5.3.2. Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya dari ketiga stasiun penelitian berkisar 2,7 – 5,4 m. Penetrasi cahaya terendah terdapat pada stasiun I Lokasi Pelabuhan sebesar 2,7 m, hal ini terjadi
karena adanya aktivitas mesin kapal yang berakibat adanya tumpahan minyak selama operasi kapal berjalan, tumpahan minyak ini mengakibatkan sebagian cahaya matahari
terhalang ke dalam air. Secara keseluruhan penetrasi cahaya pada ketiga stasiun masih dapat mendukung kehidupan ikan di perairan tersebut.
Menurut Sastrawijaya 1991, kekeruhan dapat diakibatkan adanya partikel debu, liat, fragmen tunbuhan dan plankton dalam air, serta adanya aktivitas
masyarakat yang membuang limbah ke badan perairan. Daya tembus matahari semakin berkurang jika konsentrasi bahan tersuspensi atau terlarut tinggi. Selanjutnya
Asmawi 1986, hlm: 68, menyatakan nilai kecerahan yang baik untuk kelangsungan hidup ikan adalah lebih besar dari 45 cm, apabila nilai kecerahan lebih kecil dari 45
cm maka batas pandangan ikan akan berkurang.
5.3.3. Derajat Keasaman pH Air
Kisaran pH yang diukur pada stasiun pengamatan antara 7,3 - 7,8. Dari hasil nilai pH yang didapatkan dari ketiga stasiun penelitian dapat dikatakan bahwa pH perairan
masih dapat mendukung kehidupan ikan. Menurut Barus 2004, nilai pH yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,7 - 8,2. Nilai pH yang yang didapatkan pada
masing-masing stasiun penelitian berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan aktivitas yang mengakibatkan perubahan bahan organik pada tiap stasiun.
5.3.4. DO Oksigen Terlarut Air
Kisaran Kandungan oksigen terlarut pada ketiga stasiun penelitian adalah antara 5,7 - 6,4. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun II Reklamasi Pantai sebesar 6,4 mgl air, hal
ini disebabkan karena adanya percampuran angin laut yang cukup. Disamping itu pada daerah ini juga ditemukan adanya tanaman air yang dapat mensuplai adanya
Universitas Sumatera Utara
ketersediaan oksigen melalui proses fotosintesis. Menurut Nybakken 1998, hlm: 98, menyatakan bahwa pengadukan dan pencampuran oleh angin menyebabkan cukupnya
persediaan oksigen di dalam kolom air. Rendahnya DO pada stasiun I berkaitan dengan tingginya temperatur perairan pada stasiun tersebut. Barus 2004, hlm: 45,
menyatakan setiap kenaikan suhu 10 C akan meningkatkan laju metabolisme
termasuk ikan sebesar 2 – 3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, maka konsumsi oksigen juga meningkat dan akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air
menjadi berkurang. Dan menurut Sastrawijaya 1991, hlm: 100, bahwa temperatur mempunyai mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen, jika temperatur
naik maka oksigen di dalam air akan menurun. Secara keseluruhan nilai kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan ikan. Menurut
Buwono 1993 dalam Siahaan 2006, hlm: 25, kadar oksigen terlarut dalam batas 4,5 – 7 mgl tidak mengubah jumlah toleransi konsumsi oksigen oleh ikan baik pada suhu
rendah 20 – 25 C maupun tinggi 30
C sebagai batas optimum.
5.3.5. BOD