Manfaat Hasil Penelitian PENDAHULUAN

Sekalipun konflik ataupun serangan mamalia terhadap properti petani ternak dan tanaman budidaya memang dapat membawa kerugian ekonomi secara langsung, tetapi yang lebih esensial adalah fenomena itu merupakan refleksi dari merosotnya kesetimbangan ekologi kawasan. Karena tidak kasat mata, maka kemerosotan kesetimbangan ekologis tersebut jauh lebih merugikan perekonomian dari sekedar konflik manusia dengan mamalia tersebut. Saling kebergantungan antarmakluk hidup menjadi makin merosot sehingga keanekaragaman hayati juga makin merosot. Akibat kemerosotan keanekaragaman hayati tersebut antara lain fungsi- fungsi ekologis misalnya yang diperankan oleh golongan serangga dalam polenisasi atau penyerbukan yang sangat penting bagi produktivitas berbagai tanaman budidaya menjadi merosot juga. Menurut Warsito dikutip Arief, 2011 bahwa 90 proses penyerbukan dalam kelompok serealia merupakan jasa dari lebah. Kerusakan ekologis kawasan telah sangat menekan fungsi-fungsi itu. Begitu juga golongan reptil seperti ular yang mempredasi tikus sebagai musuh alami yang sangat penting sebagai pengendali hama tanaman juga sangat terganggu. Peranan keanekaragaman hayati bagi penghidaran akan terjadinya ledakan hama yang secara ekonomi tidak diragukan lagi pentingnya juga dapat hilang. Demikian dengan pula keanekaragaman hayati dalam tanah bellow ground diversity, juga sangat memegang peranan penting bagi biokatalisator penyerapan unsur hara oleh perakaran tanaman. Peranan mikoriza alam melarutkan fosfat yang dijerap kuat dalam tanah-tanah masam sangat melipatgandakan penyerapan tersebut merupakan salah satu contohnya. Masih ribuan lainnya jumlah peran jasad renik dalam tanah yang mengendalikan serapan hara dan akhirnya sangat menentukan produktivitas tanaman. Berbagai peran ekologis tersebut akan terdegradasi ketika terjadi accelerated erosion akibat dari deforestasi ataupun degradasi hutan. Seperti dapat dicermati dalam Hairiah et al. 2004 bahwa bellow ground diversity akan sangat tertekan dengan semakin cepatnya penyusutan kandungan bahan organik tanah akibat deforestasi. Semua fenomena tersebut akan sangat menekan perekonomian masyarakat yang sebagian besar petani melalui kemerosotan hasil maupun semakin frekuentifnya serangan hama- penyakit yang akhirnya akan bermuara pada kerugian aktivitas perekonomian awalnya di sektor primer sektor-sektor pertanian. Baik kerugian akibat kemerosotan fungsi hidroorologis maupun fungsi ekologis kawasan hutan terhadap berbagai sektor perekonomian tersebut tentu tidak linier karena adanya fenomena multiplier effect, yang berarti berlipat ganda karena tidak ada satu sektor perekonomian pun yang dapat berdiri sendiri. Muara dari kerugian ekononomi ini dapat kita saksikan pada kinerja perekonomian wilayah Provinsi Lampung.

2.2.2 Deforestasi dan Aglomerasi Kegiatan Ekonomi

Secara umum deforestasi juga dapat dimaknai sebagai merosotnya fungsi intrinsik wilayah hutan yang ditandai oleh menurunnya stok karbon, fungsi jasa hidroorologis, disertai oleh kemerosotan keanekaragaman hayati maupun kemerosotan amenitas lingkungan Toman, 2003. Sedangkan aglomerasi seperti diungkapkan oleh Montgomery 1998 dapat difahami sebagai konsentrasi spasial aktivitas perekonomian yang disebabkan oleh perilaku para agen ekonomi untuk mencapai penghematan melalui pemilihan lokasi agar saling berdekatan economies proximity. Perilaku ini dapat membentuk klaster spasial antara perusahaan, pekerja dan konsumennya. Proses aglomerasi di suatu wilayah merupakan mekanisme yang menginisiasi bagi terbentuknya suatu kota ataupun wilayah urban yang utamanya digerakan oleh gaya sentrifugal. Ketika sekelompok warga urban tidak dapat berperilaku secara efisien di wilayahnya ―terdesak‖ keluar ke wilayah pinggiran periferinya. Gaya pendesak ini sering dikenal sebagai gaya sentripetal. Program transmigrasi merupakan salah satu proses migrasi yang digerakkan oleh gaya sentripetal wilayah asalnya, walaupun program itu dilaksanakan secara terencana. Memang transmigrasi tidak selalu berujung pada proses deforestasi, tetapi tidak sedikit yang menjadi inisiasinya. Fenomena migrasi secara lokal pun juga sering demikian, yang dapat diinisiasi oleh desakan gaya sentripetal sehingga para warga yang tidak mampu berperilaku efisien, tidak mampu bertahan atas desakan ekonomi seperti mahalnya biaya hidup, tidak dapat bertahan hidup secara subsisten, menjadi miskin dan akhir ―terdesak‖ ke luar wilayah urban dan terpaksa