Konflik Pilkades Dan Penyelesaiannya

(1)

KONFLIK PILKADES DAN PENYELESAIANNYA

(Suatu Kajian Antropologi Terhadap Pilkades Periode 2008/2013

Di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas)

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Sosial dalam bidang Antropologi

Oleh :

SARI EDISON PURBA

050905025

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

AYAT PERSEMBAHAN

Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata : “Aku

bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau

sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada

orang kecil. Ya Bapa itulah yang berkenan kepada-Mu.

Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidaka ada seorangpun yang

tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang

berkenan menyatakan hal itu

(Lukas 10 : 21-22)

Skripsi ini saya Persembahkan kepada keluarga tercinta dan tersayang yang selalu

setia mendukung saya, sehingga skripsi ini dapat diselesaiakan pada waktu yang

indah.

Ayah

: M. Purba

Ibunda : S. br. Simamora

Kakak : Ani Berliana &keluarga, Lamtiur&keluarga, Yenthi & keluarga

Adek

: Marlina, Maya, Agus Tino

Dan tidak lupa kepada Pujaan Hati ; Theresia Mona Sari br. Pardosi


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan segala puji dan puja syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmatnya yang selalu menyertai penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini pada waktu yang indah. Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah “Konflik Pilkades Dan Penyelesaiannya” yang dimaksudkan sebagai tugas akhir selama perkuliahan untuk dapat memperoleh gelar sarjana sosial di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini sangat jauh dari sempurna dan masih perlu perbaikan. Penulis juga menyadari penyelesaian skripsi ini tidak akan tercapai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu maka dalam hal ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA Selaku ketua Departemen Antropologi

sekaligus menjadi Dosen Wali yang telah baanyak membimbing dan mengarahkan penulis selama perkuliahan di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan arahan penyelesaian skripsi ini, mulai dari awal sampai pada selesainya skripsi ini. Semoga Tuhan memberikan balasan dan berkat atas jasa-jasa beliau.


(4)

4. Bapak Drs. Irfan Simatupang, M.Si dan juga Ibu Dra. Mariana Makmur, MA selaku Dosen Penguji, terima kasih atas saran dan bimbingannya sampai selesainya skripsi ini.

5. Para Dosen Antropologi yang telah membekali, mengarahkan dan

membimbing saya selama mengikuti perkuliahan di Departemen Antropologi sampai pada penyelesaian skripsi.

6. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara

7. Bapak S. Purba selaku Kepala Desa di Lokasi Penelitian saya yang telah

banyak membantu dan memberikan kemudahan dalam proses penyelesaian skripsi ini

8. Ibu R. Simamora ( istri Bapak S. Purba ) yang juga ikut serta membantu saya dan menyambut dengan baik di Lapangan.

9. Secara khusus kepada kedua orang tua saya ; M. Purba dan S. br. Simamora

terima kasih yang sedalam-dalamnya saya persembahkan atas rasa cintanya yang tak terbalaskan oleh siapapun, baik dukungan moral, materil dan segalanya diberikan demi tercapainya penyelesaian skripsi saya.

10.Kepada Ibunda Tercinta S. br. Simamora yang tidak bosan-bosannya memberi

nasehat untuk mendorong semangat, semoga Tuhan memberkati semua proses pengobatan yang sudah dijalani, untuk dapat menyembukan penyakit dan memberikan umur yang panjang. Saya yakin Tuhan pasti melihat dan menjamah orang tua saya.

11.Kepada seluruh keluarga yang selalu setia memberi dukungan setiap saat, saya ucapakan banyak terima kasih. Saya tidak dapat berbuat apa-apa tanpa dorongan semangat yang tidak ada henti-hentinya. Termasuk ketiga Kakak


(5)

dan Lae (Sabri, Theresia, Kaka Yenthi/Lae Sijabat), ketiga Adek saya ( Marlina, Maya, Agus Tino ) sekaligus kepada Renta br. Sinaga dan juga semua keluarga di Kampung.

12.Saya tidak lupa juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pujaan hati

Theresia Mona Sari br Pardosi yang selalu setia memberikan dukungan dan bantuan semampu mungkin. Semoga sayangku lebih sukses lagi dan tetap semangat dalam mengikuti perkuliahan, untuk dapat menyusul wisuda tepat waktu.

13.Seluruh kerabat Antropologi, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

termasuk seluruh stambuk 2005 dan juga stambuk yang lainnya. Kita harus tetap semangat dalam mengembangkan dan mendalami Antropologi, kita tetap kerabat selamanya.

14.Terima kasih kepada seluruh anggota Resimen Mahasiswa Sumatera Utara,

khususnya Resimen Mahasiswa Universitas Sumatera Utara atas semangat yang selalu diberikan untuk memotivasi saya dan membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga Menwa tetap jaya untuk selamanya dan tetap memepertahankan Widya Castrena Dharma Shiddha.

15.Saya juga mengucapkan terima kasih pada pihak yang ikut serta membantu

penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan secara keseluruhan dan mungkin tidak tercantum/tertulis.


(6)

Dukungan semua pihak masih saya butuhkan demi kesempurnaan kedepannya. Atas segala bantuan dan dukungannnya saya ucapkan terima kasih. Akhirnya semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak termasuk untuk masyarakat di lokasi penelitian saya.

Medan, November 2009 Penulis

Sari Edison Purba (050 905 025)


(7)

ABSTRAKSI

Konflik Pilkades dan Penyelesaiannya (Suatu Kajian Antropologi Terhadap Pilkades Periode 2008/2013 di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas)

Skripsi ini terdiri dari 5 bab 105 halaman, Lampiran dan beberapa Daftar.

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) sebagai alat untuk proses pergantian/peralihan pemerintahan desa sekaligus menjadi pesta demokrasi di tingkat wilayah desa, tidak jarang diwarnai oleh konflik dan pertentangan diantara masyarakat desa, baik konflik individu maupun konflik sosial. Seperti yang kita ketahui masyarakat desa adalah masyarakat yang masih terikat dengan hubungan kekerabatan serta adat istiadat, dan pada umumnya menjungjung tinggi nilai-nilai budaya setempat demi keharmonisan dalam hubungan maupun interaksi sosialnya. Namun hal itu tidak selalu menjadi kemudahan ataupun faktor pendukung dalam urusan politik dalam hal ini penyelenggaraan pilkades. Demikian halnya dengan Pilkades Periode 2008/2013 di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas yang tidak pernah luput dari konflik dan pertentangan di tengah-tengah etnisitas masyarakat yang homogen. Masyarakatnya didominasi oleh Etnis Batak Toba dan menganut hanya satu Agama yaitu Kristen Protestan. Disamping etnisitas dan agamanya homogen bahkan masyarakatnya sebagian besar terdiri dari tiga marga besar ; Purba, Manalu, dan Simamora. Secara silsilah Batak Toba ketiga marga tersebut diatas dikategorikan mempunyai satu Nenek Moyang pada zaman dahulu. Hal itu berarti semakin menguatkan bahwa masyarakat desa Sosor Mangulahi memiliki ikatan yang sangat kental dan kuat. Sekali lagi hal itu tetap saja tidak selalu menjadi kemudahan terhadap penyelenggaraan Pilkades Periode 2008/2013.

Penelitian yang menghasilkan sebuah karya skripsi ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam mengapa konflik tersebut masih hadir pada penyelenggaraan pilkades ditengah kuatnya keterikatan masyarakat. Sangat penting juga bagaimana konflik yang mewarnai pilkades dapat diselesaiakan, dengan kata lain untuk mengetahui langkah-langkah penyelesaian konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian lapangan (field research). Untuk pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling kepada orang-orang yang mampu memberikan informasi misalnya tokoh adat, tokoh agama, kepala desa dan juga masyarakat lainnya, alat pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data lapangan adalah melalui wawancara dengan melakukan tanya jawab langsung dengan informan dan pengalaman lapangan. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa latar belakang terjadinya konflik pilkades adalah karena adanya unsur dendam, kades lama dinilai tidak legowo dan tidak demokratis. Disamping itu adanya antusias ketiga calon kepala desa untuk tetap bertahan dan menolak permintaan tokoh adat untuk menyatukan dan mengusung satu calon. Dengan demikian terjadilah pengelompokan menjadi beberapa kubu diantara masyarakat. Dimana, antara satu kelompok saling melemahkan terhadap kelompok lain, terjadilah persaingan yang tidak sehat untuk merebut kepala desa. Hal itu menimbulkan banyak pertentangan dan konflik baik individu maupun sosial.


(8)

Berdasarkan langkah-langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan konflik dapat disimpulkan penyelesaiannya dengan cara mediasi (mediation). Mediasi merupakan cara untuk menyelesaikan konflik dengan menghadirkan pihak ketiga (mediator) dalam hal ini tokoh adat dan tokoh agama, atas kesepakatan atau permintaan pihak-pihak atau salah satu pihak yang berkonflik. Mediasi bersifat kompromi yang bertujuan untuk menyamakan pendapat pihak yang berkonflik, sehingga tercapai penyelesaian dan perdamaian. Atas cara yang dilakukan tersebut masyarakat kembali bersatu seperti sebelumnya


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR i

ABSTRAKSI v

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah...1

I.2. Masalah dan Fokus Penelitian...8

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...9

I.3.1. Tujuan Penelitian...9

I.3.2. Manfaat Penelitian………...9

I.4. Tinjauan Pustaka...11

I.5. Metode Penelitian...28

I.5.1. Tipe Penelitian...28

1.5.2. Tehnik Pengumpulan Data...28

a. Tehnik Observasi Partisipasi...29

b. Tehnik Wawancara...29

c. Pengalaman di Lapangan...30

d. Dokumen...30

e. Interview Guide...30

I.5.3. Penentuan Informan...31


(10)

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II.1. Sejarah Desa Sosor Mangulahi...35

II.2. Letak Geografis Desa Sosor Mangulahi...37

II.3. Komposisi Penduduk...38

II.3.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin...38

II.3.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia……...…………...….39

II.3.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan………...….40

II.3.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian...41

II.3.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama………...….42

Ii.4. Sarana / Fasilitas………...………...………...43

II.4.1. Sarana Kesehatan…...………....43

II.4.2. Sarana Pendidikan..……….…..…43

II.4.3. Sarana Ibadah………..………..………….…44

II.5. Sistem Organisasi Sosial……….……….44

II.6. Struktur Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa...46

II.7. Pejabat Pemerintahan dan Perangkat Desa...47

BAB III. KONFLIK PILKADES

III.1. Kronologis / Proses Berlangsungnya Konflik...48

III.1.1. Pilkades 2008 / 2013...60

III.2. Latar Belakang / Penyebab Konflik………...…65

III.3. Pihak Yang Terlibat Dalam Konflik………..…………66

III.4. Lamanya Konflik………..………...…68

III.5. Akibat/Fungsi Konflik...68

III.5.1. Akibat/Fungsi Negatif Konflik...68


(11)

III.6. Keadaan Masyarakat Sebelum Konflik dan Pada Saat Konflik.71

III.7. Analisa Faktor Pendorong Perebutan Kades...72

III.8. Kekerabatan Tidak Selalu Faktor Pendukung Politik...76

BAB IV. PENYELESAIAN KONFLIK

IV.1. Langkah-Langkah Penyelesaian...81

IV.2. Tabel Pihak Terlibat dalam Penyelesaian Konflik...87

IV.3. Tanggapan Masyarakat Terhadap Penyelesaiaan...90

IV.4. Keadaan Masyarakat Pasca Penyelesaian Sampai Sekarang...90

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan...91

V.2. Saran...100

DAFTAR INFORMAN x

DAFTAR ISTILAH xv

INTERVIEW GUIDE xviii

LAMPIRAN


(12)

ABSTRAKSI

Konflik Pilkades dan Penyelesaiannya (Suatu Kajian Antropologi Terhadap Pilkades Periode 2008/2013 di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas)

Skripsi ini terdiri dari 5 bab 105 halaman, Lampiran dan beberapa Daftar.

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) sebagai alat untuk proses pergantian/peralihan pemerintahan desa sekaligus menjadi pesta demokrasi di tingkat wilayah desa, tidak jarang diwarnai oleh konflik dan pertentangan diantara masyarakat desa, baik konflik individu maupun konflik sosial. Seperti yang kita ketahui masyarakat desa adalah masyarakat yang masih terikat dengan hubungan kekerabatan serta adat istiadat, dan pada umumnya menjungjung tinggi nilai-nilai budaya setempat demi keharmonisan dalam hubungan maupun interaksi sosialnya. Namun hal itu tidak selalu menjadi kemudahan ataupun faktor pendukung dalam urusan politik dalam hal ini penyelenggaraan pilkades. Demikian halnya dengan Pilkades Periode 2008/2013 di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbahas yang tidak pernah luput dari konflik dan pertentangan di tengah-tengah etnisitas masyarakat yang homogen. Masyarakatnya didominasi oleh Etnis Batak Toba dan menganut hanya satu Agama yaitu Kristen Protestan. Disamping etnisitas dan agamanya homogen bahkan masyarakatnya sebagian besar terdiri dari tiga marga besar ; Purba, Manalu, dan Simamora. Secara silsilah Batak Toba ketiga marga tersebut diatas dikategorikan mempunyai satu Nenek Moyang pada zaman dahulu. Hal itu berarti semakin menguatkan bahwa masyarakat desa Sosor Mangulahi memiliki ikatan yang sangat kental dan kuat. Sekali lagi hal itu tetap saja tidak selalu menjadi kemudahan terhadap penyelenggaraan Pilkades Periode 2008/2013.

Penelitian yang menghasilkan sebuah karya skripsi ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam mengapa konflik tersebut masih hadir pada penyelenggaraan pilkades ditengah kuatnya keterikatan masyarakat. Sangat penting juga bagaimana konflik yang mewarnai pilkades dapat diselesaiakan, dengan kata lain untuk mengetahui langkah-langkah penyelesaian konflik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian lapangan (field research). Untuk pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling kepada orang-orang yang mampu memberikan informasi misalnya tokoh adat, tokoh agama, kepala desa dan juga masyarakat lainnya, alat pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data lapangan adalah melalui wawancara dengan melakukan tanya jawab langsung dengan informan dan pengalaman lapangan. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa latar belakang terjadinya konflik pilkades adalah karena adanya unsur dendam, kades lama dinilai tidak legowo dan tidak demokratis. Disamping itu adanya antusias ketiga calon kepala desa untuk tetap bertahan dan menolak permintaan tokoh adat untuk menyatukan dan mengusung satu calon. Dengan demikian terjadilah pengelompokan menjadi beberapa kubu diantara masyarakat. Dimana, antara satu kelompok saling melemahkan terhadap kelompok lain, terjadilah persaingan yang tidak sehat untuk merebut kepala desa. Hal itu menimbulkan banyak pertentangan dan konflik baik individu maupun sosial.


(13)

Berdasarkan langkah-langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan konflik dapat disimpulkan penyelesaiannya dengan cara mediasi (mediation). Mediasi merupakan cara untuk menyelesaikan konflik dengan menghadirkan pihak ketiga (mediator) dalam hal ini tokoh adat dan tokoh agama, atas kesepakatan atau permintaan pihak-pihak atau salah satu pihak yang berkonflik. Mediasi bersifat kompromi yang bertujuan untuk menyamakan pendapat pihak yang berkonflik, sehingga tercapai penyelesaian dan perdamaian. Atas cara yang dilakukan tersebut masyarakat kembali bersatu seperti sebelumnya


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian

Pemilihan Kepala Desa yang sering disingkat dengan Pilkades mungkin bukan istilah yang asing lagi untuk saat ini. Sebagai wadah untuk menampung aspirasi politik masyarakat sekaligus sarana pergantian atau kelanjutan pemerintahan desa pilkades diharapkan mampu memenuhi keinginan dan harapan masyarakat desa tertentu, untuk mengangkat calon yang layak sebagai kepala desa. Pilkades merupakan sebuah instrumen dalam pembentukan pemerintahan modern dan demokratis. Pesta demokrasi yang dilakukan ditingkat wilayah terkecil ini pada dasarnya sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan pemerintah tentang tata cara penyelenggaraan pilkades. Sehingga seluruh rangkaian tahapan-tahapannya mulai dari pembentukan panitia pilkades sampai pada pelantikan kepala desa terpilih diharapkan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan. Dengan demikian proses pemilihan kepala desa akan berjalan dengan baik tanpa mempengaruhi keutuhan masyarakat. Dan harapan masyarakat dapat terpenuhi untuk terpilihnya kepala desa yang baru dan dinyatakan layak untuk memimpin dan menjalankan roda pemerintahan desa. Hal inilah yang didambakan oleh setiap masyarakat desa demi terciptanya keadaan yang kondusif.

Namun dalam prakteknya pilkades yang sudah diatur oleh perundang-undangan pemerintah untuk saat ini sangat sulit terselenggara dengan lancar dan berkualitas karena bermainnya faktor-faktor kepentingan politik, kepentingan untuk ingin berebut kekuasaan ketimbang hakikat yang diingini oleh pilkades yaitu pemerintahan desa


(15)

yang legitimate1. Disamping itu penyelenggaraan pilkades juga tersentuh dan tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan2

Desa Sosor Mangulahi yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan dikenal masih sangat homogen yang mana hanya terdapat Etnis Batak Toba dan didominasi oleh Agama Kristen Protestan. Masyarakatnya terdiri dari tiga marga

masyarakat desa. Sehingga sering kali budaya sangat berperan didalamnya. Seiring dengan hal ini didalam pelaksanaan pilkades tidak jarang menuai kericuhan dan konflik. Di dalam penyelenggaraan pesta demokrasi ini terdapat banyak masalah dan persoalan sebagai gejala awal konflik pilkades. yang diwarnai dengan kericuhan, kekerasan, yang dapat merusak keutuhan dan eksistensi masyarakatnya. Situasi yang memprihatinkan ini tidak jarang lagi terjadi di berbagai daerah desa yang terdapat di Tanah Air Indonesia. Seperti misalnya yang terjadi di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbang Hasundutan. Proses pelaksanaan pilkades diwarnai dengan persaingan tidak sehat, kericuhan, kekerasan yang akhirnya menuai konflik.

3

1

Legitimate merupakan pemerintahan yang sah ataupun resmi dan diakui oleh masyarakat maupun

secara hukum. Lihat, Haw Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa

, (1996). Jakarta, PT. Raja Grafindo.

2

Kebudayaan memiliki defenisi yang cukup kaya dan belum dapat dirangkumkan menjadi satu

konsep, karena para ahli mengartikannya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Lihat, Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I (1990), Jakarta. UI-Press.

3

Marga bagi orang batak merupakan nilai ataupun harga sekaligus keabsahannya selaku orang batak,

sehingga tidak ada orang batak yang tidak bermarga. Marga secara silsilah ataupun tarombo batak juga dapat mengetahui derajat atau posisi seseorang itu mulai dari nenek moyangnya dengan mengacu pada sistem kekerabatan. Dan pada dasarnya marga sudah mempunyai makna tersendiri dan sejarahnya masing-masing. Lihat, Bungaran Antonius Simanjuntak, Sruktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945 (2006), : 79. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

besar yaitu Purba, Manalu, Simamora. Pada Silsilah Marga Batak Toba ketiga marga tersebut diatas adalah satu, yang artinya memiliki ikatan kekeluargaan yang cukup kuat dan dekat. Ketiganya bersaudara yang sangat sulit untuk dipisahkan oleh siapapun. Tetapi


(16)

kuatnya ikatan tersebut melemah ketika bersinggungan dengan pilkades sehingga terpecahbelah sepertinya tidak ada lagi nilai-nilai kekeluargaan yang tidak sesuai dengan hakekat ketiga marga tersebut, yang ditandai dengan adanya persaingan politik yang tidak sehat diantara ketiga marga tersebut.

Dalam hal ini kebudayaan bersinggungan dengan kepentingan politik. Sehingga masyarakat lupa diri akan pentingnya kekeluargaan dan kebudayaan demi kepentingan politik yaitu memenangkan calon mereka masing-masing dan berusaha untuk mengalahkan calon yang lain sebagai lawan politiknya. Situasi seperti ini mengundang penulis untuk mengulas dan mengkaji lebih mendalam. Apa sebenarnya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat desa, sekaligus bagaimana penyelesaian konflik yang terjadi. secara khusus penulis juga ingin melihat bagaimana kebudayaan berperan didalamnya dalam hal mengatasi dan menyelesaikan konflik tersebut.

Konflik pilkades dan penyelesaiannya sebagai judul penelitian, tentunya memiliki latar belakang ataupun penjelasan tentang alasan-alasan sehingga penelitian layak untuk dilakukan. Seiring dengan hal diatas, dalam bab ini juga akan dimuat ketertarikan peniliti terhadap objek penelitian, yang berawal dari adanya gejala-gejala sosial meggambarkan ketidakcocokan dan ketidakharmonisan ditengah-tengah masyarakat. Seperti misalnya retaknya komunikasi antara satu dengan yang lain, bahkan yang bersaudara sekalipun, semakin berkurangnya nilai-nilai kekeluargaan diantara warga masyarakat, bahkan adanya kecenderungan mereka untuk membentuk kelompok-kelompok tertentu dan tidak bersatu lagi, sampai pada pertikaian, konflik yang terlihat dari perkelahian dan masih banyaknya masalah yang lainnya. Gejala-gejala sosial seperti disebutkan diatas sudah terjadi sebelum pelaksanaan pilkades. Yang selalu menghebohkan masyarakatnya dalam menantikan pelaksanaannya. Keinginan peneliti untuk mengulas lebih mendalam objek penelitian dalam hal ini


(17)

pilkades merupakan respon dari gejala-gejala sosial yang timbul ditengah masyarakat khususnya pada warga Desa Sosor Mangulahi, sebagai lokasi penelitian saya. Gejala-gejala sosial dimaksud timbul sebagai persoalan baru yang mampu mempengaruhi masyarakat. Seperti yang dijelaskan diatas terjadi hubungan-hubungan sosial yang sebelumnya tidak pernah terjadi baik antar individu maupun antar kelompok. Peneliti melihat hal ini sebagai sebuah pendekatan politik yang berusaha mempengaruhi pihak-pihak yang lain. Yang jelasnya terdapat kepentingan-kepentingan atau kekuasaan4

4

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang

atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

dan politik sedang dijalankan oleh pihak tertentu. Masyarakat desa juga masyarakat yang berpolitik, yang menjalankan kekuasaan-kekuasaannya melalui hubungan tertentu. Kumpulan marga pada masyarakat batak misalnya mungkin salah satu wadah untuk menampung aspirasi politiknya. mulanya saya meneropong pilkades itu adalah jembatan untuk mencapai sebuah kedudukan atau kakuasaan, yang mana penyelenggaraannya sudah diatur oleh undang-undang. ternyata kacamata itu tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Pelaksanaan pilkades dimaksud lebih dipengaruhi oleh person-person yang ada didalamnya, termasuk calon-calon yang ada, para pendukung masing-masing calon, dan juga pihak yang terlibat melalui cara-cara tertentu. Sehingga terjadi gejala-gejala sosial seperti pembentukan kelompok-kelompok tertentu, hubungan yang kurang baik, saling mencari kelemahan lawan, menunjukkan kemampuan masing-masing, bahkan terjadinya konflik dan kekerasan. Banyaknya persoalan yang timbul dalam masyarakat lebih mengarah pada kepentingan politik. Organisasi-organisasi masyarakat tidak lagi diarahkan untuk menampung aspirasi dan menjalin kerjasama tetapi lebih dimanfaatkan untuk


(18)

kekuatan politik sekaligus tujuan politik. Dari rangkaian gejala-gejala sosial yang timbul melahirkan sebuah keingintahuan bagi peneliti untuk mencari eksplanan (penjelasannya) sekaligus mengangkat pilkades sebagai objek penelitian (eksplanandum). Bagaimana konflik terjadi sementara masyarakat yang saya kaji adalah masyarakat Batak Toba, yang masih bersifat homogen, apa yang melatar-belakangi hal tersebut akan menjadi tugas peneliti. Antropologi politik mengatakan kekerabatan mempengaruhi kekuasaan dan keduanya saling berkaitan. Hal ini dikarenakan oleh pentingnya kekerabatan sebagai kekuatan politik sehingga manipulasi kekerabatan merupakan strategi politik.

Pemilihan kepala desa (pilkades) merupakan proses untuk memilih atau dipilihnya orang yang mampu untuk memimpin jalannya roda pemerintahan di wilayah desa tertentu sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Proses sosial ini tentunya memberikan kesempatan dan hak yang sama kepada warga masyarakat desa untuk menunjukkan partisipasi politiknya, baik sebagai hak pilih maupun sebagai hak untuk dipilih. Adanya persamaan hak diantara warga masyarakat akan menimbulkan persaingan sosial untuk memperoleh kekuasaan yang diinginkan dengan berbagai cara dan usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Masing-masing person akan melakukan pendekatan tersendiri terhadap masyarakat dengan maksud untuk menarik perhatian dan simpati warga. Dengan demikian person tersebut mengharapkan suara warga untuk mendukung dan memilihnya. Person sebagai calon kepala desa yang juga sebagai bagian dari warga desa tertentu dituntut untuk menjalin komunikasi dan hubungan yang baik terhadap warga yang lain. Yang terdiri dari individu, kelompok sosial, lembaga sosial, norma-norma sosial, dan lapisan-lapisan sosial atau stratifikasi sosial. Dengan memulai dari lingkungan keluarga dan kerabat terdekat sebagai kekuatan politik yang pertama. Seperti yang dikemukakan diatas


(19)

bahwa kekuasaan dan kekerabatan merupakan dua hal yang saling berkaitan dan berpengaruh bahkan saling mendukung dalam konteks politik. Mengingat kekerabatan merupakan sebuah sistem melibatkan sangat banyak orang yang terdapat didalamnya dan masih adanya hubungan darah ataupun hubungan kekeluargaan memungkinkan seseorang lebih mudah untuk melakukan pendekatan dengan cepat. Dan kegagalan seseorang didalam menjalin hubungannya terhadap kerabat dekatnya akan menimbulkan kesulitan untuk mencapai dukungan dari pihak lain. Dan hal inilah yang biasanya memicu konflik dan menciptakan persoalan baru.

Masyarakat desa yang pada umumnya masih menjung-jung tinggi nilai-nilai kekeluargaan terlebih hubungan darah. Sesuatu yang mustahil untuk memilih orang lain apabila masih ada orang yang lebih dekat dalam artian masih adanya pertalian darah. Kentalnya rasa solidaritas pada masyarakat desa pada sisi lain merupakan sebuah kelemahan untuk menentukan pilihan nantinya dalam konteks politik, baik sebelum pemilihan kades, pada saat pilkades maupun sesudah terlaksananya pemilihan tersebut. Hal ini terjadi di dukung oleh adanya kesempatan dan hak yang sama bagi setiap warga untuk memilih dan juga untuk dipilih.

Pemilihan kepala desa sebagai sebuah proses terdiri dari beberapa tahapan-tahapan dan memerlukan waktu sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada. Mulai dari rapat yang dihadiri oleh kepala desa, lembaga musyawarah desa dan camat dua bulan sebelum berakhirnya masa jabatan. Setelah itu rapat dipimpin oleh kepala desa untuk menyusun kepanitiaan pencalonan dan pelaksanaan pilkades selanjutnya membahas hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan misalnya pembiayaan. Hasilnya diajukan kepada Bupati kepala daerah tingkat dua untuk memperoleh pengesahan. Kemudian panitia akan menentukan jadwal pelaksanaan pemilihan dengan syarat sudah mempersiapkan segala sesuatunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada tahap


(20)

pencalonan panitia akan mengadakan pendaftaran, dan disahkan sesuai dengan persyaratan administratif, yang akan diumumkan dipapan pengumuman yang terbuka dengan mencantumkan nama-nama bakal calon dan daftar pemilih yang telah disahkan. Setelah mengetahui orang-orang yang bakal calon, keadaan akan mengalami perubahan ditengah masyarakat.

Perubahan dalam hal ini ditandai oleh hubungan dan jalinan komunikasi diantara warga desa sudah berkurang. Dan yang lebih memprihatinkan adalah mereka cenderung membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah calon yang ada. Berkurangnya hubungan yang baik tidak hanya diantara para calon saja tetapi juga diantara masyarakat pendukung masing-masing calon. Dalam konteks ini hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok ataupun sebaliknya sudah tidak eksis lagi. Tetapi hubungan itu hanya ada diantara mereka yang mempunyai calon yang sama. Masyarakat telah terkotak-kotak sesuai dengan calon yang ada dan interaksi sosial menunjukkan adanya nilai-nilai budaya yang mengalami pergeseran dan perubahan kearah yang kurang baik.

Penulis juga melihat terjadinya konflik sosial ini mempengaruhi pada semua aspek kehidupan sehari-hari masyarakat. Yang secara keseluruhannya berdampak terhadap hubungan sosial masyarakat. bahkan hubungan diantara anggota masyarakat yang bersaudarapun terpengaruh oleh keadaan itu, sehingga nilai kekeluargaan dan hubungan darah sudah luntur dan sangat memprihatinkan. Karena calon-calon yang ada pada dasarnya merupakan orang-orang yang masih ada hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Hal inilah yang menjadi daya tarik sekaligus latar belakang sehingga penelitian sangat perlu dilakukan.


(21)

I.2. Masalah dan Fokus Penelitian

Dari gambaran di atas kajian ini berupaya untuk memahami anatomi konflik pilkades yang terjadi di Desa Sosor Mangulahi Kabupaten Humbang Hasundutan dan juga proses penyelesaiannya. Masyarakat Desa Sosor Mangulahi masih bersifat homogen yaitu Etnis Batak Toba menganut Agama Kristen Protestan. Terdiri dari tiga marga besar antara lain Purba, Manalu, Dan Simamora. Adapun marga selain itu adalah orang-orang pendatang yang sudah lama berdomisili, berjumlah sangat sedikit dibandingkan ketiga marga tersebut.

Masyarakat Desa Sosor Mangulahi masih mempunyai ikatan darah (kekeluargaan) yang sangat kuat, ternyata tidak menjadi faktor pendukung ataupun kemudahan dalam melaksanakan partisipasi politik masyarakat, yakni pemilihan kepala desa. Pada pemilihan kepala desa yang sudah berlalu tidak jarang ditemukannya berbagai konflik dan persoalan-persoalan sosial. Seperti rusaknya hubungan-hubungan sosial, tanpa memandang kekeluargaan disamping itu pernah juga terjadi kekerasan, anarkis, ancaman, perkelahian dan berbagai masalah lainnya. Penelitian diharapkan mampu untuk mengulas ataupun mengkaji, mendalami secara deskriptif bagaimanakah anatomi konflik serta bagaimana konflik pilkades dapat diselesaikan pasca pilkades dan untuk saat ini termasuk peranan kebudayaan masyarakat didalamnya. Dengan demikian maka masalah dan fokus penelitian dapat diperjelas melalui pertanyaan di bawah ini :

1. Mengapa dalam penyelenggaraan pilkades di Desa Sosor Mangulahi masih

terjadi konflik, sementara masyarakatnya masih terikat dengan kekeluargaan dan kekerabatan yang sangat kuat.

2. Bagaimanakah langkah-langkah penyelesaian konflik pilkades sehingga


(22)

I.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

I.3.1. Tujuan penelitian

Pada hakekatnya penelitian ini dilatarbelakangi oleh timbulnya persoalan-persoalan politik, masalah-masalah sosial, hubungan-hubungan yang terjadi, ketidakcocokan di tengah masyarakat baik individu dengan individu maupun individu dengan kelompok atau sebaliknya yang bersumber sosial, politik. Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu untuk mengkaji masalah dan konflik yang terjadi dalam masyarakat, dalam kaitannya dengan pemilihan kepala desa (pilkades). Disamping itu penelitian ini juga dimaksudkan bertujuan untuk menjawab berbagai masalah penelitian yang ada, yaitu: untuk mengetahui dengan jelas latar belakang ataupun penyebab konflik beserta penyelesaiannya. Dengan cara itu diharapkan akan

tergambar anatomi5

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah ataupun memperkaya tulisan ilmiah mengenai pelaksananan pemilihan kepala desa (pilkades), kekuasaan-kekuasaan yang terjadi di desa, ataupun kajian antropologi politik menyangkut konflik. Maka selanjutnya masyarakat luas secara umum dan masyarakat Desa Sosor Mangulahi secara khusus mengetahui bagaimana penyelenggaraan pemilihan kepala desa berjalan lancar tanpa menuai konflik. Sehingga kedepannya masyarakat Desa Sosor Mangulahi diharapkan mampu untuk melaksanakan pilkades dengan tetap

konflik pilkades, sehingga peneliti mampu memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian.

I.3.2. Manfaat Penelitian

5

Anatomi konflik : merupakan susunan, sistematika, urutan bisa juga kronologis dan proses terjadinya


(23)

menjaga nilai-nilai kekeluargaan, nilai-nilai budaya yang pada hakekatnya cukup kuat dan kokoh. Mencegah konflik secara dini dan tidak akan melunturkan nilai budaya demi kepentingan politik dan kekuasaan. Jelasnya pemilihan kepala desa harus menjadi pemersatu masyarakat dan bukan sebagai gejala sosial yang memecahkan kesatuan masyarakat desa. Pada akhirnya akan tercapai masyarakat yang aman dan sentosa.


(24)

I.4. Tinjauan Pustaka.

Konflik sosial belakangan ini sudah semakin marak di Tanah Air Indonesia bahkan kedunia Internasional yang cukup mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakat. Sehingga mendapat perhatian dari berbagai pihak terkait termasuk para ahli dibidangnya. Pada dasarnya konflik itu adalah pertentangan dan akan musnah bersamaan dengan hilangnya umat manusia dari permukaan bumi. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahrendorf6 dalam poloma, 1994 :

“Konflik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Masyarakat tidak mungkin melepaskan diri dari konflik, karena konflik itu sendiri sejalan dengan dinamika kehidupan manusia dalam perubahan sosial. Konflik antar perorangan dan antar kelompok merupakan bagian sejarah kehidupan umat manusia. Berbagai macam keinginan seseorang dan kelompok yang tidak terpenuhi seringkali berakhir dengan konflik. Konflik juga akan selalu ada pada setiap masyarakat karena konflik merupakan gejala sosial”.

Demikian halnya dengan pemilihan kepala desa di Desa Sosor Mangulahi yang menuai konflik bersumber sosial politik, tidak terlepas dari masyarakat desa tersebut selaku subjek dari konflik yang terjadi. Terdapat persaingan antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan masing-masing. Dalam

(Sumber : Erna Lamsihar Nainggolan “Konflik Antar Remaja”, skripsi Antropologi 2004 halm 1).

6

Pendapat Dahrendorf Dalam Poloma, 1994 diatas, saya kutip dari Erna Lamsihar Nainggolan “Konflik Antar Remaja”, skripsi Antropologi 2004 halm 1.


(25)

menjalankan persaingan tersebut seringkali terjadi tindakan-tindakan sebagai upaya penting yang merugikan pihak lain. Keadaan inilah pada akhirnya akan menuai konflik ditengah-tengah masyarakat.

Kata konflik tersebut mengacu kepada perkelahian., perlawanan dan pertentangan dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya (Hendropuspito, 1989: 240). Hal senada disampaikan oleh Coser (dalam Suparlan, 1999) yang mana pengertian konflik adalah perjuangan antar individu atau kelompok untuk memenangkan sesuatu tujuan yang sama-sama ingin mereka capai. Dimana kekalahan dan kehancuran dipihak lawan, merupakan tujuan utama yang ingin mereka capai. Dengan demikian konflik ibarat sebuah permainan. Timbulnya konflik adalah adanya pihak tertentu yang terlibat dalam konflik bukan untuk mencapai suatu tujuan melainkan untuk menikmati konflik itu sendiri. Maka inti dari konflik itu adalah menyangkut masalah perbedaan dan pertentangan antar individu yang akhirnya merebak menjadi konflik sosial. Konflik yang sedang marak saat sekarang ini dan sangat kaya untuk dikaji secara lebih mendalam adalah konflik politik. Dimana-mana politik sudah semakin mendominasi aspek kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk diwilayah tingkat pedesaan yang selalu dihadapkan dengan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Yang sangat memprihatinkan lagi adalah pelaksanaannya yang dapat memecahkan masyarakat dan keluarga. Seperti halnya kutipan dibawah ini, pemilihan kepala desa berujung pada konflik sosial tanpa memandang keluarga dan kerabat. Hal ini bisa menggambarkan Pemilihan Kepala Desa yang terjadi di Desa Sosor Mangulahi sebagai lokasi penelitian saya.


(26)

Kakak Adik pun Berseteru Dalam Pilkades Rahayu

“Urusan berpolitik rupanya tak pandang garis keturunan keluarga. Seorang calon kepala desa (kades) di Desa Rahayu Kec. Margaasih Kab. Bandung meminta kepada Panitia Pemilihasn Kepala Desa (PPKD) Rahayu untuk membatalkan penetapan calon lainnya yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri. Ia bahkan menilai PPKD bersikap tak independen hingga meloloskan kakaknya menjadi calon kades. Ungkapan kekecewaan sang adik, H. Ansor Saeful Azhar, S.Sos., dilakukan dengan cara mendatangi Sekretariat PPKD di Kantor Desa Rahayu, Senin (6/8). Ia tak sendiri, karena puluhan pendukungnya juga ikut serta sembari melakukan iring-iringan kendaraan bermotor dari tempat tinggal Ansor di Kp. Kiaracondong Desa Rahayu menuju kantor desa yang tak terlalu jauh jaraknya.Para pendukung Ansor melakukan orasi yang bercampur kata-kata kasar menuntut PPKD Rahayu dibubarkan. Dengan membawa sejumlah spanduk, mereka menuntut agar proses pilkades Rahayu dilakukan secara bersih. Tak hanya Sekretariat PPKD yang didemo, mereka juga mendatangi kantor Kecamatan Margaasih dan Pemkab Bandung di Soreang. Kami menyerahkan surat pengaduan, ada beberapa poin yang kami keluhkan. Salah satunya menyangkut keabsahan pembentukan PPKD serta independensinya. Poin lainnya juga menyangkut pelolosan


(27)

salah satu calon yang berstatus PNS, kakaknya. Ia mengaku akan mengutamakan asas musyawarah mufakat dalam penyelesaian masalah itu. Namun demikian, Ketua BPD Rahayu, Mulawarman Sutan Rajo Nan Kayo, menilai konflik itu dibuat oleh sejumlah pihak yang mengintervensi proses pilkades di Rahayu.

Konflik yang mendapat perhatian dari para ahli juga ditanggapi oleh berbagai media. Hal ini terlihat jelas dari banyaknya tulisan-tulisan yang terdapat pada situs internet mengulas tentang konflik dan segala sesuatu yang berkaitan dengan konflik tersebut. Disamping itu masih banyak media-media lainnya berperan serta dalam memperkaya kajian ini. Seperti yang dijelaskan melalui salah satu situs internet id.wikipedia.org/wiki/Konflik - 32k –03 April 2009): ”Konflik berasal dari kata kerja

(Sumber : www.bandungkab.go.id “Kakak Adik pun Berseteru Dalam Pilkades Rahayu” 03 April 2009)

proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakatpun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya

Kasus ini dikutip dari www.bandungkab.go.id “Kakak Adik pun Berseteru Dalam Pilkades Rahayu” Selasa, 07 Agustus 2007 Sumber : Pikiran Rakyat, 7 Agustus 2007.


(28)

ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap

Pada prinsipnya konflik sesungguhnya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun yang paling penting adalah bagaimana cara untuk menyelesaikan konflik tersebut supaya ancaman dan bahaya sebagai akibatnya dapat dicegah secara dini.

Menurut Nader dan Todd (1978 : 9-10) dalam tulisan Ihromi (1993 : 210-212) ada beberapa tahap untuk mengatasi dan menyelesaikan terjadinya konflik, yaitu :

1. Membiarkan saja (lumping it) : pihak yang merasakan perlakuan tidak adil,

gagal dalam upaya menekan tuntutannya. Seseorang mengambil keputusan untuk mengabaikan saja karena berbagai kemungkinan seperti kurangnya informasi mengenai bagaimana proses mengajukan keluhan itu ke pengadilan, atau sengaja tidak diproses ke pengadilan karena diperkirakan bahwa kerugian lebih besar dari keuntungannya (dalam arti materil maupun kejiwaan).

2. Mengelak (avoidance): pihak yang merasakan dirugikan, memilih untuk

mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau sama sekali menghentikan hubungan tersebut.

3. Paksaan (coercion): salah satu pihak memaksakan pemecahan pada pihak yang

lain. Tindakan yang bersifat memaksakan atau ancaman untuk menggunakan kekerasan, pada umumnya mengurangi penyelesaian secara damai.

4. Perundingan (negotiation): dua pihak yang berhadapan merupakan pengambil

keputusan. Pemecahan dari masalah yang mereka hadapi dilakukan oleh kedua belah pihak, mereka sepakat, tanpa adanya pihak ketiga yang mencampuri.

5. Mediasi (mediation): pemecahan suatu masalah dilakukan menurut perantara.

Dalam cara ini ada pihak ketiga yang membantu kedua belah pihak yang berselisih pendapat untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat


(29)

ditentukan oleh kedua pihak yang bersengketa, atau ditunjuk oleh pihak yang berwenang. Kedua pihak yang bersengketa tidak harus menuruti atau setuju terhadap upaya mencari pemecahan oleh pihak ketiga atau mediator, tetapi harus setuju bahwa jasa-jasa dari mediator akan digunakan dalam upaya pemecahan masalah.

6. Arbitrase (arbitration): dua pihak yang besengketa sepakat untuk meminta

perantara pihak ketiga, arbitrator, dan sejak semula telah setuju bahwa mereka akan menerima keputusan dari arbitrator itu.

7. Peradilan (adjudication): pihak ketiga mempunyai wewenang untuk

mencampuri pemecahan masalah, lepas dari keinginan para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga juga berhak membuat keputusan itu artinya berupaya bahwa keputusan dilaksanakan.

Sementara itu menurut Suparlan (1999), untuk dapat menghentikan konflik adalah adanya suatu pranata organisasi yang dipercaya dengan melibatkan partisipasi masyarkat agar dapat menjaga dan mengawasi dinamika hubungan antar kelompok. Selain itu membuka jalur komunikasi yang dapat mengakomodasi atau meredam perbedaan-perbedaan dan pertentangan-pertentangan yang terjadi. Sebagai gejala sosial, konflik akan selalu ada pada setiap masyarakat, karena antagonisme atau perbedaan menjadi ciri dan penunjang terbentuknya masyarakat.” Karl Marx, (1986) Menyebutkan perbedaan-perbedaan sosial tidak mungkin bisa dihindari, tidak mungkin ada lapisan atas jika tidak ada lapisan bawah dan menengah. Seseorang pasti akan menghadapi masalah dalam mengambil pilihan, keinginan, dan kepentingannya. Pengambilan pilihan itu tergantung pada norma, realitas berpikir, dan argumentasi rasional maupun irrasional. Manusia ada yang mengambil pilihan itu secara tepat dan cermat, bahkan ada yang mengambil keputusan tanpa ada perhitungan yang matang.


(30)

kesalahan pengambilan keputusan akan membawa akibat pada perjalanan hidup manusia. Apalagi kesalahan pengambilan keputusan untuk berperilaku dengan orang lain atau kelompoknya, kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan menjadi faktor yang sangat penting untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Konflik antar kelompok juga sangat ditentukann oleh bangunan nilai dan penggunaan simbol yang berbeda antar kelompok tersebut sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda untuk menghargai atau dihargai. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya konflik. Konflik dapat terjadi karena perebutan suatu tujuan, dan tujuan itu bervariasi mulai dari perebutan sumber daya alam sampai hal-hal sederhana dan remeh yang dianggap bernilai tinggi (Sihbudi, 2001).

Sekalipun bermacam-macam nama dan sebutan serta asal mula terbentuknya satuan-satuan organisasi kewarganegaraan kesatuan masyarakat hukum, namun azaznya atau landasan hukumnya hampir sama untuk seluruh indonesia. Yaitu berlandaskan pada adat, kebiasaan dan hukum adat. dengan demikian dapatlah secara umum ditemukan suatu pengertian atau batasan tentang desa atau yang semacam dengan sebagai berikut. Desa adalah suatu kesatuan masyarakat adat dan hukum adat yang menetap disuatu wilayah yang tertentu batas-batasnya, memiliki ikatan lahir dan bathin yang sangat kuat, baik karena seketurunan maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan : memiliki susunan pengurusan yang dipilih bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. (R. H. Unang Sunardjo, 1984).

Pada mulanya istilah desa dipakai didaerah Jawa, Madura, dan Bali. Secara etimologis kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu swa-desi. Yang artinya Tanah asal, negeri asal, atau tanah leluhur. Desa diartikan sebagai suatupersekutuan


(31)

hidup bersama yang mempunyai kesatuanhubungan organisasi, serta batas geografis tertentu. (Kusnaedi, 1995). Suatu persekutuan hidup yang setingkat desa ditiap daerah berbeda-beda. Misalnya di sumsel disebut dusun, maluku disebut dati, dibatak toba disebut huta, diaceh dikenal dengan istilah gampung dab meunasah, minagkabau disebut nagari atau luha minahasa disebut wama, kalimantan adalah udik, dibugis dikenal matowa, makassar yaitu gaukang, dan masih banyak istilah yang lainnya.

Desa memiliki pemerintahannya yaitu pemerintahan desa. Yang dipimpin oleh kepala desa. Kades sebagai penyelenggara pemerintahan desa kedudukannya sebagai alat pemerintah daerah terendah langsung dibawah camat. Tugas kades adalah menjalankan rumah tangga desanya sendiri, menjalankan urusan pemerintahan , melaksanakan program pembangunan baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Penyelenggara pemerintah termasuk didalamnya pembinaan ketenteraman dan ketertiban diwilayah desa. Tugas lainnya antara lain mengembangkan semangat gotong royong masyarakat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan desa.

Fungsi kades :

1. Melaksanakan kegiatan rumah tangga desanya sendiri.

2. Menggerakkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan wilayahnya

3. Melaksanakan tugas dari pemerintah

4. Membina ketenteraman serta ketertiban masyarakat desa

5. Melaksanakan kordinasi dalam menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan

pembinaan kehidupan masyarakat desa. Kepala desa dibantu oleh sekdes, kadus, kepala urusan masing-masing seksi, LKMD (Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Desa), BPD (Badan Perwakilan Desa).


(32)

Menurut webster (1966), istilah conflict didalam bahasa aslinya berarti suatu perkelahian peperangan atau perjuangan. Yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata itu berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide dll. Defenisi webster yang kedua konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Charles Darwin, Sigmund Freud dan Karl Marx (1986) dalam teori konflik sosial menyatakan beberapa fungsi positif konflik. Pertama, konflik adalah persamain yang subur bagi terjadinya perubahan sosial. Kedua, konflik tersebut menfasilitasi tercapainya rekonsiliasi atas berbagai kepentingan. Ketiga, konflik dapat mempererat persatuan kelompok. Konflik adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan-kepentingan adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya yang inginkan. Perasaan itu cenderung bersifat sentral dalam pikiran dan tindakan orang yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan, dan niat (intensinya). (Raven dan Rubin, 1983).

Manusia adalah makhluk politik yang selalu menjalankan kekuasaan-kekuasaannya melalui hubungan-hubungan sosialnya dan selalu berusaha mempengaruhi yang lain. (Aristoteles, 1986: 1). Maka demikian juga halnya dalam aktifitas lainnya tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan, kekuasaan-kekuasaan dalam rangka politik. Untuk mengetahui perilaku-perilaku politik beberapa pendekatan yang sering digunakan, namun yang lebih relevan adalah struktural-fungsionalis.

Hubungan-hubungan politik adalah hubungan-hubungan melalui apa orang-orang atau kelompok-kelompok menjalankan kekuasaan atau kewenangan untuk melanggengkan tata aturan soial didalam sebuah teritorial. (1985 : 1). ditekankan


(33)

didalam hubungan-hubungan sosial terdapat hubungan politik yang bersamaan. Adanya gejala-gejala sosial sebagai tanda-tanda adanya konflik menurut struktural fungsionalis didorong oleh kehadiran persaingan dalam masyarakat. Individu bersaing untuk mendapatkan akses kejenjang status peranan yang lebih tinggi karena prestise yang terdapat disana, dan yang juga yang penting, ganjaran materi dan lainnya yang lebih besar. Sekurang-kurangnya dalam masyarakat demokratis, persaingan ini relatif terbuka, karena orang memiliki kesempatan yang masuk akal untuk melakukan yang terbaik bagi mereka. Tatanan yang demikian itu fungsionalis dalam hal tatanan tersebut akhirnya melayani kebutuhan individu untuk mencapai sesuatu dan memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengisi posisi-posisi penting dengan orang-orang yang berkompeten. Pernyataan ini menegaskan masalah-masalah dan persoalan yang timbul dalam masyarakat disebabkan oleh persaingan yang terbuka khususnya dalam masyarakat tradisional yang demokratis. Kesimpulan yang dibangun oleh Parson dan struktural-fungsionalis lainnya adalah bahwa penggunaan kekuasaan secara kekerasan itu sendiri justru dapat menimbulkan gejolak atau kekacauan. Jadi untuk memahami bagaimana masyarakat yang stabil itu bisa tercapai, kita harus mencari sumber keteraturan sosial di tempat lain (Parson, 1953).

Berdasarkan perda No 13/2006

Syarat Calon Kades :

1. Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Usia minimal 25 tahun

3. Sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut penduduk desa setempat


(34)

5. Belum pernah jabat kades atau baru sekali 6. TNI/Polri/PNS, asal dapat izin atasannya

Syarat Pemilih :

1. Terdaftar sebagai penduduk dengan minimal 6 bulan

2. Usia 17 tahun

3. Tak dicabut hak pilihnya

4. Tak Boleh diwakilkan saat menyoblos

Pemilihan kepala desa merupakan praktek demokrasi di daerah pedesaan yang menyangkut aspek legitimasi kekuasaan dan aspek penentuan kekuasaan sehingga akan mengundang kompetisi dari golongan minoritas untuk merebut jabatan kepala desa Untuk mendapatkan jabatan kepala desa tersebut di butuhkan partisipasi aktif dari masyarakat yang pada hakekatnya merupakan suatu kewajiban pada masyarakat itu sendiri dalam pemilihan kepala dasa.Mengingat fungsi Apaparatur Pemerintahan Desa yang sangat menentukan maka calon kepala desa yang terpilih seharusnya bukan saja sekedar seorang yang mendapat suara terbanyak dalam pemilihan, akan tetapi disamping memenuhi syarat yang cukup dan dapat di terima dengan baik oleh masyarakat juga mampu melaksanakan tugas pemerintahan, pembangunan sebagai pembina masyarakat serta berjiwa panutan dan suri tauladan bagi warga desanya, Untuk itu harus benar-benar seorang pancasialis sejati yang penuh dedikasi dan loyalitas yang cukup tinggi. Sebelum menjadi kepala desa, kepala desa dipilih secara langsung, umum, bebas dan rahasia, oleh penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang terdaftar sebagai penduduk desa setempat, sudah mencapai umur 17 tahun atau sudah pernah kawin, tidak dicabut hak pilihnya dan terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui secara terperinci


(35)

meliputi tahap persiapan pelaksanaan pemilihan (pembentukan panitia) tahap pendaftaran calon kepala desa, tahap penyeleksian calon kepala desa, tahap pemungutan suara dan tahap pengesahan (pelantikan calon kepala desa yang terpilih) Adapun teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut, yaitu teknik wawancara teknik observasi teknik angket dan teknik kepustakaan. Setelah data dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik diatas selanjutnya dilakukan dengan pengolahan data, dalam rangka untuk melihat dan memeriksa kesempurnaannya. Selanjutnya akhir dari kegiatan ini adalah penarikan kesimpulan. Proses pemilihan kepala desa Ngasinan Kecamatan Jetis Kabupaten Daerah tingkat II Ponorogo pada dasarnya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena tahap-tahap yang ada telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai pula dengan asas atau prinsip Demokrasi Pancasila yang bersifat LUBER. Namun demikian dalam pemilihan kepala Desa Ngasinan Kecamatan Jetis Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo, terdapat pula suatu penyimpangan-penyimpangan atau praktek-praktek yang tidak sesuai dengan

Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. (sumber :

www1.surya.co.id/v2/?p=9377)

Masyarakat demokratis dalam hal ini sangat rentan dengan konflik atau persoalan-persoalan politik dalam persaingan terbuka untuk mencapai status yang lebih tinggi yaitu kedudukan kekuasaan dan kepentingan. Studi tentang demokrasi sebagai sistem politik tidak dapat dilepaskan dari studi tentang hukum sebab antara keduanya dapat diibaratkan dua sisi dari sekeping mata uang. Demokrasi tanpa hukum tidak akan terbangun dengan baik bahkan mungkin menimbulkan anarki, sebaliknya hokum tanpa sistem politik yang demokratis hanya akan menjadi hukum yang elitis dan represif. Bagaimana bentuk dan mekanisme yang diinginkan


(36)

dari gagasan tentang demokrasi tentu harus dituangkan didalam aturan-aturan hukum dan kepada aturan-aturan hukum itulah setiap konflik dalam berdemokrasi harus dicarikan rujukannya. (1999 : 1).

Sedikit dikaji mengenai sistem politik di Indonesia sebenarnya kenyataan bahwa meskipun sejak semula bangsa kita mendirikan negara Indonesia diatas prinsip demokrasi namun dalam aktualisasinya tidak selamanya negara kita berlangsung demokratis. Bahkan tidak kurang dari 37 tahun dari sejarah perjalanannya yang sudah berusia hampir 55 tahun ternyata indonesia terselenggara secara tidak demokratis. Pewadahan hukum atas pilar-pilar demokrasi juga tidaklah responsif karena selalu memberi peluang bagi terjadinya kooptasi negara dan tampilnya pemerintahan yang otoriter. Itulah sebabnya era reformasi ini harus dipandang sebagai momentum untuk melakukan pembenahan-pembenahan secara mendasar dalam bidang politik dan hukum dengan meletakkan hukum pada posisi yang supreme. tanpa demokratisasi dalam kehidupan politik yang kemudian pilar-pilarnya diwadahi dengan hukum yang responsif maka krisis akan selalu datang. Para pecinta hukum senantiasa meyakini bahwa jika pemerintah otoriter dan hukum tidak lagi supreme maka krisis akan terus datang. (Moh. Mahmud, 1999 : 3-4). yang artinya sistem politik yang demikian yang terjadi di daerah pemerintahan seluruh Indonesia, termasuk daerah pemerintahan terkecil yaitu Desa yang masih bersifat trasidisional. Keadaan ini menggambarkan persoalan-persoalan dan bahkan konflik sosial yang terjadi dilatarbelakangi oleh sistem politik desa yang masih mengikuti sistem yang berlaku di Indonesia secara umum.

Menurut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,


(37)

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan desa adalah: Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat. Tugas pembantuan dari Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa. Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area pedesaan (rural). Di Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya d dengan istilah dengan istila dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut.

Pemilihan Kepala Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa :

1. BPD memproses pemilihan kepala desa, paling lama 4 (empat) bulan sebelum

berakhirnya masa jabatan kepala desa.

2. Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi

syarat; Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil; Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.


(38)

3. Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Desa, BPD membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari unsur perangkat desa, pengurus lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.Panitia pemilihan melakukan pemeriksaan identitas bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan peinungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada BPD.

4. Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan Bakal Calon

Kepala Den sesuai persyaratan;Bakal Calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai Calon Kepala Desa oleh Panitia Pemilihan.

5. Calon Kepala Desa yang berhak dipilih diumumkan kepada masyarakat

ditempat-tempat yang terbuka sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

6. Calon Kepala Desa dapat, melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial

budaya masyarakat setempat; Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak; Panitia Pemilihan Kepala Desa melaporkan hash pemilihan Kepala Desa kepada BPD; Calon Kepala Desa Terpilih sebagaimana dirnaksud pada ayat; ditetapkan dengan Keputusan BPD berdasarkan Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.

7. Calon Kepala Desa Terpilih disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota

melalui Camat untuk disahkan menjadi Kepala Desa Terpilih.

8. Bupati/Walikota menerbitkan Keputusan Bupati/ Walikota tentang

Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Terpilih paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari BPD.


(39)

9. Kepala Desa Terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal penerbitan keputusan Bupati/Walikota.

10.Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal

pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk sate kali masa jabatan berikutnya.

Diperoleh dar

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersam (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan

Kepala Desa dipilih langsung melalu penduduk desa setempat. Desa merupakan satu kesatuan wilayah terkecil dalam suatu negara yang terdiri dari beberapa dusun yang mana didalamnya terdapat masyarakat yang tinggal menetap dan saling berinteraksi satu sama yang lain dengan pemerintahannya yang dipimpin oleh seorang kepala desa. (sosiologi 1997). Nama desa untuk setiap daerah berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan etnis masing-masing. Misalnya saja pada masyarakat batak toba desa itu disebut dengan huta. Demikian juga halnya dengan masyarakat yang lain menyebutnya sesuai dengan bahasanya masing-masing.

Berdasarkan undang-undang nomor 5 tahun 1979 pemerintahan desa terdiri atas :

1. Kepala Desa


(40)

Pemerintahan Desa dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh perangkat desa, yang mana perangkat desa terdiri atas :

1. Sekretaris Desa (sekdes)

2. Kepala-kepala dusun

Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Yang masing-masing pejabat dan perangkat pembantu mempunyai kedudukan, tugas dan fungsinya masing-masing. Kedudukan kepala desa adalah sebagai alat pemerintah, alat pemerintah daerah dan alat pemerintah desa. Disamping itu kepala desa juga bertugas untuk menjalankan urusan rumah tangganya, urusan pemerintah, pembinaan masyarakat, dan mengembangkan semangat jiwa gotong royong. Adapun fungsinya kepala desa untuk megatur kegiatan dalam rumah tangganya sendiri, menggerakkan partisipasi masyarakat, melaksanakan tugas dari pemerintah diatasnya, keamanan dan ketertiban masyarakat serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pemerintah diatasnya.

(Joko siswanto, Administrasi Pemerintahan Desa, 1995) menguraikan pelaksanaan pemilihan sebagai berikut ; Setelah tugas-tugas awal diselesaikan oleh panitia dan telah menentukan tempat hari pemelihan, tujuh hari sebelum pemilihan dilaksanakan, panitia pencalonan dan pelaksanaan pemilihan memberitahukan kepada penduduk desa yang berhak memilih dan mengadakan pengumuman-pengumuman di tempat terbuka tentang akan dilaksanakannya pemilihan kepala desa.

Pemilihan harus bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia. Pelaksanaan demokrasi Pancasila harus dijaga dan dijamin. Pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila junlah yang hadir untuk menggunakan hak pilihnya sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah seluruh pemilih yang telah disahkan.


(41)

I.5. Metode Penelitian

I.5.1. Tipe penelitian

Tipe atau jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam hal ini penulis akan berusaha untuk menggali data dan informasi terkait dari berbagai sumber untuk dapat menggambarkan konflik pilkades dan penyelesaiannya yang terjadi di Desa Sosorgontig Kabupaten Humbahas. Di samping itu penelitian kualitatif akan dilengkapi dengan data kuantitatif dimaksudkan untuk memperjelas, mendukung data yang ada. Data kuantitatif itu lebih cenderung pada data-data statistik berupa pengambilan data arsip seperti demografi, junlah penduduk, usia, tingkat pendidikan, pola pemukiman, dan juga data yang lain. Sementara itu data kualitatif dikumpulakan melalui wawancara, observasi, menggali berbagai sumber seperti dokumen terkait. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dibawah ini :

1.5.2. Tehnik pengumpulan data

Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui wawancara mendalam, atas dasar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya. Untuk memperoleh data-data dan informasi sesuai dengan tipe penelitian yang digunakan, maka adapun tehnik untuk mengumpulkan data-data dilapangan antara lain :

a. Tehnik observasi Partisipasi

Menggunakan tehnik ini dimaksudkan untuk mengamati langsung dan ikut terlibat saat berlangsungnya pemilihan maupun sesudah selesainya pilkades. Menurut Spradley, setiap situasi sosial dapat diidentifikasi dengan tiga elemen penting yaitu :


(42)

tempat, pelaku, dan aktifitas. Untuk melakukan pengamatan terlibat peneliti harus mengalokasikan diri kedalam salah satu tempat, melihat pelaku-pelaku antara satu dengan yang lainnya dan menjadi bagian dari mereka, serta mengamati dan berpartisipasi terlibat dalam aktifitas. Maka secara langsung dapat dilihat tindakan-tindakan masyarakat yang berkaitan dengan pilkades tersebut. Pada saat sebelum dilaksanakannya pilkades misalnya apakah ada yang membentuk kelompok-kelompok ataupun tindakan-tindakan yang dapat menarik perhatian anggota masyarakat. Dan yang paling penting adalah ikut terlibat pada saat berlangsungnya pemungutan suara ataupun puncaknya pesta demokrasi desa. Sehingga dapat mengetahui situasi pemilihan tersebut. Demikian juga halnya setelah selesainya kegiatan tersebut perlu diamati kesiapan pihak yang gagal untuk menerima kekalahan, atau melakukan serangan susulan karena tidak mampu menerima keadaan. Hal inilah yang perlu diamati ditengah-tengah masyarakat.

b. Tehnik wawancara

Wawancara (interview) merupakan cara yang digunakan seseorang untuk tujuan penelitian guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden atau informan dengan bercakap-cakap, berhadapan muka dengan orang yang diwawancarai. tehnik ini digunakan untuk memperoleh informasi bagaimana hubungan antara satu dengan yang lain. Bagaimana konsep masyarakat tentang pilkades dan pelaksanaannya. Mencari jawaban mengenai pelaksanaan pilkades pada periode-periode sebelumnya dan membandingkan dengan yang sedang belangsung.


(43)

Untuk mendukung pengumpulan data yang akurat, penulis sudah melihat dan mengalami secara langsung keadaan masyarakat Desa Sosor Mangulahi yaitu dua hari menjelang pilkades. Pengalaman di lapangan memang cukup bermanfaat dalam memperkaya data dan lebih terpercaya. Pada saat berlangsungnya pilkades tersebut penulis juga ikut terlibat didalamnya, sehingga segala sesuatunya yang terjadi benar diamati bukan rekayasa. Untuk lebih lengkapnya penulis akan mencatat pengalaman tersebut untuk memperkaya dan keperluan data yang lebih lengkap.

d. Dokumen

Demi kelengkapan informasi dan data yang akurat, peneliti akan mencari sumber atau referensi pendukung lainnya. baik sumber tertulis maupun sumber lainnya. seperti : koran, buku, majalah, jurnal, artikel, kaset, internet, skripsi lain, data-data desa bersangkutan, maupun sumber lain yang berkaitan dengan konflik sosial, penyelesaiannya dan pemilihan kepala desa.

e. Interview Guide

Untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh dari hasil observasi, interview, dokumen maka perlu pembuatan daftar pertanyaaan yang relevan dengan objek penelitian. Disamping itu interview guide juga penting untuk memandu dan sebagai pedoman bagi peneliti dilapangan. Sehingga penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari objek . Atau setidaknya mengingatkan peneliti untuk membatasi pertanyaan-pertanyaan penelitian.


(44)

Informan adalah seseorang yang diwawancarai dan diharapkan memberikan keterangan atau informasi mengenai hal-hal yang ingin diketahui si peneliti. Informan ini untuk menjawab permasalahan penelitian ini seperti yang telah dijelaskan diatas adalah masyarakat desa yang benar-benar tinggal menetap. Informan kunci dalam penelitian adalah warga yang mempunyai hak suara dan ikut untuk memilih (Amri Simamora 45 Tahun)

. Untuk mendapatkan karakteristik informan kunci selanjutnya akan digunakan tehnik snowball yaitu tehnik yang digunakan secara berjenjang dari informan kunci yang pertama berlanjut keinforman kedua, informan kedua menentuskan informan ketiga dan seterusnya. Dan akan berhenti jika data dan informasi yang diperoleh sudah cukup. Dari tehnik ini akan menghadirkan informan pangkal, pokok, maupun biasa yang juga akan diwawancarai dengan sifat kondisional pada praktek penelitian. Informan pangkal adalah orang yang mempunyai pengetahuan luas mengenai berbagai masalah yang ada dalam suatu komunitas atau masyarakat. Informan pangkal dalam penelitian ini adalah kepala desa. Baik kepala desa yang lama ataupun kepala desa terpilih (Sukri57 Tahun). Karena mungkin mereka sudah lebih mengetahui apa yang terjadi di desatersebut.

Informan pokok adalah orang yang mempunyai keahlian mengenai suatu masalah yang ada dalam suatu masyarakat tertentu dan yang menjadi perhatian penelitian. Dalam hal ini yang menjadi informan pokok adalah pengetua adat (Gomgom Purba 46 Thn). Karena dianggap mereka lebih mengerti dan memahami keberadaan adat dalam kaitannya dengan pemilihan kepala desa.

Informan biasa merupakan orang yang memberikan informasi mengenai suatu masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya tapi bukan ahlinya. Jadi secara keseluruhannya yang menjadi sasaran interview adalah kepala desa, yang baru dan


(45)

yang lama dan juga pengetua-pengetua adat, mewakili masyarakat peserta pemilih. Panitia pilkades, perangkat desa serta anggota warga yang lainnya. Tentunya arah pertanyaannya adalah untuk mengetahui hubungan-hubungan sosial, interaksi sosial dikalangan masyarakat desa. Apakah masih terjaga atau mengalami perubahan. Bagaimana hubungan pihak yang terpilih dengan pihak yang kalah juga penting.

I.6. Tehnik Analisa Data

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif, yang berusaha untuk menyelidiki kenyataan yang telah terjadi sebagaimana adanya, tanpa ada manipulasi perlakuan atau subyek, Fokusnya diarahkan untuk mencari hubungan sebab-sebab yang menimbulkan konflik dan kekerasan sosial.


(46)

Data yang dikumpulkan pertama-tama dilakukan klasifikasi, kategorisasi, dan anlisis perbandingan, untuk melihat masalah sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2005 : 280). Data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan nantinya akan diteliti kembali, hal ini untuk melihat kelengkapan hasil interview atau observasi, dokumen dan kesesuainnya dengan interview guide serta kesesuaian jawaban yang satu dengan yang lainnya. Setelah itu akan disusun secara sistematis dan dikelompokkan berdasarkan kategori atau item-item masalah yang ditetapkan, baik itu tentang konsepsi, pengetahuan atau secara umum hal-hal yang berkaitan dengan konflik pilkades dan juga penyelesaiannya. Pengaturan data-data yang telah diperoleh merupakan hal yang sangat penting untuk membantu dan mempermudah nantinya. Disamping itu peneliti peneliti juga akan berusaha memperoleh suatu gambaran menyeluruh dari data-data dan informasi yang sudah dikumpulkan. Gambaran menyeluruh ini sangat penting dalam usaha menempatkan semua data dalam kategori-kategori serta dapat menghindarkan bahwa data-data dipaksakan dalam kategori-kategori tertentu. Disamping itu gambaran tersebut juga dapat menghasilkan pedoman klasifikasi. Analisa yang dilakukan secara kualitatif, serta terakhir adalah pendesainan penulisan sehingga menghasilkan sebuah karya ilmiah yang saling berkaitan dan terintegrasi antara satu dengan yang lainnya.


(47)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II.1.

Sejarah Desa Sosor Mangulahi

Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang mengenal daerahnya. Mengenal daerah dimana kita berdiri tentunya mengetahui sejarah (asal-usul) daerah tersebut.


(48)

Hal inilah yang tercermin pada masyarakat Desa Sosor Mangulahi. Sebagian besar mereka mengetahui tentang sejarah Huta (Desa) mereka. Ketika penulis melakukan wawancara, kecintaan masyarakat terhadap daerahnya tergambar dari pengetahuan terhadap daerah itu sendiri, walaupun dokumen tertulis tentang sejarah desa tidak ada untuk saat ini.

Tidak ada dokumen tertulis tentang sejarah berdirinya Desa Sosor Mangulahi yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan ini. Penulis memperoleh informasi terkait dari hasil wawancara (interview) dengan orang-orang yang dianggap lebih mengetahui hal tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa, Pengetua Adat, Pengurus Gereja, orang yang paling tua dan juga warga desa : informasi yang diperoleh saling berkaitan dan hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Penulis merangkumnya menjadi satu rangkaian sejarah tanpa menghilangkan satupun informasi yang ada.

Pertama sekalinya Desa Sosor Mangulahi dihuni oleh Nenek Moyang Marga Purba. Nenek Moyang Marga Purba yang awalnya berdomisili di Bakara tepatnya berada di Sebelah Timur Desa Sosor Mangulahi. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, nenek moyang marga purba berpindah dari Bakara dengan menaiki perbukitan ke sebelah Barat. Tanah yang berbatu-batu dan kurang subur, sehingga mereka kesulitan mencari nafkah dengan bercocok tanam di Bakara menjadi alasan untuk mencari daerah yang lebih subur. Bercocok tanam sebagai keahlian mereka sekaligus usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup tentunya tidak terlepas dari lahan yang subur. Setelah seharian menaiki perbukitan, mereka menemukan sebuah daerah yang mereka anggap tanahnya cukup subur dan mendukung untuk bercocok tanam. Tidak lama kemudian, lahan pun dibuka dengan peralatan seadanya serta mendirikan rumah perlindungan yang sangat sederhana.


(49)

Kesuburan daerah ini, menjadi faktor penarik terhadap pendatang yang lain termasuk Nenek Moyang Marga Manalu Dari Desa Indah. Nenek Moyang Marga manalu juga melakukan hal yang sama dengan marga Purba. Kedua marga ini setelah berusaha memperoleh hasil dari bercocok tanamnya cukup memuaskan.

Keberhasilan mereka dalam bercocok tanam akhirnya menarik perhatian nenek moyang dari marga Simamora, yang juga mengikuti jejak kedua marga tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, pertanian mereka semakin berkembang dan menimbulkan persaingan diantara mereka. Tidak ingin direbut oleh pendatang baru, mereka pun menamai daerah yang subur tersebut dan membuat batas-batasnya. Proses pembuatan nama daerah yang cukup kaya tersebut, mereka dasarkan dengan kondisi alamnya. Dengan melakukan pemantauan terhadap seluruh daerahnya akhirnya nama daerah tersebut berhasil ditemukan. Sosor Mangulahi adalah nama yang sangat tepat dan sesuai dengan kondisi geografisnya. Sosor Mangulahi berasal dari dua kata ; sosor dan gattung. Sosor dan gattung berasal dari Bahasa Batak Toba mempunyai arti yang berkaitan satu dengan yang lain.

Sosor artinya daerah yang jauh dari keramaian, tersembunyi, sulit terpengaruh daerah luasnya dan tidak begitu luas.

Gattung artinya daerah yang didalamnya terdapat jurang-jurang, permukaannya tidak merata namun berbukit-bukit, dan ditumbuhi pepohonan yang cukup lebat.

Sosorgattung berubah menjadi Sosor Mangulahi karena mereka menganggap gonting lebih tepat dibandingkan dengan gattung. Apabila didefenisikan kedua kata tersebut maka Sosor Mangulahi artinya : daerah perkampungan yang tersembunyi dari keramaian sehingga sulit terpengaruh oleh perkampungan atau daerah lain, kondisi permukaannya tidak merata karena banyak ditemui jurang, perbukitan, persawahan dan ladang. Nama itu ditemukan berdasarkan kondisi dan ciri alam daerah tersebut.


(50)

Pada akhirnya daerah tersebut bernama Desa Sosor Mangulahi (Huta Sosor Mangulahi) sampai sekarang yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan. Sangat kaya akan potensi alam diantaranya, tanah yang subur, iklim yang mendukung pertanian, keindahan alam, daerahnya agraris.

II.2. Letak Geografis Desa Sosor Mangulahi

Desa Sosor Mangulahi merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa Desa Sosor Mangulahi letaknya tersembunyi dan banyak ditemukan pepohonan dengan kondisi permukaan tanahnya yang tidak merata, tetapi berbukit, berjurang.

Desa Sosor Mangulahi terdiri dari tiga dusun yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Dusun I, II, dan III. Luas wilayah 42.285 Ha dengan komposisi 35% perladangan (lahan kering), 30% persawahan (lahan basah), 20% lahan liar (belum dikelola) dan sisanya adalah bangunan rumah, pemukiman penduduk, pekarangan dan sarana jalan.

Adapun batas-batas Desa Sosor Mangulahi sebagai berikut :

Desa Sosor Mangulahi terletak disebelah selatan Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Makmur, Desa Rahayu

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mulia. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Indah. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rahayu.


(51)

II.3. Komposisi Penduduk

II.3.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk menurut jenis kelamin adalah untuk mengetahui perbandingan antara perempuan dan laki-laki. Jumlah penduduk total masyarakat Desa Sosor Mangulahi adalah 1.211 jiwa. Untuk mengetahui jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang mendiami wilayah ini, maka terlebih dahulu dilakukan pengelompokkan penduduk berdasarkan jenis kelamin. Dari hasil penelitian bahwa jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

NO JENIS KELAMIN JUMLAH/ORANG PERSENTASE/ %

1 LAKI-LAKI 586 48

2 PEREMPUAN 625 52

TOTAL 1.211 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sosor Mangulahi 2009

Berdasarkan tabel diatas terlihat jelas bahwa adanya perbandingan antara laki-laki dan perempuan di Desa Sosor Mangulahi. Dimana jumlah dan persentase penduduk perempuan lebih besar dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penduduk laki-laki yang menuntut ilmu serta merantau ke luar daerah dan tidak kembali lagi. Seperti misalnya : Jakarta, Batam, Medan bahkan ke Negeri Jiran (Malaysia). Disana mereka menikah dan membentuk keluarga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.


(52)

NO

DERETAN USIA / TAHUN

JUMLAH / ORANG PERSENTASE / %

1 0 – 10 261 21,5

2 11 – 20 227 19

3 21 – 30 149 12,3

4 31 – 40 238 19,6

5 41 – 50 255 21

6 50 > 81 6,6

TOTAL 1.211 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sosor Mangulahi Tahun 2009

Dari tabel diatas, terdapat enam golongan umur, mulai dari 0 -50 tahun ke atas. Keenam deretan usia tersebut menunjukkan bahwa usia 0 tahun sampai pada usia 10 tahun adalah jumlah terbesar di Desa Sosor Mangulahi. Diikuti oleh usia 41-50 tahun sebanyak 21%. Jumlah penduduk paling kecil adalah pada usia diatas 50, orang sekitar 6,6% sangat sedikit dibandingkan golongan umur yang lain. Hal ini menggambarkan tingkat pertumbuhan penduduk di Desa Sosor Mangulahi cukup tinggi.

II.3.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Tingkat pendidikan sebagai indikator kesejahteraan nilai sosial budaya masyarakat ditandai dengan kemampuan penduduk untuk bisa membaca dan menulis. Selanjutnya kemajuan suatu bangsa turut ditentukan oleh besar jumlah penduduk yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterima melalui pendidikan formal dan non-formal.


(53)

Untuk lebih jelas dapat dilihat dari tabel berikut:

NO

TINGKAT PENDIDIKAN

JUMLAH / ORANG PERSENTASE

1 Belum sekolah 160 13

2 Belum tamat SD 225 18,6

3 SD 329 27,2

4 SLTP 203 17

5 SLTA UMUM 197 16,3

6 SLTA Kejuruan 53 4,4

7 Pondok Pesantren - -

8 Diploma 26 2

9 Sarjana 18 1,5

TOTAL 1.211 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sosor Mangulahi tahun 2009

Sangat jelas bahwa tabel diatas menunjukkan tingkat pendidikan penduduk di Desa Sosor Mangulahi relatif rendah. Angka tertinggi berada pada level tamatan sekolah dasar / SD (27,2%), Sementara untuk level SLTP adalah angka tertinggi kedua setelah SD (17%). Rendahnya tingkat pendidikan penduduk di Desa Sosor Mangulahi, juga dapat kita lihat ndari angka level SLTA sampai pada tamatan Sarjana yang jauh lebh sedikit dibandingkan dengan tamatan SD (27,2).

Umumnya, penduduk yang berpendidikan SD adalah para orang tua usia 40 tahun keatas. Jadi, mereka yang berusia 40 tahun pada masa lalu memiliki pandangan yang masih rendah, tentang arti pentingnya pendidkan sekolah. Baru mereka setelah menjadi orangtua dan sadar akan pentingnya pendidkan sekolah bagi anak-anaknya


(54)

minimal SLTA / sederajat. Sementara penduduk yang berpendidikan Diploma dan Sarjana masih terbatas jumlahnya.

II.3.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian.

Kehidupan masyarakat di Desa Sosor Mangulahi bersifat agraris, sehingga pertanian merupakan sumber utama penghasilan bagi masyarakat, tetapi hanya sedikit diantara penduduk menekuni pekerjaan lain sebagai mata pencaharian utama.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH KELUARGA PERSENTASE / %

1 PETANI 148 KK 58,5

2 JASA ANGKUTAN 37 KK 15

3 PNS 13 KK 5

4 NELAYAN 8 KK 3

5 PETERNAK 47 KK 18,5

TOTAL 253 KK 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Sosor Mangulahi Tahun 2009

Ada yang bekerja sebagai pegawai negeri, buruh tani, jasa angkutan, peternak, dan pekerjaan lainnya. Walaupun bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta biasanya sepulang dari bekerja, mereka pergi ke ladang karena umunya memiliki tanah pertanian yang dijadikan sumber penghasilan tambahan. Desa Sosor Mangulahi adalah suatu daerah yang sangat kaya dengan potensi alam. Lahan pertanian baik lahan kering dan lahan basah yang sangat subur, menjadikan masyarakatnya


(55)

berprofesi sebagai petani. Hasil pertanian dari perladangan dan persawahan cukup memuaskan, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan di rumah bahkan untuk dijual. Hal itu terlihat dari tabel diatas, jumlah peenduduk dengan mata pencaharian bertani berada pada angka tertinggi 58,5%. Sementara jumlah penduduk yang berprofesi sebagai peternak, nelayan, PNS, dan jasa Angkutan berada pada angka yang sangat rendah dibandingkan petani. Apabila ditotalitaskan hanya mencapai 41,5%.

II.3.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Pada penjelasan ini, jumlah penduduk berdasarkan kepercayaan / agama tidak ada tabel seperti pada sebelumnya. Hal itu dikarenakan masyarakat Desa Sosor Mangulahi adalah masyarakat homogen termasuk agamanya. Seperti yang dijelaskan pada Bab sebelumnya, masyarakat Desa Sosor Mangulahi hanya menganut satu agama saja yaitu Kristen Protestan 100%. Terbukti juga melalui bangunan ibadah yang ada, penulis hanya mendapati satu unit bangunan Gereja HKBP Sosor Mangulahi. Sementara bangunan ibadah untuk agama yang lain tidak ada ditemui. Singkatnya jumlah penduduk Desa Sosor Mangulahi sebanyak 1.211 jiwa seluruhnya menganut agama Kristen Protestan. Karena memang nenek moyang mereka yang pertama menghuni Desa Sosor Mangulahi menganut agama Kristen Protestan.

II.4. Sarana / Fasilitas

II.4.1. Sarana Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari. Faktor kesehatan juga menentukan kualitas masyarakat dalam kesadaran akan kebersihan, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Perkembangan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan


(56)

masyarakat, serta mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang harus semakin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan gizi dan pembudidayaan sikap hidup bersih dan sehat didukung dengan perumahan dan pemukiman yang banyak.

Untuk itu perlu adanya pelayanan kesehatan bagi masyarakat, peningkatan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan, terutamam bagi yang kurang mampu dan terpencil. Pada kenyataannya, hal itu belum tercapai di Desa Sosor Mangulahi. Karena, di desa ini sarana kesehatan masih sangat jarang dan terbatas jumlahnya. Satu unit bangunan POSKEDES (Pos Kesehatan Desa) melayani kesehatan masyarakat 1.211 jiwa belum merata. Sarana kesehatan hanya ada satu yakni POSKEDES.

II.4.2. Sarana Pendidikan

Menurut data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung ke lapangan, di Desa Sosor Mangulahi hanya terdapat dua sarana pendidikan. Adapun sarana pendidikan yang jumlahnya terbatas itu, adalah:

SD Negeri No.173405 Sosor Mangulahi SMP Negeri 4 Dolok Sanggul

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat salah satunya dipengaruhi fasilitas pendidikan yang ada di daerah tertentu. Untuk menuntut ilmu pengetahuan ke tingkat pendidikan SLTA /Sederajat anak-anak dari desa ini harus keluar dari wilayah desanya. Sarana pendidikan tingkat SLTA / Sederajat hanya ada di kota Dolok Sanggul sebagai Ibukota Kabupaten Humbang Hasundutan.


(1)

Paiashon : Membersihkan

Parjolo : Pertama

Patoru roha : Mangalah

Sae : Selesai, sudah

Sahalak : Satu orang Sega : Rusak, pudar

Songon : Seperti

Talu : Kalah

Tarlumobi : Terlebih

Tikki : Waktu

Tuak : Minuman khas Batak

Togihon : Diajak

Torushon : Diteruskan Tumagon : Lebih baik


(2)

INTERVIEW GUIDE

Nama Informan :

NO Pertanyaan Informasi diperoleh

1

Bagaimana kondisi masyarakat pasca pilkades

2

Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pilkades

3

Bagaimana pelaksanaan pilkades berlangsung

4 Mengapa terjadi konflik 5 Siapa yang terlibat konflik 6 Apa akibat konflik yang terjadi

7

Apakah langkah penyelesaian konflik

8 Bagaimana tahapan pilkades 9 Bagaimana kronologis konflik 10 Sejak kapan konflik mulai terjadi

11

Sampai kapan konflik mulai mereda

12

Seperti apa tanggapan masyarakat terhadap kades konflik

13

Bagaimana hubungan diantara para calon


(3)

14

Bagaimana keadaan masyarakat sebelum dan sesudah pilkades 15 Bagaimana peranan pengetua adat 16 Bagaimana peranan kepala desa

17

Siapa saja yang terlibat dalam penyelesaian konflik

18

Bagaimana tanggapan konflik yang kalah terhadap hasil pilkades

19

Peristiwa apa saja yang terjadi selama konflik

20

Apakah ada pengaruh dari luar sehingga konflik terjadi

21

Bagaimana hasil penyelesaian konflik


(4)

DAF TAR PUSTAKA

Amirin, Tatang, M. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2000.

Balandier, Georges. Antropologi Politik, Jakarta: CV. Rajagrafindo. 1986.

G. Pruitt, Dean. Teori Konflik Sosial, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 1986.

Hugh, Miall. Resolusi Damai Konflik kontemporer : Menyelesaikan, Mencegah,

Mengolah dan Mengubah konflik bersumber politik, sosial, agama, dan ras, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. 2000.

Ihromi, T.O. Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 1993.

Kansil, C.S.T. Desa Kita, Jakarta. Penerbit Yudhistira. 1988.

Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta. UI-Press. 1990.

Kusnaedi. Membangun Desa. Jakarta. Penebar Swadaya. 1995.

Lamsihar Nainggolan, Erna. Konflik Antar Remaja, Skripsi Antropologi 2004.


(5)

Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 1992.

Nasution, M.Arif, dkk. Metode Penyusunan Proposal Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Medan. Percetakan Monora Medan: 2001.

Ndraha, Taliziduhi. Dimensi Pemerintahan Desa, Jakarta: PT. Bumi Aksara. 1999.

Saifuddin, Achmad Fedyani. Antropologi Kontemporer, Jakarta: Fajar Interpratama Offset. 2005.

Saydam, Gouzali. Dari Bilik Suara ke Masa Depan Indonesia Potret Konflik Pasca

Pemilu dan Nasib Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada. 1999.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba.. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2006.

Sihbudi, Riza, dkk. Kerusuhan Sosial di Indonesia studi kasus Kupang, Mataram, dan

Sambas. Jakarta: PT. Grafindo. 2001.

Soekanto, Soerjono. Struktur dan Proses Sosial, Jakarta: Penerbit CV.Rajawali. 1984.

Soekanto, Soerjono. Struktur Masyarakat, Jakarta: Penerbit CV.Rajawali. 1983.

Sunardjo, Unang, R.H. Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Bandung: Penerbit Tarsito. 1984.


(6)

Sitepu, Antonius. S istem Politik Indonesia, Medan: Pustaka Bangsa Press. 2006.

Tjiptoherijanto, P. Reformasi administrasi dan Pembangunan Nasional, Jakarta: FE-UI-Press. 2006.

Widjaja, Haw. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, Jakarta: PT. Raja Grafindo. 1996.

Zuska, Fikarwin. Penghampiran Antropologi Atas Kebijakan Dan Kekuasaan (Dalam

Etnovisi Volume 1 Nomor 3 Halm 155-162), Jurnal Antropologi sosial Budaya. Medan: LPM-ANTROP FISIPUSU. 2005.