IV.1. Langkah-Langkah Penyelesaian
Menurut Nader dan Todd 1978 : 9-10 dalam tulisan Ihromi 1993 : 210-212 ada beberapa tahap untuk mengatasi dan menyelesaikan terjadinya konflik, yaitu :
1. Membiarkan saja lumping it : pihak yang merasakan perlakuan tidak adil,
gagal dalam upaya menekan tuntutannya. Seseorang mengambil keputusan untuk mengabaikan saja karena berbagai kemungkinan seperti kurangnya
informasi mengenai bagaimana proses mengajukan keluhan itu ke pengadilan, atau sengaja tidak diproses ke pengadilan karena diperkirakan bahwa kerugian
lebih besar dari keuntungannya dalam arti materil maupun kejiwaan. 2.
Mengelak avoidance: pihak yang merasakan dirugikan, memilih untuk mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau sama
sekali menghentikan hubungan tersebut. 3.
Paksaan coercion: salah satu pihak memaksakan pemecahan pada pihak yang lain. Tindakan yang bersifat memaksakan atau ancaman untuk menggunakan
kekerasan, pada umumnya mengurangi penyelesaian secara damai. 4.
Perundingan negotiation: dua pihak yang berhadapan merupakan pengambil keputusan. Pemecahan dari masalah yang mereka hadapi dilakukan oleh kedua
belah pihak, mereka sepakat, tanpa adanya pihak ketiga yang mencampuri. 5.
Mediasi mediation: pemecahan suatu masalah dilakukan menurut perantara. Dalam cara ini ada pihak ketiga yang membantu kedua belah pihak yang
berselisih pendapat untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat ditentukan oleh kedua pihak yang bersengketa, atau ditunjuk oleh pihak yang
berwenang. Kedua pihak yang bersengketa tidak harus menuruti atau setuju terhadap upaya mencari pemecahan oleh pihak ketiga atau mediator, tetapi
Universitas Sumatera Utara
harus setuju bahwa jasa-jasa dari mediator akan digunakan dalam upaya pemecahan masalah.
6. Arbitrase arbitration: dua pihak yang besengketa sepakat untuk meminta
perantara pihak ketiga, arbitrator, dan sejak semula telah setuju bahwa mereka akan menerima keputusan dari arbitrator itu.
7. Peradilan adjudication: pihak ketiga mempunyai wewenang untuk
mencampuri pemecahan masalah, lepas dari keinginan para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga juga berhak membuat keputusan itu artinya
berupaya bahwa keputusan dilaksanakan. Masyarakat Desa Sosor Mangulahi yang sudah lama diliputi oleh konflik
menginginkan penyelesaian supaya tidak semakin berlarut, terbukti dengan adanya laporan salah seorang warga kepada Camat. Adapun langkah –langkah yang
dilakukan untuk menyelesaikan konflik pilkades adalah sebagai berikut: 1.
Kepala desa yang selalu gagal menyelesaiakan konflik, akhirnya menyatukan kekuatan dengan pihak-pihak lain seperti pengetua adat,
pengurus Gereja dan warga lain yang dianggap mampu dan peduli dan tidak terlibat konflik. Mereka mengadakan pertemuan di rumah Bapak
Kepala Desa untuk membicarakan penyelesaian konflik. Pembicaraan menghasilkan hal-hal penting. Diantaranya adalah kepala desa
meminta supaya pengurus Gereja ataupun pengetua adat mendatangi calon-calon yang kalah Antoni dan Pratama. Tujuannya adalah untuk
menyampaikan permintaan maaf Sukri apabila terdapat kesalahnnya kepada kedua calon dan sekaligus mempertemukan mereka bertiga.
2. Langkah pertama berhasil dilakukan oleh pengurus Gereja dan
pengetua adat. Pada minggu ketiga Maret 2009, Sukri selaku kades
Universitas Sumatera Utara
terpilih dan kedua calon yang kalah Antoni dan Pratama Tongam dipertemukan di rumah salah seorang pengurus Gereja Lukman. Pada
kesempatan itu atas nama mantan calon kades dan kades terpilih Sukri menyampaikan permintamaafannya secara langsung kepada kedua
calon. Sambil menikmati minuman yang telah tersaji, pengetua adat dan pengurus Gereja selaku penengah membantu Sukri dan kedua
calon kalah tersebut. Setelah beberapa jam kedua calon menerima permintamaafan Sukri. Tidak ketinggalan juga keduanya Antoni dan
Pratama saling memnita maaf. Pihak penengah merasa terharu karena setelah saling memaafkan ketiganya bersalaman dan berpelukan.
3. Ketiga calon mendatangi para pendukung masing-masing, terlebih
yang pernah terlibat konflik karena memperjuangkan mereka. Selain mengucapkan banyak terima kasih ketiga calon tersebut
memberitahukan kepada para pendukungnya bahwa mereka bertiga telah bersatu dan tidak ada dendam diantara mereka. Dengan sangat
menyesal ketiga calon meminta maaf terhadap semua pendukungnya yang telah berkonflik demi kepentingan politik. Selanjutnya mereka
meminta para pendukungnya untuk tidak lagi berkubu berkelompok tetapi untuk bersatu. Khususnya mereka yang terlibat langsung dengan
perkelahian untuk saling memaafkan. 4.
Pihak penengah bersama-sama dengan ketiga calon kades periode 2008 2013 mempertemukan semua orang-orang yang pernah terlibat
langsung dengan konflik. Misalnya saja pertengkaran pada bulan Maret 2008 dan juga konflik yang lain. Pihak-pihak yang terlibat telah
dijelaskan pada Bab III, berhasil dikumpulkan di kompleks Gereja
Universitas Sumatera Utara
HKBP Sosor Mangulahi dengan maksud untuk berdamai. Pada kesempatan itu mereka saling meminta maaf satu sama lain dan
berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Pertemuan itupun diakhiri dengan saling berjabat tangan satu sama yang lainnya.
5. Kepala desa membagikan uang kepada pihak-pihak yang pernah
menjadi korban konflik sebagai biaya pengganti pengobatan mereka. Demikian halnya dengan pemilik kedai warung, mereka juga
mendapat bagian walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan kerugian sesungguhnya.
6. Kepala desa meminta maaf kepada masyarakat Desa Sosor Mangulahi
secara keseluruhan dengan berjanji untuk memimpin pemerintahan desa sebaik-baiknya sesuai dengan fungsinya sebagai kades, tanpa ada
perselisihan lagi. Kepala desa juga menghimbau warga desa untuk saling menjaga keamanan, ketertiban, kekeluargaan dan menghindari
konflik seperti yang terjadi sebelumnya. 7.
Sebagai tanda terima kasih kepada masyarakat secara keseluruhan, kepala desa mengadakan syukuran dengan mengundang semua warga
tanpa terkecuali tepatnya pada akhir Maret 2009. Layaknya sebuah pesta, syukuran itu juga menyediakan makanan minuman khas Batak.
Acara itu juga diisi dengan berbagai hiburan karena Group musik ikut memeriahkannya.
8. Kepala Desa memberitahukan kepada Camat Wawan, bahwa mereka
telah kembali seperti sebelumnya tanpa ada konflik. Dengan bangga, camat mengucapkan banyak terima kasih.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan langkah-langkah penyelesaian konflik seperti diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tahap penyelesaian konflik adalah dengan cara Mediasi. Sesuai
dengan penjelasan sebelumnya Mediasi adalah salah bentuk negosiasi antara dua individu atau kelompok dengan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu
tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis. Penunjukan pihak ketiga sebagai mediator dapat terjadi karena :
a. kehendaknya sendiri mencalonkan diri sendiri,
b. ditunjuk oleh penguasa misalnya “tokoh adat”
c. diminta oleh kedua belah pihak
Sebagai mediator, tugas utamanya adalah bertindak sebagai seorang fasilitator sehingga pertukaran informasi dapat dilaksanakan. Selain itu ia juga diharapkan untuk
mencari atau merumuskan titik-titik temu dari argumentasi para pihak dan berupaya mengurangi perbedaan pendapat yang timbul penyesuaian pandangan sehingga
mengarah pada satu keputusan bersama. Dengan demikian seorang mediator tidak memaksakan keputusannya bagi para pihak, sebaliknya ia berusaha agar para pihak
dapat mengandaikan “dirinya sebagai pihak yang lain” “putting themselves in the other one’s shoes”.
Seorang Mediator dituntut untuk bersikap bijaksana berwibawa, dapat dipercaya tidak boleh berpihak dan cekatan. Sikap yang dikemukakan ini terutama
diperlukan bilamana kedua belah pihak berkeras mempertahankan pendiriannya. Dalam tahap awal negosiasi, masing-masing pihak sering terlibat dalam adu
argumen yang bernada emosional. Tahapan berikutnya menunjukkan bahwa luapan emosi makin lama semakin reda dan bila kesepakatan telah dicapai maka rasa
permusuhan atau persaingan akan bergeser pada saling menerima dan persaudaraan.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan yang disepakati dapat berbentuk nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi tatanan dalam masyarakat, dimana mereka menjadi anggotanya, dapat pula
merupakan putusan yang tidak sejalan dengan tatanan yang ada tetapi tidak bertentangan, dan ada kemungkinan bertolak belakang dengan nilai atau norma yang
berlaku. Dapat pula terjadi bahwa setelah adu argumentasi, mediator tidak berhasil
mencapai titik temu sehingga kompromi konsensus tidak tercapai. Dengan demikian para pihak kemudian menempuh cara penyelesaian lainnya, seperti melalui
pengadilan. Dari uraian di atas tersimpul bahwa mediasi merupakan upaya penyelesaian
konflik yang informal dan seorang mediator baru berperan bila telah disetujui oleh para pihak. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, secara khusus di
masyarakat pedesaan atau masyarakat dimana ikatan kekerabatan masih dominan, mekanisme penyelesaian konflik melalui mediasi masih diakui eksistensinya, seperti
di Minangkabau.
IV.2. Tabel Pihak Terlibat Dalam Penyelesaian Konflik