Indeks Keanekaragaman H’ dan Keseragaman E Makrozoobentos.

memiliki kandungan organik yang lebih rendah karena partikel yang lebih halus tidak dapat mengendap.

4.1.3. Indeks Keanekaragaman H’ dan Keseragaman E Makrozoobentos.

Berdasarkan analisa data didapatkan nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan Keseragaman E makrozoobentos pada masing-masing stasiun seperti terlihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan Keseragaman E Makrozoobentos pada Masing - Masing Stasiun Penelitian. STASIUN INDEKS I II III IV Keanekaragaman H’ 1,5286 1,0912 1,1377 0,4886 Keseragaman E 0,234 0,109 0,524 0,734 Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman H’ yang didapatkan pada keempat stasiun penelitian berkisar antara 0,4886–1,5286. Nilai indeks keanekaragaman H’ tertinggi terdapat pada stasiun I yakni sebesar 1,5286. Brower et. al 1990, hlm : 52 menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner H’ yang terendah terdapat pada stasiun IV, yakni sebesar 0,4886. Rendahnya nilai indeks keanekaragaman ini dikarenakan melimpahnya jumlah dari Thiara sp 1, sehingga menyebabkan penyeba ran jumlah dari individu pada tiap spesiesnya tidak merata. Menurut Odum 1994, keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenis tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya rendah. Dan berdasarkan Indeks Diversitas Shannon – Wiener H’ dari makrozoobentos pada masing-masing Lidya Christina Br. Tarigan :Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Danau Lau Kawar Desa Kuta Gugung Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 lokasi penelitian yang diamati, dapat dibuat klasifikasi derajat pencemaran lingkungannya. Menurut Sastrawijaya 1991, hlm : 83 menyatakan bahwa klasifikasi derajat pencemaran air berdasarkan indeks diversitas dapat digolongkan sebagai berikut : H’ 1,0 : Tercemar Berat H’ = 1,0 – 1,6 : Tercemar Sedang H’ = 1,6 – 2,0 : Tercemar Ringan H’ 2,0 : Tidak Tercemar Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka berdasarkan data yang diperoleh stasiun I, II dan III termasuk kedalam kelompok perairan yang tercemar sedang berdasarkan pada indeks diversitasnya yakni 1,5286, 1,0912 dan 1,1377 sedangkan stasiun IV tergolong perairan yang tercemar berat dengan nilai indeks diversitasnya yakni 0,4886. Nilai Indeks Keseragaman E yang diperoleh dari IV stasiun penelitian berkisar antara 0,109-0,734. Indeks Keseragaman yang tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 0,734 dan terendah pada stasiun II sebesar 0,109. Pada stasiun IV jumlah spesies dari masing-masing genus yang diperoleh tidak ada yang mendominasi, sedangkan pada stasiun II terdapat genus yang jumlahnya sedikit dan terdapat spesies yang jumlahnya mendominasi yaitu Thiara sp1. Menurut Krebs 1985 nilai Indeks Keseragaman E berkisar antara 0–1. Jika nilai indeks keseragaman mendekati 0 berarti keseragamannya rendah karena ada jenis yang mendominasi. Bila nilai mendekati 1, maka keseragaman tinggi dan menggambarkan tidak ada jenis yang mendominasi sehingga pembagian jumlah individu pada masing-masing jenis sangat seragam atau merata.

4.2. Parameter Fisik – Kimia Perairan