1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang bertugas membantu tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dalam
melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan. Keberadaan komite audit di perusahaan dewasa ini menjadi penting. Banyaknya kasus dan
kecurangan yang menyangkut masalah praktek transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan perusahaan telah mendorong profesi akuntan, pemakai
laporan keuangan dan pemerintah memberikan perhatian yang serius terhadap pentingnya keberadaan komite audit dalam perusahaan. Kasus-kasus yang
terjadi tersebut menekankan kembali pentingnya keberadaan komite audit di perusahaan Iqbal, 2007: 1.
Sebagai salah satu organ perusahaan, komisaris mempunyai kedudukan penting di dalam mengawasi jalannya perusahaan. Untuk mendukung tugas
dan fungsinya, komisaris dibantu oleh komite audit. Pembentukan komite audit dimaksudkan untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan
tugasnya serta tanggung jawabnya yang antara lain berkaitan dengan pengawasan terhadap proses pelaporan keuangan, sistem pengandalian intern
atas keuangan dan asset perushaan pada umumnya, proses atau pelaksanaan audit intern dan ekstern, serta evaluasi terhadap tingkat kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Iqbal, 2007: 3.
2 Pembentukan komite audit di lingkungan masing-masing perusahaan
sebagai fenomana baru dalam sistem pengelolaan perusahaan, dituntut untuk dapat mengurangi atau bahkan mengatasi banyaknya kasus penipuan dan
kecurangan dalam pelaporan keuangan Paramitha, 2008: 4. Ada beberapa kendala yang menjadi hambatannya fungsi audit di dalam
perusahaan. Yang pertama adalah pemahaman yang sempit mengenai tugas auditor. Bagi banyak kalangan, selama ini auditor sering dipandang hanya
untuk membenahi penyimpangan yang sudah terlanjur terjadi di dalam perusahaan. Cara pandang seperti ini sangat kontra produktif, mengingat skill
dan kompetensi auditor sebanarnya bisa diberdayakan lebih dari itu. Kendala yang kedua adalah lemahnya posisi auditor dalam organisasi. Sangat sulit
dibayangkan, sejauh mana seorang auditor internal bisa bersikap independent dan objektif sikap mental yang seharusnya ada dalam setiap profesi audit, bila
secara struktural dia bertanggunga jawab kepada menejemen, pihak yang menjadi objek auditnya sendiri Iqbal, 2007: 4.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan perlu menerapkan suatu sistem yang mendukung independensi dan akuntabilitas fungsi audit internal
dimata pemegang saham maupun publik. Pada tahun 1930-an beberapa aktivis pasar modal memperkenalkan konsep mengenai komite audit kepada
masyarakat bisnis, terutama perusahaan-perusahaan go-public namun saat itu sambutan mereka belum begitu antusias. Baru pada dekade 1970-an New York
Stock Exchange NYSE mewajibkan perusahaan yang terdaftar untuk memiliki komite audit, sebagai bagian dari persyaratan pendaftaran di bursa
3 Iqbal, 2007: 4.
Sejak saat itu pembentukan komite audit telah menjadi persyaratan rutin di pasar modal di berbagai negara. Komite ini dibentuk untuk menjembatani
kesengajaan informasi antara fungsi audit dalam perusahaan dengan pemegang saham. Selama ini pihak yang lebih banyak memiliki akses
terhadap proses dan asil audit adalah mnejemen. Dengan kewenangan struktural yang mereka miliki, menejemen bisa mempengaruhi auditor internal
dalam menentukan informasi mana yang bisa dipublikasikan dan yang mana yang tidak. Mereka juga bisa memilih untuk menindaklanjuti temuan-temuan
audit atau menyimpannya saja di dalam laci. Sementara pihak auditor sendiri tidak memiliki jalur lain untuk mengungkap temuan-temuan mereka.
Kehadiran komite audit dalam perusahaan diharapkan dapat menghentikan praktik-praktik tersebut Iqbal, 2007: 5.
Keberadaan komite audit di atur dalam keputusan Badan Usaha Milik Negara BUMN nomor: 103MBU2002 tentang pembentukan komite audit
nagi Badan Usaha Milik Negara BUMN. Kemudian dikeluarkan UU Republik Indonesia nomor: 19 tahun 2003 tanggal 19 Juni 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara BUMN. Kemudian BEJ mengeluarkan KEP- 315BEJ06-2000 pada tanggal 30 Juni 2000 yang diberlakukan pada tanggal 1
Juni oleh BEJ, dapat diperkuat dengan dikeluarkannya Kep-41PM 2003 pada tanggal 22 Desember 2003 oleh BAPEPAM. Pada tanggal 24 September 2004
diperbaharui kembali oleh BAPEPAM melalui Kep-29PM2004. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut maka perusahaan publik diwajibkan
4 membentuk komite audit BUMN: 103MBU2002.
Dengan semakin berkembangnya dunia usaha, kebutuhan akan jasa audit pun semakin banyak, sehingga profesi audit pun di anggap sebagai ladang
yang menguntungkan. Oleh karena itu, semakin banyak orang yang memasuki bidang ini, tingkat persaingan akuntan publik pun semakin besar dan
menyebabkan banyaknya pilihan bagi perusahaan dalam menentukan akuntan publik mana yang akan dipilihunuk membantu mereka dalam menyajikan
laporan keuangan yang dapat dipercaya dan diandalkan Paramitha, 2008: 5. Pada dasarnya setiap usaha juga selalu ingin tetap bertahan hidup, setiap
perusahaan harus memiliki kemampuan atau daya saing yang memadai, terutama dalam rangka menghadapi tingkat persaingan yang dari hari ke hari
dirasa semakin meningkat tingkat intensitasnya. Hal paling sederhana yang harus
dilakukan setiap
perusahaan agar
mampu mempertahankan
kelangsungan dan keberadaan kegiatan usahanya adalah bahwa setiap perusahaan setidaknya harus dapat melaksanakan semua kegiatan rutin
usahanya dengan baik. Dalam pengaertian yang paling sederhana, setiap perusahaan dituntut untuk mampu melaksanakan semua kegiatan rutin
usahanya sesuai dengan system dam prosedur yang telah ditetapkan Doddy Hapsoro, 1999: 11.
Apabila perusahaan dapat melaksanakan semua kegiatan rutin usahanya berdasarkan rancangan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan, diharapkan
semua kegiatan bisnis dapat berjalan dengan baik sesuai rencana yang ditetapkan, sehingga mampu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan
5 tersebut. Dengan adanya keuntungan itulah dapat dipastikan bahwa
perusahaan akan mampu menjamin dan mempertahankan keberadaan serta kelangsungan hidupnya. Namun demikian, tidak bisa diabaikan bahwa
keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan harus di dukung pula oleh adanya internal control yang memadai Doddy Hapsoro, 1999: 11.
Sistem pengendalian intern pada dasarnya merupakan struktur organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dapat dikoordinasikan untuk
menjaga kekayaan organisasi, mengecek, ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi, serta mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Boockholdt 1993 juga mengemukakan bahwa setiap struktur tersebut meliputi berbagai macam
variasi tindakan yang diarahkan untuk mencapai berbagai tujuan, namun pada umumnya para akuntan lebih menekankan kepada empat aspek yaitu tujuan
sebagai berikut: 1 menjaga kekayaan organisasi, 2 mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, 3 mendorong efisiensi, 4 mendorong dipatuhinya
kebijakan manajemen Boockholdt: 1993 dalam Doddy Hapsoro, 1999: 12. Dalam menjalankan roda operasinya perusahaan perlu menerapkan
sistem pengendalian intern yang baik untuk mencegah penyelewengan dan tindak kecurangan yang dapat merugikan perusahaan dan diharapkan dengan
adanya sistem yang baik dilingkungan perusahaan akan dapat memberikan pengaruh yang baik juga terutama dalam kinerja keuangan perusahaan tersebut
Ika Haripratiwi, 2006: 15. Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan
6 individual yang dibuat secara terus-menerus oleh menejemen. Oleh karna itu,
untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, perlu dilibatkan analisa dampak
keuangan kumulatifdan
ekonomi dari
keputusan dan
mempertimbangkannya dengan ukuran komparatif Sucipto, 2003. Dalam membahas kinerja keuangan, perusahaan harus didasarkan pada
data keuangan yang dipublikasikan yang dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan yang berlaku umum. Perusahaan kemungkinan akan
menggunakan informasi akuntansi untuk menilai kinerja menejer. Kemungkinan lain adalah informasi akuntansi digunakan bersama dengan
informasi non akuntansi untuk menilai kerja menejernya Sucipto, 2003. Penilaian kerja performance appraisal pada dasarnya merupakan faktor
kunci guna mengembangkan struktur organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya
manusia yang ada dalam organisai. Penilaian kerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian
tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan untuk meningkatkan kinerja keuangan Sucipto, 2003: 3.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan tersebut, maka penulis merasa tertarik dan terdorong keinginan untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Pengaruh Peran Komite Audit Dan Pengendalian Intern Terhadap
Kinerja Keuangan
Study Empiris
Pada Beberapa
Perusahaan. Karena untuk mendorong terwujudnya kinerja keuangan yang
baik dilingkungan organisasi peran komite audit sebagai personil yang
7 kompeten dan handal diharapkan mampu menjadi salah satu faktor untuk
meningkatkan kinerja keuangan, serta sistem pengendalian intern yang baik diharapkan mampu mendorong terwujudnya kinerja kerja yang baik dari para
karyawan agar dapat pula meningkatkan kinerja keuangan.
B. Perumusan Masalah