 daur hidrologi ini terganggu
sejak terbangunnya jaringan irigasi yang melintas batas Danau Taliwang dari
timur ke barat yang memisahkan danau tersebut dengan Sungai Taliwang,
sehingga perairan danau taliwang menjadi perairan tertutup.
Mengingat adanya penurunan populasi terhadap ikan betok dan mujair di
Danau Taliwang. Diperlukan usaha untuk melindungi dalam bentuk pengelolaan,
dengan melihat dan mengkaji aspek biologi ikan serta faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya penurunan populasi tersebut. Salah satu informasi yang
diperlukan adalah aspek pertumbuhan dan reproduksi dari ikan betok dan mujair.
Dengan demikian penelitian terhadap aspek pertumbuhan dan reproduksi
kaitannya dengan ekologi danau dan intensitas penangkapan penting dilakukan
sebagai landasan dasar dalam pengelolaan terhadap populasi ikan-ikan tersebut
sehingga populasi ikan ini tetap terjaga dan lestari.
(23)
4
1.3
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Menganalisis aspek pertumbuhan ikan betok dan mujair.
2.
Menganalisis aspek reproduksi ikan betok dan mujair.
3.
Mengajukan alternatif pengelolaan ikan betok dan mujair di Danau Taliwang.
1.4 Kerangka Pemikiran
Kemampuan bertahan dan lestari populasi ikan betok dan mujair di Danau
Taliwang dipengaruhi oleh struktur populasi, pola pertumbuhan dan kemampuan
reproduksi dari ikan-ikan tersebut. Struktur populasi ikan dapat dilihat dari
komposisi panjang, pertumbuhan dari koefisien pertumbuhan dan reproduksi dari
ukuran pertama kali matang gonad. Parameter-parameter yang mempengaruhi
kemampuan bertahan ikan betok dan mujair dipengaruhi oleh kondisi habitat
Danau Taliwang dan aktvitas masyarakat di sekitar danau. Diagram alir kerangka
pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
1.5
Hipotesis
Apabila pertumbuhan dan kemampuan reproduksi tinggi maka potensi populasi
ikan betok dan mujair dapat bertahan dan lestari.
(24)
(25)
6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Danau dan Pengelolaanya
Danau didefiniskkan sebagai habitat air tergenang yang merupakan
cekungan yang terjadi karena peristiwa alam atau buatan manusia yang berfungsi
menampung air dan menyimpan air yang berasal dari air hujan, air tanah, mata air
ataupun air sungai (UU Nomor 7 Tahun 2004). Danau mempunyai sifat multi
fungsi baik fungsi ekologi, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya dan secara
teknis berfungsi sebagai sumber air baku, tempat hidup berbagai biota air,
pengatur dan penyeimbang tata air, pengendali banjir dan lainnya.
Danau Taliwang merupakan perairan litoral yang banyak ditumbuhi oleh
berbagai jenis tumbuhan air. Tumbuhan air ini berperan penting dalam ekosistem
perairan antara lain sebagai makanan, pelindung, dan habitat bagi sejumlah
organisme perairan (ikan). Pada musim penghujan air akan meluap
menggenangi daerah paparan Danau Taliwang, sehingga mengakibatkan
beragamnya habitat yang tersedia. Besarnya keragaman habitat yang tersedia
(daerah rawa dan perairan terbuka) memungkinkan banyak spesies ikan
memanfaatkan daerah ini dalam berbagai cara dalam menunjang proses
kehidupan mereka seperti untuk pemijahan, pembesaran, dan tempat untuk mencari
makanan. Kondisi ini akan mengakibatkan kekayaan spesies ikan khususnya
kelimpahan ikan di daerah genangan. Habitat yang komplek tersebut akan
menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan bagi anak-anak ikan.
Berdasarkan pendekatan ekosistem, tumbuhan air perlu dipertahankan
dalam jumlah terbatas untuk kehidupan biota terutama beberapa satwa liar
(burung) yang memanfaatkan dan menggunakan ekosistem tumbuhan air sebagai
tempat hidupnya. Bebera jenis burung yang hidup di Danau Taliwang adalah
(Departemen PU dan SEAMEO BIOTROP, 1997) :
a)
Elang Bondol (
Haliastur Indus
)
b)
Kuntul Kerbau (
Bubulcus ibis
)
c)
Mandar Batu (
Gallinula chloropus
)
d)
Blekok Sawah (
Ardeola speciosa
)
e)
Kareo Padi (
Amauromis phoenicurus
)
(26)
7
f)
Itik Gunung (
Anas superciliosa
)
g)
Belibis Batu (
Dendrocygna javanica
)
h)
Sepatu Jengger (
Irediparra galliracea
)
Pengelolaan kawasan danau diperlukan sebagai salah satu upaya untuk
mengendalikan pemanfaatan danau dan lahan sekitar sehingga keseimbangan
antara kepentingan eksploitasi dan kemampuan daya dukung perairan danau serta
fungsi ekosistem danau bagi keperluan kehidupan biota secara keseluruhan tetap
terjaga. Pemanfaatan ekosistem danau didasarkan kepada pertimbangan bahwa
perairan danau berfungsi selain untuk habitat biota air (ikan) juga berperan
sebagai daerah reservat dan konservasi bagi satwa lainnya yang hidup dan tinggal
di perairan danau untuk melakukan sebagian atau keseluruhan daur hidupnya.
2.2
Deskripsi Ikan
2.2.1
Ikan Betok
Betok (Gambar 2) adalah nama sejenis ikan yang umumnya hidup liar di
perairan tawar. Ikan ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti
bethok
atau
belhik
(Jawa.),
puyu
(Malaysia.) atau
pepuyuk
(Bahasa Banjar). Dalam
Bahasa Inggris dikenal sebagai climbing gouramy
,
terlihat dari kemampuannya
memanjat ke daratan. Nama ilmiahnya adalah
Anabas testudineus
(Bloch 1792)
dari kelas Actinopterygii, ordo Perciformes, famili Anabantidae dan genus
Anabas
(Kottelat
et al.
1993).
Gambar 2. Ikan betok (sumber:
Ikan betok umumnya berukuran kecil dengan panjang maksimum sekitar 25
cm, namun kebanyakan lebih kecil. Rumus sirip meliputi D XVII-XVIII 8-10, P I
(27)
8
13-14, V 15, A VIII-XI 9-11, C17, LL 28-32 (Kottelat
et al.
1993). Ikan betok
umumnya ditemukan di rawa, sawah, sungai kecil dan parit, serta di kolam
yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air terbuka.
Dalam keadaan normal, sebagaimana ikan umumnya, betok bernafas dalam
air dengan insang. Akan tetapi betok juga memiliki kemampuan untuk
mengambil oksigen langsung dari udara karena adanya organ labirin.
Kadang-kadang juga dapat berjalan di darat manakala kondisi perairan mengalami
kekeringan (Binoy & Thomas 2003). Binoy & Thomas (2003) juga
menambahkan bahwa ikan ini tersebar luas di India dan beberapa negara
dibagian selatan sampai timur Asia.
2.2.2
Ikan Mujair
Menurut Webb
et al.
(2007), nama umum ikan mujair adalah
Tilapia
mozambique
atau Mozambique
mouth brooder
, Kurper atau mud bream (south
Africa), ikan mujair (Indonesia). Nama ilmiahnya adalah
Orechromis
mossambicus
(Peters 1852) dari kelas Actinopterygii, ordo Perciformes, famili
Cichlidae dan genus
Oreochromis
(Gambar 3).
Gambar 3. Ikan mujair (foto oleh: Mawardi)
Ikan mujair mempunyai bentuk badan pipih dan bulat, kepala bagian atas
cembung, sirip dada hampir sama atau lebih panjang dari panjang kepala, sirip
perut sampai ke dubur. Warna kebanyakan abu-abu dan sebagian hitam. Panjang
total ikan mujair jantan berkisar antara 30-40 cm dan ikan betina berkisar antara
25-33 cm (Webb
et al.
2007). Bobot maksimum 1.130 g dan umur maksimum
mencapai 11 Tahun. Rumus sirip meliputi D.XVIII.13, P.16, V.16, A.17 dan
(28)
9
C.18. Ikan mujair hidup berkelompok di daerah reservoir, sungai, rawa dan aliran
anak sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang. Ikan ini juga mempunyai
kisaran terhadap salinitas yang lebar, baik pada perairan tawar maupun laut
(Philippart & Ruwet 1982
in
Henna
et al
. 2005
)
.
Ikan mujair berasal dari Afrika, yaitu sekitar dataran rendah Zambezi, Shire
dan dataran pantai delta Zambezi sampai pantai Angloa. Pada saat ini, ikan mujair
telah tersebar luas sekurang-kurangnya ke-90 negara di dunia (Webb
et al
. 2007).
Keberadaan ikan mujair yang berlimpah akan menjadi gangguan terhadap
ikan-ikan lain, bahkan dapat menghilangkan ikan-ikan-ikan-ikan asli yang hidup di perairan
tawar. Ikan-ikan asli di beberapa danau dan reservoir di India dan Srilangka
mengalami penurunan dengan di introduksinya ikan mujair (
O. mossambicus
) (de
Silva 1988, Bhagat & Dwivedi 1988). Dampak introduksi ikan mujair terhadap
komunitas akuatik meliputi adanya predasi, persaingan untuk ruang dan makanan,
vektor terhadap adanya penyakit yang patogen, merubah lingkungan abiotik
(kualitas air).
Fuselier (2001) telah melakukan penelitian terhadap dampak introduksi ikan
mujair pada danau-danau di Meksiko, hasilnya menunjukkan terjadinya
penurunan terhadap populasi ikan endemik
pupfishes
yang menyebabkan
terbatasnya akses sumber daya makanan dan kondisi sub-optimal untuk bertahan
hidup. Fuselier (2001) juga menambahkan pemangsaan langsung oleh ikan
mujair terhadap telur ikan dan ikan
pupfish
yang kecil pada danau alami
berkontribusi terhadap penurunan populasi.
2.3
Pertumbuhan Ikan
2.3.1
Hubungan Panjang Bobot
Studi tentang pertumbuhan pada dasarnya menyangkut penentuan ukuran
badan sebagai suatu fungsi dari umur. Von Bertalanffy telah mengembangkan suatu
model matematik bagi pertumbuhan individu (Spare & Venema 1999). Pola
pertumbuhan ikan dapat didekati dengan hubungan panjang dan bobot. Panjang dan
bobot merupakan dua komponen dasar biologi dalam spesies ikan. Hubungan panjang
bobot ikan merupakan parameter utama untuk menduga stok suatu ikan (Ekelemu
et
al
. 2006). Penelitian terhadap hubungan panjang bobot telah banyak dilakukan antara
lain oleh Spare & Venema (1999); Kimmerer
et al
. (2005); Pervin & Murtuza (2008);
(29)
10
Rahardjo & Simanjuntak (2008); Manik (2009).
Pola pertumbuhan tubuh ikan betok khususnya ikan jantan, betina maupun
gabungan di perairan rawa sekitar Desa Teratak Buluh adalah allometrik positif
(Pulungan & Amin 1990). Mustakim (2008) menemukan bahwa pola
pertumbuhan ikan betok jantan di habitat rawa adalah isometrik sedangkan ikan
betina allometrik positif, di sungai dan danau pola pertumbuhan ikan jantan dan
betina adalah allometrik positif. Riedel (1976) melaporkan bahwa
Tilapia
mossambica
di danau Moyua memiliki pola pertumbuhan allometrik. Bataragoa
& Rondo (1990) melaporkan bahwa pertumbuhan ikan mujair di Danau Mooat
adalah allometrik negatif. Sedangkan pola pertumbuhan ikan mujair di Danau
Galela baik jantan maupun betina adalah allometrik negatif (Abdullah 2005).
2.3.2
Faktor kondisi
Faktor kondisi merupakan suatu angka yang menunjukkan kegemukan
ikan. Dari sudut pandang nutrisional, faktor kondisi merupakan akumulasi lemak
dan perkembangan gonad (Le Cren 1951
in
Rahardjo & Simanjuntak 2008).
Nikolsky (1969) menyatakan bahwa faktor kondisi secara tidak langsung
menunjukkan kondisi fisiologis ikan yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik
(perkembangan gonad dan cadangan lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan
sumber daya makanan dan tekanan lingkungan. Selain menunjukkan kondisi ikan,
faktor kondisi juga memberikan informasi kapan ikan memijah (Weatherley &
Rogers, 1978; Hossain
et al
. (2006)
in
Rahardjo & Simanjuntak 2008).
Mustakim (2008) melaporkan nilai faktor kondisi ikan betok selalu
berfluktuasi baik pada jantan maupun betina pada masing-masing habitat, faktor
kondisi ikan jantan berkisar antara 0,98-1,89 dan betina antara 0,89-1,12. Secara
umum nilai faktor kondisi ikan betok jantan relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan betina karena energi yang diperoleh ikan betina diinvestasikan lebih
besar untuk perkembangan gonad (Mayekiso & Hecth 1990). Faktor kondisi
ikan mujair di Danau Mooat berkisar antara 1.30-2.16 (Bataragoa & Rondo
1990). Menurut laporan Rejeki (1994) di perairan Situ Gede faktor kondisi ikan
mujair jantan sebesar 1.70 sedangkan betina sebesar 1.78.
(30)
11
2.3.3
Pertumbuhan
Estimasi parameter pertumbuhan merupakan langkah awal untuk
memperkirakan model dinamika dari suatu sumber daya yang bertujuan sebagai
acuan dalam pengelolaan sumber daya perikanan (Tzeng & Yeh 1998).
Mustakim (2008) melaporkan bahwa dugaan parameter pertumbuhan Von
Bartalanffy ikan betok diperoleh nilai (K dan L
∞) di rawa masing-masing 0,73/th
dan 214,2 mm dengan persamaan Lt = 214,2 (1-e
-0,73(t+0,13)), sungai
masing-masing 0,66/th dan 204,23 mm dengan persamaan Lt = 204,23 (1-e
-0,66(t+0,14)) dan
danau masing-masing 1,30/th dan 200,55 mm dengan persamaan Lt = 200,55 (1-e
-1,3(t+0,072)
). Yuliastuti (1988) menduga nilai koefisien pertumbuhan ikan mujair di
waduk Selorejo dengan menggunakan regresi Ford-Walford sebesar 0,286/th
dengan L
∞sebesar 34,66 cm dan umur ikan pada saat panjangnya sama dengan
nol (t
0) = -0,56 th. Pendugaan parameter pertumbuhan ikan mujair di Sri Langka
diperoleh nilai K= 0,48/th dan L
∞= 39,3 cm (de Silva 1991). Amir (1995)
melaporkan bahwa dari pengukuran dugaan parameter pertumbuhan diperoleh
nilai K dengan metode Gulland dan Holt Plot sebesar 0,1/bln, L
∞= 26,3 cm dan
t
0= -0,13 bulan, dengan persamaan Lt = 26,3 (1-e
-0,1(t+0,13)Perbedaan nilai K dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti makanan, suhu
dan kondisi lingkungan (Weatherley 1972). Menurut Sulistiono
et al.
(2001)
makanan yang berlimpah berpengaruh terhadap pertumbuhan yang cepat.
).
2.4
Reproduksi Ikan
2.4.1
Waktu dan Tempat Pemijahan
Pulungan & Amin (1993) melaporkan bahwa pemijahan ikan betok di
perairan Teratak Buluh dapat berlangsung sepanjang tahun. Waktu pemijahan ikan
betok di Danau Melintang terjadi pada musim penghujan dan terjadi setiap bulan
(Mustakim 2008). Musim pemijahan pada kebanyakan spesies ikan di daerah
tropis adalah pada musim penghujan, karena pada saat itu air melimpah bahkan
cenderung banjir (Welcomme 1985). Lagler (1972) menambahkan bahwa
melimpahnya air pada suatu perairan akan mempengaruhi berubahnya ketinggian
permukaan air yang akan merangsang ikan untuk melakukan pemijahan.
(31)
12
reservoir adalah menguntungkan, karena juvenil ikan akan berekspansi ke zona
litoral selama musim hujan untuk memanfaatkan sumber makanan. Pemijahan
meningkat selama periode musim kemarau, ketika penurunan tinggi air relatif
kecil dari bulan ke bulan hingga mencapai tingkat kedalaman air minimum dari
reservoir. Pemijahan ikan mujair di waduk Selorejo diperkirakan tersebar pada
perairan waduk bagian selatan (dekat muara Sungai Konto). Hal itu sesuai dengan
profil dasar perairan yang diinginkan oleh ikan mujair untuk membuat sarang
yaitu lumpur berpasir (Wardoyo & Sukimin 1978
in
Amir 1995).
2.4.2
Fekunditas
Pulungan & Amin (1993) melaporkan bahwa fekunditas ikan betok di
perairan Teratak Buluh antara 712-8224 butir. Fekunditas ikan betok di Danau
Arang-Arang Jambi berkisar antara 12.300-12.725 butir (Samuel
et al.
2002). Di
Danau Melintang fekunditas ikan betok berkisar antara 6.188-48.414 butir
(Mustakim 2008).
Fekunditas ikan mujair di waduk Selorejo pada ukuran 8,9-24,3 cm
berkisar antara 87-1.347 butir, pada ukuran 8,9-12,9 cm fekunditas rata-ratanya
sekitar 357 butir. Fekunditas yang tinggi pada jenis ikan, diduga merupakan
mekanisme dan strategi untuk meningkatkan jumlah telur serta laju pertumbuhan
larva ikan (Bagenal 1973). Team TAB-BIOTROP (1985) telah mengukur
fekunditas ikan mujair di Waduk Bening yang menyatakan bahwa ikan mujair
untuk seluruh stadia pemijahannya diperkirakan fekunditasnya mencapai 8.000
butir. Rondo (1977)
in
Bataragoa & Rondo (1990) melaporkan bahwa fekunditas
ikan mujair di danau Tondano berukuran panjang 115-215 mm dan berat 30-226
g berkisar antara 324-1.618 butir. Di danau Mooat fekunditas ikan mujair
berkisar antara 76-686 butir (Bataragoa & Rondo 1990).
2.4.3
Ukuran Pertama Ikan Matang Gonad
Menurut laporan Pulungan & Amin (1993) di perairan Teratak Buluh ikan
betok jantan mulai mengalami matang gonad pertama pada ukuran 7,2 cm dan
betina pada ukuran 6,8 cm. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betok di
Danau Melintang pada habitat rawa untuk ikan jantan yaitu 106-107 mm dan
betina 96-97 mm, pada habitat danau ikan jantan 106-107 dan betina pada
(32)
13
ukuran 109-110 (Mustakim 2008).
Soenarjanto (1977) melaporkan bahwa ikan mujair di Waduk Selorejo
memijah pertama kali pada ukuran 13-15 cm. Ukuran pertama matang gonad
ikan mujair di Danau Mooat adalah 7,2 cm (Bataragoa & Rondo 1990).
2.5
Kebiasaan Makanan
Mustakim (2008) melaporkan bahwa ikan betok di Danau Melintang
termasuk ikan omnivora yang cenderung ke karnivora, makanan utamanya adalah
insekta sedangkan makanan lainnya adalah ikan, krustase, serasah (tumbuhan) dan
plankton. Abdullah (2005) menyatakan bahwa makanan utama ikan mujair adalah
Chlorophyceae
dan makanan tambahannya adalah
Bacillariophyceae
. Berbagai
hasil penelitian mengemukakan bahwa ikan mujair adalah pemakan plankton,
detritus dan juga makrofita (Pittman
et al.
(1998); Bhakta & Bandyopadhyay
2007). Hal ini hampir sama dengan makanan dari genus yang sama (
Oreochromis)
(Kariman, Shalloof & Khalifa 2009). Bowen (1976, 1982)
in
Webb
et al
. (2007)
berpendapat bahwa umumnya jenis Tilapia termasuk
O. mossambicus
mengganti
cara memakan (contohnya dari herbivor ke detrivor atau antara pemakan
fitoplankton dan zooplankton). Hal ini berkaitan dengan pola memakan yang
insidental.
2.6
Sifat Fisik, Kimiawi, dan Biologi Air
Walk
et al.
(2000) menyatakan bahwa suhu tinggi akan berpengaruh
langsung terhadap proses fisiologis pada beberapa jenis ikan dan menurunkan
kelimpahannya di perairan. Bagi ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan suhu
perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk
melakukan pemijahan, beruaya dan mencari makan. Suhu juga memengaruhi
distribusi ikan dan kelimpahan makanan di suatu perairan.
Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar salinitas,
temperatur air yang tinggi, oksigen terlarut yang rendah, dan konsentrasi ammonia
yang tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya yang umum untuk
budidaya (Webb
et al.
2007). Huet (1971) menyatakan ikan mujair tahan
terhadap daerah yang bersuhu panas dan optimalnya pada suhu 20
0C, untuk
perkembangan berkisar antara 22
0C-32
0C, suhu terendah mencapai 12
0C.
(33)
14
Philippart & Ruwet (1982) menyatakan bahwa toleransi ikan mujair terhadap
salinitas berkisar antara 0-60 ‰, suhu terendah berkisar antara 8-15
OC dan
maksimum pada suhu 39-40
0C. Pada kondisi yang ekstrim (lethal) kisaran
toleransi terhadap suhu berkisar antara 41-42
0C (Philippart & Ruwet 1982;
Stauffer 1986). Beberapa studi tentang kisaran toleransi ikan mujair dan famili
Ciclidae lainnya terhadap suhu telah dilaporkan (Allanson
et al.
1971; Chervinski
& Lahar 1976). Chen (1976) melaporkan bahwa suhu optimal perairan untuk
memijah bagi ikan mujair berkisar antara 20-35
0C, dimana suhu 22-24
0C dan
26
0C merupakan suhu optimal yang terbaik untuk reproduksi. Mustakim (2008)
melaporkan kisaran suhu untuk perkembangan ikan betok berkisar antara 28,0
0C-30,02
0C. Balarin & Haller (1980) mengemukakan ikan mujair tahan terhadap kadar
O
2kurang dari 5,0 ppm. Kisaran kadar O
2ikan betok di Danau Melintang berkisar
(34)
15
III METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu, Tempat dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2010 di perairan
Danau Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Gambar 4).
St. 1
St. 2
St. 3
St. 4
St. 5
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
Keterangan :
Daerah Perairan Terbuka
Daerah Tumbuhan Air
(35)
16
Bentuk morfologi perairan Danau Taliwang berupa segi empat dari suatu
dataran rendah yang melandai ke arah selatan, dengan luas total 1.085 ha terdiri
dari luas perairan 856 ha dan sawah 229 ha pada elevasi muka air 7,5 m. Pada
elevasi muka air 5,5 m luas total Danau Taliwang 827 ha yang terdiri dari luas
perairan 553 ha, luas tumbuhan air 250 ha dan luas persawahan 24 ha. Sedangkan
pada elevasi muka air 3,5 m luas total Danau Taliwang sebesar 490 ha yang terdiri
dari luas perairan 231 ha, luas tumbuhan air 251 ha dan luas persawahan 8 ha
(Praptokardiyo
et al.
1996). Sekitar wilayah Danau Taliwang terdapat perbukitan
dan pegunungan serta sebagian lereng berbukit. Di bagian utara dan selatan danau
berupa daratan yang didominasi oleh persawahan dan tegalan. Keadaan iklim
Danau Taliwang yang berada di Kecamatan Seteluk dan Kecamatan Taliwang
adalah relatif kering dengan rata-rata curah hujan masing-masing 1.216 dan 1.934
mm/tahun (BPS 2005), tergolong rendah dengan suhu udara rata-rata 26,61
0Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan karakteristik
habitat masing-masing stasiun dan efisiensi operasional pelaksanaan, yaitu
mendapatkan informasi dari nelayan setempat berkaitan dengan lokasi
penangkapan ikan dan tempat ikan betok dan mujair melakukan pemijahan.
Adapun karakterisitk stasiun penelitian sebagai berikut:
C.
1)
Stasiun 1, 3, dan 5 merupakan daerah perairan terbuka. Stasiun ini dipilih
karena kondisi permukaan air danau yang terbuka, terletak di
tengah-tengah danau, kedalaman relatif lebih dalam (± 4 m). Diduga merupakan
preferensi habitat bagi ikan mujair.
2)
Stasiun 2 dan 4 merupakan daerah tumbuhan air. Stasiun ini dipilih karena
kerapatan tumbuhan air yang tinggi (pada stasiun 2 didominasi oleh
Hydrilla verticillata
dan stasiun 4 didominasi oleh
Nelumbo
sp.). Kedua
stasiun ini terdapat di tepi danau, warna air jernih kehitaman, kedalaman
yang relatif dangkal (± 2 m) dan airnya stagnan. Kedua stasiun ini diduga
merupakan preferensi habitat ikan betok.
Pelaksanaan penelitian untuk pengumpulan data terdiri atas dua tahap,
yaitu penelitian di lapangan dan pengamatan serta analisis di laboratorium.
(36)
17
Penelitian di Lapangan
Kondisi kualitas air masing-masing stasiun sebagai data penunjang
penelitian diamati dan diukur. Pengamatan dan pengukuran parameter kualitas
air dilakukan untuk setiap daerah terpilih, bersamaan dengan waktu
pengambilan contoh ikan. Pengukuran parameter suhu, kekeruhan, pH, dan
oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan water quality checker merk
Horriba, Adapun pengukuran parameter kualitas air yang diamati beserta
metode dan alat yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.
Contoh ikan diambil setiap dua minggu sekali dengan menggunakan alat
tangkap yang dipergunakan oleh nelayan setempat (jaring insang dengan
ukuran 1,5 inci), dan alat tangkap non selektif (jaring insang experimental)
dengan ukuran mata jaring yang berbeda (1,5; 2,0; 2,5; 3,0; dan 3,5 inci)
dengan panjang masing-masing ukuran mata jaring 25 m dan tinggi 2 meter
yang dioperasikan di habitat tumbuhan air dengan cara ditempatkan pada sisi
luar tumbuhan air dan perairan terbuka dengan cara membentangkan di tengah
perairan terbuka selama 24 jam. Ikan-ikan yang terjaring dikoleksi keesokan
harinya.
Tabel 1. Metode dan alat
Parameter
Satuan
Metode dan Alat
Fisika
Suhu
Kedalaman
Kekeruhan
0cm
C
NTU
Pembacaan skala (water quality checker)
Visual, tongkat berskala
Pembacaan skala (water quality checker)
Kimia
pH
Oksigen terlarut
-
mg/l
Pembacaan skala (water quality checker)
Pembacaan skala (water quality checker)
Biologi
Tumbuhan air
Plankton
%/m
sel/l
2
Transek kuadrat (1m x 1 m)
Plankton net (ukuran 25 μm)
Ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan habitat pengamatan dan
ukuran mata jaring. Sampel ikan diambil mulai dari ukuran yang terkecil
sampai yang terbesar. Sebagian sampel ikan dibedah di lapangan dan diambil
gonadnya. Gonad ikan jantan dan betina kemudian difiksasi dengan larutan
(37)
18
histologis di laboratoriun. Gonad ikan diawetkan dengan formalin dengan
konsentrasi 4%, kemudian dimasukkan ke botol sampel. Sampel ikan yang
tidak dibedah di lapangan, segera diawetkan dalam larutan formalin dengan
konsentrasi 10% dan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diberi label,
untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Pengukuran tumbuhan air dilakukan dengan menggunakan transek kuadrat
dengan ukuran 1 x 1 m dengan 3 kali ulangan yang ditempatkan pada daerah
tumbuhan air. Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan menyaring air
sebanyak 100 L. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan ember yang
berukuran 10 L yang dituangkan ke dalam plankton net dengan ukuran mata
jaring 50 - 63 µm yang pada ujungnya dikaitkan dengan tabung film sebagai
wadah penampung plankton, kemudian diberi lugol dan kertas label. Setiap jenis
plankton yang diperoleh jumlahnya dicatat kemudian dihitung kelimpahannya.
Pengamatan di Laboratorium
Analisis sampel ikan dilakukan di Laboratorium Biomikro. Analisis
kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Pengamatan di laboratorium meliputi pengukuran panjang total dan
penimbangan bobot ikan untuk melihat pola pertumbuhan ikan. Pengukuran panjang
menggunakan papan ukur dengan ketelitian 0,1 cm dan penimbangan bobot
menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,01 g. Pengamatan beberapa aspek
reproduksi seperti penentuan jenis kelamin, tingkat kematangan gonad (secara
makrokospis dan mikrokospis), indeks kematangan gonad, ukuran pertama kali
matang gonad, fekunditas, dan kebiasaan makanan.
3.2.
Analisis Data
3.2.1.
Pertumbuhan
3.2.1.1.
Hubungan Panjang Total dan Bobot Ikan
Analisis hubungan antara panjang dengan berat menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Ricker (1970) :
(38)
19
keterangan:
W
= berat ikan (gram)
L
= panjang total ikan (mm)
a dan b konstanta
Nilai b = 3 menunjukkan pola pertumbuhan isometrik. Nilai b
≠
3
menunjukkan pola pertumbuhan allometrik (jika b>3 = allometrik positif
(pertumbuhan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang) dan
jika b<3 = allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan
dengan pertumbuhan berat).
Nilai b yang diperoleh diuji dengan uji t pada selang kepercayaan 95 % (α
= 0.05) (Steel dan Torrie 1993). Pada uji ini berlaku hipotesis h
0: b = 3 dan h
1:
b
≠
3. kaidah keputusan diperoleh dengan membandingkan hasil t
hitungdengan
t
tabelpada selang kepercayaan 95 %, jika t
hitung> t
tabelkeputusannya adalah tolak
h
0dan jika t
hitung< t
tabelkeputusannya adalah terima h
0(Walpole 1995).
3.2.1.2.
Faktor Kondisi
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan
Ponderal
Index,
faktor kondisi (K) menggunakan rumus (Effendie 1979):
3.2.1.3.
Dugaan Pertumbuhan
Pendugaan pertumbuhan panjang ikan dihitung dengan model
von
Bertalanffy
sebagai berikut (Sparre & Venema 1999).
L t = L
∞( 1 - e
-K ( t - t o )Keterangan: Lt = Panjang ikan pada umur ke-t (mm)
)
L
∞K = Koefisien pertumbuhan (t
= Panjang maksimal (mm)
-1
t
)
o
Nilai K dan L
= Umur hipotesis ikan pada panjang nol (tahun)
∞L
ditentukan dengan menggunakan metode Ford Walford
in
Sparre & Venema (1999):
t+1
=L
∞(1-e
- K) + e
– KL
tMaka diperoleh koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infiniti (L
∞
)
sebagai
berikut :
(39)
20
K = - (1/
∆t) x ln b
L
∞Untuk menduga umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol (t
= a / 1-b
o
Log(-t
),
digunakan persamaan empiris Pauly (1983), yaitu :
o
)= -0.3922 - 0.2752log L
∞Hasil penghitungan menggunakan metode ELEFAN I yang terdapat dalam
program FISAT II.
- 1.038 log K
3.2.2.
Aspek Reproduksi
3.2.2.1 Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin dihitung dengan membandingkan jumlah ikan jantan
dengan jumlah ikan betina.
Keterangan:
J = Jumlah ikan jantan (ekor)
B = Jumlah ikan betina (ekor)
Selanjutnya menguji keseimbangan nisbah kelamin dengan menggunakan
rumus (Walpole 1995) sebagai berikut :
Keterangan :
X
2O
= Chi-square
i
e
= Frekuensi ikan jantan atau betina yang diamati.
i
= Frekuensi harapan (Frekuensi jantan + frekuensi betina) dibagi 2.
3.2.2.2.
Tingkat Kematangan Gonad
Perkembangan gonad secara kualitatif ditentukan dengan mengamati
TKG I-V berdasarkan morfologi dan histologis gonad, mengacu kepada
deskripsi menurut Effendie (1979) yang dikemukakan pada Tabel 2.
(40)
21
Tabel 2. Perbandingan tingkat kematangan gonad ikan
TKG Betina Jantan
I Ikan muda, gonad seperti sepasang benang
yang memanjang pada sisi lateral rongga peritoneum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin
Gonad berupa sepasang benang tetapi jauh lebih pendek dibandingkan ovarium ikan betina pada stadium yang sama dan berwarna jernih
II Masa perkembangan gonad berukuran
lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur-telur belum bisa dilihat satu-persatu dengan mata telanjang
Gonad berwarna putih susu dan terluhat lebih besar dibandingkan pada gonad tingkat I
III Gonad mengisi hampir setengah rongga
peritoneum, telur-telur sudah mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning kehijauan
Gonad mengisi hampir setengah dari rongga peritoneum, berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum
IV Matang gonad mengisi sebagian besar
ruang peritoneum, warna lebih hijau kecoklatan dan lebih gelap, telur-telur terlihat jelas dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tingkat III
Gonad makin besar dan pejal berwarna putih susu dan mengisi sebagian besar peritoneum
V Mijah,gonad gonad masih terlihat seperti
tingkat IV, sebagian gonad kempes karena sebagian telur telah mengalami oviposisi (mijah)
Gonad bagian anal telah kosong dan lebih lembut
Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan jantan dan betina
ditentukan secara morfologis dan histologis (mencakup warna, bentuk, dan
ukuran gonad).
Analisis secara histologis gonad ikan sampel dilakukan untuk mengetahui
tingkat kematangan gonad secara histologis dan pola pemijahannya (Lampiran
1). Untuk keperluan pengamatan histologi tersebut, dilakukan pengambilan
gonad ikan jantan dan betina yang masih segar. Gonad ikan difiksasi dengan
larutan
Bouin,
kemudian dianalisis di laboratorium dengan proses jaringan
(agar bisa dipotong 5-7 mikron), pemotongan jaringan, dan pewarnaan
menggunakan
haemotoxylin
dan
eosin
(Gunarso 1989).
3.2.2.3.
Indeks Kematangan Gonad
Pengukuran indeks kematangan gonad dihitung dengan membandingkan
bobot gonad terhadap bobot ikan dengan rumus (Effendie 1979) :
(41)
22
Keterangan : IKG
= Indeks kematangan gonad (%)
Bg
= Berat gonad (g)
Bt
= Bobot ikan (g)
3.2.2.4.
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan
metode
Least Square Regression
(metode Marquardt) (Yoneda
et al.
2002).
Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
N = 100/(1+ e
(a+bxPT)Keterangan: N = Peluang ikan matang gonad (%);
)
e = Eksponensial bilangan natural;
a = Intersep (garis potong);
b = Slope (kemiringan);
PT = Panjang total (mm)
3.2.2.5.
Fekunditas
Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari
ikan yang telah mencapai TKG IV. Fekunditas dapat dihitung dengan metode
gravimetrik dengan rumus (Effendie 1997):
Keterangan
: F
= Fekunditas (butir)
G
= Berat gonad (g)
Q
= Berat gonad contoh (g)
N
= Jumlah telur tiap gonad contoh
Hubungan fekunditas dengan ukuran ikan (panjang dan bobot) ditentukan
menggunakan analisis regresi linier (Walpole 1995).
3.2.3.
Makanan
3.2.3.1. Komposisi Isi Lambung
Analisis komposisi isi lambung dilakukan dengan menggunakan indeks
bagian terbesar oleh Natarajan & Jhingran (1961)
in
Effendie (1979), yaitu:
(42)
23
Keterangan: Vi
= persentase volume satu macam makanan (%)
Oi
= persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%)
IP
= Indeks bagian terbesar
3.2.4.
Kerapatan Tumbuhan Air
Kerapatan jenis tumbuhan air dihitung berdasarkan pada luas
penutupannya yaitu :
Keterangan:
C = Persentase penutupan suatu jenis (%/m
2a = Penutupan jenis ke-i (%)
)
A = Luas transek (m
2)
3.2.5.
Kelimpahan Plankton
Kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus (APHA 1989):
Keterangan:
K
= Kelimpahan Plankton (individu/ml)
C
= Jumlah individu plankton yang tercacah
At
= Luas sedgwick raffter cell counting (mm
2S
= Jumlah strip yang diamati
)
V
= Volume air contoh pada
sedgwick raffter cell counting
(ml)
As
= Luas strip
Semakin besar nilai C, maka semakin tinggi kelimpahan plankton di
perairan yang diamati.
(43)
24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, tipe habitat Danau
Taliwang dikelompokkan menjadi perairan terbuka dan perairan yang tertutup
oleh tumbuhan air. Daerah perairan terbuka terletak di tengah danau sedangkan
daerah yang tertutup oleh tumbuhan air terletak di sepanjang tepi danau.
Pengamatan di lokasi penelitian dilakukan pada bulan April-Mei (musim
hujan) dan Juni-Juli (musim kemarau). Tingginya curah hujan selain memberi
dampak positif terhadap perairan danau, yaitu mengalirkan zat-zat hara dari
daratan ke perairan, sering juga menimbulkan dampak negatif yaitu sedimentasi
(meningkatkan kekeruhan). Hasil analisis parameter kualitas air (fisika-kimia)
Danau Taliwang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kualitas air Danau Taliwang di daerah tengah perairan
Parameter
Bulan
Kisaran
Rata-Rata
April Mei
Juni
Juli
Suhu (
oC)
26,80
27,24 27,60 29,75 26,80-29,75 27,85±1,28
Kedalaman (cm)
250
250
250
300
250-300
262,50±25
Kecerahan (cm)
85
95
90
105
85-105
93,75±8,37
Kekeruhan (NTU)
85,15 84,66 78,40 80,25 78,40-85,15 82,12±3,25
pH
8,22
8,84
8,10
8,66
8,10-8,66
8,64±0,34
Oksigen (mg/l)
5,15
5,30
5,57
5,10
5,10-5,57
5,28±0,21
Tabel 4. Kualitas air Danau Taliwang di daerah tepi perairan
Parameter
Bulan
Kisaran
Rata-Rata
April Mei
Juni
Juli
Suhu (
oC)
26,80
27,24 27,60 29,75 26,80-29,75
27,85±1,28
Kedalaman (cm)
150
150
150
170
150-170
155,00±9,80
Kecerahan (cm)
50
55
70
60
50-70
58,75±8,37
Kekeruhan (NTU) 60,20 54,35 48,70 49,50 48,70-60,20
53,19±5,19
pH
7,64
7,90
8,05
6,17
6,17-8,05
7,44±0,85
Oksigen (mg/l)
4,40
4,55
4,30
5,00
4,30-5,00
4,56±0,30
Suhu air dapat mempengaruhi aktifitas fotosintesis serta kelarutan gas-gas
yang ada di dalamnya. Pengaruh suhu secara langsung terhadap kehidupan biota
perairan adalah pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologis
hewan khususnya metabolisme dan siklus reproduksinya. Suhu perairan pada
lokasi penelitian selama pengamatan berkisar antara 26,80-29,75
0C dengan
(44)
rata-25
rata 27,85±1,28
0C. Nilai kisaran suhu tersebut mendukung untuk pertumbuhan
biota air baik makro maupun mikro seperti dinyatakan oleh Riley (1967)
in
Seameo Biotrop (1997) bahwa pada umumnya biota perairan dapat tumbuh dan
berkembang pada suhu 25
0Intensitas cahaya matahari dapat merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan organisme perairan secara keseluruhan. Gambaran penetrasi cahaya
matahari yang masuk ke perairan ditunjukkan oleh nilai kecerahan. Nilai
kecerahan selama pengamatan berkisar 85-105 cm pada daerah terbuka dan 50-70
cm pada daerah yang tertutup tumbuhan air.
C atau lebih.
Kedalaman perairan berkisar antara 250-300 cm pada daerah terbuka dan
150-170 cm pada daerah yang tertutup tumbuhan air. Pada daerah tepi danau
kedalaman air lebih rendah dibandingkan dengan daerah terbuka pada tengah
danau, hal ini disebabkan tingginya proses sedimentasi di daerah tepi danau.
Rata-rata nilai kekeruhan pada daerah terbuka berkisar 82,12±3,25 NTU dan
pada daerah tumbuhan air sebesar 53,19±5,19. Tingginya nilai kekeruhan pada
daerah terbuka diduga disebabkan adanya partikel tersuspensi yang terbawa oleh
aliran air yang masuk ke danau.
Derajat keasaman (pH) di perairan tergenang mempunyai peranan penting
karena dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme perairan. Derajat keasaman
(pH) di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain proses fotosintesis,
biologis dan terdapatnya berbagai kation dan anion di perairan tersebut. Keasaman
air berperan penting baik dalam proses kimiawi maupun biologis yang
kesemuanya dapat menentukan kualitas perairan alami. Kandungan pH di Danau
Taliwang dapat dipengaruhi oleh buangan limbah rumah tangga dan limbah
pertanian. Kisaran pH di perairan Danau Taliwang antara 8,10-8,66 di perairan
terbuka dan 6,17-8,05 pada daerah tumbuhan air, nilai pH tersebut masih cukup
baik untuk kehidupan biota perairan. Nilai kisaran pH menurut Odum (1972) yang
masih layak untuk kehidupan organisme perairan antara 6-9.
Menurut Novotny & Olem (1994) bahwa oksigen terlarut (O
2) dalam
perairan berasal dari difusi udara serta hasil fotosintesis oleh tumbuhan air dan
fitoplankton. Kandungan oksigen terlarut di perairan disarankan tidak kurang dari
4,0 mg/l dan dalam kondisi tidak beracun, konsentrasi 2,0 mg/l sudah cukup untuk
(45)
26
mendukung kehidupan biota perairan khususnya ikan. Rata-rata kandungan
oksigen terlarut di Danau Taliwang sebesar 5,28±0,21 mg/l di daerah perairan
terbuka dan 4,56±0,30 di daerah tumbuhan air (
Nelumbo sp
). Rendahnya
kandungan oksigen terlarut pada daerah tumbuhan air diduga bahwa pada daerah
tumbuhan air terjadi proses dekomposisi bahan organik, dan jenis-jenis biota
perairan (ikan) yang mendiami perairan tersebut adalah jenis-jenis ikan yang
mempunyai alat pernafasan tambahan yaitu
labyrinth
.
4.2. Ikan Betok
4.2.1. Komposisi dan Distribusi Ikan
Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa ikan betok umumnya
ditemukan pada daerah tumbuhan air. Ditemukan juga ikan gabus (
Chana striata
)
dan ikan sepat (
Trichogaster
sp). Jumlah sampel ikan betok yang tertangkap
selama penelitian sebanyak 205 ekor, terdiri dari 117 ekor ikan betina dan 88 ekor
ikan jantan (Gambar 5).
Gambar 5. Komposisi tangkapan ikan betok berdasarkan stasiun pengamatan
Sampel ikan betok tersebut tertangkap di stasiun 2 dan 4 yang merupakan
daerah yang tertutup oleh tumbuhan air. Distribusi tangkapan ikan betok setiap
bulan cukup bervariatif, secara keseluruhan ikan betok jantan banyak ditemukan
pada ukuran 89-98 mm sedangkan ikan betina banyak ditemukan pada selang
ukuran 119-128 mm. Bulan April dan Mei ikan jantan yang tertangkap
masing 21 ekor dan pada bulan Juni dan Juli ikan betina yang tertangkap
masing-masing 23 ekor. Ikan betok betina pada bulan April tertangkap sebesar 37 ekor
yang merupakan tangkapan tertinggi, pada Mei jumlah yang tertangkap 30 ekor
2 4
(46)
27
dan pada bulan Juni dan Juli masing-masing sebesar 28 dan 22 ekor. Bulan April
dan Mei Danau Taliwang masih mendapat pengaruh musim hujan diduga
ikan-ikan jantan cenderung berlindung sedangkan ikan-ikan betina keluar untuk mencari
makanan. Sedangkan pada bulan Juni dan Juli telah masuk musim kemarau,
diduga ikan betina cenderung untuk berlindung dibandingkan dengan ikan jantan.
Gambar 6. Distribusi tangkapan ikan betok
Bulan April ikan betok jantan pada selang kelas 139-148 mm merupakan
ukuran yang paling banyak ditemukan yaitu 4 ekor sedangkan ikan betina pada
selang kelas 159-168 mm sebanyak 7 ekor. Bulan Mei ukuran ikan jantan yang
paling banyak ditemukan yaitu pada selang kelas 89-98 mm, 99-108 mm, 119-128
mm dan 129-138 masing-masing sebanyak 4 ekor sedangkan betina pada ukuran
109-118 dan 128-138 mm sebanyak 6 ekor. Ikan jantan bulan Juni pada selang
kelas 79-88 mm merupakan ukuran yang paling banyak ditemukan 8 yaitu ekor
sedangkan betina pada ukuran 119-128cm sebanyak 6 ekor. Bulan Juli ukuran
ikan jantan yang paling banyak ditemukan yaitu pada selang kelas 89-98 cm
sebanyak 8 ekor sedangkan betina pada ukuran 109-118 dan 119-128 mm
masing-masing sebanyak 5 ekor.
(47)
28
Gambar 7. Distribusi tangkapan ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
4.2.2. Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin ikan betok jantan dan betina adalah 1:1,32 atau 42,93 %
ikan jantan dan 57,07 % ikan betina. Berdasarkan uji “chi-square” pada taraf
nyata 0.05 diperoleh bahwa nisbah kelamin jantan dan betina adalah tidak
seimbang.
Gambar 8. Nisbah kelamin ikan betok berdasarkan waktu pengamatan
Nilai nisbah kelamin tertinggi ditemui bulan Juli. Pada bulan ini jumlah ikan
jantan lebih banyak daripada ikan betina. Pada bulan April terendah dengan
jumlah ikan jantan yang diamati sebesar 21 ekor, sedangkan ikan betina 37 ekor.
Perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang cukup besar disebabkan antara lain
oleh aktifitas ikan di dalam perairan, kemampuannya beradaptasi dan faktor
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20
April Mei Juni Juli
N
is
ba
h
K
ela
m
in
(J
/B
)
(1)
94
JuniJantan
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 33.34622 14 45.16129 1505.958 37.694
Plankton 0 0 -
Navicula 3.727172 4 12.90323 48.09254 1.204 Ankistrodesmus 10.70272 5 16.12903 172.6245 4.321 Fragilaria 2.647296 2 6.451613 17.07933 0.427 Borzia trilocularis 19.04762 1 3.225806 61.44393 1.538 Stichococcus 24.90924 12 38.70968 964.2286 24.135 Melosira granulata 25.42373 1 3.225806 82.01203 2.053
Gyrosigma 8.695255 4 12.90323 112.1968 2.808 Dactyloccocus 65.03574 2 6.451613 419.5854 10.502
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 21.07864 9 29.03226 611.9605 15.317 3995.182 100.000 Betina
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 29.97168 18 58.06452 1740.291 32.021
Plankton 0 0 -
Stichococcus 29.12754 12 38.70968 1127.518 20.746 Anabaena 4.764097 4 12.90323 61.47222 1.131 Oscillatoria limosa 7.692308 1 3.225806 24.8139 0.457 Fragilaria 6.253152 4 12.90323 80.68583 1.485 Navicula 11.03448 1 3.225806 35.59511 0.655 Pinnularia 13.92269 6 19.35484 269.4715 4.958 Dactyloccocus 48.14404 5 16.12903 776.5167 14.288
Zygnemopsis 29.41176 1 3.225806 94.87666 1.746 Borzia trilocularis 19.60784 1 3.225806 63.25111 1.164 Gyrosigma 13.51311 6 19.35484 261.544 4.812 Ankistrodesmus 9.642105 5 16.12903 155.5178 2.862
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 19.20102 12 38.70968 743.2652 13.676 5434.819 100.000
(2)
95
JuliJantan
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 32.12445 15 75 2409.333 46.649
Plankton 0 0 -
Stichococcus 38.47613 6 30 1154.284 22.349 Gyrosigma 3.592814 1 5 17.96407 0.348
Surirella 13.63636 1 5 68.18182 1.320 Ankistrodesmus 11.53846 11 55 634.6154 12.287 Melosira granulata 34.48732 2 10 344.8732 6.677
Botryococcus 6.831228 2 10 68.31228 1.323 Gonium sociale 2.39521 1 5 11.97605 0.232
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 15.17443 6 30 455.2329 8.814 5164.773 100.000 Betina
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 35.12381 14 70 2458.667 45.837
Plankton 0 0 -
Stichococcus 40.15961 7 35 1405.586 26.204 Diatoma 7.142857 1 5 35.71429 0.666 Ankistrodesmus 8.9309 2 10 89.309 1.665 Melosira granulata 35.92943 2 10 359.2943 6.698 Botryococcus 14.92829 2 10 149.2829 2.783 Gonium sociale 3.418803 1 5 17.09402 0.319 Gyrosigma 7.921245 2 10 79.21245 1.477
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 19.24473 8 40 769.7892 14.351 5363.949 100.000
(3)
96
Lampiran 7. Komposisi makanan ikan Mujair
April Jantan
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 41.51923 9 26.47059 1099.038 41.52
Plankton 0 0 -
Navicula 10.4094 7 20.58824 214.3112 8.10 Stichococcus 12.11475 9 26.47059 320.6847 12.11
Gyrosigma 12.00417 6 17.64706 211.8382 8.00 Surirella 12.32799 5 14.70588 181.294 6.85
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 23.41816 9 26.47059 619.8925 23.42 2647.059 100.00 Betina
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 41.98885 12 35.29412 1481.96 43.33
Plankton 0 0 -
Stichococcus 19.89902 11 32.35294 643.7917 18.82 Navicula 6.124193 1 2.941176 18.01233 0.53 Gyrosigma 0.819672 1 2.941176 2.4108 0.07 Fragilaria 18.7552 7 20.58824 386.1366 11.29
Surirella 12.83898 4 11.76471 151.0469 4.42
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 22.78032 11 32.35294 737.0104 21.55 3420.368 100.00
(4)
97
MeiJantan
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 42.60066 12 42.85714 1825.743 42.60
Plankton 0 0 -
Diatoma 5.415965 3 10.71429 58.0282 1.35 Navicula 12.19384 4 14.28571 174.1977 4.06 Gyrosigma 9.680739 6 21.42857 207.4444 4.84 Surirella 19.35484 1 3.571429 69.12442 1.61 Fragilaria 27.58621 1 3.571429 98.52217 2.30 Anabaena 31.20448 2 7.142857 222.8892 5.20 Pinnularia 18.18182 1 3.571429 64.93506 1.52 Tabellaria 7.843137 1 3.571429 28.0112 0.65 Pleurosigma 9.756098 1 3.571429 34.84321 0.81 Ankistrodesmus 16.51109 7 25 412.7773 9.63
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 25.41464 12 42.85714 1089.199 25.41 4285.714 100.00 Betina
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 44.91385 17 60.71429 2726.912 45.78
Plankton 0 0 -
Fragilaria 12.74976 4 14.28571 182.1395 3.06 Diatoma 6.984185 6 21.42857 149.6611 2.51 Navicula 10.43602 4 14.28571 149.086 2.50 Pinnularia 9.450543 3 10.71429 101.2558 1.70 Pleurosigma 10.25641 1 3.571429 36.63004 0.61 Surirella 5.882353 1 3.571429 21.0084 0.35 Anabaena 10.46725 3 10.71429 112.1491 1.88 Tabellaria 7.407407 1 3.571429 26.45503 0.44 Gyrosigma 12.73509 7 25 318.3773 5.35 Ankistrodesmus 20.48449 10 35.71429 731.5889 12.28
Zygnemopsis 2.941176 1 3.571429 10.5042 0.18
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 22.90619 17 60.71429 1390.733 23.35 5956.5 100.00
(5)
98
JuniJantan
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 33.34622 14 45.16129 1505.958 37.69
Plankton 0 0 -
Navicula 3.727172 4 12.90323 48.09254 1.20 Ankistrodesmus 10.70272 5 16.12903 172.6245 4.32 Fragilaria 2.647296 2 6.451613 17.07933 0.43 Borzia trilocularis 19.04762 1 3.225806 61.44393 1.54 Stichococcus 24.90924 12 38.70968 964.2286 24.13 Melosira granulata 25.42373 1 3.225806 82.01203 2.05
Gyrosigma 8.695255 4 12.90323 112.1968 2.81 Dactyloccocus 65.03574 2 6.451613 419.5854 10.50
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 21.07864 9 29.03226 611.9605 15.32 3995.182 100.00 Betina
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 29.97168 18 58.06452 1740.291 32.02
Plankton 0 0 -
Stichococcus 29.12754 12 38.70968 1127.518 20.75 Anabaena 4.764097 4 12.90323 61.47222 1.13 Oscillatoria limosa 7.692308 1 3.225806 24.8139 0.46 Fragilaria 6.253152 4 12.90323 80.68583 1.48 Navicula 11.03448 1 3.225806 35.59511 0.65 Pinnularia 13.92269 6 19.35484 269.4715 4.96 Dactyloccocus 48.14404 5 16.12903 776.5167 14.29
Zygnemopsis 29.41176 1 3.225806 94.87666 1.75 Borzia trilocularis 19.60784 1 3.225806 63.25111 1.16 Gyrosigma 13.51311 6 19.35484 261.544 4.81 Ankistrodesmus 9.642105 5 16.12903 155.5178 2.86
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 19.20102 12 38.70968 743.2652 13.68 5434.819 100.00
(6)
99
JuliJantan
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 32.12445 15 75 2409.333 46.65
Plankton 0 0 -
Stichococcus 38.47613 6 30 1154.284 22.35 Gyrosigma 3.592814 1 5 17.96407 0.35
Surirella 13.63636 1 5 68.18182 1.32 Ankistrodesmus 11.53846 11 55 634.6154 12.29 Melosira granulata 34.48732 2 10 344.8732 6.68
Botryococcus 6.831228 2 10 68.31228 1.32 Gonium sociale 2.39521 1 5 11.97605 0.23
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 15.17443 6 30 455.2329 8.81 5164.773 100.00 Betina
Jenis Organisme Makanan %
volume jum FK (%)
FK x
%V IP
Makrofita
Makrofita/Tumbuhan 35.12381 14 70 2458.667 45.84
Plankton 0 0 -
Stichococcus 40.15961 7 35 1405.586 26.20
Diatoma 7.142857 1 5 35.71429 0.67
Ankistrodesmus 8.9309 2 10 89.309 1.66 Melosira granulata 35.92943 2 10 359.2943 6.70 Botryococcus 14.92829 2 10 149.2829 2.78 Gonium sociale 3.418803 1 5 17.09402 0.32 Gyrosigma 7.921245 2 10 79.21245 1.48
Pot. Crust/Invertebrata 0 0 -
Pot. Crust/Invertebrata 19.24473 8 40 769.7892 14.35 5363.949 100.00