Konsistensi Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Penanaman Modal di Indonesia

d. Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak memihak tercermin dalam susunan komisi AMDAL e. AMDAL bersifat terbuka terkecualimenyangkut rahasia Negara oleh karena itu mesyarakat secara luas harus diberitahukan mengenai hasil AMDAL ini. f. Keputusan tentang AMDAL harus tertulis dengan mengemukakan dasar pertimbangan pengambilan keputusan dokumen RKL dan RPL serta keputusan mengenai hal ini merupakan keputusan yang sangat penting dalam hal p-enegakan hukum. g. Pelaksanaan AMDAL yang telah disetujui harus dipantau secara terus- menerus. h. Penempatan AMDAL dilaksanakan dalam rangka Kebijakan Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup. i. Untuk penerapan AMDAL dibutuhkan aparat yang memadai.

E. Konsistensi Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Penanaman Modal di Indonesia

Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN yang menjadi arah kebijaksanaan penanaman modal di tetapkan bahwa penanaman modal dimungkinkangkan pelaksanaannya di Indonesia dengan memenuhi berbagai persyaratan-persyaratan tertentu. Di samping itu, penanaman modal diarahkan untuk memperkuat tumbuhnya ekonomi nasional dalam rangka mendukung Universitas Sumatera Utara tercapainyatujuan pembangunan nasional. 96 Hal tersebut sejalan dengan uraian Sunaryati hartono yang mengatakan bahwa suatu pembahasan mengenai penanaman modal asing tidak dapat dilihat terlepas dari peranannyadi dalam pembangunan ekonomi dan rencana pembangunan economic planning karena penanamam modal asing hanya sebagai salah satu faktor saja dalam pembangunan ekonomi. 97 Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi pokok masing-masing instansi dan juga dapat ditimbulkan oleh Permasalahan daya saing investasi di Indonesia adalah inkonsistensi kebijakan, pengaturan, dan implementasi investasi, dimana mengenai tugas dan fungsi pokok Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM, apakah sebagai one stop service centre dalam pelayanan perizinan dan fasilitas investasi ataukah hanya sebagai badan promosi investasi ? kondisi ini tidak hanya merupakan inkonsistensi, tetapi juga mencerminkan ketidakpastian yang membingungkan investor atau calon investor. Disamping itu, juga rendahnya koordinasi diantara lembaga terkait baik antara sesama lembaga maupun antara instansi pemerintah pusat dan daerah, dimana mereka cenderung bertindak secara sektoral dan kadang-kadang mengundang kontroversi dan banyaknya kebijakan yang tidak relatif dalam implementasi serta terjadi kesenjangan antara kata dan perilaku aparatur pemerintah yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terutama dunia usaha. 96 Aminuddin Ilmar, Op Cit, hal 36. 97 Sunaryati hartono, Beberapa Masalah Transnasionaldalam Penanaman Modal Asing PMA DI Indonesia, Bandung: Bina Cipta 1970, hal.1. Universitas Sumatera Utara mekanisme koordinasi yang tidak berjalan baik. Seringkali terjadi kegagalan dalam koordinasi disebabkan oleh adanya pertimbangan subjektif yang berlatar belakang kepentingan politis dan ekonomi. Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi agar dapat menarik masuknya ke Indonesia sebanyak mungkin, kelemahaan koordinasi antara instansi terkait tersebut perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi kelembagaan baik di tingkat pusat maupum daerah ditingkat daerah. Disamping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh reformasi terhadap aparatur negara civil service reform serta reformasi pelayanan publik public sevice reform. Koordinasi yang harmonis di antara instansi yang berkaitan dengan efektivitas sistem hukum akan dapat berjalan dengan baik apabila ada kejelasan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari masing-masing institusi. Sehingga tidak terjadi duplikasi dan bahkan konflik. Hal ini karena fungsi koordinasi adalah menyangkut kejelasan pola pelayanan terpadu serta pembagian kerja dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan mekanisme koordinasi yang dipahami dan mengikat bagi instansi terkait, misalnya menyangkut masalah promosi investasi, perizinan, fasilitas investasi dan lain-lain. Dari segi kepentingan investor, tertibnya koordinasi diantara instansi- instansi terkait akan memberikan kejelasan kepastian dalam pemenuhan kewajiban mereka dan menciptakan efisiensi berusaha, dimana hal ini tentunya memberikan dampak yang positif bagi iklim investasi. Penerbitan koordinasi Universitas Sumatera Utara kelembagaan mencakup aspek : sinkronisasi wewenang dan tingkatkan kerja sama antarlembaga. Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 mengatur koordinasi dan kebijakan Penanaman Modal yang termuat dalam Bab XII, pasal 27 yang menyatakan bahwa : 1 pemerintah mengoordianasikan kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi pemerintah, antara instansi pemerintah dengan Bank Indonesia, antara instansi pemerintah dengan daerah, maupun antarpemerintah daerah. 2 Koordinasi kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh BKPM 3 BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggungjawab kepada presiden. 4 Kepala BKPM sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Dari ketentuan ayat 1 tersebut, dalam rangka investasi, pemerintah mengoordinasikan kebijakan penanaman modal, baik antarinstansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, pemerintah dengan daerah maupun antarpemerintah daerah. Koordinasi tersebut sangat diperlukan mengingat dalam rangka reformasi, terdapat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor Universitas Sumatera Utara 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kebijakan tersebut telah mengubah penyelenggaraan pemerintahan, dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi yang meliputi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah kecuali, politik luar negeri, pertahanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan kewenangan lainnya serta perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Sejak diterapkan kebijakan desentralisasi dam otonomi daerah tersebut, ternyata masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan yang secara tidak langsung maupu langsung sangat berpengaruh terhadap investasi yaitu terhadap birokrasi perizinan penanaman modal. Permasalahan yang dijumpai sebagaimana yang dalam RPJMN tahun 2004-2009 mengenai revitalisasi desentralisasi dan otonomi daerah adalah : 1 belum jelasnya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah; 2 berbedanya persepsi para pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi dan otonami daerah; 3 masih rendahnya kerjasama antarinstansi pemerintah; 4 belum terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif dan efisien; 5 masuh terbatas dan rendahnya kapasitas pemerintah daerah; 6 masih terbatas kapasitas keuangan daerah 7 pembentukan daerah otonom baru pemekaran wilayah yang masih belum sesuai dengan tujuannya. Universitas Sumatera Utara Permasalahan desentralisasi dan otonomi daerah pemerintah daerah tersebut sangat erat pengaruhnya terhadap masuknya investasi di Indonesia mengingat dalam Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, pemerintah menerapkan pelayanan terpadu satu pintu dalam pemberian perizinan penanaman modal yang bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan Selanjutnya, dalam ketentuan pasal 26 ayat 2 dikatakan bahwa pelayanan terpadu satu pintu tersebut dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang dibidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan ditingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di propinsi atau kabupatenkota. Untuk itu, perlu adanya koordinasi yang sinergis antar lembaga, antarpemerintah dan antarpemerintah pusat dan daerah serta antarpemerintah daerah. Untuk mengatur koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal termasuk perizinan, menurut pasal 27 ayat 2 diserahkan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta pelayanan terpadu satu pintu menurut pasal 29 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, harus melibatkan perwakilan secara langsung dari setiap sektor dan daerah terkait dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN