Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur.

(1)

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (

Anabas testudineus

Bloch, 1792) DI RAWA BANJIRAN DAS MAHAKAM,

KALIMANTAN TIMUR

NONCY AYU YOLANDA PELLOKILA

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch, 1792) DI

RAWA BANJIRAN DAS MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009

Noncy Ayu Yolanda Pellokila C24104020


(3)

RINGKASAN

Noncy Ayu Yolanda Pellokila. C24104020. Biologi Reproduksi Ikan Betok

(Anabas testudineus Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS Mahakam,

Kalimantan Timur. Dibimbing oleh Yunizar Ernawati dan Mohammad Mukhlis Kamal.

Rawa banjiran (floodplain) yang terdapat di Sungai Mahakam merupakan salah satu ekosistem yang memegang peranan penting dalam menghasilkan berbagai jenis ikan air tawar. Ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) merupakan salah satu jenis ikan penetap (blackfishes) yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Potensi ikan betok menjadi ikan konsumsi dan ikan hias ditandai dengan meningkatnya permintaan konsumen. Hal ini membuat nelayan lebih mengandalkan hasil tangkapan di alam sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap penurunan populasi ikan tersebut di kemudian hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi ikan betok di rawa banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur. Aspek tersebut meliputi nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), ukuran ikan pertama kali matang gonad, fekunditas, diameter telur, dan pola pemijahan.

Pengambilan contoh ikan dilakukan di rawa banjiran DAS Mahakam mulai bulan November 2007 hingga Januari 2008. Pengambilan contoh dilakukan dengan alat tangkap keblat (st. rawa), tangkul (st. sungai) dan gillnet (st. danau). Penentuan stasiun ditentukan berdasarkan pertimbangan - pertimbangan karakteristik habitat masing - masing stasiun dan informasi dari nelayan setempat.

Ikan betok yang tertangkap selama penelitian berjumlah 400 ekor (235 jantan dan 165 betina ) yang berasal dari stasiun rawa 209 ekor (122 jantan dan 87 betina), stasiun sungai 71 ekor (42 jantan dan 29 betina), dan stasiun danau 120 ekor (71 jantan dan 49 betina). Berdasarkan kisaran panjang total ikan betok ditetapkan 10 selang ukuran panjang, dengan ukuran terkecil 71 mm dan terbesar 195 mm. Pola pertumbuhan ikan betok secara keseluruhan adalah allometrik negatif (b < 3), namun ditemukan juga pola pertumbuhan yang bersifat isometrik (b = 3) yaitu pada ikan betok betina stasiun rawa dan sungai. Kisaran rata - rata faktor kondisi ikan betok betina lebih besar jika dibandingkan dengan ikan jantan. Nisbah kelamin ikan betok pada semua stasiun penelitian secara keseluruhan tidak seimbang dan didominasi oleh ikan jantan. Akan tetapi, nisbah kelamin ikan betok pada TKG III dan IV secara keseluruhan seimbang (jantan:betina = 1:1). Komposisi tangkapan ikan betok TKG III dan IV terbesar berada pada bulan Desember sehingga dapat diduga bahwa puncak pemijahan ikan ini terjadi pada bulan Desember. Berdasarkan TKG, secara keseluruhan ikan betok pertama kali matang gonad berada pada selang ukuran 84 - 109 mm. Ikan betina cenderung lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan jantan. Nilai IKG ikan betok secara keseluruhan berkisar antara 0.14 - 17.77 %, dengan kisaran IKG ikan jantan sebesar 0.14 - 7.67 % dan ikan betina sebesar 0.19 - 17.77 %. Kisaran fekunditas total ikan betok adalah 964 - 30 208 butir dengan panjang total berkisar antara 91 - 183 mm, berat tubuh berkisar antara 13 - 81 gram serta berat gonad berkisar antara 0.39 - 6.37 gram. Kisaran diameter telur ikan betina yang telah matang gonad (TKG III dan IV) adalah 0.23 - 1.42 mm. Berdasarkan pola penyebaran diameter telur TKG III dan IV dapat diduga bahwa pola pemijahan ikan betok berdasarkan 3 bulan penelitian adalah pemijahan secara serentak (total spawning).


(4)

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (

Anabas testudineus

Bloch, 1792) DI RAWA BANJIRAN DAS MAHAKAM,

KALIMANTAN TIMUR

NONCY AYU YOLANDA PELLOKILA C24104020

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792)

di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur Nama Mahasiswa : Noncy Ayu Yolanda Pellokila

NIM : C24104020

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc

NIP. 19490617 197911 2 001 NIP. 19680914 199402 1 000

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002


(6)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kuasa dan rahmat-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus

Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur” ini disusun

berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan November 2007 hingga Januari 2008 di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur dan merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga dengan keterbatasannya, skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2009


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran.

2. Bapak Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA selaku penguji tamu dan Bapak Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku penguji dari departemen atas masukan dan sarannya.

3. Ibu Ir. Murniarti Brodjo, Ms selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya.

4. Bapak Ir. Mohammad Mustakim, M.Si atas kesempatan yang diberikan untuk bergabung dalam penelitian ini.

5. Keluarga penulis Mama, Papa, Dimas, dan Mita yang selalu memberikan dukungan, doa, dana, semangat, serta perhatian kepada penulis.

6. Tata Usaha MSP (mbak Zaenab dan mbak Widar); Staf Laboratorium (Pak Ruslan di Lab. BIMA 1, Ibu Siti di Lab. BIMI 1, dan Pak Ranta di Lab. Kesehatan Ikan); Sahabat - sahabat penulis (Wahyuni Fanggi Tasik, Elsiana Brikmar, Miftah Kurnia Rokmah, Fitri Wulan Sari); Penghuni Pondok Annur (Nuri, Laswati, Prima); Gamanustratim crew (Phaphat, Asri, Ocien); Teamwork Betok (Iren, Friska, Helmi); ASRI A3-362 (Vero, Eka, Sri); dan Seluruh Keluarga besar MSP IPB khususnya angkatan 41 (Evi, Feri, Weni, Ami, Aai, Faiz, Iwen, Widi, Mira, Sumo, Shelly, Nita, Zul, Nafta, Vero, Ani, Muri, Ve, Devi, Githa, Ahmad, Titin, Yuki, Gugun, Muli, Nurdin, Hadi, Ipin, Lia, Dita, AniR, Fikri, Okoy, Reza, Windha, Aloy, Lely, Kiwir, Ipeh, Pacool, DeWul, Dillah, Aryo, Spy, Irwan, Habib, BonBon, Way, Inna, Rifi, Bach, Ririn, dan Bunga) atas dukungan dan bantuannya; serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta, pada tanggal 26 Januari 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putri pasangan Bapak S.O. Pellokila dan Ibu Y.F. Suparti. Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Barunawati Kupang tahun 1991 -1992, dilanjutkan ke SDI Oeba I Kupang tahun 1992 - 1998. Pada tahun 1998 - 2001, penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SLTPN I Kupang dan melanjutkannya ke SMUN I Kupang pada tahun 2001 - 2004.

Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER), Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (GAMANUSTRATIM), dan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Selain itu, penulis pernah magang di Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok, St. Sekotong (2007) dan menjadi panitia di beberapa kegiatan kampus.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Biologi Reproduksi

Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS

Mahakam, Kalimantan Timur” dibawah bimbingan Ibu Dr.Ir. Yunizar Ernawati, MS


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 2

1.4. Manfaat Penelitian... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Klasifikasi dan Morfologi ... 3

2.2. Habitat dan Distribusi ... 4

2.3. Hubungan Panjang Berat ... 6

2.4. Faktor Kondisi ... 6

2.5. Biologi Reproduksi... 7

2.5.1. Nisbah kelamin ... 9

2.5.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 10

2.5.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 11

2.5.4. Fekunditas ... 11

2.5.5. Diameter telur dan pola pemijahan ... 12

3. METODE PENELITIAN... 14

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 14

3.2. Alat dan Bahan... 15

3.3. Metode Kerja ... 15

3.3.1. Pengumpulan ikan contoh... 15

3.3.2. Pengamatan ikan contoh di laboratorium ... 16

3.3.2.1. Pengukuran panjang dan berat ikan contoh ... 16

3.3.2.2. Pembedahan ikan contoh... 16

3.3.2.3. Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG)... 16

3.3.2.4. Penentuan diameter telur ... 17

3.4. Analisis Data ... 17

3.4.1. Sebaran frekuensi... 17

3.4.2. Hubungan panjang berat... 18

3.4.3. Faktor kondisi ... 19

3.4.4. Aspek biologi reproduksi ... 20

3.4.4.1. Nisbah kelamin... 20

3.4.4.2. Indeks kematangan gonad (IKG)... 20

3.4.4.3. Fekunditas ... 20


(10)

x

Halaman

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

4.1. Kondisi Umum Perairan Rawa Banjiran DAS Mahakam ... 23

4.2. Komposisi Tangkapan Ikan Betok ... 26

4.2.1. Komposisi tangkapan ikan betok berdasarkan stasiun penelitian ... 26

4.2.2 Komposisi tangkapan ikan betok berdasarkan selang ukuran panjang ... 28

4.3. Hubungan Panjang Berat Ikan Betok... 31

4.4. Faktor Kondisi Ikan Betok... 34

4.5. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Betok ... 38

4.5.1. Nisbah kelamin ikan betok ... 38

4.5.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betok ... 40

4.5.2.1. Tingkat kematangan gonad ikan betok berdasarkan stasiun penelitian ... 40

4.5.2.2. Tingkat kematangan gonad ikan betok berdasarkan selang ukuran panjang... 42

4.5.2.3. Histologi gonad ikan betok ... 45

4.5.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ikan betok ... 47

4.5.4. Fekunditas ikan betok ... 51

4.5.5. Sebaran diameter telur dan pola pemijahan ikan betok.. 52

4.6. Alternatif Pengelolaan Ikan Betok (A. testudineus) ... 55

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 56

5.1. Kesimpulan... 56

5.2. Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA... 57


(11)

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (

Anabas testudineus

Bloch, 1792) DI RAWA BANJIRAN DAS MAHAKAM,

KALIMANTAN TIMUR

NONCY AYU YOLANDA PELLOKILA

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch, 1792) DI

RAWA BANJIRAN DAS MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009

Noncy Ayu Yolanda Pellokila C24104020


(13)

RINGKASAN

Noncy Ayu Yolanda Pellokila. C24104020. Biologi Reproduksi Ikan Betok

(Anabas testudineus Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS Mahakam,

Kalimantan Timur. Dibimbing oleh Yunizar Ernawati dan Mohammad Mukhlis Kamal.

Rawa banjiran (floodplain) yang terdapat di Sungai Mahakam merupakan salah satu ekosistem yang memegang peranan penting dalam menghasilkan berbagai jenis ikan air tawar. Ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) merupakan salah satu jenis ikan penetap (blackfishes) yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Potensi ikan betok menjadi ikan konsumsi dan ikan hias ditandai dengan meningkatnya permintaan konsumen. Hal ini membuat nelayan lebih mengandalkan hasil tangkapan di alam sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap penurunan populasi ikan tersebut di kemudian hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi ikan betok di rawa banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur. Aspek tersebut meliputi nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), ukuran ikan pertama kali matang gonad, fekunditas, diameter telur, dan pola pemijahan.

Pengambilan contoh ikan dilakukan di rawa banjiran DAS Mahakam mulai bulan November 2007 hingga Januari 2008. Pengambilan contoh dilakukan dengan alat tangkap keblat (st. rawa), tangkul (st. sungai) dan gillnet (st. danau). Penentuan stasiun ditentukan berdasarkan pertimbangan - pertimbangan karakteristik habitat masing - masing stasiun dan informasi dari nelayan setempat.

Ikan betok yang tertangkap selama penelitian berjumlah 400 ekor (235 jantan dan 165 betina ) yang berasal dari stasiun rawa 209 ekor (122 jantan dan 87 betina), stasiun sungai 71 ekor (42 jantan dan 29 betina), dan stasiun danau 120 ekor (71 jantan dan 49 betina). Berdasarkan kisaran panjang total ikan betok ditetapkan 10 selang ukuran panjang, dengan ukuran terkecil 71 mm dan terbesar 195 mm. Pola pertumbuhan ikan betok secara keseluruhan adalah allometrik negatif (b < 3), namun ditemukan juga pola pertumbuhan yang bersifat isometrik (b = 3) yaitu pada ikan betok betina stasiun rawa dan sungai. Kisaran rata - rata faktor kondisi ikan betok betina lebih besar jika dibandingkan dengan ikan jantan. Nisbah kelamin ikan betok pada semua stasiun penelitian secara keseluruhan tidak seimbang dan didominasi oleh ikan jantan. Akan tetapi, nisbah kelamin ikan betok pada TKG III dan IV secara keseluruhan seimbang (jantan:betina = 1:1). Komposisi tangkapan ikan betok TKG III dan IV terbesar berada pada bulan Desember sehingga dapat diduga bahwa puncak pemijahan ikan ini terjadi pada bulan Desember. Berdasarkan TKG, secara keseluruhan ikan betok pertama kali matang gonad berada pada selang ukuran 84 - 109 mm. Ikan betina cenderung lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan jantan. Nilai IKG ikan betok secara keseluruhan berkisar antara 0.14 - 17.77 %, dengan kisaran IKG ikan jantan sebesar 0.14 - 7.67 % dan ikan betina sebesar 0.19 - 17.77 %. Kisaran fekunditas total ikan betok adalah 964 - 30 208 butir dengan panjang total berkisar antara 91 - 183 mm, berat tubuh berkisar antara 13 - 81 gram serta berat gonad berkisar antara 0.39 - 6.37 gram. Kisaran diameter telur ikan betina yang telah matang gonad (TKG III dan IV) adalah 0.23 - 1.42 mm. Berdasarkan pola penyebaran diameter telur TKG III dan IV dapat diduga bahwa pola pemijahan ikan betok berdasarkan 3 bulan penelitian adalah pemijahan secara serentak (total spawning).


(14)

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (

Anabas testudineus

Bloch, 1792) DI RAWA BANJIRAN DAS MAHAKAM,

KALIMANTAN TIMUR

NONCY AYU YOLANDA PELLOKILA C24104020

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(15)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792)

di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur Nama Mahasiswa : Noncy Ayu Yolanda Pellokila

NIM : C24104020

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc

NIP. 19490617 197911 2 001 NIP. 19680914 199402 1 000

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002


(16)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kuasa dan rahmat-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Biologi Reproduksi Ikan Betok (Anabas testudineus

Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur” ini disusun

berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan November 2007 hingga Januari 2008 di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur dan merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga dengan keterbatasannya, skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2009


(17)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran.

2. Bapak Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA selaku penguji tamu dan Bapak Yonvitner, S.Pi, M.Si selaku penguji dari departemen atas masukan dan sarannya.

3. Ibu Ir. Murniarti Brodjo, Ms selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya.

4. Bapak Ir. Mohammad Mustakim, M.Si atas kesempatan yang diberikan untuk bergabung dalam penelitian ini.

5. Keluarga penulis Mama, Papa, Dimas, dan Mita yang selalu memberikan dukungan, doa, dana, semangat, serta perhatian kepada penulis.

6. Tata Usaha MSP (mbak Zaenab dan mbak Widar); Staf Laboratorium (Pak Ruslan di Lab. BIMA 1, Ibu Siti di Lab. BIMI 1, dan Pak Ranta di Lab. Kesehatan Ikan); Sahabat - sahabat penulis (Wahyuni Fanggi Tasik, Elsiana Brikmar, Miftah Kurnia Rokmah, Fitri Wulan Sari); Penghuni Pondok Annur (Nuri, Laswati, Prima); Gamanustratim crew (Phaphat, Asri, Ocien); Teamwork Betok (Iren, Friska, Helmi); ASRI A3-362 (Vero, Eka, Sri); dan Seluruh Keluarga besar MSP IPB khususnya angkatan 41 (Evi, Feri, Weni, Ami, Aai, Faiz, Iwen, Widi, Mira, Sumo, Shelly, Nita, Zul, Nafta, Vero, Ani, Muri, Ve, Devi, Githa, Ahmad, Titin, Yuki, Gugun, Muli, Nurdin, Hadi, Ipin, Lia, Dita, AniR, Fikri, Okoy, Reza, Windha, Aloy, Lely, Kiwir, Ipeh, Pacool, DeWul, Dillah, Aryo, Spy, Irwan, Habib, BonBon, Way, Inna, Rifi, Bach, Ririn, dan Bunga) atas dukungan dan bantuannya; serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta, pada tanggal 26 Januari 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, putri pasangan Bapak S.O. Pellokila dan Ibu Y.F. Suparti. Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Barunawati Kupang tahun 1991 -1992, dilanjutkan ke SDI Oeba I Kupang tahun 1992 - 1998. Pada tahun 1998 - 2001, penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SLTPN I Kupang dan melanjutkannya ke SMUN I Kupang pada tahun 2001 - 2004.

Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER), Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur (GAMANUSTRATIM), dan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Selain itu, penulis pernah magang di Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok, St. Sekotong (2007) dan menjadi panitia di beberapa kegiatan kampus.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Biologi Reproduksi

Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di Rawa Banjiran DAS

Mahakam, Kalimantan Timur” dibawah bimbingan Ibu Dr.Ir. Yunizar Ernawati, MS


(19)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 2

1.4. Manfaat Penelitian... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Klasifikasi dan Morfologi ... 3

2.2. Habitat dan Distribusi ... 4

2.3. Hubungan Panjang Berat ... 6

2.4. Faktor Kondisi ... 6

2.5. Biologi Reproduksi... 7

2.5.1. Nisbah kelamin ... 9

2.5.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 10

2.5.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 11

2.5.4. Fekunditas ... 11

2.5.5. Diameter telur dan pola pemijahan ... 12

3. METODE PENELITIAN... 14

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 14

3.2. Alat dan Bahan... 15

3.3. Metode Kerja ... 15

3.3.1. Pengumpulan ikan contoh... 15

3.3.2. Pengamatan ikan contoh di laboratorium ... 16

3.3.2.1. Pengukuran panjang dan berat ikan contoh ... 16

3.3.2.2. Pembedahan ikan contoh... 16

3.3.2.3. Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG)... 16

3.3.2.4. Penentuan diameter telur ... 17

3.4. Analisis Data ... 17

3.4.1. Sebaran frekuensi... 17

3.4.2. Hubungan panjang berat... 18

3.4.3. Faktor kondisi ... 19

3.4.4. Aspek biologi reproduksi ... 20

3.4.4.1. Nisbah kelamin... 20

3.4.4.2. Indeks kematangan gonad (IKG)... 20

3.4.4.3. Fekunditas ... 20


(20)

x

Halaman

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

4.1. Kondisi Umum Perairan Rawa Banjiran DAS Mahakam ... 23

4.2. Komposisi Tangkapan Ikan Betok ... 26

4.2.1. Komposisi tangkapan ikan betok berdasarkan stasiun penelitian ... 26

4.2.2 Komposisi tangkapan ikan betok berdasarkan selang ukuran panjang ... 28

4.3. Hubungan Panjang Berat Ikan Betok... 31

4.4. Faktor Kondisi Ikan Betok... 34

4.5. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Betok ... 38

4.5.1. Nisbah kelamin ikan betok ... 38

4.5.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betok ... 40

4.5.2.1. Tingkat kematangan gonad ikan betok berdasarkan stasiun penelitian ... 40

4.5.2.2. Tingkat kematangan gonad ikan betok berdasarkan selang ukuran panjang... 42

4.5.2.3. Histologi gonad ikan betok ... 45

4.5.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ikan betok ... 47

4.5.4. Fekunditas ikan betok ... 51

4.5.5. Sebaran diameter telur dan pola pemijahan ikan betok.. 52

4.6. Alternatif Pengelolaan Ikan Betok (A. testudineus) ... 55

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 56

5.1. Kesimpulan... 56

5.2. Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA... 57


(21)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan belanak (Mugil dussumieri) berdasarkan modifikasi Cassie (1956)in Effendie

(1979) ... 17 2. Kisaran nilai parameter fisika, kimia, dan biologi perairan rawa

banjiran DAS Mahakam ... 23 3. Komposisi tangkapan ikan betok jantan dan betina berdasarkan

stasiun penelitian ... 26 4. Hasil analisis hubungan panjang berat ikan betok jantan dan


(22)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792)

(Dokumentasi Pribadi) ... 3 2. Peta penyebaran ikan betok (A. testudineus)

(www.fishbase.org 2009) ... 5 3. Peta lokasi penelitian... 14 4. Sebaran frekuensi tangkapan ikan betok jantan dan betina

berdasarkan stasiun pada setiap bulan penelitian... 27 5. Komposisi tangkapan ikan betok jantan dan betina

berdasarkan selang ukuran panjang (mm) pada setiap

stasiun penelitian ... 30 6. Grafik hubungan panjang berat ikan betok jantan (a), betina

(b), dan gabungan (c) di rawa banjiran DAS Mahakam ... 32 7. Faktor kondisi ikan betok jantan dan betina berdasarkan

stasiun penelitian ... 35 8. Faktor kondisi ikan betok jantan dan betina berdasarkan TKG

di setiap stasiun penelitian ... 36 9. Nisbah kelamin ikan betok pada setiap stasiun penelitian... 38 10. Nisbah kelamin ikan betok yang memiliki TKG III dan IV pada

setiap stasiun penelitian... 39 11. Persentase tingkat kematangan gonad ikan betok jantan dan

betina berdasarkan stasiun penelitian ... 41 12. Persentase tingkat kematangan gonad ikan betok jantan

berdasarkan selang ukuran panjang (mm)... 43 13. Persentase tingkat kematangan gonad ikan betok betina

berdasarkan selang ukuran panjang (mm)... 44 14. Struktur histologi testis ikan betok (A. testudineus)... 47 15. Struktur histologi ovarium ikan betok (A. testudineus)... 47 16. Indeks kematangan gonad (rata - rata ± SD) ikan betok jantan

dan betina berdasarkan stasiun penelitian ... 49 17. Hubungan IKG dengan TKG ikan betok jantan dan betina... 50


(23)

xiii

Halaman

18. Grafik hubungan fekunditas dengan berat gonad ikan betok .. 52 19. Sebaran diameter telur ikan betok pada TKG III dan IV


(24)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daur hidup ikan betok (A. testudineus) ... 63 2. Data kualitas air perairan rawa banjiran DAS Mahakam .... 64 3. Stasiun pengambilan contoh ikan betok (A. testudineus) ... 65 4. Jenis alat tangkap yang digunakan pada saat penelitian ... 66 5. Pembuatan preparat histologi gonad dengan metode

mikroteknik (Gunarso 1989in Simanjuntak 2007)... 67 6. Komposisi tangkapan ikan betok (A. testudineus)... 69 7. Grafik curah hujan kota Balikpapan, Kalimantan Timur

tahun 2006 - 2008... 70 8. Uji t sebaran hasil tangkapan ikan betok jantan dan betina

berdasarkan stasiun pada setiap bulan penelitian... 71 9. Penentuan selang ukuran panjang ikan betok

(A. testudineus)... 75 10. Uji t hubungan panjang berat ikan betok jantan, betina,

dan gabungan keduanya secara keseluruhan... 76 11. Grafik hubungan panjang berat ikan betok jantan dan

betina pada setiap stasiun penelitian... 78 12. Uji t hubungan panjang berat ikan betok jantan dan betina

pada setiap stasiun penelitian ... 79 13. Kisaran nilai faktor kondisi ikan betok jantan dan betina

berdasarkan stasiun penelitian... 80 14. Kisaran nilai faktor kondisi ikan betok jantan dan betina

berdasarkan TKG pada setiap stasiun penelitian ... 80 15. Nisbah kelamin ikan betok (A. testudineus) ... 81 16. UjiChi-Squareterhadap sebaran nisbah kelamin ikan

betok (A. testudineus) ... 82 17. Sebaran frekuensi tingkat kematangan gonad (TKG) ikan


(25)

xv

Halaman

18. Sebaran frekuensi tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betok jantan dan betina berdasarkan selang ukuran

panjang... 84 19. Indeks kematangan gonad (IKG) ikan betok jantan dan

betina... 86 20. Fekunditas ikan betok (TKG III dan IV) pada setiap stasiun

penelitian ... 87 21. Sebaran diameter telur ikan betok (TKG III dan IV) pada


(26)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai Mahakam adalah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makasar. Panjang sungai ini mencapai 920 km dengan luas sekitar 149 277 km2. Pada waktu musim penghujan, terjadi penambahan volume air dan menyebabkan banjir. Kelebihan massa air tersebut menggenangi daerah aliran sungai (DAS) di sekitar sungai utama dan membentuk rawa banjiran yang menutupi beberapa tipe habitat di sekitarnya seperti rawa dan danau.

Rawa banjiran (floodplain) Sungai Mahakam merupakan salah satu bagian dari perairan umum yang memegang peranan penting dalam menghasilkan ikan air tawar. Perairan ini mengandung beragam jenis ikan air tawar dan sudah lama berfungsi sebagai tempat penangkapan ikan oleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka (Samuel et al. 2002). Salah satu jenis ikan yang sering ditangkap di perairan ini baik pada saat musim kemarau maupun penghujan adalah ikan betok (Anabas testudineusBloch, 1792).

Ikan betok mempunyai nilai ekonomis dan harga jualnya pun cukup tinggi. Harga ikan betok di provinsi Kalimantan Timur antara tahun 2002 - 2008 adalah Rp 10 579,- per kg pada tahun 2004 dan Rp 14 494,- per kg pada tahun 2005 (DKP 2006). Bunasir dan Sarifin (2005) melaporkan bahwa harga jual ikan betok di Kalimantan Selatan pada tahun 2005 berkisar antara Rp 15 000,- sampai Rp 30 000,- per kg. Secara umum harga ikan betok di Indonesia berkisar antara Rp 20 000,- sampai Rp 40 000,- per kg (Trobos 2008). Ikan betok merupakan ikan konsumsi di pasaran Asia dan umumnya dijual dalam bentuk hidup (Froese & Pauly 2009). Selain itu, ikan ini juga dimanfaatkan sebagai target pancingan dan ikan hias di Eropa (Kuncoro 2009).

Produksi hasil tangkapan ikan betok di provinsi Kalimantan Timur antara tahun 2002 - 2008 mengalami peningkatan pada tiap tahunnya yaitu 91 ton pada tahun 2004 menjadi 1505 ton pada tahun 2005 (DKP 2006). Semakin meningkatnya penangkapan terhadap ikan ini menimbulkan kekhawatiran akan menurunnya populasi ikan ini di kemudian hari. Selain itu, adanya perubahan kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh kerusakan lingkungan seperti penggundulan hutan, penebangan mangrove, dan pencemaran perairan yang semakin meningkat di sekitar Sungai Mahakam saat ini akan semakin memperburuk kualitas air di daerah sekitar sungai tersebut yang diperkirakan akan


(27)

2

membawa dampak buruk terhadap sumberdaya ikan betok di habitatnya (Media Indonesia 2003).

Berdasarkan hal tersebut di atas maka pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan perlu secepatnya dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan populasi ikan betok. Salah satu informasi dasar yang dibutuhkan untuk upaya pengelolaan adalah kajian mengenai aspek daur hidupnya.

1.2. Perumusan Masalah

Potensi betok menjadi ikan konsumsi dan ikan hias yang diiringi dengan meningkatnya permintaan konsumen, membuat nelayan lebih mengandalkan hasil tangkapan dari alam sehingga pengadaannya di pasar - pasar ikan tidak memungkinkan berlangsung secara berkesinambungan (Andrijana 1995) dan dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap penurunan populasi ikan ini di kemudian hari (Isriansyah & Sukarti 2007). Peningkatan eksploitasi ini juga diiringi dengan kerusakan lingkungan yang terjadi di Sungai Mahakam dan sekitarnya yang di perkirakan dapat membawa dampak buruk terhadap sumberdaya ikan betok di habitatnya (Media Indonesia 2003). Oleh karena itu, pengelolaan secara berkesinambungan perlu dilakukan demi menjaga keberlangsungan hidup ikan ini di perairan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengkajian aspek biologi reproduksi ikan betok sebagai informasi dasar bagi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan ini dikemudian hari.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi ikan betok (A. testudineus) di Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan dalam upaya pengelolaan sumberdaya ikan betok (A. testudineus) agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan, guna terjaminnya kelestarian sumberdaya dan keberlanjutan hasil tangkapan ikan ini di alam.


(28)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi

Ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1963 oleh Liem (Petrovicky 1988 in Andrijana 1995) (Gambar 1). Sistematika ikan ini berdasarkan Saanin (1968) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Labyrinthici

Subordo : Anabantoidei

Famili : Anabantidae

Genus :Anabas

Spesies :Anabas testudineusBloch, 1792

Nama Umum :Walking fish atauClimbing perch(Axelrod & Vorderwinkler, 1986)

Nama Daerah : Betok dan Betik (Jawa dan Sunda), Papuyu (Banjarmasin), Puyu (Malaya dan Kalimantan Timur), Geteh - geteh (Manado), Bato, Harfan, Puyo - puyo, Oseng, Kusa, Kusang, Hosing, Useng (Saanin 1968; Kuncoro 2009)

Gambar 1. Ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792)

(Dokumentasi Pribadi)

Ciri khas yang dimiliki ikan ini adalah adanya organ pernapasan tambahan berupa labyrinth yang merupakan pelebaran epibranchial pada lekukan insang pertama (Sterba 1969; Nikolsky 1961 in Andrijana 1995). Dengan adanya organ


(29)

4

pernapasan tambahan, betok mampu bertahan terhadap kekeringan dengan cara mengambil oksigen bebas dari udara saat perairan tempat hidupnya mengalami kekurangan (defisit) oksigen (Sterba 1969; Axelrodet al. 1983). Betok juga dapat bergerak di tanah dengan menggunakan sirip ekor, sirip perut, sirip dada, dan tutup insangnya yang keras sebagai penopang tubuhnya saat bergerak (Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tingkat I Jambi 1995).

Ikan betok memiliki kepala bulat pepat, badan memanjang (lonjong), sirip ekor bundar, dan biasanya berwarna coklat atau hitam kehijau - hijauan. Ikan betok muda mempunyai baris-baris gelap pada bagian belakang badan dan ekor serta sebuahoselus (bulatan) besar berujung putih pada dasar sirip ekor dan yang lebih kecil di belakang tutup insang. Ukuran terbesar ikan ini adalah 200 mm (Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tingkat I Jambi 1995), 250 mm (Axelrod et al. 1983; www.fishbase.org) dan 350 mm (Kuncoro 2009).

Betok umumnya sudah bisa matang gonad pada ukuran 100 mm (Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tingkat I Jambi 1995) setelah berusia 1 tahun (Kuncoro 2009). Ikan jantan biasanya berwarna lebih gelap dibandingkan betina (Axelrod et al.1983). Ikan betok jantan memiliki sirip punggung lebih panjang dan tajam daripada betinanya, begitu pula pada sirip dubur, ikan jantan lebih panjang daripada betina (Lingga & Heru 1991in Andrijana 1995). Ikan ini sangat menarik sebagai ikan hias karena perawatannya yang cukup mudah dan bisa hidup dalam kondisi air yang keruh, tetapi lebih baik tidak dicampur dengan jenis ikan lain dalam satu tempat, berhubung perilakunya yang cenderung agresif dan dapat menyerang ikan lain yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil (Kuncoro 2009).

2.2. Habitat dan Distribusi

Daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh garis ketinggian yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara lalu mengalirkannya melalui satu outlet (saluran pengeluaran). Beberapa habitat pembesaran ikan air tawar diantaranya adalah sungai, danau, dan rawa. Pengelompokan habitat tersebut didasarkan pada sifat fisika dan kimia perairan (Jangkaru 2002).

Ikan betok (A. testudineus) merupakan jenis ikan tropik dan subtropik (Petrovicky 1988inAndrijana 1995). Ikan ini merupakan ikan yang umumnya hidup liar di perairan tawar. Habitatnya mulai dari sungai, danau, saluran air, parit, rawa -rawa, sawah, waduk, dan kolam - kolam yang berhubungan dengan saluran air


(30)

5

terbuka (Talwar & Jhingran 1991), perairan yang kotor (Sterba 1969), serta genangan air tawar maupun air payau (Weber & de Beaufort 1922 in Andrijana 1995) dan biasanya melimpah di perairan yang terdapat banyak tumbuhan air karena merupakan ikan yang suka bergerombol dan hidup dalam naungan pohon tumbang serta akar tumbuhan air (Sterba 1969; Kuncoro 2009).

Ikan betok merupakan ikan penghuni asli Asia Tenggara, India, Srilanka, Taiwan, Bangladesh, Afrika, Hindia Timur, Indo-Cina dan Cina bagian selatan serta menjadi ikan introduksi untuk Papua (daerah Merauke), kemudian menyebar ke arah timur Papua New Guinea (www.fishbase.org). Penyebaran ikan betok meliputi kepulauan Indo-Australia. Pola penyebaran ikan betok dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta penyebaran ikan betok (A. testudineus)

(www.fishbase.org 2009)

Keterangan :

= Konsentrasi daerah penyebaran ikan betok

Penyebaran ikan betok di Indonesia saat ini sudah hampir meliputi seluruh pulau sebagai hasil introduksi baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Selain di Kalimantan, ikan ini juga menyebar di daratan Sunda, Sulawesi, dan Sumatera (Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jambi 1995). Ikan ini terdapat paling sedikit 2 jenis dikawasan Asia. Jenis yang terdapat di Indonesia, A. testudineus dapat dijumpai di berbagai perairan tawar dan merupakan jenis ikan omnivora dengan kecenderungan memakan hewan seperti serangga darat yang jatuh ke air,


(31)

6

moluska, udang, tumbuhan air, dan anak ikan atau ikan lain yang berukuran lebih kecil (Kuncoro 2009).

Biasanya setelah hujan lebat, ikan ini terlihat bergerak di daratan menuju kawasan perairan lain. Migrasi umumnya terjadi pada malam hari dan setelah hujan. Saat berpindah tempat mereka menggunakan ekor dan tutup insangnya yang berduri. Tujuan migrasi yang paling utama adalah karena faktor kelaparan (starvation),selain untuk memijah. Ikan ini menyukai daerah lakustrin dengan suhu perairan antara 15 - 310C (Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jambi 1995).

2.3. Hubungan Panjang Berat

Pertumbuhan pada tingkat individu didefinisikan sebagai pertumbuhan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan pada tingkat populasi merupakan peningkatan biomass suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan dari dalam lingkungannya (Aziz 1989). Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan panjang berat ikan tersebut. Berat dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Hubungan ini juga dapat menerangkan pertumbuhan ikan, kemontokan ikan, dan perubahan lingkungan (Effendie 1979).

Menurut Effendie (1979), pola pertumbuhan ikan terdiri atas pertumbuhan isometrik (b = 3), yaitu perubahan terus - menerus yang bersifat seimbang di dalam tubuh ikan dimana pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan beratnya dan pertumbuhan allometrik (b ≠ 3), yaitu perubahan yang tidak seimbang di dalam tubuh ikan dan dapat bersifat sementara. Pada pola pertumbuhan allometrik, pertumbuhan panjang dapat lebih dominan daripada pertumbuhan berat ataupun sebaliknya. Jika pertumbuhan panjang lebih dominan dari pertumbuhan berat disebut pertumbuhan allometrik negatif (b < 3) dan jika pertumbuhan berat yang lebih dominan dari pertumbuhan panjang disebut pertumbuhan allometrik positif (b > 3). Ikan betok jantan memiki berat yang lebih besar daripada ikan betina pada panjang tubuh yang sama (Lingga & Heru 1991in Andrijana 1995).

2.4. Faktor Kondisi

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi (Effendie 1979). Faktor kondisi bergantung kepada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis kelamin, dan umur. Faktor kondisi dapat digunakan untuk menduga kecocokan suatu


(32)

7

spesies ikan terhadap lingkungannya dengan memperhatikan tempat hidupnya (Lagler 1972).

Ikan dapat mengalami peningkatan atau penurunan faktor kondisi dalam daur hidupnya. Keadaan ini mengindikasikan adanya musim pemijahan bagi ikan betina. Menurut Effendie (1997), peningkatan faktor kondisi diakibatkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum pemijahan. Ikan yang cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama proses pemijahan, pada umumnya akan mengalami penurunan faktor kondisi (Effendie 1979).

2.5. Biologi Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Reproduksi merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan suatu sumberdaya perairan. Keberhasilan suatu spesies ikan dalam daur hidupnya ditentukan oleh kemampuan ikan tersebut untuk bereproduksi di lingkungan yang berfluktuasi guna menjaga keberadaan populasinya (Moyle & Cech 1988).

Beberapa aspek biologi reproduksi dapat memberi keterangan yang berarti mengenai frekuensi pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan, dan ukuran ikan pertama kali matang gonad. Aspek reproduksi tersebut meliputi faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, diameter telur, dan pola pemijahan (Nikolsky 1963).

Ikan betok bersifat ovipar, memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahannya pada musim penghujan (musim banjir) di tepi tumbuhan air. Puncak pemijahan terjadi pada bulan Oktober - Desember, dengan telur-telur mengapung bebas (egg layer). Suhu air yang cocok untuk pemijahan ikan betok adalah 280C

dengan pH 7 (pH normal) (Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tingkat I Jambi 1995). Pada musim kemarau, ikan ini membenamkan diri ke dalam lumpur dan muncul kembali saat musim penghujan (Inger & Chin 1962).

Biologi reproduksi dapat memberikan gambaran tentang aspek biologi yang terkait dengan proses reproduksi, mulai dari diferensiasi seksual hingga dihasilkannya individu baru atau larva (Affandi & Tang 2002). Penyatuan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (telur) akan membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi generasi baru (Fujaya 2004).


(33)

8

Pada umumnya proses reproduksi pada ikan dapat dibagi dalam tiga tahap yakni tahappra-spawning, spawning, dan post-spawning(Sjafeiet al. 1992). Pada tahappra-spawning berlangsung penyiapan gonad untuk menghasilkan telur dan sperma, peningkatan kematangan gonad, dan persiapan telur dan sperma yang akan dikeluarkan. Tahapspawning pada ikan merupakan proses pengeluaran telur dan sperma serta pembuahan telur oleh sperma. Pada umumnya tahap ini berlangsung dalam waktu singkat. Sebelum memasuki tahap spawning biasanya ikan melakukan migrasi dan membuat sarang terlebih dahulu. Tempat yang baik untuk memijah adalah tempat yang ketersediaan makanannya sesuai dan cukup serta aman dari predator. Keadaan substrat perairan juga berperan penting sebagai stimulus mulainya proses pemijahan, misalnya adanya batu-batuan, pasir, lumpur, atau tanaman air.

Tahap post-spawning merupakan periode dimana terjadi perkembangan telur yang telah dibuahi, penetasan telur, perkembangan dari telur menjadi embrio, larva sampai menjadi anak ikan. Tahap ini sangat bergantung pada faktor-faktor pendukung seperti ketersediaan makanan dan kondisi perairan karena tingginya tingkat kematian, terutama pada waktu larva tidak bisa bergantung lagi dari kuning telur dan harus mencari makanan sendiri di perairan (Sjafeiet al. 1992).

Balon (1975) in Sjafei et al. (1992) membagi perkembangan awal daur hidup ikan ke dalam 5 periode perkembangan utama yaitu periode telur, larva, juvenil, dewasa, dan periode tua (senescent). Perkembangan awal daur hidup ikan betok dapat dilihat pada Lampiran 1. Periode embrio berlangsung sejak pembuahan telur oleh sperma. Periode larva ditandai dengan munculnya kemampuan embrio untuk menangkap organisme makanan dari luar (perairan). Larva ikan betok mempunyai susunan permukaan tubuh yang halus dan menyukai suhu 30 0C (Britz & Cambray 2001). Periode ini tidak terdapat pada ikan vivipar dan ovovivipar. Ikan betok merupakan jenis ikan ovipar sehingga melalui periode ini.

Periode juvenil diawali ketika semua atau hampir semua sistem organ telah terbentuk. Pada umumnya periode juvenil berakhir saat ikan sudah matang gonad baik gonad jantan maupun betina. Pada periode ini pertumbuhan ikan relatif cepat dibandingkan dengan periode yang lain. Periode dewasa adalah periode sesaat setelah ikan pertama kali matang gonad. Pada periode tersebut terjadi proses pemijahan pada ikan. Telur, larva, juvenil, dan ikan betok dewasa banyak ditemukan pada awal musim penghujan dikawasan rawa banjiran ketika terjadi


(34)

9

kenaikan massa air yang menyebabkan banjir. Penggenangan daerah banjiran menyediakan habitat yang luas sebagai daerah pemijahan dan pengasuhan dengan kekayaan jaring - jaring makanannya (Sommer et al.2004 inSimanjuntak 2007). Ikan betok dewasa juga ditemukan di perairan umum seperti sungai, danau, saluran air, parit, rawa, sawah, waduk, dan kolam - kolam pada saat musim kemarau (Andrijana 1995; www.fishbase.org). Periode tua (senescent) merupakan periode umur tua. Pada beberapa jenis ikan, periode ini terjadi pada saat pertumbuhan ikan berhenti, gonad beregenerasi, dan tidak bisa lagi menghasilkan gamet.

Jhingran (1975) menyatakan bahwa ikan betok di India mempunyai jenis makanan yang berbeda di setiap periode hidupnya. Pada periode larva, makanan ikan betok adalah protozoa dan kutu air. Pada periode juvenil, makanannya adalah larva serangga, jentik-jentik nyamuk, dan kutu air. Pada periode dewasa, makanan ikan ini adalah serangga, kutu air, fragmen tumbuhan yang jatuh ke air, serta ikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Samuel et al. (2002) di Danau Arang-arang Jambi juga tidak berbeda nyata dan menyatakan bahwa makanan ikan betok dewasa adalah ikan, cacing, dan detritus. Menurut Sarnita (2001), ikan betok yang tertangkap di Danau Betutu, Kalimantan Timur merupakan pemakan plankton.

2.5.1. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin diduga mempunyai keterkaitan dengan habitat suatu spesies ikan. Nikolsky (1969) menyatakan bahwa perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama musim pemijahan. Ikan jantan lebih banyak mengalami perubahan nisbah kelamin secara teratur dalam ruaya pemijahannya. Pada awalnya jumlah ikan jantan lebih banyak dibandingkan dengan ikan betina, kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1 diikuti dengan dominasi ikan betina. Perbandingan nisbah kelamin 1:1 merupakan kondisi yang ideal. Namun pada kenyataannya di alam, perbandingan nisbah kelamin tidaklah mutlak. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, serta keseimbangan rantai makanan (Effendie 1997). Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya pola tingkah laku ikan, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan (Turkmenet al. 2002inSimanjuntak 2007).


(35)

10

2.5.2. Tingkat kematangan gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan tahap perkembangan gonad sejak sebelum hingga setelah ikan memijah. Saat mulai berkembang, gonad betina (telur) sudah mulai terlihat dan akan memenuhi rongga tubuh saat memasuki tahap matang, sedangkan gonad jantan (testis) akan berwarna pucat saat mulai matang (Effendie 1997).

Menurut Effendie (1997), penentuan TKG dapat dilakukan secara morfologi dan histologi. Penentuan secara morfologi dapat dilihat dari bentuk, panjang dan warna, serta perkembangan isi gonad, sedangkan penentuan TKG secara histologi dapat dilihat dari anatomi perkembangan gonadnya. Pada sebagian besar ikan teleostei (bertulang sejati), testes pada ikan jantan dan ovarium pada ikan betina merupakan organ kembar yang memanjang dan menempel pada dinding tubuh bagian atas (Sjafei et al. 1992). Dalam proses reproduksi, awalnya gonad berukuran kecil, kemudian membesar dan mencapai maksimal pada waktu akan memijah, kemudian menurun kembali selama pemijahan berlangsung sampai selesai pemijahan (Effendie 1979).

Tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan - ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak melakukan reproduksi sehingga diperoleh informasi waktu ikan itu memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah (Effendie 1997). Lagler et al. (1977) menyatakan bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi saat ikan pertama kali matang gonad yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang mempengaruhi antara lain makanan, suhu, arus, serta adanya individu lain yang mempunyai tempat memijah yang sama. Sedangkan faktor dalamnya adalah perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat -sifat fisiologi dari ikan itu sendiri seperti kemampuan adaptasi terhadap lingkungan.

Ukuran ikan pada waktu pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Affandi & Tang 2002). Setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang tidak sama walaupun ikan tersebut satu spesies. Hal tersebut diakibatkan karena adanya perbedaan kondisi ekologis perairan (Blay & Egeson 1980 in Makmur & Prasetyo 2006).

Pulungan dan Amin (1993) in Andrijana (1995) melaporkan bahwa ikan betok jantan mulai mengalami matang gonad pertama kali pada ukuran 72 mm sedangkan betinanya pada ukuran 68 mm dengan fekunditas 712 - 8 224 butir telur. Pada saat matang gonad, ikan jantan berwarna kehitaman dan memiliki sirip


(36)

11

anal yang lebih panjang daripada betina. Setelah pertama kali matang gonad pada umumnya ikan akan terus menerus memijah, tergantung dari daur pemijahannya. Faktor - faktor yang mempengaruhi dan menentukan daur reproduksi ikan antara lain suhu, oksigen terlarut, dan faktor faktor lingkungan lainnya serta hormon -hormon yang berperan dalam proses reproduksi (Effendie 1997).

2.5.3. Indeks kematangan gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan perbandingan berat gonad dan berat tubuh ikan. Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada waktu akan terjadi pemijahan. Berbeda dengan TKG yang dilihat secara kualitatif, IKG diukur secara kuantitatif. Secara umum nilai IKG akan meningkat sejalan dengan perkembangan gonad ikan dan mencapai nilai tertinggi pada TKG IV.

Pada TKG yang sama, IKG ikan jantan akan berbeda dengan ikan betina. Umumnya kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG ikan jantan (Effendie 1997). Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran gonad antara ikan jantan dan betina. Biasanya ovarium pada ikan betina akan lebih berat daripada testis pada ikan jantan. Pada umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina berkisar antara 10 % - 25 % dari berat tubuhnya, sedangkan pada ikan jantan berkisar antara 10 % - 15 % (Effendie 1997) atau 5 % - 10 % (Affandi & Tang 2002).

2.5.4. Fekunditas

Fekunditas merupakan jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah (Effendie 1997). Menurut Nikolsky (1963), jumlah telur yang terdapat di dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Royce (1972) in Effendie (1997) mengemukakan bahwa fekunditas total diartikan sebagai jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama hidupnya, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat. Fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun tertentu yang dikeluarkan pada tahun yang sama (Nikolsky 1969).

Menurut Moyle dan Cech (1988), fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipergunakan untuk mengetahui potensi reproduksi pada ikan. Ikan betok sangat sukar memijah jika tidak berada pada habitat aslinya, meskipun telah


(37)

12

matang gonad (Muhammadet al. 2001). Ikan betok dengan kisaran bobot tubuh 15 - 110 gram dan bobot gonad 2.42 - 15.96 gram, mempunyai jumlah telur (fekunditas) antara 4 882 - 19 248 butir (Makmur 2006).

Secara umum fekunditas meningkat sesuai dengan ukuran tubuh ikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina, antara lain fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk (parental care), ukuran telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi (Moyle & Cech 1988), serta ketersediaan makanan, ukuran panjang berat ikan, ukuran diameter telur, dan faktor lingkungan (Satyani 2003).

Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada umumnya memijah di daerah permukaan sedangkan spesies yang fekunditasnya kecil umumnya melindungi telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada tanaman atau habitat lainnya (Nikolsky 1963). Ikan betok adalah salah satu spesies ikan yang tidak membuat sarang saat memijah, membiarkan telur - telurnya mengapung bebas di permukaan air (telurnya mengandung butiran minyak yang besar sehingga bobotnya menjadi ringan) tanpa adanya penjagaan induk (Britz & Cambray 2001), sehingga ikan betok diduga memiliki fekunditas yang besar.

2.5.5. Diameter telur dan pola pemijahan

Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam pemijahan total atau bertahap. Menurut Britz dan Cambray (2001), ikan betok (A. testudineus) mempunyai ukuran telur yang kecil dengan diameter berkisar antara 0.9 - 1.0 mm. Kisaran diameter telur yang sama juga dimiliki oleh anggota famili Anabantidae lainnya seperti Ctenopoma cf.pellegrini dan Ctenopoma weeksii. Selain itu, telur ikan betok cenderung ringan karena mempunyai kandungan butiran minyak yang besar sehingga memungkinkan telur tersebut mengapung di permukaan air (Britz & Cambray 2001).

Dalam satu tingkat kematangan gonad (TKG), komposisi telur yang dikandung tidak homogen (seragam), melainkan terdiri dari beberapa macam telur. Hal tersebut berhubungan dengan frekuensi dan lama musim pemijahan. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya TKG (Effendie 1979).


(38)

13

Pola pemijahan dapat diduga dengan mengamati pola distribusi diameter telur TKG III dan IV dari ikan contoh. Pola pemijahan setiap spesies ikan berbeda -beda, ada pemijahan yang berlangsung singkat (total spawning), tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang (partial spawning) dan berlangsung sampai beberapa hari.

Frekuensi pemijahan dapat diduga dari penyebaran diameter telur ikan di dalam gonad yang sudah matang, yaitu dengan melihat modus penyebarannya (Lumbanbatu 1979 in Saepudin 1999). Lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur. Ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama, menunjukkan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai dengan bervariasinya ukuran telur di dalam ovarium (Hoar 1969in Novitriana 2004).


(39)

Kilometers 2 0 2

S

W E

N

Legenda

Sungai Mahakam

Sungai Rebaq Rinding MELINTANG

MELINTANG

# # #

Batuq

Jantur Minta

Penyinggahan Ilir

Penyinggahan Ulu

Stasiun 3 Stasiun 2 Stasiun 1

116°20’00" 116°24’00"

116°16’00"

116°20’00" 116°24’00"

116°16’00" 0°12’00"

0°16’00"

0°20’00"

0° 2° 4°

115° 117° 119° 119° 117° 115° 4°

0° ### ME LI NT AN G ME LI NT AN G PE NY IN GG A HA N U LU TE LU K MU D A

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan ikan contoh dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan November 2007 hingga Januari 2008 di perairan Rawa Banjiran DAS Mahakam, Kalimantan Timur. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman, Samarinda pada setiap bulan penelitian (Lampiran 2). Sedangkan, analisis ikan contoh dilakukan dari bulan Februari hingga November 2008 di Laboratorium Ekobiologi Perairan (Biomakro 1), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu dilakukan juga analisis histologi gonad di Laboratorium Kesehatan Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian Sungai Mahakam Danau


(40)

15

Stasiun penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan - pertimbangan karakteristik habitat masing - masing stasiun dan informasi dari nelayan setempat yang berkaitan dengan lokasi penangkapan dan pemijahan ikan betok. Berdasarkan pertimbangan tersebut, ditetapkan tiga stasiun penelitian yaitu stasiun 1 (rawa) yang banyak terdapat tumbuhan air dan hampir tak berarus, stasiun 2 (sungai) yang memiliki arus kuat, dan stasiun 3 (danau) yang berarus lemah. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan kondisi stasiun penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk menangkap ikan adalah perangkap atau keblat (rawa), tangkul (sungai), dangillnet (danau), sedangkan alat yang digunakan saat analisis sampel di laboratorium adalah alat bedah, botol film, penggaris dengan ketelitian 0,1 cm, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram, timbangan ohaus kapasitas 310 gram dengan ketelitian 0,01 gram, counter, data sheet, stoples plastik, tisue, cawan petri, gelas ukur (ukuran 10 ml dan 25 ml), pipet tetes, gelas obyek, mikroskop binokuler, dan mikrometer okuler.

Bahan yang digunakan adalah ikan betok (A. testudineus), formalin 10% untuk mengawetkan ikan contoh, dan formalin 4% untuk mengawetkan gonad ikan contoh.

3.3. Metode Kerja

3.3.1. Pengumpulan ikan contoh

Pengumpulan ikan contoh disetiap stasiun dilakukan saat pagi hari di awal bulan penelitian. Hal ini berkaitan dengan pengoperasian alat tangkap oleh nelayan setempat. Ikan contoh ditangkap oleh nelayan setempat dengan menggunakan alat tangkap, seperti perangkap (keblat), tangkul, dan jaring insang (gillnet) (Lampiran 4). Perangkap (keblat) dioperasikan di stasiun rawa, dipasang di daerah - daerah yang agak terbuka selama satu hari satu malam. Tangkul dioperasikan di stasiun sungai dengan menggunakan umpan sisa makanan dan potongan daging ikan. Jaring insang (gillnet) dipasang di stasiun danau pada waktu sore hari dan diangkat pada waktu pagi hari.

Ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan stasiun penelitian. Ikan contoh lalu diawetkan dengan larutan formalin 10% dan dibawa ke Laboratorium Ekobiologi Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas


(41)

16

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis, dibedah, dan diambil gonadnya.

3.3.2. Pengamatan ikan contoh di laboratorium 3.3.2.1. Pengukuran panjang dan berat ikan contoh

Panjang total ikan contoh diukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip ekor paling belakang dengan menggunakan penggaris dengan ketelitian 0.01 cm sedangkan berat total ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan ohaus kapasitas 310 gram dengan ketelitian 0.01 gram. Sebelum ditimbang, tubuh ikan dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan tisue agar kandungan formalin dan air yang dipakai untuk mengawetkan ikan tersebut berkurang sehingga berat ikan yang diperoleh tidak terlalu berbeda nyata dari keadaan yang sebenarnya.

3.3.2.2. Pembedahan ikan contoh

Ikan contoh yang telah diawetkan di dalam larutan formalin 10% dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian atas perut sampai ke bagian belakang operculum kemudian menurun ke arah ventral hingga ke dasar perut. Dagingnya dibuka sehingga organ - organ dalamnya dapat terlihat dengan jelas dan jenis kelamin dapat ditentukan dengan melihat morfologi gonadnya berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (1979). Setelah itu, gonad diambil dan dipisahkan dari organ-organ dalam lainnya kemudian diawetkan dengan larutan formalin 4%.

3.3.2.3. Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG)

Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betok (A. testudineus) dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu secara morfologi dan histologi. Secara morfologi dapat ditentukan dengan menggunakan klasifikasi TKG ikan belanak (Mugil dussumieri) menurut Cassie (1956) in Effendie (1979) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan, penentuan TKG secara histologi dapat dilakukan dengan mengamati perkembangan gonad melalui fase perkembangan sel telur dari gonad tersebut (Sjafei et al. 1992). Pembuatan preparat histologi gonad dapat dilihat pada Lampiran 5. Analisis histologi gonad ikan betok dilakukan untuk mengetahui TKG ikan secara lebih teliti serta pola pemijahan ikan tersebut. Metode ini cocok dipakai oleh ikan betok yang mempunyai gonad dengan ukuran kecil (Effendie 1979).


(42)

17

Tabel 1. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan belanak (Mugil dussumieri) berdasarkan modifikasi Cassie (1956)inEffendie (1979)

No TKG Jantan Betina

1 I Testis seperti benang, lebih pendek (terbatas) dan terlihat ujungnya di rongga tubuh. Warna jernih.

Ovari seperti benang, panjang sampai kedepan rongga tubuh. Warna jernih. Permukaan licin.

2 II Ukuran testis lebih besar. Pewarnaan putih seperti susu. Bentuk lebih jelas dari TKG I

Ukuran ovari lebih ovari lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan. Telur belum terlihat jelas dengan mata.

3 III Permukaan testis tampak bergerigi. Warna makin putih, testis makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus.

Ovari berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata.

4 IV Bentuknya seperti TKG III tetapi lebih jelas, testis makin pejal, rongga tubuh mulai penuh, dan berwarna putih susu.

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½ - ⅔ rongga tubuh, usus terdesak.

5 V Testis bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih terisi.

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan. Banyak telur seperti pada TKG II.

3.3.2.4. Penentuan diameter telur

Diameter telur contoh diukur pada 3 bagian gonad yaitu bagian anterior, median, dan posterior, masing - masing bagian sebanyak 50 butir. Telur contoh dideretkan di atas gelas objek lalu dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sebelumnya sudah ditera dengan mikrometer objektif. Diameter telur contoh yang diukur adalah diameter telur contoh yang memiliki ukuran terpanjang.

3.4. Analisis Data 3.4.1. Sebaran frekuensi

Sebaran frekuensi panjang total dan diameter telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sturges (Walpole 1992; Mattjik & Sumertajaya 2002), yaitu sebagai berikut :

 Menentukan nilai maksimum dan minimum dari keseluruhan data.

 Menghitung jumlah kelas ukuran dengan rumus :

) log 32 . 3 (

1 n

K   ; K = Jumlah kelas ukuran ; n = Jumlah data pengamatan.

 Menghitung rentang data/wilayah : Wilayah = Data terbesar – Data terkecil


(43)

18

 Menghitung lebar kelas :

Lebar kelas =

kelas Jumlah

Wilayah

 Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas yang pertama dan limit atas kelasnya. Limit atas kelas diperoleh dengan menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas.

 Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.

 Menentukan nilai tengah bagi masing - masing selang dengan merata - ratakan limit kelas.

 Menentukan frekuensi bagi masing - masing kelas.

 Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan.

3.4.2. Hubungan panjang berat

Hubungan panjang berat dapat dianalisis dengan menggunakan rumus Hile 1963inEffendie 1997 yaitu :

b

aL

W

Keterangan :

W = Berat tubuh ikan (gram) L = Panjang total ikan (mm)

a =Intercept (perpotongan kurva hubungan panjang berat dengan sumbu y)

b =Slope (kemiringan)

Korelasi parameter dari hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter), yaitu :

Nilai b = 3, menunjukkan pola pertumbuhan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat).

Nilai b ≠ 3, menunjukkan pola pertumbuhan allometrik :

Jika b > 3, maka allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan) Jika b < 3, maka allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)

Untuk lebih menguatkan pengujian dalam menentukan keeratan hubungan kedua parameter (nilai b), dilakukan uji t dengan rumus berikut (Walpole 1992) :

1 1

Sb b b

Thito


(44)

19

H0 : b = 3 (isometrik)

H1 : b ≠ 3 (allometrik)

Keterangan :

Sb1 = Simpangan baku b1

b0 =Intercept

b1 =Slope

Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan

yang dapat diambil adalah sebagai berikut : thitung> ttabel, maka Tolak H0

thitung< ttabel, maka Gagal Tolak H0

Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) yang dapat diperoleh dari rumus : R2 dimana R adalah koefisien determinasi.

Nilai mendekati 1 (r > 0.7) menggambarkan hubungan keduanya sangat erat, nilai r = 0.7 menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan nilai menjauhi 1 (r < 0.7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole 1992).

3.4.3. Faktor kondisi

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup maupun untuk bereproduksi. Jika pertumbuhan ikan betok termasuk pertumbuhan isometrik (b = 3) maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie 1997) :

3 5

10

L W

K

Namun, jika pertumbuhannya allometrik (b ≠ 3) maka digunakan rumus berikut (Effendie 1997) :

b n

aL

W

K

Keterangan :

K = Faktor kondisi Kn = Faktor kondisi relatif

W = Berat ikan (gram) L = Panjang total ikan (mm)


(45)

20

3.4.4. Aspek biologi reproduksi 3.4.4.1. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin dianalisis dengan menggunakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan betina yang terdapat dalam setiap bulan dan stasiun pengambilan ikan contoh. Untuk membandingkan jumlah ikan jantan dan betina digunakan rumus perbandingan berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) :

B J

x

Keterangan :

X = Nisbah kelamin

J = Jumlah ikan jantan (ekor) B = Jumlah ikan betina (ekor)

Keseragaman sebaran nisbah kelamin dianalisis dengan uji “Chi-Square” (Steel & Torrie 1993).

ei

ei

oi

X

2

(

)

Keterangan :

X2 = Nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya mendekati sebaranChi-square.

oi = Jumlah frekuensi ikan jantan dan betina ke-i yang diamati.

ei =Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina yaitu frekuensi

ikan jantan ditambah frekuensi ikan betina dibagi dua.

3.4.4.2. Indeks kematangan gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad (IKG) ditentukan dengan menimbang berat gonad contoh dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram. Berat gonad tersebut lalu dibandingkan dengan berat tubuh ikan dalam bentuk persen (%). Berdasarkan Effendie (1979) IKG dapat dihitung dengan rumus :

%

100

x

BT

BG

IKG

Keterangan :

IKG = Indeks kematangan gonad BG = Berat gonad (gram) BT = Berat tubuh (gram)

3.4.4.3. Fekunditas

Prosedur penentuan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan antara gravimetrik dan volumetrik. Gonad ikan betina TKG III dan IV yang


(46)

21

sebelumnya telah diawetkan dengan larutan formalin 4%, dikeringkan lalu ditimbang berat totalnya (G). Setelah itu, diambil 3 bagian secara acak dari satu gonad yang akan diamati, lalu ditimbang beratnya (Q). Gonad contoh lalu diencerkan ke dalam 10 ml air (V). Sebanyak 1 ml gonad contoh diambil dengan menggunakan pipet tetes untuk dihitung jumlahnya (X). Fekunditasnya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Effendie 1979) :

Q

GxVxX

F

Keterangan :

F = Fekunditas (butir) G = Berat gonad (gram) V = Volume pengenceran (ml) X = Jumlah telur tiap ml (butir) Q = Berat telur contoh (gram)

3.4.5. Kualitas air

Analisis kualitas air dilakukan pada 3 stasiun penelitian (st. rawa, st. sungai, dan st. danau). Data yang diperoleh merupakan data sementara karena hanya dikumpulkan dalam kurun waktu 3 bulan. Analisis kualitas air dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku melalui penyajian tabel yang menunjukkan hubungan parameter utama dan parameter pendukung. Parameter utama adalah komposisi ikan betok dan parameter pendukung adalah parameter kualitas air yang terdiri atas parameter fisika (suhu, kedalaman, dan kekeruhan), kimia (pH, oksigen terlarut, dan alkalinitas), dan biologi (penutupan tumbuhan air). Parameter pendukung digunakan untuk melengkapi data parameter utama.

Nilai rata - rata merupakan ukuran pemusatan data yang membagi data menjadi dua kelompok data yang memiliki massa yang sama. Apabila x1, x2,...,xn adalah anggota suatu contoh berukuran n, maka nilai tengah contoh tersebut adalah (Mattjik & Sumertajaya 2002) :

n

i

xi

n

1

1

Keterangan :

 = Nilai rata-rata

n = Jumlah data


(47)

22

Simpangan baku contoh merupakan akar dari ragam contoh yang dilambangkan dengan s. Simpangan baku dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Mattjik & Sumertajaya 2002) :

2

1

) ( 1 1

 

n

i

x xi n

s Keterangan :

s = Simpangan baku contoh

n = Jumlah data

xi = Nilai data ke-i  = Nilai rata-rata

Berdasarkan PP RI No 82 tahun 2001, perairan yang diperbolehkan untuk keperluan perikanan (dalam hal ini yang dapat menunjang kehidupan ikan betok) adalah perairan yang memiliki kandungan pH 6 - 9 dan oksigen terlarut > 3 mg/l. Apabila data hasil kualitas air yang diperoleh tidak sesuai dengan bakumutu (PP RI No 82 tahun 2001) maka perairan tersebut kurang sesuai dalam menunjang kehidupan biota perairan (dalam hal ini ikan betok).


(1)

Lampiran 19. Indeks kematangan gonad (IKG) ikan betok jantan dan betina

A. Berdasarkan stasiun penelitian

IKG Jantan (%)

IKG Betina (%)

Stasiun

Bulan

Kisaran

Rata-rata

STDEV

Kisaran

Rata-rata

STDEV

Rawa

November

0.25 - 1.83

0.69

0.34

0.37 - 11.06

3.99

3.59

Desember

0.25 - 2.39

0.87

0.56

0.19 - 8.51

3.33

2.58

Januari

0.19 - 2.47

0.78

0.52

0.30 - 9.11

4.45

2.20

Sungai

November

0.25 - 2.00

0.96

0.55

0.72 - 5.07

2.49

1.25

Desember

0.14 - 1.78

0.85

0.48

0.42 - 7.37

3.59

2.31

Januari

0.30 - 2.05

0.86

0.49

0.67 - 9.61

3.81

3.30

Danau

November

0.22 - 1.87

0.92

0.51

0.37 - 5.09

2.29

1.57

Desember

0.27 - 7.67

1.27

1.39

0.26 - 8.87

3.26

2.63

Januari

0.22 - 1.63

0.89

0.40

0.37 - 17.77

7.51

4.77

B. Berdasarkan tingkat kematangan gonad (TKG)

Jantan

Betina

TKG

IKG rata-rata

STDEV

IKG rata-rata

STDEV

I

0.32

0.10

0.62

0.44

II

0.69

0.34

1.03

0.81

III

0.85

0.30

2.58

1.11

IV

1.61

1.02

6.00

3.05

V

0.34

0.10

0.80

0.57

Contoh perhitungan IKG :

Berat tubuh (BT)

= 19 gram

Berat gonad (BG)

= 0.14 gram

IKG (%)

=

x

100

%

BT

BG

=

100

%

19

14

.

0

x

= 0.74 %


(2)

A. Stasiun rawa

NO NO IKAN PT (mm) BT (gram) JK TKG G (gram) V (ml) X (butir) Q (gram) F

1 7 136 45 B 3 0.62 10 103 0.40 1597

2 22 130 34 B 3 0.59 10 68 0.24 1672

3 42 105 17 B 3 0.48 10 85 0.21 1943

4 68 91 13 B 3 0.39 10 121 0.22 2145

5 2 143 51 B 3 0.76 10 150 0.47 2426

6 20 133 44 B 3 0.85 10 159 0.53 2550

7 72 108 20 B 3 0.65 10 169 0.41 2679

8 30 103 18 B 3 0.67 10 134 0.31 2896

9 31 102 16 B 3 0.41 10 177 0.25 2903

10 18 129 45 B 3 0.84 10 216 0.61 2974

11 40 142 47 B 3 0.73 10 163 0.40 2975

12 57 129 36 B 3 0.60 10 154 0.31 2981

13 52 124 37 B 3 0.47 10 245 0.37 3112

14 4 136 47 B 3 1.13 10 190 0.65 3303

15 37 136 39 B 3 1.06 10 152 0.45 3580

16 14 109 22 B 3 0.80 10 211 0.43 3926

17 47 107 19 B 3 0.54 10 307 0.37 4481

18 43 112 27 B 3 1.04 10 270 0.59 4759

19 6 107 20 B 3 0.49 10 185 0.19 4771

20 41 133 55 B 3 0.79 10 266 0.44 4776

21 12 133 43 B 3 1.06 10 452 0.57 8406

22 18 105 19 B 3 0.40 10 754 0.11 27418

23 24 120 28 B 4 0.84 10 102 0.46 1863

24 5 146 57 B 4 1.10 10 142 0.54 2893

25 42 137 43 B 4 0.69 10 133 0.31 2960

26 31 115 27 B 4 1.90 10 180 1.05 3257

27 13 128 34 B 4 1.44 10 204 0.81 3627

28 53 132 43 B 4 1.59 10 177 0.77 3655

29 45 95 15 B 4 0.85 10 147 0.29 4309

30 51 137 42 B 4 1.21 10 179 0.50 4332

31 13 119 28 B 4 1.32 10 192 0.58 4370

32 42 107 20 B 4 1.46 10 333 0.89 5463

33 50 135 43 B 4 0.80 10 285 0.40 5700

34 15 119 33 B 4 1.55 10 376 0.93 6267

35 46 119 32 B 4 1.04 10 359 0.59 6328

36 40 104 18 B 4 1.99 10 193 0.58 6622

37 16 113 29 B 4 1.47 10 390 0.86 6666

38 5 br 161 65 B 4 1.43 10 338 0.68 7108

39 20 134 56 B 4 1.44 10 437 0.88 7151

40 11 135 43 B 4 1.75 10 368 0.89 7236

41 56 118 32 B 4 1.54 10 411 0.85 7446

42 54 123 36 B 4 1.93 10 285 0.71 7747

43 48 122 33 B 4 3.02 10 278 1.05 7996

44 53 122 38 B 4 1.36 10 465 0.77 8213

45 48 151 58 B 4 1.38 10 429 0.66 8970

46 40 133 56 B 4 1.78 10 538 1.01 9482


(3)

Lampiran 20 . Lanjutan

NO NO IKAN PT (mm) BT (gram) JK TKG G (gram) V (ml) X (butir) Q (gram) F

48 49 126 44 B 4 2.12 10 458 1.01 9613

49 29 135 39 B 4 3.32 10 438 1.49 9759

50 22 115 26 B 4 2.03 10 520 1.07 9865

51 8 127 46 B 4 2.70 10 630 1.66 10247

52 31 132 50 B 4 1.40 10 485 0.62 10952

53 47 114 30 B 4 2.99 10 458 1.20 11412

54 15 140 50 B 4 3.45 10 508 1.45 12087

55 7 128 48 B 4 2.96 10 569 1.38 12205

56 17 122 40 B 4 2.02 10 516 0.85 12263

57 49 114 32 B 4 3.07 10 452 1.11 12501

58 3 145 50 B 4 3.55 10 707 1.91 13141

59 1 148 59 B 4 3.01 10 710 1.58 13526

60 11 126 46 B 4 2.79 10 746 1.47 14159

61 24 107 24 B 4 2.15 10 818 1.20 14656

62 50 125 45 B 4 2.86 10 767 1.46 15025

63 46 128 38 B 4 3.38 10 450 1.00 15210

64 1 br 143 52 B 4 3.57 10 549 1.26 15555

65 28 123 35 B 4 2.00 10 657 0.82 16024

66 21 146 52 B 4 4.00 10 949 2.25 16871

67 21 113 29 B 4 2.60 10 748 1.14 17060

68 50 132 38 B 4 3.45 10 449 0.87 17805

69 2 149 61 B 4 3.83 10 936 1.87 19170

70 7 br 183 81 B 4 6.37 10 1380 2.91 30208

B. Stasiun sungai

NO NO IKAN PT (mm) BT (gram) JK TKG G (gram) V (ml) X (butir) Q (gram)

F

1 16 145 52 B 3 0.81 10 92 0.42

1774

2 10 130 39 B 3 0.66 10 115 0.37

2051

3 1 111 14 B 3 0.58 10 194 0.34

3309

4 14 116 28 B 3 0.65 10 119 0.22

3516

5 8 128 37 B 3 0.66 10 153 0.28

3606

6 16 141 32 B 3 0.80 10 233 0.47

3966

7 2 136 28 B 3 0.75 10 266 0.50

3990

8 7 110 16 B 3 0.65 10 282 0.42

4364

9 4 142 49 B 4 1.04 10 168 0.49

3566

10 7 127 32 B 4 0.76 10 171 0.35

3713

11 18 128 36 B 4 0.99 10 177 0.44

3983

12 9 133 42 B 4 2.13 10 177 0.81

4654

13 9 125 37 B 4 1.36 10 186 0.52

4865

14 6 118 27 B 4 1.99 10 320 1.15

5537

15 13 154 71 B 4 2.56 10 313 1.34

5980

16 10 130 38 B 4 1.69 10 444 0.98

7657

17 11 121 29 B 4 1.34 10 367 0.64

7684

18 21 136 47 B 4 1.57 10 340 0.69

7736

19 20 137 49 B 4 3.07 10 400 1.25

9824

20 13 135 24 B 4 2.09 10 469 0.92

10654

21 2 128 41 B 4 2.26 10 412 0.79

11786


(4)

C. Stasiun danau

NO NO IKAN PT (mm) BT (gram) JK TKG G (gram) V (ml) X (butir) Q (gram) F

1 15 136 42 B 3 0.46 10 44 0.21 964

2 17 113 23 B 3 0.46 10 112 0.28 1840

3 17 131 40 B 3 0.52 10 151 0.42 1870

4 8 124 31 B 3 0.73 10 115 0.44 1908

5 22 109 21 B 3 0.76 10 139 0.47 2248

6 14 123 37 B 3 0.45 10 98 0.19 2321

7 25 128 40 B 3 0.67 10 118 0.34 2325

8 26 115 19 B 3 0.80 10 274 0.58 3779

9 36 146 58 B 3 0.98 10 261 0.57 4487

10 10 141 29 B 3 1.23 10 283 0.75 4641

11 18 137 31 B 3 1.33 10 416 0.79 7004

12 17 137 28 B 3 1.42 10 396 0.72 7810

13 30 125 23 B 3 1.18 10 493 0.65 8950

14 1 129 42 B 4 1.37 10 150 0.70 2936

15 3 123 32 B 4 1.42 10 201 0.81 3524

16 26 111 23 B 4 1.08 10 187 0.50 4039

17 13 154 62 B 4 0.68 10 318 0.46 4701

18 5 137 46 B 4 1.32 10 320 0.78 5415

19 30 126 33 B 4 1.81 10 377 1.05 6499

20 5 122 14 B 4 1.83 10 392 1.02 7033

21 31 116 16 B 4 1.68 10 430 0.97 7447

22 8 135 41 B 4 1.44 10 359 0.69 7492

23 9 136 44 B 4 2.24 10 198 0.59 7517

24 7 123 37 B 4 0.85 10 568 0.62 7787

25 12 121 18 B 4 1.54 10 398 0.73 8396

26 22 124 20 B 4 2.23 10 426 1.08 8796

27 32 115 16 B 4 1.72 10 514 0.99 8930

28 27 111 16 B 4 1.51 10 544 0.89 9230

29 37 124 23 B 4 2.09 10 529 1.12 9872

30 3 131 39 B 4 1.04 10 511 0.53 10027

31 16 121 18 B 4 1.92 10 775 1.32 11273

32 34 119 16 B 4 2.93 10 749 1.91 11490

33 10 122 30 B 4 2.66 10 737 1.48 13246

34 9 126 23 B 4 2.34 10 745 1.31 13308

35 35 139 50 B 4 3.16 10 789 1.73 14412

36 1 128 40 B 4 2.77 10 872 1.59 15191

Keterangan :

PT

= Panjang total ikan (mm)

BT

= Berat tubuh ikan (gram)

JK

= Jenis kelamin

TKG

= Tingkat kematangan gonad

G

= Berat gonad (gram)

V

= Volume pengenceran (ml)

X

= Jumlah telur tiap ml (butir)

Q

= Berat telur contoh (gram)

F

= Fekunditas


(5)

Lampiran 20. Lanjutan

Contoh perhitungan fekunditas :

Berat gonad (G)

= 6.37 gram

Volume pengenceran (V)

= 10 ml

Jumlah telur tiap ml (X)

= 1 380 butir

Berat telur contoh (Q)

= 2.91 grm

30208

91

.

2

87906

91

.

2

1380

10

37

.

6

x

x

Q

GxVxX

F

Lampiran 21. Sebaran diameter telur ikan betok (TKG III dan IV) pada setiap

stasiun penelitian

A. Stasiun rawa

n = 70 ekor

TKG III = 22 ekor; TKG IV = 48 ekor

Jumlah Telur Pada TKG

-Selang Diameter

Telur

III

%

IV

%

0.23-0.30

0

0.00

19

0.26

0.31-0.37

1

0.03

23

0.32

0.38-0.45

10

0.30

42

0.58

0.46-0.52

58

1.76

171

2.38

0.53-0.60

218

6.61

449

6.24

0.61-0.67

729

22.09

1390

19.31

0.68-0.75

1162

35.21

2392

33.22

0.76-0.82

722

21.88

1767

24.54

0.83-0.90

263

7.97

646

8.97

0.91-0.97

71

2.15

171

2.38

0.98-1.05

39

1.18

84

1.17

1.06-1.12

16

0.48

34

0.47

1.13-1.20

3

0.09

2

0.03

1.21-1.27

8

0.24

6

0.08

1.28-1.35

0

0.00

2

0.03

1.36-1.42

0

0.00

2

0.03


(6)

B. Stasiun sungai

n = 22 ekor

TKG III = 8 ekor; TKG IV = 14 ekor

Jumlah Telur Pada TKG

-Selang Diameter

Telur

III

%

IV

%

0.23-0.30

0

0.00

0

0.00

0.31-0.37

0

0.00

0

0.00

0.38-0.45

1

0.08

3

0.14

0.46-0.52

35

2.92

15

0.71

0.53-0.60

129

10.75

117

5.57

0.61-0.67

282

23.50

412

19.62

0.68-0.75

350

29.17

648

30.86

0.76-0.82

238

19.83

562

26.76

0.83-0.90

111

9.25

245

11.67

0.91-0.97

34

2.83

68

3.24

0.98-1.05

9

0.75

23

1.10

1.06-1.12

8

0.67

6

0.29

1.13-1.20

3

0.25

1

0.05

1.21-1.27

0

0.00

0

0.00

1.28-1.35

0

0.00

0

0.00

1.36-1.42

0

0.00

0

0.00

TOTAL

1200

100

2100

100

C. Stasiun danau

n = 36 ekor

TKG III = 13 ekor; TKG IV = 23 ekor

Jumlah Telur Pada TKG

-Selang Diameter

Telur

III

%

IV

%

0.23-0.30

0

0.00

0

0.00

0.31-0.37

1

0.05

0

0.00

0.38-0.45

4

0.21

10

0.29

0.46-0.52

47

2.41

39

1.13

0.53-0.60

196

10.05

167

4.84

0.61-0.67

460

23.59

651

18.87

0.68-0.75

650

33.33

1183

34.29

0.76-0.82

408

20.92

994

28.81

0.83-0.90

145

7.44

338

9.80

0.91-0.97

27

1.38

52

1.51

0.98-1.05

11

0.56

15

0.43

1.06-1.12

1

0.05

1

0.03

1.13-1.20

0

0.00

0

0.00

1.21-1.27

0

0.00

0

0.00

1.28-1.35

0

0.00

0

0.00

1.36-1.42

0

0.00

0

0.00


Dokumen yang terkait

Kajian kebiasaan makanan dan kaitannya dengan aspek reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada habitat yang berbeda di lingkungan Danau Melintang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur

0 30 250

Karakterisik Fenotip Morfometrik dan Genotip RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Ikan Betok Anabas testudineus (Bloch, 1792)

0 6 33

Keanekaragaman genetik ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada tiga tipe ekosistem perairan rawa di Provinsi Kalimantan Selatan

0 3 105

Evaluasi Waktu Pemberian Pakan Buatan Pada Larva Ikan Betok (Anabas Testudineus Bloch)

0 7 31

Studi perkembangan dan pematangan akhir gonad ikan betok (Anabas testudineus Bloch) dengan rangsangan hormon

0 4 98

PEMIJAHAN IKAN BETOK (Anabas Testudineus Bloch) YANG DIRANGSANG EKSTRAK HIPOFISA IKAN BETOK DENGAN RASIO BERAT IKAN DONOR DAN RESIPIEN BERBEDA

0 1 12

PEMIJAHAN IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) YANG DIINDUKSI DENGAN EKSTRAK HIPOFISA AYAM BROILER

0 14 13

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch, 1792) DI WADUK SEMPOR, KEBUMEN BIOLOGICAL ASPECT OF REPRODUCTION OF CLIMBING GOURAMY (Anabas testudineus Bloch, 1792) IN SEMPOR RESERVOIR, KEBUMEN

0 0 15

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch, 1792) DI RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR [Reproductive biology of climbing perch (Anabas testudineus Bloch, 1792) in floodplain of Mahakam River, East Kalimantan]

0 1 15

Masyarakat Iktiologi Indonesia Morfologi, fisiologi, preservasi sel sperma ikan betok, Anabas testudineus Bloch 1792 dan ketahanannya terhadap kejut listrik

0 0 13