Hubungan antara anemia pada lansia dengan gambaran klinis

3.7.6 Hubungan antara terjadinya anemia pada lansia dengan pekerjaan.

Dari 25 orang lansia penderita anemia penyakit kronik, 19 orang 31,7 mempunyai pekerjaan sebelumnya pensiunan sebagai pegawai, 4 orang 6,7 sebagai ibu rumah tangga, sedangkan petani dan wiraswasta masing–masing 1 orang 3,4. Lansia yang menderita anemia defisiensi besi 1,7 pekerjaannya hanya sebagai ibu rumah tangga. Secara uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara terjadinya anemia pada lansia penderita penyakit kronik dengan pekerjaan lansia tersebut p : 0,555. Tabel 6 Tabel 6 Hubungan antara terjadinya anemia pada lansia dengan pekerjaan L A N S I A Dengan Anemia Peny.kroni k Dengan Anemia Def. Besi Dengan Penyakit Kronik Non- Anemia J u m l a h No Pekerjaan n n n n 1 Pensiunan 19 31,7 0 0,0 23 38,3 42 70,0 2 Ibu Rumah Tangga IRT 4 6,7 1 1,7 7 11,7 12 20,0 3 Petani 1 1,7 0,0 1 11,7 2 3,3 4 Wiraswasta 1 1,7 0 0,0 3 5,0 4 6,7 J u m l a h 25 41,7 1 1,7 34 56,7 60 100 Uji Chi – Square X 2 : 4,914 df : 6 p: 0,555 3.7.7 Penyebab anemia penyakit kronik pada lansia. Penyebab anemia penyakit kronik pada lansia yang ikut dalam penelitian ini adalah proses infeksi kronik infeksi paru, inflamasi kronik Osteoartritis, Artritis reumatoid, Penyakit jantung kongestif, Penyakit jantung koroner PJK, dan Hepatitis kronik. Tabel 7 Tabel 7 Penyebab anemia penyakit kronik pada lansia No Infeksi Kronik Inflamasi Kronik Lain-lain 1 Infeksi paru: Emfisema paru, TB paru, Bronkitis kronis, Bronkiektasis Osteoartritis OA Penyakit jantung kongestif 2 Artritis reumatoid AR Penyakit jantung koroner PJK 3 Hepatitis kronik

3.7.8 Hubungan antara anemia pada lansia dengan gambaran klinis

Dari 25 orang lansia penderita anemia penyakit kronik, ternyata 24 orang 92,3 tidak mempunyai keluhan, dan hanya 1 orang 3,9 yang mempunyai keluhan dan ini sama dengan lansia penderita anemia defisiensi besi 3,9 yang juga menunjukkan adanya keluhan dengan anemianya. Secara uji statistik tidak ada ©2003 Digitized by USU digital library 17 perbedaan yang bermakna gejala klinis anemia antara anemia penyakit kronik dengan anemia defisiensi besi p : 0,77. Tabel 8 Tabel 8 Hubungan antara anemia pada lansia dengan gejala klinis L A N S I A Dengan Anemia peny.kroni k Dengan Anemia def. besi J u m l a h G e j a l a K l i n i s N N n Tanpa gejala asimptomatik 24 92,3 0,0 24 92,3 Dengan gejala 1 3,9 1 3,9 2 7,7 J u m l a h 25 96,2 1 3,9 26 100, Uji Fisher Exact p : 0,77 3.7.9 Hubungan antara gambaran morfologi darah tepi dengan anemia pada lansia. Gambaran morfologi darah tepi dari 25 orang lansia yang menderita anemia penyakit kronik adalah normositik–normokromik, dan seorang lansia penderita anemia defisiensi besi gambaran morfologi darah tepinya adalah mikrositik–hipokromik. Tabel 9 Tabel 9 Gambaran morfologi darah tepi pada lansia penderita anemia L A N S I A Dengan Anemia peny.kroni k Dengan Anemia def. besi J u m l a h Gambaran Morfologi Darah Tepi N n n Normositik – Normokromik 25 96,2 0,0 25 96,2 Mikrositik - Hipokromik 0,0 1 3,9 1 3,9 Makrositik – Normokromik 0,0 0,0 0,0 J u m l a h 25 96,2 1 3,9 26 100, 3.7.10 Hubungan antara nilai laboratorium–diagnostik untuk anemia penyakit kronik dengan jenis kelamin lansia. Hemoglobin rata–rata pada laki–laki lansia adalah 12,15 ± 0,915 grdL dan wanita 11,40 ± 0,485 grdL. Secara uji statistik, tidak ada perbedaan bermakna antara hemoglobin laki–laki dan wanita pada lansia yang menderita anemia penyakit kronik p : 0,093. Volume korpuskuler rata–rata MCV pada laki–laki lansia adalah 81,40 ± 18,21 fl dan wanita 85,20 ± 3,96 fl. Secara uji statistik, tidak ada perbedaan bermakna antara volume korpuskuler rata–rata laki–laki dan wanita pada lansia yang menderita anemia penyakit kronik p : 0,767. ©2003 Digitized by USU digital library 18 Mampu ikat besi MIB = TIBC pada laki–laki lansia adalah 244,10 ± 5,94 mugdL dan wanita 232,60 ± 11,78 mugdL. Secara uji statistik, tidak ada perbedaan bermakna antara laki–laki dan wanita pada lansia yang menderita anemia penyakit kronik p : 0,094. Feritin serum pada laki–laki lansia adalah 230,35 ± 147,41 ngmL dan wanita 223,00 ± 112,84 ngmL. Secara uji statistik, tidak ada perbedaan bermakna antara laki–laki dan wanita pada lansia yang menderita anemia penyakit kronik p : 0,918. Besi serum SI pada laki–laki lansia adalah 42,75 ± 3,46 mugdL dan wanita 35,00 ± 1,73 mug dL. Secara uji statistik, ada perbedaan bermakna antara laki– laki dan wanita pada lansia yang menderita anemia penyakit kronik p : 0,000. Jenuh transferin pada laki–laki lansia adalah 17,55 ± 1,19 dan wanita 15,20 ± 1,30 . Secara uji statistik, ada perbedaan bermakna antara laki–laki dan wanita pada lansia yang menderita anemia penyakit kronik p : 0,001. Tabel 10 Tabel 10 Hubungan antara nilai laboratorium diagnostik anemia penyakit kronik pada lansia dengan jenis kelamin Nilai Lab. Diagnostik n X SD p 1 Hemoglobin gr dL Laki-laki 20 12,15 0,915 Wanita 5 11,40 0,485 0,093 a 2 Volume korpuskuler rata-rata MCV fl Laki-laki 20 81,40 18,21 Wanita 5 85,20 3,96 0,767 b 3 Mampu ikat besi MIB = TIBC mug dL Laki-laki 20 244,10 5,94 Wanita 5 232,60 11,78 0,094 a 4 Feritin serum ngmL Laki-laki 20 230,35 147,41 Wanita 5 223,00 112,84 0,918 a 5 Besi serum SI mugdL Laki-laki 20 42,75 3,46 Wanita 5 35,00 1,73 0,000 a 6 Jenuh transferin Laki-laki 20 17,55 1,19 Wanita 5 15,20 1,30 0,001 a Keterangan : a Uji T b Uji Mann – Whitney a Signifikan

BAB IV PEMBAHASAN

Proses menua merupakan fenomena biologis universal yang ditandai dengan evolusi dan maturasi organisme secara progresif, dapat diperkirakan tetapi tidak dapat dielakkan hingga meninggal. 13 Namun proses menua bukanlah sebuah proses biologis sederhana melainkan sebuah perubahan kompleks yang terjadi seiring ©2003 Digitized by USU digital library 19