Gambaran Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Kota Medan

(1)

(2)

SKRIPSI

GAMBARAN KEPATUHAN TERHADAP ANJURAN MEDIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL TERMINAL YANG MENJALANI TERAPI

HEMODIALISA DI KOTA MEDAN

Dipersiapkan dan disusun oleh : NI PUTU DEFI MARANTIKA W.

091301090

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 05 Februari 2014

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Arliza J. Lubis, M.Si., psikolog Penguji I/ NIP. 197803252003122002 Pembimbing _______________

2. Rahma Fauzia, M.Psi., psikolog Penguji II _______________

NIP. 197905152010122002

3. Etty Rahmawati, M.Si. Penguji III _______________


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Kota Medan

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 05 Februari 2014

Ni Putu Defi Marantika W. NIM. 091301090


(4)

Gambaran Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Kota Medan

Ni Putu Defi Marantika W. dan Arliza J. Lubis

ABSTRAK

Gagal ginjal terminal merupakan kondisi menurunnya fungsi ginjal hingga kapasitas yang tersisa hanya 15%. Pada kondisi ini, pasien harus menjalani terapi pengganti ginjal (Suwitra, 2009). Terapi hemodialisa (HD) merupakan bentuk terapi pengganti ginjal yang populer di Indonesia (Prodjosujadi & Suhardjono, 2009). Tenaga medis biasanya merekom endasikan pasien HD u melakukan empat anjuran medis, yakni menjalani HD secara teratur, meminum obat sesuai resep, membatasi konsumsi cairan, dan mengawasi pola makan sehari -hari. Nyatanya ada saja pasien yang tidak mematuhi sebagian atau bahkan semua anju ran medis tersebut (Denhaerynck, dkk., 2007). Ketidakpatuhan pasien terhadap anjuran medis malah berdampak buruk bagi pasien, seperti meningkatkan risiko kematian, biaya kesehatan, dan menurunkan kualitas hidup pasien (Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple, 2010). Penelitian ini memberikan gambaran kepatuhan pasien HD terhadap anjuran medis di Kota Medan. Pengambilan data dilakukan dengan teknikincidental sampling yang melibatkan 75 orang pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 53 orang pasien tidak mematuhi anjuran medis, 6 orang pasien mematuhi anjuran medis, dan 16 orang pasien sangat mematuhi anjuran medis. Sebagian besar pasien yang tidak mematuhi anjuran medis ternyata tidak memahami pentingnya anjuran medis meski melakukannya; pas ien yang patuh terhadap anjuran medis memahami dan melakukan anjuran medisnya; dan pasien yang sangat patuh ternyata sangat memahami anjuran medis dan melakukannya dalam frekuensi yang tinggi. Psikoedukasi dapat menjadi salah satu upaya yang dapat disarank an untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap anjuran medis.


(5)

ABSTRACT

Adherence to Medical Regimens among End -Stage Renal Diseases (ESRD) Patients Undergoing Hemodialysis Patients in Medan

Ni Putu Defi Marantika W. and Arliza J. Lubis

End-stage renal disease (ESRD) is a clinical condition in which renal functions decrease to 15%. ESRD patient must undergoes renal replacement therapies (Suwitra, 2009). The popular one in Indonesia is hemodialysis, known as HD (Prodjosujadi & Suhardjono, 2009). Medical staffs usually advise ESRD patients to do four medical regimens that are undergoing HD regularly, take medicine as prescribed, restricting fluid intake, and restricting dietary. Because of the demands of hemodialysis , some patients might not adhere to these medical regimens (Denhaerynck, dkk., 2007) . Unfortunately, patient’s nonadherence to these regimens can have disastrous effect, such as increasing mortality, healthcare cost, and decrease patient’s quality of life (Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple, 2010). Therefore, this research will portray HD patients’ adherence to medical regimens. The data were collected using incidental sa mpling technique, which involved 75 patients.

The result shows that 53 patients did not adhere to medical regimens; 6 patients moderately adhere d to medical regimens; and 16 patients strongly adhered to medical regimens. Most non-adherence patients did not understand the importance of medical regimens , even if they followed it ; the patients who moderately adhered to medical regimens understood and followed it; and patients who strongly adhered to medical regimens understood the medical regimens very well and followed it frequently. Psychoeducation can be one of the ways to improvepatients’ adherence to medical regimens.


(6)

KATA PENGANTAR

Terima kasih yang tiada terkira peneliti haturkan pada Ida Sang Hyang Widhi atas berkat, rejeki, kesehatan, keselamatan, dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skrip si sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada pendidikan strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang berjudul: Gambaran Kepatuhan terhadap Anjuran Medis pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Ko ta Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan doa , kasih sayang, semangat, dan bimbingan yang tiada terkira. Terima kasih Papa dan Mama atas doa dan arahan yang sudah diberikan, keberhasilan ini saya persembahkan untuk Papa dan Mama. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU atas dukungan terbaik yang diberikan untuk kesuksesan seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Arliza J. Lubis, M.Si, psi kolog yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan saya serta mendengarkan keluh -kesah saya selama proses penelitian hingga akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Rahma Fauzia, M.Psi., psikolog dan Ibu Etty Rahmawati, M.Si. selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan wak tu untuk menguji dan


(7)

memberikan banyak kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan hasil penelitian saya.

4. Ibu Silviana Realyta, M.Psi, psikolog dan Ibu Sri Supriyantini, M.Si, psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia membimbing saya selama menjalani pendidikan di Fakultas Psikologi USU.

5. Sahabat-sahabat yang sudah saya anggap keluarga selama berkuliah; terima kasih buat Bunda Desy atas doa dan dukungan, Cici Susi atas bantuan teknis luar biasa yang diberikan, Mbak Mar sebagai editor yang luar biasa, Kakek Antony dan Nenek Florence, terima kasih untuk semangat luar biasa yang diberikan. Terima kasih juga saya ucapkan bagi teman -teman satu kos: Kak Grace, Holy, Sonya, Reffoni, Juli, Jenayar, Fine, Pretty dan Echa, yang menjadi tempat berbagi suka-duka selama merantau di kota Medan dan atas semangat dan doa yang diberikan.

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU yang tidak mungkin saya sebutkan namanya satu per satu, terima kasih banyak atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan. Se moga saya dapat mengamalkannya di mana pun saya berada. Terima kasih juga saya ucapkan pada seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan dan proses menyelesaikan skripsi .

7. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD -KGH atas izin yang diberikan sehingga mempermudah peneliti dalam pengambilan data serta s eluruh staf KSGH Rasyida, staf unit Hemodialisa RSUP H.Adam Malik, dan staf unit Hemodialisa RSUD Dr. Pirngadi yang namanya tidak mungkin saya


(8)

sebutkan satu per satu. T erima kasih atas bantuan yang diberikan demi kelancaran pengambilan data .

8. Terima kasih buat Ibu-Ibu di Biro Psikologi CPF; terima kasih untuk Ibu Rika, Ibu Yossie, Ibu Tia, dan Kak Lisa atas dukungan yang diberikan pada saya. Terima kasih juga buat teman -teman seperjuangan magang yang juga memberi semangat pada saya.

9. Untuk teman-teman seperjuangan klinis S1: Diva dan Cecil terima kasih untuk dukungan dan saran yang diberikan selama proses penelitian. Terima kasih juga saya ucapkan pada Kak Mayke Della Ginting, M.Psi., psikolog, Kak Alin, Kak Erin, Om Tian, Kak Susi dan Kak Meiti, terima kasih untuk segala kebersamaan yang telah terjalin, semangat dan info ‘jadwal bimbingan’ yang selalu diberikan selama ini.

10. Teman-teman satu angkatan yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu, baik yang sudah meraih gelar dan yang masih berjuang meraih gelar, teima kasih untuk kebersamaan selama ini.

11. Terima kasih banyak saya ucapkan pada Bapak/Ibu, Tulang/Nantulang, serta Abang/Kakak yang telah bersedia meluangkan sedikit waktu di tengah -tengah sesi HD yang dijalani untuk menjadi responden saya. Terima kasih atas pengalaman berharga yang boleh dibagi pada saya walau dalam momen yang sangat singkat.

Peneliti menyadari bahwa masih ada kekuran gan-kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya masukan dan saran membangun dari semua pihak guna menyempurnakan hasil


(9)

penelitian ini. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat luas pada berbagai pihak dan kiranya Ida Sang Widhi memberikan berkahnya bagi kita semua.

Medan, 05 Februari 2014


(10)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... ... ... i

DAFTAR ISI ... ... ... ... v

DAFTAR TABEL ... ... ... ix

DAFTAR DIAGRAM ... ... ... x

BAB I PENDAHULUAN ... ... ... 1

A. Latar Belakang ... ... ... ...1

B. Rumusan Masalah... ... ... 6

C. Tujuan Penelitian ... ... ... 6

D. Manfaat Penelitian ... ... ... 6

E. Sistematika Penulisan ... ... ... 7

BAB II LANDASAN TEORI... ... ... 9

A.Ginjal ... ... ... . 9

1. Gagal Ginjal Terminal ... ... . 10

a) Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Terapi Hemodialisa (Pasien HD) ... ... 11

a. Anjuran Medis Pasien HD ... ... 12

B. Kepatuhan terhadap Anjuran Medis ... ... 14


(11)

2.Komponen Kepatuhan Pasien terhadap Anjuran Medis ... 15

a. Komponen Kognitif ... ... 15

b. Komponen Psikomotor ... ... 17

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien terhadap Anjuran Medis ... ... ... 18

4. Dampak Kepatuhan terhadap Anjuran Medis ... 21

5. Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis pada Pasi en Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Terapi Hemodialisa ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... ... 25

A. Variabel Penelitian ... ... ... 25

B. Definisi Operasional ... ... ... 25

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 27

1. Populasi dan Sampel ... ... .... 27

2. Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel ... ... 27

3. Metode Pengumpulan Data ... ... 28

4. Uji Coba Alat Ukur ... ... ... 31

a. Validitas Alat Ukur ... ... 32

b. Reliabilitas Alat Ukur ... ... 33

c. Hasil Pengujian Alat Ukur ... ... 33

5. Prosedur Penelitian... ... ... 33

a. Persiapan Penelitian ... ... 33

b. Pelaksanaan Penelitian ... ... 36

c. Pengolahan Data... ... ... 36


(12)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... ... 39

A.Gambaran Subjek Penelitian ... ... 39

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... ... 39

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Menjalani Terapi HD ... 40

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Pengalaman Menjalani Pengobatan Alternatif ... ... ... 40

5. Gambaran Subjek Berdasarkan Penyebab Gagal Ginjal Terminal ... ... ... 41

6. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 41

7. Gambaran Subjek Berdasarkan Suku Bangsa ... 42

B. Hasil Penelitian ... ... ... 43

1. Uji Asumsi... ... ... 43

2. Kategorisasi Kepatuhan Subjek terhadap Anjuran Medis ... 43

D. Hasil Tambahan ... ... ... 45

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Komponen Kepatuhan ... 45

a. Deskripsi Komponen Kognitif Subjek ... ... 45

b. Deskripsi Komponen Psikomotor Subjek ... 48

a) Gambaran Perilaku Menjalani Hemodialisa ... 48

b) Gambaran Perilaku Meminum Obat ... 50

c) Gambaran Perilaku Membatasi Cairan ... 51

d) Gambaran Perilaku Mengawasi Pola Makan ... 51

D. Pembahasan ... ... ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 61


(13)

B. Saran... ... ... 62

1. Saran Metodologis ... ... ... 62

2. Saran Praktis... ... ... 62

DAFTAR PUSTAKA... ... ... 66 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... ... 24

Tabel 3.1 Skoring Aitem-Aitem Komponen Psikomotor... 32

Tabel 3.2 Kriteria Kategorisasi Kepatuhan Subjek ... ... 37

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Kelompok Usia ... 39

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Menjalani Terapi HD ... 40

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Pengalaman Menjalani Pengobatan Alternatif ... ... ... 40

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Berdasarkan Su ku Bangsa ... 42

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas ... ... ... 43

Tabel 4.7 Hasil Kategorisasi Komponen Kognitif dan Psikomotor ... 43

Tabel 4.8 Kategorisasi Subjek Berdasarkan Tingkat Kognitif dan Psikomotor ... ... ... ... 44

Tabel 4.9 Gambaran Tingkat Pemahaman Subjek Terhadap Anjuran Medis 46 Tabel 4.10 Gambaran Perilaku Tidak Mengikuti Jadwal HD ... 48

Tabel 4.11 Gambaran Durasi HD yang Dipersingkat ... .... 49

Tabel 4.12 Frekuensi Perilaku Mempersingkat Durasi HD ... 50

Tabel 4.13 Gambaran Perilaku Tidak Meminum Obat ... .. 50


(15)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Penyebab Gagal Ginjal ... 41 Diagram 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 42 Diagram 4.3 Gambaran Tingkat Kepatuhan Subjek ... ... 45 Diagram 4.4 Gambaran Tingkat Pemahaman Subjek terhadap Anjuran

Medis ... ... ... 46 Diagram 4.5 Gambaran Perilaku Membatasi Konsumsi Cairan ... 51 Diagram 4.6 Gambaran Perilaku Mengawasi Pola Makan ... 52


(16)

Gambaran Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Kota Medan

Ni Putu Defi Marantika W. dan Arliza J. Lubis

ABSTRAK

Gagal ginjal terminal merupakan kondisi menurunnya fungsi ginjal hingga kapasitas yang tersisa hanya 15%. Pada kondisi ini, pasien harus menjalani terapi pengganti ginjal (Suwitra, 2009). Terapi hemodialisa (HD) merupakan bentuk terapi pengganti ginjal yang populer di Indonesia (Prodjosujadi & Suhardjono, 2009). Tenaga medis biasanya merekom endasikan pasien HD u melakukan empat anjuran medis, yakni menjalani HD secara teratur, meminum obat sesuai resep, membatasi konsumsi cairan, dan mengawasi pola makan sehari -hari. Nyatanya ada saja pasien yang tidak mematuhi sebagian atau bahkan semua anju ran medis tersebut (Denhaerynck, dkk., 2007). Ketidakpatuhan pasien terhadap anjuran medis malah berdampak buruk bagi pasien, seperti meningkatkan risiko kematian, biaya kesehatan, dan menurunkan kualitas hidup pasien (Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple, 2010). Penelitian ini memberikan gambaran kepatuhan pasien HD terhadap anjuran medis di Kota Medan. Pengambilan data dilakukan dengan teknikincidental sampling yang melibatkan 75 orang pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 53 orang pasien tidak mematuhi anjuran medis, 6 orang pasien mematuhi anjuran medis, dan 16 orang pasien sangat mematuhi anjuran medis. Sebagian besar pasien yang tidak mematuhi anjuran medis ternyata tidak memahami pentingnya anjuran medis meski melakukannya; pas ien yang patuh terhadap anjuran medis memahami dan melakukan anjuran medisnya; dan pasien yang sangat patuh ternyata sangat memahami anjuran medis dan melakukannya dalam frekuensi yang tinggi. Psikoedukasi dapat menjadi salah satu upaya yang dapat disarank an untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap anjuran medis.


(17)

ABSTRACT

Adherence to Medical Regimens among End -Stage Renal Diseases (ESRD) Patients Undergoing Hemodialysis Patients in Medan

Ni Putu Defi Marantika W. and Arliza J. Lubis

End-stage renal disease (ESRD) is a clinical condition in which renal functions decrease to 15%. ESRD patient must undergoes renal replacement therapies (Suwitra, 2009). The popular one in Indonesia is hemodialysis, known as HD (Prodjosujadi & Suhardjono, 2009). Medical staffs usually advise ESRD patients to do four medical regimens that are undergoing HD regularly, take medicine as prescribed, restricting fluid intake, and restricting dietary. Because of the demands of hemodialysis , some patients might not adhere to these medical regimens (Denhaerynck, dkk., 2007) . Unfortunately, patient’s nonadherence to these regimens can have disastrous effect, such as increasing mortality, healthcare cost, and decrease patient’s quality of life (Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple, 2010). Therefore, this research will portray HD patients’ adherence to medical regimens. The data were collected using incidental sa mpling technique, which involved 75 patients.

The result shows that 53 patients did not adhere to medical regimens; 6 patients moderately adhere d to medical regimens; and 16 patients strongly adhered to medical regimens. Most non-adherence patients did not understand the importance of medical regimens , even if they followed it ; the patients who moderately adhered to medical regimens understood and followed it; and patients who strongly adhered to medical regimens understood the medical regimens very well and followed it frequently. Psychoeducation can be one of the ways to improvepatients’ adherence to medical regimens.


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ginjal memiliki peranan penting dalam tubuh manusia terutama dalam proses metabolisme, menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan pembentukan sejumlah vitamin serta mineral (Falvo, 2005). Kerusakan ginjal tentu saja dapat menganggu mekanisme biologis dalam tub uh. Salah satu bentuk kerusakan ginjal adalah gagal ginjal.

Gagal ginjal merupakan salah satu penyakit kronis yang kini berkembang pesat di Indonesia. Pada tahun 2005, Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) mencatat sebanyak 118.750 kasus gagal ginjal. Jumlah ini berkembang pesat di tahun 2012 menjadi 300.000 kasus (dalam http:// 25 Juta Orang Indonesia Alami Gangguan Ginjal _ Nasional - Kabar24.com.htm). Pernefri melaporkan kasus gagal ginjal di Indonesia dapat meningkat hingga 200.000 kasus setiap tah unnya (dalam http:// Pasien Cuci Darah Terus Meningkat - Kompas.com Health.htm ).

Penyakit gagal ginjal terbagi dua yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal akut menimbulkan kerusakan ginjal yang sifatnya temporer dan terjadi dalam waktu singkat, sedangkan penyakit gagal ginjal kronis menimbulkan kerusakan ginjal permanen yang terjadi secara menahun. Kerusakan ini menyebabkan menurunnya fungsi ginjal manusia dan mencapai tahap akhir bila fungsi ginjak yang tersisa hanya 15% saja . Kondisi ini disebut sebagai gagal ginjal terminal (Suwitra, 2009).


(19)

Pasien gagal ginjal terminal umumnya tidak menyadari kerusakan ginjal yang terjadi di stadium awal sebab pasien tidak menyadari bahwa gejala -gejala fisik yang dirasakan terjadi akibat adanya gangguan fungsi ginjal. Sayangnya sampai saat ini belum ditemukan teknik pengobatan yang dapat mengembalikan fungsi ginjal. Satu-satunya pilihan pasien adalah menjalani terapi pengganti ginjal (Suwitra, 2009).

Terapi pengganti ginjal terbagi tiga , yakni: transplantasi ginjal, CAPD, dan hemodialisa. Metode transplantasi ginjal dapat mengembalikan kapasitas fungi ginjal pasien sehingga meminimalisir ketergantungan pasien terhadap layanan medis. Metode ini merupakan terapi pengganti ginjal terbaik bagi pasien gagal ginjal terminal (dalam http://kompasiana/ Aspek Psikososial Pasien Gagal Ginjal.htm). Meski begitu metode ini juga sulit dilakukan karena menemukan donor ginjal yang dapat diterima tubuh pasien tidaklah mudah. Teknik CAPD merupakan teknik dialisa yang dapat dilakukan oleh pasien sendiri. CAPD menawarkan fleksibilitas dan kelonggaran melakukan diet dan pembatasan cairan dibanding pasien yang menjalani hemodialisa. Akan tetapi bila tidak dilakukan dengan steril, pasien CAPD rentan mengalami infeksi yang malah memperburuk kondisi kesehatan. Sebaliknya k ondisi pasien yang menjalani hemodialisa dapat lebih dipantau oleh tenaga medis sebab terapi dilakukan di rumah sakit/klinik. Kekurangannya pasien mudah terinfeksi ba kteri dan berisiko mengalami komplikasi pada pembuluh darah (dalam http:// RSUD Indramayu - Terapi pengganti ginjal Penyakit ginjal... _ Facebook.htm). Pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa sering disebut pasien HD.


(20)

Di Indonesia terdapat lebih banyak pasien yang memilih terapi hemodialisa dibanding dua bentuk terapi pengganti ginjal lainnya. Prodjosudjadi dan Suhardjono (2009) mendata bahwa di tahun 2006 jumlah pasien HD di Indonesia berjumlah 4.656 orang dan sebanyak 378 orang pasi en HD berada di pulau Sumatera. Biaya terapi HD rata -rata berkisar dari Rp 500.000. Saat ini pemerintah telah menyediakan jaminan kesehatan bagi pasien HD yang membantu meringankan beban pasien HD, terutama bagi pasien dengan kelas ekonomi menengah ke bawa h (dalam http:// Universitas Gadjah Mada RSA UGM Buka Layanan Hemodialisa.htm).

Tenaga medis tidak hanya menganjurkan pasien HD menjalani hemodialisa secara teratur. Pasien juga dianjurkan untuk meminum obat, membatasi konsumsi cairan, dan mengawasi pola makan (Denhaerynck, dkk., 2007). Pembatasan konsumsi cairan dilakukan untuk membatasi kadar air dalam tubuh sebab ginjal tidak lagi mampu mengeluarkan air dari dalam tubuh. Pengawasan pola makan dilakukan terhadap makanan yang utamanya mengandung kalium da n natrium yang tidak dapat lagi disaring ginjal. Konsumsi obat-obatan berfungsi sebagai supply vitamin dan mineral yang tidak lagi dihasilkan ginjal dan menekan faktor risiko komplikasi HD (Suwitra, 2009). Informasi tersebut biasanya diberikan tenaga medis selama proses penanganan pasien HD (Altilo, Ois-Green, Hedlund, & Fineberg, 2006).

Kesesuaian perilaku pasien terhadap anjuran yang diuraikan di atas disebut sebagai kepatuhan (Rappof, 1999). Kepatuhan pasien terhadap anjuran medis dapat memperpanjang usia pasien, mengurangi risiko terjadinya komplikasi, dan


(21)

efek samping. Hal ini memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup pasien HD (Denhaerynck,dkk., 2007).

Tenaga medis menilai kepatuhan pasien dengan mengukur frekuensi pasien melakukan anjuran medis, misa lnya menghitung jumlah tablet yang diminum. Pengukuran biologis juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan pasien, seperti menghitung penambahan berat badan di periode antarsesi dialisa (Kim, Evangelista, Philips, Linda, Pavlish, & Kopple, 2010) . Sangat disayangkan pengukuran kepatuhan pasien hanya melibatkan perilaku motorik. Padahal, proses kognitif juga memiliki pengaruh terhadap kemauan pasien melakukan anjuran medis (Berry, 2004).

Ada dua fungsi kognitif yang memiliki pengaruh terhadap tingk at kepatuhan pasien yakni kemampuan memahami dan mengingat informasi. Pemahaman pasien terhadap anjuran medis yang diinformasikan oleh tenaga medis membantu pasien mengetahui cara melakukan anjuran medis. Kemampuan pasien mengingat informasi membantu pasie n melakukan anjuran medis dengan benar ketika pasien berada di luar seting klinis (Ley dalam Pitts, 2003; Ogden, 2005).

Pemahaman pasien terhadap anjuran medis ditambah tingginya kesesuaian perilaku pasien dengan anjuran medis menunjukkan tingginya kepat uhan pasien terhadap anjuran medis. Tingkat kepatuhan pasien dapat berbeda -beda bergantung pada tingkat pemahaman pasien dan frekuensi kesesuaian perilaku pasien. Semakin tinggi pemahaman pasien terhadap anjuran medis dan semakin tinggi


(22)

kesesuaian perilaku pasien dengan anjuran medis, maka tingkat kepatuhan pasien akan semakin tinggi (Kim, Evangelista, Philips, Linda, Pavlish, & Kopple, 2010).

Kondisi emosional pasien dapat mempengaruhi proses kognitif yang terjadi. Pasien penyakit kronis, termasuk pasien H D memiliki kemungkinan mengalami kecemasan dan rasa takut seiring dengan berjalannya proses adaptasi pasien terhadap perubahan kondisi kesehatannya (Ogden, 2005). Distres ini dapat mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap anjuran medis. Pasien bisa saja memahami informasi yang disampaikan tenaga medis, tetapi informasi yang telah dipahami tersebut juga dapat dilupakan pasien terlebih bila pasien sudah berada di luar lingkungan (setting) klinis. Kesulitan pasien dalam mengingat informasi yang disampaikan dipengaruhi oleh distres psikologis yang dialami (Wroe, 2001).

Kepatuhan pasien tidak hanya dipengaruhi oleh proses kognitif. Faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan faktor sosial budaya juga dapat mempengaruhi kepatuhan pasien te rhadap anjuran medis (Sarafino & Smith, 2011). Selain faktor demografis, faktor yang berkaitan dengan anjuran medis seperti durasi dan kompleksitas anjuran medis juga memiliki pengaruh terhadap anjuran medis. Faktor tersebut bisa saja memiliki pengaruh terhadap kepatuhan khususnya bagi pasien HD.

Ketidakpatuhan pasien terhadap anjuran medis dapat memberikan serangkaian dampak negatif bagi diri pasien. Ketidakpatuhan pasien dapat memperburuk kondisi kesehatan bahkan kematian. Dari segi psikologis, ketidakpatuhan pasien terhadap anjuran medis dapat menurunkan kualitas hidup pasien, munculnya frustasi, rasa marah, dan tidak berdaya. Ketidakpatuhan juga


(23)

menyebabkan menurunnya efektivitas terapi serta meningkatnya biaya pengobatan pasien (Bosworth, Weinberger, & Oddone, 2008).

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti ingin mengetahui gambaran kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi HD di kota Medan terhadap empat anjuran medis yang telah dijabarkan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelit ian ini adalah:

a. Bagaimana gambaran kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa di kota Medan secara umum?

b. Bagaimana gambaran kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa di kota Medan bila ditinjau d ari faktor sosiodemografis?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepatuhan terhadap anjuran medis pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa di kota Medan , baik secara umum maupun berdasarkan pada faktor demografis.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengembangan kajian Psikologi Kesehatan, khususnya mengenai kepatuhan


(24)

terhadap anjuran medis pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi deskriptif mengenai gambaran kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa terhadap anjuran medis

b. Membantu pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terap i hemodialisa lebih memahami pentingnya mematuhi anjuran medis yang direkomendasikan untuk dapat mencapai kondisi kesehatan yang stabil c. Memberikan informasi pada tenaga medis dan pihak rumah sakit

tentang kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjala ni terapi hemodialisa terhadap anjuran medis yang dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam menetapkan rancangan -rancangan guna meningkatkan kepatuhan pasien terhadap anjuran medis

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan

Menjelaskan latar belakang permasalahan penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan

Bab II: Landasan Teori


(25)

masalah, yakni teori yang berhubungan dengan kepatuhan pasien terhadap anjuran medis

Bab III: Metode Penelitian

Menjelaskan rumusan pertanyaan penelitian, identifikasi dan definisi operasional variabel penelitian, subjek, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji reliabilitas dan validitas alat ukur, serta metode analisis data yang digunakan

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Memuat hasil pengolahan data, gambaran umum subjek penelitian, dan hasil penelitian berdasarkan acuan teori

Bab V: Kesimpulan


(26)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Ginjal

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang pinggul. Ginjal tersusun dari jutaan glomerulus yang berfungsi sebagai penyaring zat sisa metabolisme dan air yang larut dalam darah. Ginjal berfungsi menjaga keseimbangan zat-zat kimia dalam tubuh (homeostatis) yaitu mengatur keseimbangan jumlah dan konsentrasi cairan tubuh dan menyaring zat sisa metabolisme (seperti kreatinin dan urea). Dalam sehari ginjal mampu menghasilkan urin sebanyak 1,5 - 2,5 liter. Ginjal juga membantu pembentukan sel darah merah, memelihara kesehatan tulang, dan membantu mengontrol tekanan darah (Stein & Wild, 2002; Falvo, 2005).

Kerusakan ginjal baik secara struktural maupun fungsional dapat menganggu fungsi ginjal. Salah satu jenis kerusakan ginjal adalah gagal ginjal. Gagal ginjal terbagi dua, yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal akut mengakibatkan gangguan ginjal temporer dan dapat terjadi k arena komplikasi penyakit, operasi, atau trauma. Gagal ginjal kronis mengakibatkan kerusakan ginjal permanen dimana gangguan terjadi tanpa disertai gejala fisik. Kondisi ini dapat terjadi karena glomerulonephritis, pyelonephritis, polycytic kidney disease atau akibat penyakit sistemik yang diderita pasien seperti diabetes dan hipertensi (Suwitra, 2009).


(27)

1. Gagal Ginjal Terminal

Gagal ginjal terminal merupakan kondisi kerusakan ginjal akibat gagal ginjal kronis yang menyebabkan kapasitas fungsi ginjal yang tersisa hanya 15% atau bahkan lebih kecil. Penderita gagal ginjal terminal tidak memiliki opsi lain selain melakukan terapi pengganti ginjal, yaitu dialisa dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

Transplantasi ginjal merupakan proses operasi dimana ginjal yang diperoleh dari donor “ditanam” dalam tubuh pasien penderita gagal ginjal terminal. Transplantasi ginjal memungkinkan pasien memperoleh fungsi ginjalnya kembali sehingga pasien tidak perlu melakukan anjuran me dis. Meski begitu, untuk dapat melakukan operasi ini pasien harus mencari donor ginjal yang benar -benar sesuai dengan kondisi fisik pasien. Bila tidak, tubuh akan memberi reaksi penolakan terhadap donor ginjal sehingga transplantasi gagal dilakukan. Mencar i donor ginjal yang sesuai juga sangat sulit. Terlebih lagi, transplantasi ginjal juga membutuhkan biaya yang cukup banyak (Falvo, 2005).

Terapi dialisa dapat membantu mengganti fungsi ginjal pasien meski tidak dapat mengobati kerusakan ginjal pasien. Ada dua pilihan teknik dialisa yang umum digunakan yaitu hemodialisa (HD) dan dialisa peritonial (DP). Teknik DP menggunakan selaput peritonium pada perut pasien sebagai membran penyaring zat sisa metabolisme dalam darah. Terdapat dua bentuk DP, yakni acute peritoneal dialysis, yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dialisa temporer, dan continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), yang diberikan pada pasien gagal ginjal terminal (Thye, 1998).


(28)

Pasien dapat melakukan CAPD secara manual dengan peralatan yang sederhana. Keuntungannya pasien dapat beraktivitas normal sembari menjalani dialisa. Meski begitu, pasien CAPD rentan terkena infeksi akibat kelalaian pasien menjaga sterilnya proses dialisa atau infeksi akibat rusaknya selaput peritonium akibat CAPD yang berlangsung dalam waktu lama. Komplikasi lain yang dialami pasien CAPD berupa hernia dan rasa sakit selama dialisa berlangsung (Thye,1998; Falvo, 2005). Berbeda dengan PD, proses penyaringan darah pada HD dilakukan oleh mesin. Darah pasien yang berca mpur dengan zat sisa dialirkan menuju mesin HD untuk disaring. Darah yang telah ‘dibersihkan’ kemudian dialirkan kembali menuju tubuh (Thye, 1998).

a) Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Terapi Hemodialisa (Pasien HD)

Terapi HD di Indonesia biasa dil akukan dua kali seminggu dengan durasi lima jam setiap sesi. Beberapa klinik atau rumah sakit tertentu menetapkan jadwal terapi tiga kali seminggu dengan durasi empat jam setiap sesi. Di Indonesia terapi HD pertama kali dilakukan pada 1970. Kualitas hidup pasien dinilai cukup baik, panjang usia pasien bahkan dapat mencapai 14 tahun. Komplikasi pasien HD biasanya terjadi ketika HD berlangsung. Pasien HD biasanya berpotensi terkena hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggun g, gatal, demam, dan menggigil (Suwitra, 2009).

Besarnya biaya HD menjadi salah satu kendala bagi pasien HD. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan menggunakan dialiser daur ulang (reuse). Setelah digunakan, dialiser segera dicuci dengan cairan dialisa t dan disimpan


(29)

dalam cairan antiseptik. Ketika akan digunakan, dialiser dicuci kembali untuk menghilangkan sisa cairan antiseptik yang menempel.

Penggunaandialiserdaur ulang memperhatikan aspek tertentu. Agar dapat digunakan kembali, dialiser harus diperiksa seksama untuk memastikan tidak ada cacat pada tabung. Volume dialiser harus mencapai 80% agar dapat digunakan kembali. Pasien yang menggunakan dialiser daur ulang berisiko terkontaminasi cairan antiseptik yang tertinggal sehingga dapat menimbulkan gangguan tubuh (Rahardjo, Susalit, dan Suhardjono, 2009).

a. Anjuran Medis Pasien HD

Anjuran medis pasien HD terbagi empat, yaitu keteraturan menjalani terapi HD, keteraturan meminum obat, pembatasan konsumsi cairan, dan pengawasan pola makan seha ri-hari (Denhaeynck, dkk., 2007).

Sangat disarankan pasien HD tidak ‘mangkir’ dari jadwal terapi yang sebelumnya ditetapkan serta mengikuti sesi terapi sesuai durasi yang ditetapkan tenaga medis pada awal sesi. ‘Mangkir’ dari jadwal terapi setidaknya sekali dalam sebulan dapat memperbesar risiko kematian sebanyak 25-30%. Mempersingkat durasi HD menurunkan efektivitas terapi dan menurunkan jumlah dosis dialisa yang disalurkan ke dalam tubuh. Kondisi ini dapat memperbesar risiko kematian dan tekanan darah tin ggi pada pasien. Mempersingkat durasi HD lebih dari 10 menit dan dilakukan lebih dari satu kali juga dapat memperbesar risiko kematian pasien (Denhaerynck, dkk., 2007).


(30)

Karena pasien HD dianjurkan untuk menghindari konsumsi susu dan hasil olahannya, pasien rentan mengalami kekurangan kalsium. Karenanya pasien HD dianjurkan meminum obat untuk menambah kalsium dan vitamin D yang dibutuhkan tubuh. Obat antihipertensif juga diberikan untuk membantu menjaga stabilitas tekanan darah. Tenaga medis j uga menganjurkan obat-obatan lain sebagai suplemen vitamin dan mineral tertentu yang tidak lagi diproduksi oleh ginjal (Falvo, 2005).

Pasien HD dianjurkan untuk membatasi konsumsi cairan dalam sehari (Thye, 1998). Pasien HD mengeluarkan urin tak lebih dar i 200-300 ml setiap hari. Karenanya pasien disarankan mengkonsumsi cairan tidak lebih dari 500 ml sehari. Anjuran ini bersama anjuran membatasi konsumsi garam menjadi hal tersulit bagi pasien HD. Nyatanya konsumsi air dan garam berlebih menyebabkan pulonary oedema yaitu kondisi dimana cairan memasuki paru -paru, hipertensi, sesak nafas, menggigil, kecemasan, panik, kejang otot dan bahkan kematian mendadak (Denhaerynck, dkk., 2007).

Pasien HD harus mengawasi jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Pasien masih dapat mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat dan protein hewani dalam jumlah normal untuk menjaga kecukupan gizi yang diperlukan. Kekurangan gizi dapat menjadi prediktor kematian pada pasien HD (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009).

Pasien dianjurkan untuk membatasi makanan yang mengandung kalium, air, dan garam (Thye, 1998). Buah -buahan dan sayur-sayuran biasanya mengandung kalium sehingga pasien disarankan untuk tidak


(31)

mengonsumsi hampir semua jenis buah serta makanan yang diolah dar i buah, seperti selai. Membatasi konsumsi makanan yang mengandung garam dilakukan agar pasien tidak merasa haus. Rasa haus mendorong pasien untuk minum sehingga dapat menimbulkan kenaikan berat badan yang besar selama periode di antara dialisis (Rahardjo, Susalit, dan Suhardjono, 2009).

B. Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis

1. Definisi Kepatuhan terhadap Anjuran Medis

Haynes, dkk. (dalam Rapoff, 1999) mendefinisikan kepatuhan pasien terhadap anjuran medis sebagai:

the extent to which a person’s behavior, in term of taking medications, following diets, or executing lifestyle changes, coincides with medical or health advices

Definisi ini juga digunakan oleh Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010) dalam mengkonstruksi alat ukur kepatuhan pasien hemodialisa terhadap anjuran medis.

Sarafino & Smith (2011) juga mengungkapkan definisi kepatuhan yang serupa dengan definisi di atas, yakni:

the degree to which patients carry out the behaviors and treatments th eir practitioners recommended

Kedua definisi di atas menunjukkan bahwa definisi kepatuhan terhadap anjuran medis terfokus pada dua hal, yaitu anjuran medis yang direkomendasikan oleh staf medis pada pasien dan kesesuaian perilaku pasien dengan anjuran me dis


(32)

tersebut. Pasien dikatakan mematuhi anjuran medis yang direkomendasikan bila perilaku pasien sesuai dengan tuntutan yang tertera pada anjuran medis.

Komponen kedua adalah proses kognitif. Cassell (dalam Rapoff, 1999) menjelaskan bahwa pada definisi ke patuhan Haynes, dkk. di atas proses kognitif atau pemahaman juga berkaitan dengan kepatuhan. Pasien akan melakukan anjuran medis yang diberikan bila pasien memahami anjuran medis tersebut dan menganggap bahwa anjuran medis penting dilakukan untuk menghinda ri konsekuensi negatif yang mungkin terjadi.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kepatuhan pasien terhadap anjuran medis didefinisikan sebagai kesesuaian perilaku pasien dengan tuntunan anjuran medis dan kualitas pemahaman pasien terhadap informasi mengenai a njuran medis yang diberikan.

2. Komponen Kepatuhan Pasien terhadap Anjuran Medis

Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish & Kopple (2010) menyatakan bahwa kepatuhan pasien terhadap anjuran medis dibagi dalam dua komponen, yakni komponen kognitif dan komponen psiko motor.

a. Komponen Kognitif

Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010) menjelaskan komponen kognitif dari kepatuhan dengan merujuk pada teori Ley, yaitu model kognitif kepatuhan. Ley (dalam Ogden, 2005) menyatakan bahwa secara kognitif, kepatuhan pasien melibatkan adanya pemahaman (understanding) dan kemampuan mengingat (memory) terhadap informasi mengenai anjuran medis.


(33)

Ley (dalam Pitts, 2003) menyatakan bahwa pemahaman dan ingatan pasien terhadap informasi anjuran medis yang disampaikan memiliki pengaruh langsung terhadap anjuran medis. Pemahaman dan ingatan pasien juga berpengaruh terhadap kepuasan pasien dan kepuasan pasien juga secara langsung mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap anjuran medis.

Ley (dalam Pitts, 2003) juga menyatakan bahwa se makin pasien memahami dan mengingat (memori) informasi yang disampaikan tenaga medis, kepatuhan pasien terhadap anjuran medis akan semakin tinggi. Pasien yang memahami instruksi melakukan anjuran medis dapat meningkatkan perilaku patuh pasien sehingga meni ngkatkan kepatuhan pasien.

Selain memahami instruksi yang disampaikan, kemampuan pasien mengingat instruksi yang disampaikan juga memiliki pengaruh terhadap anjuran medis. Ingatan diperlukan agar pasien mampu melakukan anjuran medis sesuai instruksi, terlebih bila pasien berada di luar lingkungan klinis (Ley, dalam Ogden, 2005). Sayangnya, Ley dan Spearman (dalam Pitts, 2003) menemukan bahwa sebanyak 40% dari informasi yang disampaikan tenaga medis tidak mampu diingat oleh pasien. Informasi mengenai in struksi melakukan anjuran medis merupakan informasi yang paling sulit diingat oleh pasien.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pasien yang memahami dan mengingat informasi mengenai anjuran medisnya dapat meningkatkan perilaku patuh pasien sehingga meningkatka n kepatuhan pasien.


(34)

b. Komponen Psikomotor

Rapoff (1999) menyatakan bahwa terdapat suatu standar perilaku untuk mengatakan bahwa seorang pasien mematuhi anjuran medis yang direkomendasikan padanya. Standar ini bervariasi dan bergantung pada jenis penyakit dan terapi yang dijalani serta bergantung pada hasil klinis (clinical outcome) yang memiliki efek terhadap kondisi kesehatan pasien.

Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010) merujuk pada hasil penelitian Leggat, dkk. (1998) dalam menguraikan standar perilaku anjuran medis pada pasien hemodialisa. Leggat, dkk. (1998) membagi perilaku patuh pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisa dalam empat bagian, yaitu:

a. Perilaku menjalani terapi hemodialisa secara teratur, didefinisikan dengan tidak membolos sesi terapi (skipping HD) dan tidak mengakhiri sesi terapi sebelum durasi yang ditentukan (shortening HD).

b. Perilaku membatasi konsumsi cairan yang diukur melalui indeks kenaikan berat badan di antara dua sesi HD (IWG).

c. Perilaku meminum obat secara teratur, diukur melalui tingkat serum fosfat (PO4) dalam tubuh.

d. Perilaku mengawasi pola makan, yang juga diukur melalui tingkat serum fosfat (PO4) dalam tubuh.

Pasien dianggap mematuhi keempat anjuran tersebut bila pasien tidak membolos sesi HD, tidak pernah mempersingkat durasi HD lebih dari 10 menit, indeks kenaikan berat badan (IWG) pasien tidak lebih dari 5,7% dari


(35)

berat badan kering, dan tingkat serum fosfat tidak lebih dari 7,5 mg/dL (Leggat, dkk., 1998).

Gordon, Leon, dan Sehgal (2003) menemukan lima alasan pasien HD membolos dan mempersingkat durasi sesi HD mereka, yaitu: masalah kesehatan (medical problems), seperti rendahnya tekanan darah, sakit punggung, ingin buang air kecil, pusing, dan mual; masalah teknis (technical problems), seperti fistula yang tersumbat, keputusan tenaga medis, darah sukar membeku, dan keterbatasan mesin; life task, seperti urusan personal, janji dengan tenaga medis, dan pekerjaan; masalah transportasi; keputusan pasien seperti tidak ingin berlama -lama HD dan tidak menyetujui anjuran HD yang direkomendasikan; dan alasan lainnya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa perilaku patuh pasien, khususnya pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisa dilihat melalui perilaku pasien tidak membolos dan mempersingkat sesi HD, stabilnya indeks kenaikan berat badan, dan stabilnya kadar serum fosfat dalam darah.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien terhadap Anjuran Medis

Faktor sosiodemografis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap anjuran medis. Usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendapatan, tingkat pendidikan, dan faktor sosiodemografis lainnya memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pasien (Sarafino & Smith, 2011). Pengaruh faktor ini terhadap kepatuhan pasien bersifat situasional, yakni dipengaruhi oleh jenis


(36)

penyakit dan terapi yang dijalani oleh pasien (Berry, 2004; Sarafino & Smith, 2011).

Beberapa faktor psikososial seperti keyakinan (belief) dan sikap (attiude) pasien terhadap anjuran medis juga memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pasien (Sarafino & Smith, 2011). Pasien yang memiliki keyakinan dan sikap yang bertentangan (negatif) dengan anjuran medis yang direkomendasikan cenderung tidak melakukan anjuran medisnya sehingga menurunkan tingkat kepatuhan pasien (Berry, 2004).

Faktor psikososial lain yang juga mempengaruhi kepatuhan pasien adalah keputusan pasien sendiri untuk tidak mematuhi anjuran medis (Sarafino & Smith, 2011). Wroe (2001) menyatakan kondisi ini sebagai bentuk ketidakpatuhan yang disengaja (intentional nonadherence). Kondisi ini terjadi ketika pasien secara sadar memilih untuk menemukan alternatif selain melakukan anjuran medis atau memilih untuk sama sekali tidak melakukan anjuran medis (Hussey dan Giliand, dalam Pitts, 2003). Keputusan pasien untuk tidak melakukan anjuran me dis terjadi ketika pasien mempertimbangkan dampak positif -negatif bila tidak melakukan anjuran medis secara rasional terhadap suatu hal yang dianggap lebih penting pada saat itu (Wroe, 2001).

Kondisi emosional pasien juga memiliki pengaruh terhadap anjura n medis. Kondisi distres, seperti cemas dan takut mempengaruhi kemampuan mengingat (retensi memori) pasien dimana semakin tinggi distres pasien, semakin rendah jumlah informasi yang mampu diingat pasien (Sarafino & Smith, 2011). Hal ini


(37)

tentu dapat mempengaruhi pasien dalam melakukan anjuran medis sehingga perilaku patuh yang muncul bisa jadi tidak sesuai dengan instruksi yang diberikan. Locus of control, yakni keyakinan dan ekspektasi individu terhadap keberhasilan atau pencapaian yang diperoleh (Pitts, 20 03) juga memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pasien terhadap anjuran medis. Locus of control dapat membantu pasien dalam mengatasi kecemasan dan distres yang dirasakan pasien selama menghadapi penyakit kronisnya. Locus of control pasien juga dapat membantu pasien dalam memanajemen perilaku -perilaku yang dapat menjaga stabilitas kondisi kesehatannya, termasuk melakukan anjuran medis (Kohli, Batra, & Aggarwal, 2011).

Faktor psikososial lain yang turut mempengaruhi kepatuhan pasien adalah kepuasan pasien terhadap layanan medis yang diberikan oleh tenaga medis serta dukungan sosial yang dirasakan pasien dari lingkungannya (Kohli, Batra, & Aggarwal, 2011). Ley (dalam Ogden, 2005) juga menyatakan bahwa kepuasan pasien terhadap layanan medis dan konsultasi terape utik yang berlangsung dengan tenaga medis memiliki pengaruh yang langsung terhadap kepatuhan. Semakin puas pasien terhadap layanan medis yang diberikan tenaga medis, semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien terhadap anjuran medis.

Uraian di atas menunjukkan bahwa faktor psikososial memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pasien, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Faktor sosiodemografis juga memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pasien, tetapi pengaruh yang diberikan bergantung pada jenis penyakit dan terapi yang dijalani pasien.


(38)

4. Dampak Kepatuhan terhadap Anjuran Medis

Kepatuhan pasien terhadap anjuran medis memberikan efek maksimal dari terapi yang dijalani dan biaya pengobatan yang dikeluarkan. Kepatuhan pasien juga dapat mempertahankan stabilitas kondisi kesehatan pasien. Kepatuhan juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan meminimalisir rasa bergantung pasien terhadap layanan medis dan memungkinkan pasien beraktivitas seperti biasa (Rappof, 1999).

Pasien yang tidak mematuhi anjuran medis berpotensi mengalami komplikasi penyakit, meningkatnya risiko kematian, menurunnya efektivitas terapi, menyebabkan pasien memerlukan perawatan medis yang intensif, serta mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Ketidakpatuhan juga dapat mengurangi efektvitas biaya pengobatan yang dikeluarkan. Pasien yang tidak melakukan anjuran medis berpotensi membutuhkan layanan medis tambahan dan bahkan perawatan yang intensif. Hal ini dapat memperbesar biaya pengobatan pasien (Rappof, 1999).

Perilaku membolos atau mempersingkat sesi HD berkorelasi dengan meningkatnya risiko kematian pasien dan risiko pasien memerlukan layanan medis intensif. Perilaku pasien yang tidak mematuhi anjuran mengawasi pola makan dan membatasi konsumsi cairan juga berkorelasi dengan meningkatnya risiko kematian pasien (Saran, dkk., 2003).


(39)

5. Kepatuhan Terhadap Anjuran Medis pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Menjalani Terapi Hemodialisa

Kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa, atau yang lebih dikenal dengan pasien HD , dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010) menyatakan terdapat tiga faktor yang memiliki pengaruh pada kepatuhan pasien HD. Faktor kognitif, yakni pemahaman pasien terhadap anjuran medis menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien. Pasien yang mengetahui dan memahami anjuran medisnya cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Faktor kedua adalah faktor perilaku, yakni kesesuaian perilaku pasien dengan standar peril aku patuh menurut anjuran medis bagi pasien HD. Semakin tinggi frekuensi kesesuaian perilaku pasien dengan standar perilaku patuh, tingkat kepatuhan pasien juga akan semakin tinggi.

Kutner, Zhang, McClellan, dan Cole (2002) menemukan prediktor ketidakpatuhan pasien HD terhadap anjuran medisnya dari sisi sosiodemografis dan psikososial. Pasien perokok, yang dihubungkan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan , ternyata cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. Persepsi terhadap ef ek disruptif yang diakibatkan penyakit gagal ginjal terminal juga berhubungan dengan perilaku membolos dan mempersingkat sesi terapi. M eningkatnya persepsi pasien bahwa penyakit gagal ginjal terminal berdampak negatif cenderung meningkatkan frekuensi membo los dan mempersingkat durasi HD.


(40)

Rasa bergantung dengan mesin HD juga menjadi penyebab pasien sengaja membolos atau mempersingkat sesi terapi untuk dapat memiliki rasa independen itu kembali. Pasien yang memiliki locus of control eksternal juga cenderung tidak mematuhi anjuran membatasi cairan dan mengawasi pola makan . Berbeda dengan teori yang dikemukakan oleh Ley, Kutner, Zhang, McClellan, dan Cole (2002) tidak menemukan adanya efek kepuasan pasien terhadap layanan medis dan dukungan sosial yang dirasaka n pasien terhadap kepatuhan pasien HD dengan anjuran medis mereka.

Secara demografis, usia ditemukan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan anjuran medis pada pasien HD. Usia muda berkorelasi kuat dengan ketidakpatuhan. Pasien HD yang berusia lebih muda cen derung tidak melakukan anjuran medis dibanding pasien yang lebih tua. Hal ini disebabkan pasien yang berusia lebih muda mengalami stres akibat terapi HD yang dijalani dianggap mengurangi kebebasan dan maturitas pasien. Jenis kelamin, lamanya pasien telah menjalani terapi HD, dan penyebab penyakit gagal ginjal terminal ditemukan tidak mempengaruhi kepatuhan pasien HD terhadap anjuran medis (Leggat, dkk., 1998).


(41)

Tabel 2.1Kerangka Berpikir Penelitian Ginjal

Bentuk terapi pengganti ginjal Kerusakan ginjal Gagal ginjal terminal

Transplantasi ginjal Hemodialisa Dialisa Peritonial

direkomendasikan

Kepatuhan pasien terhadap anjuran medis Anjuran medis pasien HD

Pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa


(42)

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan model penelitian kuantitatif deskriptif yang memungkinkan peneliti untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi sistematis dan akurat, serta untuk mendapatkan fakta dan karakteristik populasi atau bid ang kajian spesifik (Azwar, 2010 ). Model ini dipilih sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengumpulkan dan mengolah data -data yang berkaitan dengan kepatuhan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi HD terhadap anjuran medis yang diberikan.

A. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah kepatuhan pasien terhadap anjuran medis.

B. Definisi Operasional

Kepatuhan pasien adalah kemampuan pasien untuk mengingat dan memaknai dampak melalakukan empat anjuran medis pasien hemodialisa dan frekuensi pasien melakukan anjuran medis tersebut, yakni tidak membolos dan mempersingkat durasi terapi, membatasi konsumsi cairan, meminum obat sesuai resep secara teratur, serta tidak mengonsumsi makanan yang diinformasikan oleh staf medis.


(44)

Pasien yang patuh diukur dengan melalui dua komponen kepatuhan, yakni: a. Komponen kognitif: pasien yang patuh dapat mengingat anjuran m edis yang

direkomendasikan staf medis untuk ia lakukan dan mampu menjelaskan alasan pasien dianjurkan untuk melakukannya.

b. Komponen psikomotor: pasien yang patuh mampu melakukan anjuran medis sesuai dengan standar perilaku tertentu. Standar perilaku yang d igunakan dalam penelitian ini adalah standar yang dikemukakan oleh Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010) yaitu: tidak membolos dan mempersingkat durasi HD dalam sebulan, mampu membatasi konsumsi cairan setiap hari selama seminggu, mampu meminum obat sesuai resep selama seminggu, dan mampu tidak mengkonsumsi bahan makanan yang direkomendasikan tenaga medis pasien setiap hari selama seminggu .

Pengukuran terhadap komponen kepatuhan dilakukan dengan memodifikasi kuesioner ESRD -AQ yang dikonstruk oleh Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010). Peneliti memilih beberapa aitem dari kuesioner ESRD-AQ yang langsung mngukur komponen kepatuhan pasien.

Semakin tinggi skor subjek pada aitem -aitem yang mengukur komponen kognitif menunjukkan bahwa pasien semakin mampu mengingat dan menjelaskan anjuran medis yang dilakukannya. Tingginya skor pada komponen psikomotor menunjukkan semakin sering pasien melakukan anjuran medis yang sesuai dengan standar perilaku. Semakin tinggi skor subjek pada kom ponen kognitif dan psikomotor menunjukkan subjek semakin patuh terhadap anjuran medis yang direkomendiasikan.


(45)

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisa di kota Medan dengan karakteristik sebagai beikut: a. Pasien berusia minimal 18 tahun

Pasien yang berusia minimal di atas 18 tahun diharapkan mampu merawat diri secara mandiri (self-care). Pasien juga diharapkan mandiri dalam mengambil keputusan terkait terapi dan anjuran medis yang direkomendasikan (Kim, Evangelista, Philips, Linda, Pavlish, & Kopple, 2010) .

b. Pasien telah menjalani terapi HD setid aknya 3 bulan

Pasien gagal ginjal terminal diharuskan mengikuti terapi HD secara terus-menerus (continous), sedangkan penyakit gagal ginjal akut hanya mengharuskan pasien melakukan HD kurang -lebih selama 3 bulan (Kim, Evangelista, Philips, Linda, Pavlish, & Kopple, 2010).

c. Pasien rawat jalan

Penelitian ini dipusatkan pada pasien yang melakukan proses HD di rumah sakit/klinik, bukan pasien yang memiliki mesin HD dan mampu melakukan HD di rumah.

2. Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini melibatkan 75 orang pasien sebagai sampel penelitian. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik incidental, yakni teknik pengambilan sampel yang melibatkan subjek yang tersedia di lapangan ketika pengambilan data dilakuka n (Singh, 2006). Sampel penelitian


(46)

diambil dari tiga rumah sakit/klinik penyedia layanan hemodialisa, yaitu: RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi, dan KSGH Rasyida. Ketiga rumah sakit/klinik ini dipilih karena lokasi tersebut memiliki pasien HD t erbanyak di kota Medan. Hal ini dapat mempermudah peneliti dalam melakukan pengambilan data.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode self-report menggunakan kuesioner. Metode ini memiliki beberapa kelebihan dengan asumsi yaitu (Hadi, 2000):

a. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya

b. Hal yang diungkapkan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya

c. Interpretasi subjek tentang pernyataan -pernyataan yang diajukan sama dengan yang dimaksud oleh peneliti

Selain memiliki beberapa kelebihan, metode self-report juga memiliki beberapa kelemahan yaitu (Azwar, 2011):

a. Respon subjek terhadap aitem alat ukur dibatasi pilihan -pilihan jawaban sehingga pasien cenderung diminta untuk memilih satu pilihan jawaban yang belum tentu sesuai dengan kondisi subjek.

b. Respon subjek juga dipengaruhi kemampuan subjek memahami kalimat aitem.


(47)

c. Metode self-report tidak mampu menangkap kompleksitas, intensitas, atau individualitas fenomena yan g diteliti sehingga diperlukan studi kualitatif sebagai penelitian lanjutan.

d. Kesalahan pengukuran dapat berasal dari subjek sendiri.

e. Kesalahan pengukuran juga dipengaruhi situasi pengambilan data, seperti suasana ruangan pengambilan data, kondisi subjek ket ika mengisi kuesioner, dan sebagainya.

f. Respon subjek dipengaruhi oleh social desirabilitydan penerimaan sosial bila pernyataan aitem mendorong subjek memberikan jawaban sesuai kedua faktor tersebut.

Penelitian ini menggunakan alat ukur yang dimodifikasi d ari ESRD-AQ yang dikonstruk oleh Kim, Evangelista, Phillips, Linda, Pavlish, & Kopple (2010). ESRD-AQ merupakan kuesioner yang dirancang untuk mengukur kepatuhan pasien hemodialisa terhadap anjuran medis yang dipengaruhi oleh faktor kognitif, perilaku, sos iodemografis, dan psikososial. Kuesioner ini terdiri dari 46 aitem yang disusun dalam lima subtes, yaitu subtes yang mendata riwayat penyakit dan terapi yang dijalani pasien, subtes yang mengukur kepatuhan terhadap anjuran menjalani terapi HD, mengkonsumsi obat, membatasi cairan, dan mengawasi pola makan.

Perilaku patuh pasien terhadap anjuran menjalani terapi HD diukur dengan menghitung frekuensi pasien membolos dan mempersingkat durasi HD dalam sebulan. Karena pengukuran terhadap kepatuhan melakukan anjur an membatasi cairan, meminum obat, dan mengawasi pola makan diukur secara biologis, Kim,


(48)

Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010) mengadaptasi a item dari DDFQ (Vlaminck, dkk., 2001) untuk mengukur perilaku patuh pasien. Kim, Evangelista, Phillips, Pavlish, & Kopple (2010) mengukur perilaku patuh pasien dengan menghitung intensitas pasien mampu melakukan anjuran tersebut setiap hari selama satu minggu.

Validitas ESRD-AQ ukur ini dihitung dengan menggunakan uji Mann-Whitney U. Dalam proses pengambilan data, pasien yang telah setuju untuk menjadi partisipan diindentifikasi terlebih dahulu sebagai pasien yang patuh dan tidak patuh berdasarkan pengukuran biologis yang dilakukan secara berkala oleh tenaga medis. Hasil pengukuran dari ESRD -AQ kemudian dibandingkan antara kelompok partisipan yang patuh dan tidak patuh. Pengujian menunjukkan bahwa aitem komponen psikomotor ESRD -AQ dapat membedakan kelompok partisipan yang patuh dan tidak patuh, sedangkan aitem komponen kognitif tidak dapat membedakan kelompok partisipan yang patuh dan tidak patuh. Hal ini terjadi karena penglemopokkan partisipan berdasarkan kepatuhannya dilakukan menurut perilaku pasien bukan berdasarkan pemahaman pasien terhadap anjuran medis (Kim, Evangelista, Philips, Linda, Pavlish, & Koppl e, 2010).

Uji reliabilitas ESRD-AQ dilakukan dengan teknik test-retest dengan interval waktu dua hari. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa terdapat stabilitas yang kuat antara skor yang diperoleh pasien diantara dua administrasi alat ukur (Kim, Evangelista, Philips, Linda, Pavlish, & Kopple , 2010).


(49)

Modifikasi alat ukur ESRD -AQ dilakukan dimana peneliti hanya mengambil 14 aitem yang mengukur komponen kognitif dan psikomotor, serta subtes sosiodemografis yang dimodifikasi menjadi data kontrol pada alat ukur yang baru, yakni Kuesioner Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa terhadap Anjuran Medis. Kuesioner hasil modifikasi selengkapnya dilampirkan pada Lampiran 2. Blueprint alat ukur baru hasil modifikasi disajikan pada Lampiran 1 .

Sistem skoring yang digunakan pada kuesioner modifikasi terdiri dari dua bagian karena kuesioner mengukur dua komponen yang berbeda cara skoringya. Komponen kognitif terdiri dari 4 aitem dimana setiap aitem memiliki empat pilihan jawaban dengan nilai skor mulai 1 hingga 4, yakni “sangat penting” (skor 4), “penting” (skor 3), “kurang penting” (skor 2), dan “tidak penting” (skor 1). Komponen psikomotor terdiri dari enam aitem dengan cara skoring yang berbeda pada tiap aitemnya. Skoring aitem komponen psiko motor dijabarkan pada tabel 3.1.

4. Uji Coba Alat Ukur

Pengujian alat ukur dilakukan dengan menguji validitas dan reliabilitas alat ukur. Pengujian ini diperlukan agar hasil peneliti dapat dipercaya (Azwar, 2010).


(50)

Tabel 3.1Skoring Aitem-Aitem Komponen Psikomotor

Nomer aitem Pilihan jawaban Nilai skor

2a

Tidak pernah 300

Satu kali 200

Dua kali 100

Tiga kali 50

Empat kali atau lebih 0

3a

Tidak pernah 200

Satu kali 150

Dua kali 100

Tiga kali 50

Empat kali atau lebih 0

3b

Tidak pernah 100

Kurang dari 10 menit 75

11-20 menit 50

21-30 menit 25

Lebih dari 31 menit 0

5-6

Tidak pernah 200

Jarang sekali 150

3-4 kali seminggu 100

Hampir tiap hari 50

Setiap hari 0

7a, 9a

Setiap hari 200

5-6 hari seminggu 150

3-4 hari seminggu 100

1-2 hari seminggu 50

Tidak pernah 0

a) Validitas Alat Ukur

Uji validitas dilakukan agar dapat mengetahui ketepatan dan kecermatan fungsi alat ukur sesuai dengan tujuan pengukuran yang dikehendaki (Azwar, 2010). Penelitian ini menggunakan validitas isi yang diuji dengan penilaian profesional (professional judgement) dari pihak yang dianggap ahli atau menguasai konstruk yang hendak diukur. Selain itu, validitas muka juga perlu diuji untuk menilai tatanan bahasa ait em dalam kuesioner. Dalam penelitian ini, penilaian validitas isi dan muka dilakukan oleh dosen pembimbing.


(51)

b) Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur dilakukan dalam satu kali pengambilan data (single trial administration) dengan menggunakan uji konsi stensi internal alpha Cornbach. Reliabilitas alat ukur yang baik ditunjukkan dengan nilai koefisien yang positif dan mendekati angka 1 (Azwar, 2010).

c) Hasil Pengujian Alat Ukur

Pengambilan data guna melakukan pengujian alat ukur yang telah dimodifikasi melibatkan sebanyak 50 orang pasien dari ketiga lokasi pengambilan data yang telah diuraikan sebelumnya. Hasil pengujian terhadap reliabilitas alat ukur menemukan bahwa nilai reliabilitas alat ukur pada subtes kognitif sebesar 0,678 dan subtes psikomotor s ebesar 0,486.

Nunnally (dalam Finchilescu, 2003) menyatakan bahwa nilai reliabilitas alphapada alat ukur yang digunakan untuk penelitian setidaknya mencapai angka 0,70. Mengacu pada nilai tersebut, nilai reliabilitas pada al at ukur ini tergolong rendah. Penyebab rendahnya nilai reliabilitas ini adalah sedikitnya jumlah aitem dalam alat ukur dan melibatkan subjek dalam jumlah yang sedikit.

5. Prosedur Penelitian a) Persiapan Penelitian

Pertama, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan alat ukur yang digunakan. ESRD-AQ terlebih dahulu dialihbahasakan dalam bahasa Indonesia. Proses penerjemahan dilakukan dalam dua kali; penerjemahan pertama dilakukan dengan menerjemahkan altem asli menjadi bahasa Indonesia, dan penerjemahan


(52)

Inggris. Aitem-aitem kemudian disusun berdasarkan tatanan bahasa yang diperoleh dengan mempertimbangkan hasil pengujian dalam dua tahap tersebut. Pada lembar identitas kuesioner , peneliti melakukan modifikasi dengan menambahkan beberapa kondisi demografis yang tidak terdapat pada kuesioner asli (ESRD-AQ) seperti pengalaman pasien mengikuti pengobatan alternatif dan lama subjek telah menjalani hemodialisa.

Alat ukur yang sudah diadaptasi dalam bahasa Indonesia kemudian diujikan pada 50 orang pasien. Hasil uji coba terhadap alat ukur ini kemudian menunjukkan bahwa adanya masalah dalam penerjemahan beberapa aitem dalam alat ukur sehingga menimbulkan efek leading. Efek ini mengarahkan pasien untuk menjawab aitem pada arahan terten tu. Hal ini terjadi pada aitem -aitem yang mengukur frekuensi atau intensitas, seperti aitem nomor 1 yang mengukur intensitas pentingnya anjuran menjalani HD bagi pasien.

Merujuk pada hal di atas, peneliti kemudian memperbaiki kembali tatanan bahasa dalam aitem-aitem untuk menghilangkan efek leading tersebut. Peneliti kemudian mempertimbangkan untuk memodifikasi alat ukur hasil adaptasi dengan mengurangi jumlah aitem dari 46 menjadi 14 aitem.

Seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa Kim, Evangeli sta, Phillips, Pavlish, dan Kopple (2010) mengkonstruk alat ukur ESRD -AQ menurut empat faktor, yakni kognitif, perilaku (psikomotor), sosiodemografis, dan psikososial. Pengukuran tingkat kepatuhan sendiri didasarkan pada skor pasien dalam aitem-aitem komponen kognitif dan psikomotor, sedangkan aitem -aitem yang mengukur kepatuhan pasien dari komponen psikososial dan sosiodeografis


(53)

merupakan aitem yang bersifat pendataan dan tidak diikutsertakan dalam skoring untuk mengukur tingkat kepatuhan pasien. Hal ini k emudian menjadi salah satu pertimbangan peneliti untuk memodifikasi alat ukur ESDR -AQ dengan hanya menggunakan 14 aitem yang mengukur komponen kognitif dan psikomotor kepatuhan.

Pertimbangan kedua dari modifikasi alat ukur adalah dari segi masalah teknis. Dalam pengujian alat ukur, peneliti menemui beberapa kendala yang menghambat proses pengambilan data. Jumlah aitem yang banyak membuat peneliti juga memerlukan waktu lebih lama dalam mengumpulkan data dari tiap pasien. Kondisi ini juga dianggap tenaga medi s setempat dapat menganggu jalannya proses terapi hemodialisa. Mengurangi jumlah aitem dalam alat ukur membuat proses pengambilan data memakan waktu yang lebih sedikit sehingga tidak mengganggu proses hemodialisa. Kemudian peneliti melakukan uji coba alat ukur hasil modifikasi dengan melibatkan 50 orang pasien yang berbeda dengan pasien yang dilibatkan pada proses uji coba yang pertama.

Kedua, peneliti mengurus perizinan untuk melakukan penelitian pada ketiga lokasi yang diuraikan sebelumnya. Pada tahap ini peneliti mengalami kendala dengan lambatnya proses perizinan di salah satu lokasi sehingga peneliti membutuhkan waktu 1 bulan lebih untuk akhirnya mendapatkan izin melakukan pengambilan data.


(54)

b) Pelaksanaan Penelitian

Dengan menggunakan alat ukur yang telah dimodifikasi, peneliti melakukan pengambilan data untuk dianalisis dengan melibatkan 75 orang pasien HD yang berbeda dengan pasien yang dilibatkan untuk pengujian alat ukur.

c) Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah peneliti selesai melakukan peng ambilan data. Dalam proses ini, peneliti dibantu dengan perangkat lunak SPSS for Windows ver. 17.0

6. Metode Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan metode statistik yang memiliki beberapa kelebihan, yaitu (Hadi, 2000):

a. Statistik bekerja dengan angka b. Objektif

c. Universal; dapat digunakan pada semua bidang

Metode ini tentu saja tidak terlepas dari beberapa kelemahan, yakni (Hadi, 2000): a. Tingkah laku, perilaku, dan sikap selalu disimbolkan dengan angka

b. Pengukuran dibatasi oleh angka, simbol, dan rumus yang digunakan

Mempertimbangkan kekurangan dan kelebihannya, peneliti menggunakan metode statistik untuk mempermudah peneliti dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan.

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa terdapat cara skoring yang berbeda pada aitem komponen kognitif dan psikomotor. Karena itu, standardisasi skor perlu dilakukan agar skor total dan kategorisasi subjek dapat diperoleh (Azwar, 2013).


(55)

Skor standar T digunakan dalam penelitian ini dengan nilai rerata sebesar 50 dan standar deviasi sebesar 10.

Uji normalitas terlebih dulu dilakukan pada kedua komponen sebelum melakukan kategorisasi skor subjek. Bila hasil pengujian menunjukkan data terdistribusi secara normal, kategorisasi skor dilakukan berdasarkan model distribusi normal dengan menggunakan kriteria sebagai berikut (Azwar, 2013).

x < (µ -1,0 σ) kategori rendah (µ-1,0 σ) ≤ x < (µ+1,0 σ) kategori sedang

(µ+1,0 σ) ≤x kategori tinggi

Bila hasil pengujian menunjukkan data tidak terdistribusi normal, kategorisasi skor dilakukan berdasarkan signifikansi perbedaan dengan kriteria sebagai berikut (Azwar, 2013).

µ - t(α/2, n-1)(s/n)≤ x ≤µ + t(α/2, n-1)(s/n)

ket:

X : Skor yang didapatkan oleh subjek µ :Meanhipotetik

σ : Standar deviasi hipotetik

t(α/2, n-1): harga kritis t pada taraf signifikansi α/2 dan derajat kebebasan n-1

s :deviasi standar skor n : banyaknya subjek

Setelah penyebaran skor subjek pada dua komponen diperoleh, kategori subjek pada kedua komponen akan dikombinasikan agar diperoleh kategorisasi subjek berdasarkan tingka t kepatuhannya yang dijabarkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2Kriteria Kategorisasi Kepatuhan Subjek

Komponen Psikomotor

Rendah Sedang Tinggi

Kognitif

Rendah Tidak patuh Tidak patuh Tidak patuh

Sedang Tidak patuh Patuh Patuh


(56)

Tabel 3.2 di atas dapat dilihat bahwa kelompok tidak patuh terdiri dari subjek yang memiliki tingkat kognitif dan/atau psikomotor rendah; kelompok patuh terdiri dari subjek dengan tingkat kognitif dan/atau psikomotor sedang; dan kelompok sangat patuh terdiri dari subjek dengan tingkat kognitif dan psikomotor tinggi.


(57)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 75 orang pasien HD yang telah memenuhi karakteristik sampel untuk menjadi subjek penelitian. Berikut ini disajikan gambaran penyebaran subjek berdasarkan faktor demografis.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dijabarkan pada tabel 4.1. Dapat dilihat bahwa subjek penelitian didominasi oleh pasien laki -laki.

Tabel 4.1Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)

Laki-laki 46 61,33%

Perempuan 29 38,67%

TOTAL 75 100%

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Penyebaran subjek berdasarkan usia dijabarkan pada tabel 4.2. Dapat dilihat bahwa subjek penelitian lebih banyak melibatkan pasien berusia 40 -60 tahun.

Tabel 4.2Gambaran Subjek Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia Jumlah Presentase (%)

Dewasa awal (20-40 tahun) 20 26,7

Dewasa madya (40-60 tahun) 45 60

Lansia (di atas 60 tahun) 10 13,3


(58)

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Menjalani Terapi HD

Subjek penelitian melibatkan pasien yang telah menjalani HD selama minimal 3 bulan dan maksimal 109 bulan. Penyebaran subjek berdasarkan lama menjalani terapi HD dijabarkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Menjalani Terapi HD

Lama HD Jumlah Presentase (%)

1-15 bulan 31 41,3%

16-30 bulan 14 18,7%

31-45 bulan 12 16%

46-60 bulan 7 9,3%

61-75 bulan 4 5,3%

76-90 bulan 3 4%

91-115 bulan 4 5,3%

TOTAL 75 100%

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa subjek penelitian lebih banyak melibatkan pasien yang telah menjalani terapi HD selama 1 -15 bulan.

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Pengalaman Menjalani Pengobatan Alternatif

Penyebaran subjek berdasarkan pernah -tidaknya subjek menjalani pengobatan alternatif selain HD dijabarkan pada tabel 4.4. Dapat dilihat bahwa subjek penelitian didominasi oleh pasien yang belum pernah menjalani pengobatan alternatif.

Tabel 4.4

Gambaran Subjek Berdasarkan Pengalaman Menjalani Pengobatan Alternatif

Pengobatan Alternatif Jumlah Presentase (%)

Belum pernah 58 77,33%

Pernah, namun telah berhenti 15 20%

Ya, sampai sekarang 2 2,67%


(59)

5. Gambaran Subj Pendataan penyeb diabetes melitus, hiperte yang menderita gagal gin menderita gagal ginjal k gagal ginjal terminal yan Diagram 4.1Ga

6. Gambaran Subj Jenjang pendidi SMU/sederajat, D3, S1, latar belakang pendidika belakang pendidikan s berdasarkan jenjang pend

0 diabetes meitus

hipertensi kerusakan ginjal sering minum obat

batu ginjal keracunan kehamilan

sindrom nefrotik radang ginjal keracunan ginjal asam urat kecelakaan tidak tahu tidak diberitahu

bjek Berdasarkan Penyebab Gagal Ginjal Term nyebab penyakit gagal ginjal subjek dibagi dalam ti

rtensi, dan penyakit lainnya. Terdapat lebih bany ginjal karena penyakit hipertensi. Sebanyak 22 ora l karena penyakit lainnya. Secara rinci, penyebab ang dialami subjek diuraikan pada diagram 4.1 ber

Gambaran Subjek Berdasarkan Penyebab Gagal Ginja

bjek Berdasarkan Jenjang Pendidikan

ndidikan subjek dibagi dalam empat kategor 1, dan S2. Subjek penelitian lebih banyak yang kan SMU/sederajat. Terdapat 16 pasien yang mem n selain keempat pilihan di atas. Penyebara pendidikan dijabarkan pada diagram 4.2 berikut.

9 2 4 2 1 1 1 1 1 1 1 1

0 10 20 30 40

diabetes meitus hipertensi kerusakan ginjal sering minum obat

batu ginjal keracunan kehamilan sindrom nefrotik radang ginjal keracunan ginjal asam urat kecelakaan tidak tahu tidak diberitahu rminal tiga, yakni nyak subjek orang subjek

ab penyakit berikut.

nja l

gori , yakni ng memiliki

emiliki latar ran subjek

44


(60)

Kelompok Suku Bangsa Jumlah Presentase (%)

Batak 50 66,7

Jawa 13 17,3

Tionghoa 3 4

Nias 3 4

Padang 2 2,7

Lainnya 4 5,3

Total 75 100

28 11

20 0

6 5 2 1 1 1

SMU/sederajat D3 S1 S2 SD SMP D1 D2 Kebidanan Tidak sekolah


(61)

B. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data pene litian yang diperoleh peneliti dengan menggunakan uji normalitas Kolomogorov-Smirnov. Hasil pengujian dijabarkan pada tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6Hasil Uji Normalitas

Komponen Sig. Keterangan

Kognitif 0,000 Sebaran data tidak normal

Psikomotor 0,000 Sebaran data tidak normal

Distribusi data dikatakan normal bila nilai p > 0,05. Pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa pada kedua komponen nilai signifikansi p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data penelitian tidak terdistribusi secara normal. Karena sebaran data tidak normal, kategorisasi skor subjek menggunakan signifikansi perbedaan.

2. Kategorisasi Kepatuhan Subjek terhadap Anjuran Medis

Standardisasi dilakukan terhadap skor subjek pada komponen kognitif dan psikomotor dengan cara mengubah skor mentah subjek menjadi skor T. Kategorisasi skor subjek dilakukan sesuai dengan interval kategori jenjang yang diuraikan pada bagian sebelumnya. Hasil kategorisasi skor subjek pada kedua komponen diuraikan pada tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7Hasil Kategorisasi Komponen Kognitif dan Psikomotor Komponen Rentang Skor Kategori Frekuensi

(n)

Presentase

(%) Total

Kognitif

x < 48,01 Rendah 43 57,3

75 (100%)

48,01≤ x ≤51,99 Sedang 0 0

x > 51,99 Tinggi 32 42,7

Psikomotor

x < 48,01 Rendah 20 26,7

75 (100%)

48,01≤ x ≤51,99 Sedang 17 22,7


(62)

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa pada kategori kognitif, jumlah subjek lebih banyak berada dalam kategori tinggi dan tidak ada subjek yang berada dalam kategori sedang. Pada komponen psikomotor terdapat lebih banyak subjek yang berada dalam kategori rendah.

Gambaran kategorisasi kepatuhan subjek terhadap anjuran medis didapatkan dengan mengombinasikan kategori skor subjek yang diperoleh pada tabel 4.7 dengan menggunakan norma yang tertera pada tabel 3.1. Kepatuhan pasien dikategorikan dalam tiga jenjang, yakni sangat patuh, patuh, dan tidak patuh. Hasil kategorisasi kepatuhan subjek terhadap anjuran medis dijabarkan pada tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8Kategorisasi Subjek Berdasarkan Tingkat Kognitif dan Psikomotor

Komponen Psikomotor Total

Rendah Sedang Tinggi

Kognitif

Rendah 10 11 22 43

Sedang 0 0 0 0

Tinggi 10 6 16 32

Total 20 17 38 75

Keterangan: Tidak patuh Patuh Sangat patuh

Tabel 4.8 menjabarkan bahwa kombinasi kategori skor kognitif dan psikomotor subjek menghasilkan enam profil subjek. Pasien yang tidak patuh diindentifikasi sebagai pasien yang memiliki tingkat pemahaman rendah -frekuensi perilaku rendah, pemahaman rendah -frekuensi perilaku sedang, pemahaman rendah-frekuensi perilaku tinggi, dan tingkat pemahaman tinggi -frekuensi perilaku rendah. Pasien yang patuh diidentifikasi memiliki tingkat pemahaman tinggi dan frekuensi perilaku sedang. Sementara pasien yang sangat patu h


(63)

53

6 16

0 20 40 60


(1)

Identitas dan Data Mentah Subjek Penelitian

Subjek Jenis kelamin

Usia (thn)

Suku

bangsa Pendidikan

Lama HD (bulan)

Penyebab HD

Pengobatan alternatif

Kategori kognitif

Kategori psikomotor

Kategori kepatuhan

1 pria 38 karo SMU atau

sederajat

72 hipertensi pernah namun telah berhenti

rendah rendah tidak patuh

2 pria 58 toba S1 61 hipertensi belum pernah rendah rendah tidak

patuh

3 pria 47 toba SMU atau

sederajat

11 hipertensi belum pernah sedang rendah tidak patuh

4 pria 51 toba S1 3 hipertensi belum pernah sedang rendah tidak

patuh

5 pria 56 toba SMU atau

sederajat

24 hipertensi belum pernah rendah rendah tidak patuh

6 pria 61 simalu

ngun

D3 35 alasan

lainnya

belum pernah sedang rendah tidak patuh

7 pria 73 mandai

ling

S1 12 diabetes

melitus

belum pernah tinggi rendah tidak patuh

8 pria 42 banten SMU atau

sederajat

8 hipertensi pernah namun telah berhenti

sedang rendah tidak patuh

9 pria 49 karo S1 88 hipertensi belum pernah rendah rendah tidak

patuh

10 pria 49 toba SMU atau

sederajat

4 hipertensi belum pernah sedang rendah tidak patuh

11 pria 31 toba lainnya 5 hipertensi belum pernah tinggi rendah tidak

patuh


(2)

patuh

13 pria 64 simalu

ngun

lainnya 36 hipertensi pernah namun telah berhenti

tinggi rendah tidak patuh

14 pria 45 toba D3 11 hipertensi belum pernah tinggi rendah tidak

patuh

15 pria 32 toba SMU atau

sederajat

12 hipertensi belum pernah tinggi rendah tidak patuh

16 pria 43 tiongh

oa

SMU atau sederajat

5 alasan

lainnya

belum pernah tinggi rendah tidak patuh

17 pria 59 mandai

ling

lainnya 72 alasan

lainnya

belum pernah tinggi rendah tidak patuh

18 pria 58 pakpak SMU atau

sederajat

89 alasan

lainnya

belum pernah tinggi rendah tidak patuh

19 pria 45 nias D3 37 hipertensi pernah namun

telah berhenti

tinggi rendah tidak patuh

20 pria 54 karo lainnya 12 diabetes

melitus

belum pernah rendah tinggi tidak patuh

21 pria 44 tiongh

oa

S1 74 alasan

lainnya

belum pernah rendah tinggi tidak patuh

22 pria 47 jawa lainnya 10 alasan

lainnya

belum pernah rendah tinggi tidak patuh

23 pria 51 ambon S1 6 diabetes

melitus

belum pernah rendah tinggi tidak patuh

24 pria 54 jawa SMU atau

sederajat

4 alasan

lainnya

belum pernah sedang rendah tidak patuh

25 pria 28 jawa S1 26 hipertensi pernah namun

telah berhenti

sedang rendah tidak patuh


(3)

sederajat patuh

27 pria 40 padang SMU atau

sederajat

29 hipertensi pernah namun telah berhenti

tinggi rendah tidak patuh

28 pria 40 karo S1 11 hipertensi ya, sampai

sekarang

tinggi rendah tidak patuh

29 pria 22 mandai

ling

SMU atau sederajat

43 alasan

lainnya

belum pernah tinggi rendah tidak patuh

30 pria 35 mandai

ling

SMU atau sederajat

23 hipertensi belum pernah tinggi rendah tidak patuh

31 pria 78 toba SMU atau

sederajat

3 diabetes

melitus

belum pernah tinggi rendah tidak patuh

32 pria 58 karo S1 30 alasan

lainnya

belum pernah tinggi rendah tidak patuh

33 pria 43 toba S1 60 hipertensi belum pernah tinggi rendah tidak

patuh

34 pria 53 karo S1 49 hipertensi belum pernah tinggi rendah tidak

patuh

35 pria 24 nias SMU atau

sederajat

13 hipertensi belum pernah sedang tinggi tidak patuh

36 pria 55 tapanul

i

SMU atau sederajat

6 hipertensi pernah namun telah berhenti

rendah tinggi patuh

37 pria 29 toba S1 41 hipertensi pernah namun

telah berhenti

tinggi tinggi tidak patuh

38 pria 38 simalu

ngun

S1 19 alasan

lainnya

belum pernah sedang rendah sangat patuh

39 pria 42 mandai

ling

SMU atau sederajat

5 diabetes

melitus

belum pernah rendah rendah tidak patuh


(4)

sederajat patuh 41

pria 36 batak

angkol a

SMU atau sederajat

11 hipertensi pernah namun telah berhenti

sedang rendah tidak patuh

42 pria 52 tapanul

i

SMU atau sederajat

25 hipertensi belum pernah rendah rendah tidak patuh

43 pria 29 toba SMU atau

sederajat

30 alasan

lainnya

ya, sampai sekarang

rendah rendah tidak patuh

44 pria 40 toba SMU atau

sederajat

9 hipertensi pernah namun telah berhenti

rendah rendah tidak patuh

45 pria 48 melayu D3 102 hipertensi pernah namun

telah berhenti

tinggi rendah tidak patuh

46 pria 63 jawa SMU atau

sederajat

37 alasan

lainnya

belum pernah tinggi rendah tidak patuh 47 wanita 37 simalu

ngun

SMU atau sederajat

98 hipertensi belum pernah tinggi rendah tidak patuh

48 wanita 31 mandai

ling

S1 36 alasan

lainnya

belum pernah rendah tinggi tidak patuh

49 wanita 44 jawa D3 12 hipertensi belum pernah rendah tinggi tidak

patuh

50 wanita 46 karo D3 39 hipertensi belum pernah rendah tinggi tidak

patuh

51 wanita 76 batak

tapsel

D3 93 alasan

lainnya

belum pernah sedang rendah tidak patuh

52 wanita 66 mandai

ling

S1 49 diabetes

melitus

belum pernah rendah rendah tidak patuh

53 wanita 58 jawa lainnya 6 alasan

lainnya

belum pernah sedang tinggi tidak patuh


(5)

54 wanita 52 jawa lainnya 24 alasan lainnya

belum pernah sedang tinggi patuh

55 wanita 52 jawa lainnya 36 hipertensi pernah namun

telah berhenti

sedang tinggi patuh

56 wanita 35 tiongh oa

SMU atau sederajat

12 hipertensi belum pernah sedang tinggi patuh

57 wanita 37 karo lainnya 24 hipertensi belum pernah tinggi tinggi patuh

58 wanita 34 toba D3 109 hipertensi pernah namun

telah berhenti

rendah tinggi sangat

patuh

59 wanita 29 batak

tapsel

lainnya 26 diabetes

melitus

belum pernah rendah tinggi tidak patuh

60 wanita 53 batak

taput

S1 48 hipertensi belum pernah tinggi tinggi tidak

patuh

61 wanita 57 melayu S1 5 alasan

lainnya

belum pernah sedang tinggi sangat patuh

62 wanita 49 toba S1 12 hipertensi pernah namun

telah berhenti

tinggi tinggi patuh

63 wanita 64 sunda lainnya 20 hipertensi pernah namun telah berhenti

tinggi tinggi sangat

patuh

64 wanita 52 jawa D3 39 hipertensi belum pernah tinggi tinggi sangat

patuh

65 wanita 37 karo D3 4 alasan

lainnya

belum pernah tinggi tinggi sangat patuh

66 wanita 31 toba D3 33 hipertensi belum pernah tinggi tinggi sangat

patuh 67 wanita 56 simalu

ngun

lainnya 81 alasan

lainnya

belum pernah tinggi tinggi sangat patuh


(6)

patuh

69 wanita 51 toba S1 32 alasan

lainnya

belum pernah tinggi tinggi sangat patuh

70 wanita 47 toba lainnya 46 hipertensi belum pernah tinggi tinggi sangat

patuh

71 wanita 45 karo SMU atau

sederajat

7 hipertensi belum pernah tinggi tinggi sangat patuh

72 wanita 41 karo SMU atau

sederajat

57 alasan

lainnya

belum pernah tinggi tinggi sangat patuh 73 wanita 53 minang SMU atau

sederajat

19 diabetes

melitus

belum pernah tinggi tinggi sangat patuh

74 wanita 67 toba lainnya 5 diabetes

melitus

belum pernah tinggi tinggi sangat patuh

75 wanita 47 jawa lainnya 49 alasan

lainnya

belum pernah rendah rendah sangat patuh